"Aku kasian sama Dinda..!" ucap Rudy diawal ceritanya.
Nisa tau kisah lama antara Rudy dan Dinda. Namun lagi-lagi Nisa mencegah rasa ingin taunya, dia hanya diam menyimak kata-kata Rudy duduk di kursi di sampingnya."Sejak dia melahirkan, dia sama sekali tak sempat melihat, seperti apa wajah putri yang dilahirkannya!""Bahkan sampai sekarang..! Di mana, bahkan sampai putri mereka terkubur dalam tanah. Dinda maupun Indra bahkan, tak mengantar kepulangan putri mereka!""Apa ini hukuman atas kesalahan yang mereka lakukan sama kamu ya, Nis?" ujar Rudy seakan bertanya.Nisa mengaduk gelasnya, matanya memandang jauh ke depan. Jujur ia tak tau, apakah musibah ini sebagai hukuman, atau ujian bagi keduanya.Nisa ingat, jika kedatangannya kali ini, adalah mencari kepastian ucapan dari suaminya."Apa penyebab kecelakaan Indra..?" tanya Nisa datar.Rudy menoleh Nisa sebentar, lalu kembali memandang ke gelasnya. Ia sedikitMelihat penampilan suaminya yang bertubuh atletis, beraroma maskulin, dengan wajah tampan dan jambang menghiasi wajah, memberi rona merah di pipinya. Nisa membayangkan kehangatan dalam setiap sentuhan suaminya, membuat pipinya ssmakin merona. Tapi saat ini, laki-laki perkasa itu nampak peminim, dengan busana ciri khas emak-emak kekinian, membuat Nisa tak bisa menghilangkan rasa lucu, yang menghampirinya. "Hahaha.... kamu nampak manis deh, Mas!" celetuk Nisa memuji. Rasya yang mendapat pujian seakan ingin menangis. Jatuh sudah wibawa dan martabatnya sebagai seorang CEO, andai salah satu orang di luar sana melihat penampilannya saat ini. "Sayang... kamu balas dendam, ya?" ucap Rasya manyun. "Iihh.. bibirnya kok bisa, gitu?" ejek Nisa. "Kalau bibir Mas, memang manis, sayang! Tapi kalau saat ini....??" ucap Rasya sambil memandang bayanganmu di cermin. Beruntung dia saat ini berada di kamar, jadi mampu sedikit menahan rasa malunya, pikir Rasya santai. "Ayo Mas! Temani aku sebentar
Rasya bertanya pada bagian pendaftaran para pasien, menanyakan ruang perawatan Indra. Selanjutnya Rasya berjalan ke ruang perawatan Indra, yang dirawat di ruang VIP.Sampai di sana, Rasya tak menemukan istrinya, setelah melihat sekitarnya dan memastikan ketiadaan istrinya, Rasya secepatnya meninggalkan ruang VIP tersebut.Saat di koridor, Rasya berpapasan dengan Rudy yang nampak ingin ke ruangan Indra. "Tuan Rasya dari mana?" tanya Rudy sopan.Rasya ingin bertanya pada Rudy, apakah dia tau kemana perginya istrinya. Namun yang keluar dari bibirnya adalah, kata yang bertentangan dengan pikirannya."Apa Rumah Sakit ini, milikmu? Apa hanya kamu, yang boleh berjalan bebas, di sini?" tanya Rasya tajam.Merasa telah salah menyapa, Rudy tersenyum tak nyaman "Maaf Tuan, Rumah Sakit ini bukan milik saya! Dan silahkan Tuan jalan-jalan, menikmati pemandangan di sini!" jawab Rudy sopan."Hhm.....!" Rasya hanya bergumam, dan pergi da
