Aku tak menyangka, meski Igor hanya kepala pelayan, tapi dia seperti telah dididik dengan tata krama bangsawan. Sedang aku, sepertinya telah memiliki ingatan yang kabur soal bagaimana cara berjalan ala bangsawan. Mungkin karena pekerjaan kasar yang bertahun-tahun melekat dalam diriku hari demi hari ....
Membuatku semakin mirip rakyat jelata.
Pasti ... mereka juga berpikir hal yang sama. Mataku melirik canggung pada dua orang pelayan yang ada di samping kiri dan kananku. Mereka begitu tenang. Igor di depan kami memandu jalan.
Kami menyusuri koridor kastil kediaman keluarga Korzakov yang mewah. Dindingnya dibalut permadani, sepertinya diimpor dari luar negeri. Lampu gantung begitu setia mencengkram langit-langit kastil. Belum lagi di atas sana terhampar lukisan bertema ksatria dan malaikat. Pilar-pilarnya dari pualam pucat, lantainya juga, tapi diselimuti karpet merah darah.
Ah ... mewah sekali.
"Ini dia kamar Anda, Lady Levitski," Igor memecah lamunanku.
Kami berempat telah berada di salah satu pintu di koridor sebelah kanan. Tanpa ragu, Igor membukanya untukku.
"Wah!" reaksiku bagai orang kampung.
Aku ternganga melihat ruangan itu. Ada satu set sofa dengan ukiran sulur anggur dari kayu mahoni. Sementara kainnya dari beludru mewah krem dengan sulaman emas membentuk dedaunan. Dinding kamar ini dibuat berpetak-petak. Setiap petak bergambar batang pohon yang rindang -timbul jika dipegang- di samping kiri dan kanannya. Beberapa ada yang ditempeli lukisan mahal, sementara lainnya dibiarkan lowong.
Jangan tanya dipan ranjangnya!
Sandaran kasur menyambung hingga ke atas, ke kanopi yang nyaris menyentuh langit-langit. Ada tirai putih menjuntai bagai kelambu yang diikat rapi. Sementara kanopi itu terpahat bunga-bungaan yang mekar di bagian depannya. Selimutnya tebal yang terlihat lembut, berwarna putih ditambah sulaman seperti taburan kupu-kupu.
Oh ... aku bahkan tidak pernah bermimpi akan tidur di ranjang secantik ini!
Ada jendela dengan sebuah balkon di baliknya. Gordennya yang berwarna emas diikat rapi di samping-samping. Cahaya siang itu menimpa ruangan beserta lantai marmer yang dilapis karpet berwarna putih gading. Tak tertinggal sebuah perapian di sana yang masih bersih. Mungkin jarang dipakai.
Suasana kamar itu begitu mewah dengan nuansa krem emas yang menjalar di setiap sudutnya.
Beda sekali dengan kediamanku dengan linoleum jamuran di lantai dan wallpaper arsenik yang terkelupas di dinding-dinding.
"Lady ... ini adalah hadiah pernikahan dari Tuanku. Anda boleh membukanya, semoga Anda suka," dengan sopan Igor menunjuk ke sebuah sudut ruangan itu.
Setumpuk kotak warna-warni menggunung hingga tumpah ruah. Aku bahkan tidak bisa menghitung berapa jumlahnya.
'Sial,' batinku mengutuk.
"I-Ini banyak sekali ...."
"Ah ... itu belum semua, Lady. Besok penjahit dari ibukota kekaisaran, Madam Dasha Petrov, akan datang untuk membuatkan beberapa pakaian untuk Lady Levitski. Beliau adalah penjahit pribadi Her Royal Highness Tsarina Anastasia Romanov."
Aku tersentak. "Apa?! Apa itu tidak berlebihan? Aku ... masih ada beberapa baju kok," ucapku canggung.
Aku bisa melihat bola mata Igor bergulir singkat dari atas kebawah padaku. Meski ia berusaha sopan, aku tahu apa yang dia pikirkan.
Ini bukan pertama kalinya ia melihatku dengan gaun zamrudku yang 'agung'.
Igor tersenyum santun.
"Lady, di mansion ini sudah tidak ada lagi baju untuk wanita. Jadi Tuan telah memerintahkan agar Madam Petrov datang untuk melayani Anda. Besok Lady bisa memilih sendiri baju atau kain yang Lady inginkan. Atau ... Lady Levitski ingin membeli di ibukota saja?" tawar Igor.
Tanganku langsung melambai menolak. "I-Itu tidak perlu, Igor. Tadinya kupikir ... aku akan memakai pakaian bekas Putri Sofia saja."
