"Kamu harus makan, Dinda..! Ya, makan ya!!" bujuk Indra lagi.
Dinda tak menyahut, ia masih sibuk meninabobokan boneka, yang ia anggap putrinya."Huuusstt.....jangan berisik donk, Mas!" tegur Dinda berbisik. Sejak mengalami depresi, panggilannya pun berubah, yang awalnya memanggil dengan nama, kini berubah jadi Mas."Iya..iya..! Aku gak berisik kok, tapi sekarang kamu makan dulu, ya! Kalau nggak makan, nanti kamu sakit, Din!" bujuk Indra lembut."Aku gak mau makan, Mas! Kalau aku makan, nanti Dede Nisa bangun!" ucap Dinda sambil menepuk-nepuk pelan bonekanya.Nama putrinya, yang pernah disebutkan Rudy, itulah yang melekat dalam memori otak Dinda.Indra menatap sedih kelakuan istrinya. Ia semakin merasa bersalah pada Dinda, andai saja saat kehamilan, dia bisa menjaga perasaan Dinda, mungkin semua ini takkan terjadi."Din...kamu makan, biar aku suapin ya!" bujuk Indra lagi."Hmm....!" jawab Dinda mengangguk.Hari itu, Tuan Frass sampai ke tanah air. Dengan menggunakan topi dan masker, tak lupa kacamata hitam bertengger di hidungnya yang mancung, menjadi style penyamaran terbaik, untuk menyamarkan dirinya di mata para anggota kepolisian.Dengan menggunakan taksi, Tuan Frass pergi ke rumahnya. Dari jauh Tuan Frass melihat garis polisi melintang di depan pagar rumahnya. Tuan Frass tidak turun, dia hanya meminta sopir taksi melambatkan laju mobilnya."Masuk komplek agak lambat ya, Pak! Saya lupa alamat pastinya rumah saudara saya!" ujar Tuan Frass beralasan."Iya Tuan..! Memangnya sudah berapa lama, Tuan tidak kemari?" tanya sang sopir santai."Eeh..anu! Sekitar lima tahun, Pak!" jawab Tuan Frass kaget, karena pertanyaan tiba-tiba si sopir.Tuan Frass terus memperhatikan keadaan sekeliling rumahnya, secara tak sengaja dia melihat beberapa orang bertubuh atletis, berambut agak gondrong, nampak berdagang keliling dengan aneka makanan.
"Apa kabar, Tuan!" tanya jhon, saat bertemu mantan bosnya. "Saat ini saya tidak baik-baik saja, jhon! Bagaimana kabar yang lain?" jawab Tuan Frass sambil tersenyum. "Mereka semua ikut saya, Tuan!" jawab Rasya datar "Sejak peristiwa penagkapan itu, kami semua bersembunyi, Tuan! Karena pihak kepolisian masih terus mencari keberadaan, Tuan! Jadi, demi keamanan Tuan, kami semua meyembunyikan diri!" lanjut Jhon memelas. Tuan Frass merasa tersentuh dengan kepedulian mantan anak buahnya."Hmph.... andai saja semuanya tidak terbongkar, mungkin kita semua tetap aman!" ujar Tuan Frass mengepalkan tinjunya. Jhon melirik tangan Tuan Frass, dia tetap diam dengan wajah dingin. "Apa kamu tau Jhon, siapa yang membocorkan rencana kita?" tanya Tuan Frass berharap. "Saya tidak tau, Tuan! Tapi, sepertinya pihak kepolisian memang sudah lama, mencurigai kita!" jawab Jhon. "Nggak mungkin..! Saya yakin ada yang dengan sengaja me
"Tuan...!" sapa Jhon pada Bos besarnya."Ada apa Jhon, apa ada informasi terbaru?" tanya pria yang duduk di kursi kebesarannya. Pria itu adalah Rasya, pria yang terkenal kejam, terhadap musuh-musuhnya."Betul Tuan, tua bangka itu telah kembali dari petualangannya!" jawab Jhon."Hahahaha........! Ternyata hanya beberapa bulan kemampuannya bersembunyi dariku!" ujar Rasya dengan wajah puas."Yang saya tau, saat ini semua aset dan simpanannya telah dibekukan oleh kepolisian. Hanya beberapa aset kecil, dan simpanan yang tidak seberapa yang menjadi penopang kebutuhannya!" ucap Jhon lagi."Bagus.. akhirnya ikan telah mengambil umpan..! Bagus....lalu, apa yang ingin kamu laporkan?" tanya Rasya."Baru saja, anak buah saya menghubungi, dan mengatakan jika tua bangka itu ingin berjumpa dengan saya!" jelas Jhon semangat."Apa dia tau, jika orang-orangnya telah menjadi bawahan kamu?" "Tau tuan, tapi yang tidak dia ketahui a