"Mas...jawab Mas! Apa maksud kamu, bahwa Allah mengirimkan seseorang untuk membalas kelakuan mereka kepadaku?" tanya Nisa tak lepas menatap wajah suaminya."Aku...aku..! Maksudku, bukankah Allah akan membalas, setiap perbuatan baik dan buruk yang dilakukan para hamba-Nya, Nisa? Begitu juga pada dua laki-laki itu!" ucap Rasya mengelak."Aku percaya pada ketentuan itu! Tapi aku nggak percaya, jika musibah dan penderitaan yang mereka alami, akan terjadi dalam masa yang bersamaan! Aku yakin, pasti ada yang kamu tutupi dari aku, iya 'kan Mas?" tekan Nisa."Udah ah, aku mau balik ke kantor! Masih ada meeting, yang harus aku hadiri!"Rasya bangkit, dan berjalan terburu-buru meninggalkan Nisa, yang masih penuh tanda tanya di kepalanya."Mass, kok kamu malah pergi?" seru Nisa yang semakin curiga, melihat gelagat suaminya yang seperti menghindari pertanyaan darinya.**"Huhft... selamat.. selamat!" ucap Rasya sambil mengurut dadan
Sherly merasa tenggorokannya tercekat, dia takut jika penolakannya, akan membuat Nino nekat. "Apa maksud kamu, aku gak boleh capek, Nino?" tanya Sherly merendahkan suaranya."Kamu boleh capek kok, sayang! Tapi...saat aku, atau Tuan tidak membutuhkan kehangatan dari tubuhmu!" ucap Nino sambil tangannya merogoh sakunya."Kalian jahat..! Kalian memanfaatkan kelemahanku!" ucap Sherly sedih dengan bibir bergetar. Sebenarnya Sherly telah mengeluarkan airmata, namun tak nampak karena dia berdiri di bawah shower."Kalau capek, makanlah ini!" ucap Nino sambil memasukkan sesuatu ke mulut Sherly.Sherly yang saat itu ingin menolak, tapi tak bisa, keburu Nino menyumpal mulutnya dengan bibir tebalnya. Dengan satu kali tenggak, Sherly menelan sesuatu yang dimasukkan ke mulutnya, dibantu air shower."Apa yang kamu berikan, Nino? Dasar bajingan!" umpat Sherly nyalang."Aku sangat perhatian sama kamu, sayang! Bukankah kamu bilang, letih
"Apa, Om Fras punya bisnis ilegal, In?" tanya Rudy."Entahlah Rud, aku memang anak Papa! Tapi, kamu tau sendiri, bagaimana hubungan kami berdua! Semua itu karena ambisi Papa, yang begitu besar! Juga hobynya yang gila 'bermain' dengan wanita jalang, yang membuat aku tak pernah cocok, dengannya!" jelas Indra panjang lebar, mengenang hubungannya dengan orangtuanya."Jadi, apa keputusan kamu, In?" tanya Rudy membuyarkan Indra, dari kenangan masalalunya.Indra bimbang, jika perusahaan yang menjadi sumber penghasilannya dijual. Apalagi yang bisa ia andalkan. Sementara, andaipun dijual, sisa dari pembayaran ganti rugi dan membayar gaji karyawan, mungkin sisanya tidak seberapa lagi.Tapi jika perusahaan dipertahankan, bagaimana dia mencari dana cair, untuk ganti rugi."jadi, apa keputusanmu! Kita tidak bisa mengulur waktu, In! Mereka ingin mendengar keputusan kamu secepatnya!" ujar Rudy terdengar mendesak.***Nisa menyiapk
"Kamu harus makan, Dinda..! Ya, makan ya!!" bujuk Indra lagi.Dinda tak menyahut, ia masih sibuk meninabobokan boneka, yang ia anggap putrinya."Huuusstt.....jangan berisik donk, Mas!" tegur Dinda berbisik. Sejak mengalami depresi, panggilannya pun berubah, yang awalnya memanggil dengan nama, kini berubah jadi Mas."Iya..iya..! Aku gak berisik kok, tapi sekarang kamu makan dulu, ya! Kalau nggak makan, nanti kamu sakit, Din!" bujuk Indra lembut."Aku gak mau makan, Mas! Kalau aku makan, nanti Dede Nisa bangun!" ucap Dinda sambil menepuk-nepuk pelan bonekanya.Nama putrinya, yang pernah disebutkan Rudy, itulah yang melekat dalam memori otak Dinda.Indra menatap sedih kelakuan istrinya. Ia semakin merasa bersalah pada Dinda, andai saja saat kehamilan, dia bisa menjaga perasaan Dinda, mungkin semua ini takkan terjadi."Din...kamu makan, biar aku suapin ya!" bujuk Indra lagi."Hmm....!" jawab Dinda mengangguk.