Seketika, wajah lembut Igor mengeras. Senyumannya punah. Dua orang pelayan wanita di belakangnya pun memasang raut yang sama. Mereka melirik satu sama lain.
"Mohon maaf, Lady," Igor kembali menyeringai. Itu membuat bulu kudukku naik. "Tapi kami tidak bisa membiarkan Lady Levitski mengenakan 'pakaian bekas' di rumah ini. Nantinya Lady akan menjadi nyonya rumah keluarga Korzakov. Lord Korzakov juga orang yang tidak suka diremehkan kemampuannya, apalagi soal uang. Jadi ... kami ingin agar Lady mendapat yang terbaik yang bisa kami berikan. Besok pagi saya harap Lady bisa menikmati berbelanja pada Madam Petrov."
Aku cuma bisa menghela nafas menerima kekalahan.
"Baiklah kalau begitu. Sampaikan ucapan terimakasihku untuk Lord Korzakov."
Igor membungkuk. "Lady, ini adalah Elena dan Yulia. Pelayan yang akan melayani Anda selama berada di mansion. Jika Anda membutuhkan sesuatu, mereka akan melayani Anda."
Yulia, pelayan sebelah kiri dengan rambut hitam rapi yang dicepol. Tatapannya begitu tenang dengan kulit pucat yang nyaris sama dengan pilar pualam. Sementara Elena, gadis muda berambut merah bergelombang, tapi rapi karena dicepol. Wajahnya dipenuhi bintik dengan mata biru yang ceria dan bersemangat.
Wah ... kapan ya ... terakhir kali aku memiliki pelayan. Entah kenapa jantungku berdebar-debar. Ini semua terasa seru. Pernikahan, kamar yang cantik, pelayan ... aku tak menyangka akan mendapat semua ini.
"Kalau begitu, saya pamit dulu. Silahkan beristirahat, Lady Levitski," Igor membungkuk.
Pria tua itu meninggalkan kami bertiga di kamar. Kini aku melihat Yulia dan Elena yang sudah terlihat bersemangat untuk melayaniku sedari tadi.
"Lady, apa Anda ingin membersihkan diri? Mandi air hangat adalah yang terbaik setelah berpergian jauh," usul Elena dengan wajah ceria.
"Sepertinya itu ide yang bagus."
"Kami akan menyiapkan air mandi untuk Anda. Silahkan beristirahat dulu, Lady," kata Yulia sopan.
Aku mengangguk.
Mereka kemudian berlalu. Kini hanya aku sendiri yang ada di sini. Pandanganku beredar pada seisi kamar ini. Ada satu hal yang tak bisa aku tahan.
Kakiku langsung berlari. Aku melempar tubuhku pada ranjang dengan gembira.
"Waaaaa! Hahaha!" seruku sambil tertawa-tawa. Aku tak bisa berhenti tersenyum senang. Oh betapa aku menahannya sedari tadi biar tidak kelihatan kampungan.
Punggungku bisa merasakan kelembutan dari kasur empuk ini.
"Ah ... apa ranjang ini terbuat dari anak kucing? Mmmhh! Nyaman sekali," gumamku. Ujung jariku bisa merasakan halusnya kain selimut yang seperti air.
Aku penasaran ... apakah dulu Putri Sofia juga menempati kamar ini? Apa yang dia pikirkan? Bisa jadi kamar miliknya di istana kerajaan tidak akan jauh beda dari ruangan mewah ini.
Aku membalik tubuhku dan menatap tumpukan kado yang diikat pita warna emas. Kira-kira ... apa isinya ya? Tapi ... itu juga membuatku murung. Hadiah yang kubawa untuk Lord Korzakov sudah tidak ada apa-apanya.
Mungkin beberapa lama aku terbaring di sana, nyaris tertidur. Rasa lelah dan ranjang yang memanjakan ini membuatku mengantuk. Hampir mataku terpejam, ketukan pintu terdengar.
"Lady Levitski." Suara tak asing dari Yulia.
Aku langsung terduduk. "Masuk," sahutku.
Ia dan Elena membawa dua ember air panas, kemudian menyiapkan air mandi untukku di ruang sebelah. Kamar mandi pribadi. Tak butuh waktu lama untuk Yulia dan Elena selesai menyiapkan air mandi.
"Lady Levitski, kami akan membantu memandikan Anda," ucap Yulia sopan.
Aku tercekat.
'Aduh. Bagaimana ini?'
"Lady?" Elena menggugahku. Mereka berdua terlihat bingung. Pasti karena wajah tiba-tiba yang kubuat.
"A-Aku ... ingin mandi sendiri saja," bibirku bergetar gugup. Wajah keduanya menyiratkan seribu pertanyaan.