"Sekarang kamu bisa tenang, sayang! Penderitaan kamu akan terbalas lunas sebentar lagi! Dengan siksaan demi siksaan yang akan ia rasakan!" ucap Jhon dalam hati. Keesokan malam berikutnya, Jhon menelpon Tuan Frass. Dengan suara panik, dia menyampikan kabar, jika pihak kepolisian telah mengetahui keberadaannya. "Jadi, apa rencanamu Jhon!" "Saya akan usahakan mengeluarkan Tuan dari kota ini!" "Kita keluar kota, Jhon?" tanya Tuan Frass. "Iya Tuan, karena saat ini, pihak kepolisian belum menyebar anggotanya ke sana!" jawab Jhon datar. "Bagus.... sekalian saja dia tak curiga, jika saat ini buruannya telah pergi dari wilayah mereka!" jawab Tuan Frass tersenyum. "Benar Tuan, dan saya harap! Tuan tidak keluar dari tempat persembunyian itu, nantinya" lanjut Jhon lagi. "Hahaha.. asalkan kamu siapkan kebutuhan saya, dan satu mainan buat saya! Jangankan hanya sementara, selamanya saya tidak keluar, juga tidak apa-apa
Pagi itu seperti biasa, Nisa masih berada di tempat tidur, sifat yang akhir-akhir menghampirinya. "Kamu masih lemes, sayang?" tanya rasya melihat istrinya masih bergulung selimut. "Banget.....! Nganggur aja lemes, Mas, apalagi tadi malam kamu ajak olahraga!" jawab Nisa manyun. "Maaf ya sayang! Habis, junior udah lama lho yank, libur! Jadi jangan salahin Mas, donk!" Rasya membela diri agar selanjutnya tak dicuekin lagi. "Hoek......!" Nisa menutup mulutnya saat merasakan ingin muntah. Dia buru-buru melangkah ke kamar mandi, dan ldiikuti suaminya. . "Hoek..... hoek!"Rasya memijit tengkuk istrinya dengan perasaan cemas. "Kita ke Dokter ya, sayang! Kamu udah sering banget, kayak gini!" "Nggak ahh Mas, nanti juga sembuh sendiri kok! Ini akibat malam tadi, aku jadi masuk angin 'kan?"Nisa keluar dari kamar mandi, kembali ke tempat tidur."Jangan buat aku khawatir donk, yank! Kit
Nisa baru ingat, jika bulan ini dia belum menstruasi. "Kenapa, nak? Kamu gak berencana menunda kehamilan, 'kan?" "Ee...nggak kok, Yah!" cicit Nisa."Syukurlah, gak baik kamu menunda kehamilan! Walau bagaimanapun, kamu harus menghargai keinginan suamimu! Lagi pula, Ahmad juga sudah besar, sudah sepantasnya punya adik!" nasehat Ayah Faisal. "Iya Yah, dari awal menikah, Nisa gak ada niat untuk menunda kehamilan! Tapi kalau belum hamil, ya sabar aja!" jawab Nisa, tapi dalam hati Nisa berkata lain. "Bagus itu, mumpung kamu masih muda, jadi peluang untuk hamil itu, masih besar! Ayah do'akan agar kamu secepatnya, bisa memberikan Keturunan buat Rasya!""Iya, Yah! Moga aja secepatnya dipercaya Allah!""In syaa allah, aamiiin!" doa ayah Faisal.Ia ingin, dengan kehamilan, dapat mempererat cinta dalam rumahtangga putrinya. Nisa yang masih terngiang pertanyaan ayahnya, dia mulai memikirkan perubahan yang terja
Air mata Nisa tak dapat ia bendung, air mata bahagia, mengiasi wajah cantiknya. Nisa merasa tak percaya, baru satu bulan ia menikah, ternyata Allah kembali menitip kan karunia terbesar, pada dirinya. Ia benar-benar bersyukur, karena banyak di luar sana, yang telah sekian lama menikah, namun belum dikaruniai seorang anak. "Selamat ya, Bu atas kehamilannya!" ucap dokter wanita yang menanganinya. "Terimakasih, Dok!" ucap Nisa tersenyum haru. "Sudah menjadi tugas kami, Bu! Pesan saya, jaga emosinya agar jangan sampai stres, dan jangan lupa konsumsi makanan bergizi ya, Bu! Jangan lupa, perbanyak istirahat!" nasehat dokter. "Baik, Dok!" jawab Nisa, serius mendengar nasehat dokter. "Satu lagi, di sini saya tulis resep vitamin, juga obat penghilang mualnya, jangan lupa bulan depan datang lagi, kita cek perkembangan janinnya, ya Bu!" "In syaa allah, Dok!"Setelah menebus obat dan vitamin di apotik, Nisa, segera meninggalkan
"Siapa istri pemuda itu..? Apakah istrinya, mengenalku? Semoga saja begitu, dengan demikian, aku mempunyai harapan selamat, dari balas dendam bocah itu!" ucap hati Tuan Frass. "Ada apa dengan Tuan! Nampaknya dia begitu bahagia!" Tanda tanya menghantui pikiran Jhon, tapi dia tetap menjalankan perintah Tuannya***Di rumah, Nisa nampak duduk dengan Ahmad,putranya. Ahmad begitu senang mendengar kabar kehamilan ibunya, "Bunda... berapa lama lagi adik Ahmad bisa diajak bermain, Bun?" tanya Ahmad semringah. "Hehe... sabar ya sayang, tunggu adik lahir dulu, terus tunggu adek gede, baru deh main sama kakak Ahmad!" ucap Nisa sambil membelai rambut putranya. "Kok lama banget! Sekarang adik di mana, Bun?" tanya Ahmad polos. Sambil tersenyum, Nisa memindahkan tangan Ahmad, ke perutnya yang masih datar. "Kok di sini, Bun? Apa gak sempit Bun? Terus, tempat adik bermain, dimana?" tanya Ahmad heran. "Nggak sempit don