Hari itu, Tuan Frass sampai ke tanah air. Dengan menggunakan topi dan masker, tak lupa kacamata hitam bertengger di hidungnya yang mancung, menjadi style penyamaran terbaik, untuk menyamarkan dirinya di mata para anggota kepolisian.Dengan menggunakan taksi, Tuan Frass pergi ke rumahnya. Dari jauh Tuan Frass melihat garis polisi melintang di depan pagar rumahnya. Tuan Frass tidak turun, dia hanya meminta sopir taksi melambatkan laju mobilnya."Masuk komplek agak lambat ya, Pak! Saya lupa alamat pastinya rumah saudara saya!" ujar Tuan Frass beralasan."Iya Tuan..! Memangnya sudah berapa lama, Tuan tidak kemari?" tanya sang sopir santai."Eeh..anu! Sekitar lima tahun, Pak!" jawab Tuan Frass kaget, karena pertanyaan tiba-tiba si sopir.Tuan Frass terus memperhatikan keadaan sekeliling rumahnya, secara tak sengaja dia melihat beberapa orang bertubuh atletis, berambut agak gondrong, nampak berdagang keliling dengan aneka makanan.
"Apa kabar, Tuan!" tanya jhon, saat bertemu mantan bosnya. "Saat ini saya tidak baik-baik saja, jhon! Bagaimana kabar yang lain?" jawab Tuan Frass sambil tersenyum. "Mereka semua ikut saya, Tuan!" jawab Rasya datar "Sejak peristiwa penagkapan itu, kami semua bersembunyi, Tuan! Karena pihak kepolisian masih terus mencari keberadaan, Tuan! Jadi, demi keamanan Tuan, kami semua meyembunyikan diri!" lanjut Jhon memelas. Tuan Frass merasa tersentuh dengan kepedulian mantan anak buahnya."Hmph.... andai saja semuanya tidak terbongkar, mungkin kita semua tetap aman!" ujar Tuan Frass mengepalkan tinjunya. Jhon melirik tangan Tuan Frass, dia tetap diam dengan wajah dingin. "Apa kamu tau Jhon, siapa yang membocorkan rencana kita?" tanya Tuan Frass berharap. "Saya tidak tau, Tuan! Tapi, sepertinya pihak kepolisian memang sudah lama, mencurigai kita!" jawab Jhon. "Nggak mungkin..! Saya yakin ada yang dengan sengaja me
Bu Susy tersadar dari tidurnya kaget, melihat suasana berbeda dengan tempat yang ia tempati beberapa bulan terakhir. Dalam kebingungan, ibu Susy berteriak. Tak berapa lama, seorang perawat yang bertugas melayani para penghuni panti, datang. "Ada apa, Bu?" tanya perawat tersebut. "Hapa... hamu...?" tanya bu Susy heran. "Saya perawat di sini, Bu! Ada yang bisa saya bantu, Bu?" tanya perawat yang telah terbiasa berinteraksi dengan orang stroke, membuat ia bisa mengartikan bahasa tak jelas dari ibu Susy."Hana, haman, haku hau haman!" "Maaf Bu, Bapak Arman sendiri, yang mengantarkan Ibu ke sini! Saat ini, Bapak Arman sudah pulang! Ibu bisa tenang, Ibu berada di tempat yang khusus merawat para orangtua, yang tak sempat, di rawat anak-anak mereka!"Betapa kagetnya bu Susy setelah mendengar penjelasan perawat. Ia nampak shock, tak menyangka jika ia akan dibuang oleh anaknya sendiri. Bu Susy menangis, ia menyesal
"Apaan sih, Mas! Aku malah bahagia, jika mereka bisa tetap bersama selamanya! Lagi pula, aku udah punya kamu, ngapain harus menyemburukan suami orang?" jawab Nisa sambil nyelendot di tangan Rasya. Hati Rasya berbunga-bunga, dengan ungkapan perasaan istrinya. "Terimakasih sayang! Aku harap, apapun masalahnya, kita bisa bicarakan baik-baik! Aku tak mau mengalami kegagalan, dalam rumahtangga kita!""Aamiiiin....! Sama-sama, sayang!" jawab Nisa tersenyum manis. Nisa merasa bahagia, dengan selesainya semua permasalahan yang ia rasakan selama ini, Nisa akhirnya bisa merasa lega. "Mas.... aku bahagia banget, masalalu yang dulu aku alami terasa berat, ternyata memberi kebahagiaan bagiku, di masa sekarang!" ucap Nisa memandang jalanan di depan. "Syukurlah, tapi aku akan berusaha, memberikan kebahagiaan bukan cuma saat ini, tapi selamanya!""Aamiiiin...!"Kedua suami istri tak jadi pulang ke rumah, tapi justru mereka
