Lama Nino, dan Tuan Frass berkecamuk dengan pikiran masing-masing. Tak ada yang berani mengeluarkan pikiran mereka.
"Apa sesuatu yang buruk menimpa salah satu keluargaku?" tanya hati Tuan Frass."Nggak... nggak mungkin!" ucap Tuan Frass, mencoba menepis pikiran buruk yang sempat terlihat di pikirannya."Ada apa, Tuan?" tanya Nino yang dari tadi memperhatikan gerak-gerik bosnya."Nggak ada! Bukan apa-apa!" jawab Tuan Frass cepat.Nino merasa curiga, namun tak berani bertanya lebih lanjut."Nino...!" panggil Tuan Frass tiba-tiba."Ya, Tuan!" jawab Nino cepat."Aktifkan kartu seluler dari dalam negri!" ujar Tuan Frass buru-buru."Maaf Tuan, untuk apa?" tanya Nino takut-takut."Sejak kapan kamu banyak tanya?" tatap Tuan Frass tajam."Eh..tidak Tuan! Saya hanya khawatir, jika kartu itu diaktifkan, maka akan menunjukkan posisi kita saat ini!" jelas Nino setengah berani.Tuan Frass tNino segera membopong tubuh Tuan Frass ke kamar. Kondisi kejiwaan Tuan Frass nampak tergoncang. Nino segera menghubungi seseorang dokter. Nino ingin mengetahui, kabar apa yang membuat Tuannya itu terlihat shock dan mengalami kondisi seperti itu.Tapi karena tetap menjaga batasan antara dirinya dan Tuan Frass, Nino mengurungkan niatnya untuk bertanya.Setelah kedatangan dokter, dan melakukan pemeriksaan kondisi Tuan Frass, dokter menyarankan, agar Tuan Frass berkonsultasi pada dokter psikiater.Nino hanya mengangguk, tanpa tau harus berkata apa. Mengingat jika kondisi keuangan mereka saat ini, hanya mengandalkan tabungan yang tersisa, juga dari hasil Sherly."Tuan, sebaiknya Tuan istirahat dulu! Dan jangan memikirkan, apa yang terjadi saat ini!" ujar Nino perhatian, setelah mengantar kepulangan dokter.Tuan Frass tak bergeming, seakan tak mendengar kata-kata Nino yang nampak khawatir.***Sementara di kamar, per
"Aku kasian sama Dinda..!" ucap Rudy diawal ceritanya.Nisa tau kisah lama antara Rudy dan Dinda. Namun lagi-lagi Nisa mencegah rasa ingin taunya, dia hanya diam menyimak kata-kata Rudy duduk di kursi di sampingnya."Sejak dia melahirkan, dia sama sekali tak sempat melihat, seperti apa wajah putri yang dilahirkannya!" "Bahkan sampai sekarang..! Di mana, bahkan sampai putri mereka terkubur dalam tanah. Dinda maupun Indra bahkan, tak mengantar kepulangan putri mereka!" "Apa ini hukuman atas kesalahan yang mereka lakukan sama kamu ya, Nis?" ujar Rudy seakan bertanya.Nisa mengaduk gelasnya, matanya memandang jauh ke depan. Jujur ia tak tau, apakah musibah ini sebagai hukuman, atau ujian bagi keduanya.Nisa ingat, jika kedatangannya kali ini, adalah mencari kepastian ucapan dari suaminya."Apa penyebab kecelakaan Indra..?" tanya Nisa datar.Rudy menoleh Nisa sebentar, lalu kembali memandang ke gelasnya. Ia sedikit
Melihat penampilan suaminya yang bertubuh atletis, beraroma maskulin, dengan wajah tampan dan jambang menghiasi wajah, memberi rona merah di pipinya. Nisa membayangkan kehangatan dalam setiap sentuhan suaminya, membuat pipinya ssmakin merona. Tapi saat ini, laki-laki perkasa itu nampak peminim, dengan busana ciri khas emak-emak kekinian, membuat Nisa tak bisa menghilangkan rasa lucu, yang menghampirinya. "Hahaha.... kamu nampak manis deh, Mas!" celetuk Nisa memuji. Rasya yang mendapat pujian seakan ingin menangis. Jatuh sudah wibawa dan martabatnya sebagai seorang CEO, andai salah satu orang di luar sana melihat penampilannya saat ini. "Sayang... kamu balas dendam, ya?" ucap Rasya manyun. "Iihh.. bibirnya kok bisa, gitu?" ejek Nisa. "Kalau bibir Mas, memang manis, sayang! Tapi kalau saat ini....??" ucap Rasya sambil memandang bayanganmu di cermin. Beruntung dia saat ini berada di kamar, jadi mampu sedikit menahan rasa malunya, pikir Rasya santai. "Ayo Mas! Temani aku sebentar