"Terimakasih atas saran lo, Nis! Aku akan lihat, bagaimana Indra menyadari kesalahannya! Jika memang dia pantas untuk dipertahankan, maka aku akan berusaha mempertahankannya!" jawab Dinda santai. "Bagus deh, semoga Allah memberikan kebaikan untuk rumahtangga kalian!""Aamiiin....!" balas Dinda atas do'a Nisa. "Oh iya Nis! Aku mau minta maaf, ya! Nama kamu, ikut digunakan oleh mendiang anakku!' jawab Dinda sedih teringat dengan kematian putri kecilnya. "Gak papa, kok! Lagian, nama itu 'kan belum aku bikinkan lisensinya, jadi siapa aja boleh menggunakannya! Apalagi aku cantik, aku yakin siapapun yang menggunakan nama itu, pasti cantik kayak aku!" jawab Nisa enteng. Dinda melongo dengan kenarsisan sahabatnya, sejak kapan, pikirnya "Lo baik-baik aja, 'kan, Nis?" tanya Dinda sambil menempelkan tangannya di dahi Nisa. "Apaan sih, Din! Orang sehat begini, malah dibilang sakit!" gumam Nisa sewot. "Tunggu.... tunggu! Sejak
"Assalamualaikum....!" ucap salam Nisa yang di depan sebuah rumah minimalis, ditemani suaminya. "Rumahnya, asri ya Mas!" ucap Nisa sambil melihat-lihat lingkungan rumah sahabatnya. "Kamu suka?" tanya Rasya merangkul tubuh istrinya kepelukan. "Banget, aku itu sukanya suasana alam, ya.... seperti taman ini, Mas!""Nanti kita beli satu, rumah yang ada tamannya!" jawab Rasya enteng. "Awh....!" jerit Rasya yang mendapat cubitan dari istrinya. "Apaan sih, sayang! Main cubit aja!" sungut Rasya sambil menggosok perutnya. "Kamu yang apaan, Mas! Beli rumah, kayak beli gado-gado, pemborosan tau!" protes Nisa. "Kan kamu ingin suasana seperti ini, sayang!" jawab Rasya membela diri. "Tapi nggak gitu juga konsepnya, kali...!" jawab Nisa heran dengan pola pikir suaminya. "Waalaikum salam....! Maaf, cari siapa, ya?" tanya wanita paruhbaya yang membukakan pintu. Rasya dan Nisa menoleh ke pintu
"Dasar, adik ipar perhitungan! Baru aja dimintai pertolongan beberapa kali, udah main kabur!" omel Arman di sepanjang jalan. Sampai di rumah, emosi Arman semakin membengkak! Ibunya yang duduk di atas kursi roda, melemparkan perabotan rumah yang tidak seberapa, ke segala arah. "Mama apa-apaan sih, Ma! Udah gak bisa bantu beres-beres, malah berantakin rumah begini!" Melihat kedatangan putranya, bu Susy tambah meradang. Semua barang benda yang dapat terjangkau oleh tangannya, ia lemparkan kepada Arman. "Huh.... huh...!" Sambil melempar, hanya kata gak jelas yang keluar dari bibirnya. "Ma.... jika Mama terus-terusan seperti ini, Arman pastikan Mama akan menyesal!" bentak Arman memandang tajam. "Mama mikir gak, sih! Mama baru aja keluar dari Rumah Sakit, bukannya istirahat malah marah nggak jelas begini!" omel Arman sambil mengumpulkan pecahan beling yang berserakan di lantai."Hamu... hak.. hecus, hurus hibu!" ujar bu