Rasya bertanya pada bagian pendaftaran para pasien, menanyakan ruang perawatan Indra. Selanjutnya Rasya berjalan ke ruang perawatan Indra, yang dirawat di ruang VIP.Sampai di sana, Rasya tak menemukan istrinya, setelah melihat sekitarnya dan memastikan ketiadaan istrinya, Rasya secepatnya meninggalkan ruang VIP tersebut.Saat di koridor, Rasya berpapasan dengan Rudy yang nampak ingin ke ruangan Indra. "Tuan Rasya dari mana?" tanya Rudy sopan.Rasya ingin bertanya pada Rudy, apakah dia tau kemana perginya istrinya. Namun yang keluar dari bibirnya adalah, kata yang bertentangan dengan pikirannya."Apa Rumah Sakit ini, milikmu? Apa hanya kamu, yang boleh berjalan bebas, di sini?" tanya Rasya tajam.Merasa telah salah menyapa, Rudy tersenyum tak nyaman "Maaf Tuan, Rumah Sakit ini bukan milik saya! Dan silahkan Tuan jalan-jalan, menikmati pemandangan di sini!" jawab Rudy sopan."Hhm.....!" Rasya hanya bergumam, dan pergi da
"Mas...jawab Mas! Apa maksud kamu, bahwa Allah mengirimkan seseorang untuk membalas kelakuan mereka kepadaku?" tanya Nisa tak lepas menatap wajah suaminya."Aku...aku..! Maksudku, bukankah Allah akan membalas, setiap perbuatan baik dan buruk yang dilakukan para hamba-Nya, Nisa? Begitu juga pada dua laki-laki itu!" ucap Rasya mengelak."Aku percaya pada ketentuan itu! Tapi aku nggak percaya, jika musibah dan penderitaan yang mereka alami, akan terjadi dalam masa yang bersamaan! Aku yakin, pasti ada yang kamu tutupi dari aku, iya 'kan Mas?" tekan Nisa."Udah ah, aku mau balik ke kantor! Masih ada meeting, yang harus aku hadiri!"Rasya bangkit, dan berjalan terburu-buru meninggalkan Nisa, yang masih penuh tanda tanya di kepalanya."Mass, kok kamu malah pergi?" seru Nisa yang semakin curiga, melihat gelagat suaminya yang seperti menghindari pertanyaan darinya.**"Huhft... selamat.. selamat!" ucap Rasya sambil mengurut dadan
Sherly merasa tenggorokannya tercekat, dia takut jika penolakannya, akan membuat Nino nekat. "Apa maksud kamu, aku gak boleh capek, Nino?" tanya Sherly merendahkan suaranya."Kamu boleh capek kok, sayang! Tapi...saat aku, atau Tuan tidak membutuhkan kehangatan dari tubuhmu!" ucap Nino sambil tangannya merogoh sakunya."Kalian jahat..! Kalian memanfaatkan kelemahanku!" ucap Sherly sedih dengan bibir bergetar. Sebenarnya Sherly telah mengeluarkan airmata, namun tak nampak karena dia berdiri di bawah shower."Kalau capek, makanlah ini!" ucap Nino sambil memasukkan sesuatu ke mulut Sherly.Sherly yang saat itu ingin menolak, tapi tak bisa, keburu Nino menyumpal mulutnya dengan bibir tebalnya. Dengan satu kali tenggak, Sherly menelan sesuatu yang dimasukkan ke mulutnya, dibantu air shower."Apa yang kamu berikan, Nino? Dasar bajingan!" umpat Sherly nyalang."Aku sangat perhatian sama kamu, sayang! Bukankah kamu bilang, letih
"Apa, Om Fras punya bisnis ilegal, In?" tanya Rudy."Entahlah Rud, aku memang anak Papa! Tapi, kamu tau sendiri, bagaimana hubungan kami berdua! Semua itu karena ambisi Papa, yang begitu besar! Juga hobynya yang gila 'bermain' dengan wanita jalang, yang membuat aku tak pernah cocok, dengannya!" jelas Indra panjang lebar, mengenang hubungannya dengan orangtuanya."Jadi, apa keputusan kamu, In?" tanya Rudy membuyarkan Indra, dari kenangan masalalunya.Indra bimbang, jika perusahaan yang menjadi sumber penghasilannya dijual. Apalagi yang bisa ia andalkan. Sementara, andaipun dijual, sisa dari pembayaran ganti rugi dan membayar gaji karyawan, mungkin sisanya tidak seberapa lagi.Tapi jika perusahaan dipertahankan, bagaimana dia mencari dana cair, untuk ganti rugi."jadi, apa keputusanmu! Kita tidak bisa mengulur waktu, In! Mereka ingin mendengar keputusan kamu secepatnya!" ujar Rudy terdengar mendesak.***Nisa menyiapk
"Kamu harus makan, Dinda..! Ya, makan ya!!" bujuk Indra lagi.Dinda tak menyahut, ia masih sibuk meninabobokan boneka, yang ia anggap putrinya."Huuusstt.....jangan berisik donk, Mas!" tegur Dinda berbisik. Sejak mengalami depresi, panggilannya pun berubah, yang awalnya memanggil dengan nama, kini berubah jadi Mas."Iya..iya..! Aku gak berisik kok, tapi sekarang kamu makan dulu, ya! Kalau nggak makan, nanti kamu sakit, Din!" bujuk Indra lembut."Aku gak mau makan, Mas! Kalau aku makan, nanti Dede Nisa bangun!" ucap Dinda sambil menepuk-nepuk pelan bonekanya.Nama putrinya, yang pernah disebutkan Rudy, itulah yang melekat dalam memori otak Dinda.Indra menatap sedih kelakuan istrinya. Ia semakin merasa bersalah pada Dinda, andai saja saat kehamilan, dia bisa menjaga perasaan Dinda, mungkin semua ini takkan terjadi."Din...kamu makan, biar aku suapin ya!" bujuk Indra lagi."Hmm....!" jawab Dinda mengangguk.