Hati Indra terasa miris, melihat wanita yang biasanya selalu ceria, kini hilang ingatannya. Yang dipikirannya, hanya mengenai anak yang ia lahirkan, yang telah kembali ke pankuan ilahi. "Dinda, kamu udah makan obat?" tanya Indra duduk di bangku, yang ada di kamar mereka. "Udah donk, Mas! Aku kan harus sehat, agar bisa menjaga dede Nisa!" jawab Dinda semangat. "Iya, kamu harus minum obat terus ya, agar dede bayi juga ikutan sehat!" ucap Indra memotivasi istrinya agar tetap semangat untuk minum obat, walau harus mengikuti ke 'halu an' istrinya. "Gitu ya, Mas?" tanya Dinda dengan senyum di bibirnya. "Iya, donk! Jika kamu sehat, nanti kita bisa jalan-jalan!" tambah Indra. "Jalan-jalan...? Sama dede Nisa, Mas?" tanya Dinda dengab mata berbinar. Dinda duduk di pinggir tempat tidur, menghadap suaminya, seperti seorang anak yang ingin mendengar dongeng dari ibunya. "Iya..kita akan jalan-jalan, tapi pastikan
"Siapa istri pemuda itu..? Apakah istrinya, mengenalku? Semoga saja begitu, dengan demikian, aku mempunyai harapan selamat, dari balas dendam bocah itu!" ucap hati Tuan Frass. "Ada apa dengan Tuan! Nampaknya dia begitu bahagia!" Tanda tanya menghantui pikiran Jhon, tapi dia tetap menjalankan perintah Tuannya***Di rumah, Nisa nampak duduk dengan Ahmad,putranya. Ahmad begitu senang mendengar kabar kehamilan ibunya, "Bunda... berapa lama lagi adik Ahmad bisa diajak bermain, Bun?" tanya Ahmad semringah. "Hehe... sabar ya sayang, tunggu adik lahir dulu, terus tunggu adek gede, baru deh main sama kakak Ahmad!" ucap Nisa sambil membelai rambut putranya. "Kok lama banget! Sekarang adik di mana, Bun?" tanya Ahmad polos. Sambil tersenyum, Nisa memindahkan tangan Ahmad, ke perutnya yang masih datar. "Kok di sini, Bun? Apa gak sempit Bun? Terus, tempat adik bermain, dimana?" tanya Ahmad heran. "Nggak sempit don
Air mata Nisa tak dapat ia bendung, air mata bahagia, mengiasi wajah cantiknya. Nisa merasa tak percaya, baru satu bulan ia menikah, ternyata Allah kembali menitip kan karunia terbesar, pada dirinya. Ia benar-benar bersyukur, karena banyak di luar sana, yang telah sekian lama menikah, namun belum dikaruniai seorang anak. "Selamat ya, Bu atas kehamilannya!" ucap dokter wanita yang menanganinya. "Terimakasih, Dok!" ucap Nisa tersenyum haru. "Sudah menjadi tugas kami, Bu! Pesan saya, jaga emosinya agar jangan sampai stres, dan jangan lupa konsumsi makanan bergizi ya, Bu! Jangan lupa, perbanyak istirahat!" nasehat dokter. "Baik, Dok!" jawab Nisa, serius mendengar nasehat dokter. "Satu lagi, di sini saya tulis resep vitamin, juga obat penghilang mualnya, jangan lupa bulan depan datang lagi, kita cek perkembangan janinnya, ya Bu!" "In syaa allah, Dok!"Setelah menebus obat dan vitamin di apotik, Nisa, segera meninggalkan
Nisa baru ingat, jika bulan ini dia belum menstruasi. "Kenapa, nak? Kamu gak berencana menunda kehamilan, 'kan?" "Ee...nggak kok, Yah!" cicit Nisa."Syukurlah, gak baik kamu menunda kehamilan! Walau bagaimanapun, kamu harus menghargai keinginan suamimu! Lagi pula, Ahmad juga sudah besar, sudah sepantasnya punya adik!" nasehat Ayah Faisal. "Iya Yah, dari awal menikah, Nisa gak ada niat untuk menunda kehamilan! Tapi kalau belum hamil, ya sabar aja!" jawab Nisa, tapi dalam hati Nisa berkata lain. "Bagus itu, mumpung kamu masih muda, jadi peluang untuk hamil itu, masih besar! Ayah do'akan agar kamu secepatnya, bisa memberikan Keturunan buat Rasya!""Iya, Yah! Moga aja secepatnya dipercaya Allah!""In syaa allah, aamiiin!" doa ayah Faisal.Ia ingin, dengan kehamilan, dapat mempererat cinta dalam rumahtangga putrinya. Nisa yang masih terngiang pertanyaan ayahnya, dia mulai memikirkan perubahan yang terja