"Baik kalau begitu. Jika ada yang ingin Anda butuhkan, panggil kami saja," tandas Yulia mengentaskan semua kecanggungan ini.
Mereka membungkuk lalu berbalik.
"Umm ... Yulia," cegatku.
"Iya Lady?" ia menoleh.
"Sebenarnya ... apa yang terjadi pada baju-baju Putri Sofia? Apa beliau membawa serta dengannya? Apa benar-benar tidak ada yang tersisa?" tanyaku penasaran.
Elena memasang wajah cemas. Dia yang lebih muda dari Yulia memandang wajah wanita itu yang tiba-tiba mengeras. Sesaat kemudian, Yulia melempar sebuah senyuman dingin padaku.
"Kami ... tidak membicarakan hal tersebut di mansion ini, Lady Levitski."
"Tuan ingin makan malam dengan Lady." Begitu kata Yulia.Kini aku sudah berada di meja makan dengan beberapa pelayan. Ini ruang makan yang sangat besar! Aku tidak yakin pernah berada di ruang makan seluas ini. Mejanya panjang dengan banyak sekali kursi. Mungkin dua puluh? Ada lampu gantung raksasa di sana.Kami semua menunggu Lord Korzakov, majikan nomor satu di kastil megah ini.Jantungku berdebar. Waktu terasa begitu lama kala aku menanti apa yang akan terjadi pada makan malam kami. Tak berapa lama kemudian, pintu ruang makan terbuka. Pria yang kami tunggu-tunggu akhirnya datang juga.Ketika Lord Korzakov melangkah, semua membungkuk. Sepatunya nyaris tak terdengar hentakan apapun. Aku tidak tahu apa aku juga harus
Apa barusan aku benar-benar mendengarnya?Bola mataku tak lagi tertancap pada bayangan di cermin, tapi pada Madam Petrov. Wanita gemuk nan ceria itu ... kecut."A-Apa ... maksud Anda,madam?""Apa Anda yakin dengan Tuan Duke?" tanyanya lagi. Begitu pelan. Aku yakin Yulia atau Elena yang sedang ikut menyiapkan pakaian lain tidak dengar."Memangnya kenapa?" bisikku juga."Jangan salah paham,my lady. Tapi ... saya juga membuat gaun untuk Her Royal Highness Prinsessa Sofia Romanov. Saya ... tidak ingin apa yang telah terjadi pada beliau, terjadi pada Anda," desis Madam Petrov cemas.
"Aku tak menyangka kau adalah wanita yang serakah," sindir Lord Korzakov lagi. Alisku mengerut bingung. "S-Saya ... tidak mengerti ...my lord." "Apa yang sebenarnya kau inginkan dariku, Anya Levitski? Uang? Kebahagiaan? Apa?" cecarnya. "Aku sudah melakukan semua syaratmu. Lalu kau seenaknya membatalkan begitu saja?" Kedua mata birunya memicing tajam. Tubuh kami berdua masih dekat. Dia tak berteriak padaku, tapi suaranya yang serak dan dalam membuatku merinding setengah mati. "Sa ... saya ...," aku kehabisan kata-kata. "Katakan padaku yang sebenarnya. Kau ingin mempermainkanku? Saat aku telah menyi
Paras yang rupawan, ia semakin terlihat gagah. Rambut emasnya rapi, wajahnya tak menyiratkan amarah atau hal yang menakutkan sama sekali. Ia begitu tenang. Yah ... wajar saja. Dia sudah pernah melakukan ini kan?Sedang aku, ini lumayan membuatku gugup.Di altar telah berdiri pendeta agung dengan baju yang paling ramai. Topinya yang tinggi dengan tunik putih dan bolero merah terlihat cukup mencolok.Saat aku tiba dan berdiri sejajar dengan Lord Korzakov musik dan paduan suara berhenti. Pendeta agung mulai berucap."Alexey Korzakov, apa Anda menerima wanita ini sebagai istri, dan hidup bersama dalam nama Tuhan, akan mencintainya, menghormatinya, dan menjaganya dalam sakit dan sehat, selama Anda hidup?"
"Aku tak menyangka kau bisa begitu," puji Lord Korzakov lagi."Aku hanya menjalankan apa yang tertulis pada perjanjian kita," simpulku. Kemudian membungkuk sedikit penuh kebanggaan. Lord Korzakov mengangguk-angguk sambil tersenyum geli."Tapi tadi itu baru permulaan. Bangsawan-bangsawan itu bisa lebih menyebalkan lagi. Count dan Countess Kaverin pernah terjerat kasus penggelapan upeti pada Tsar.""Begitu rupanya. Hari ini sebaiknya kita gencatan senjata untuk menghadapi orang-orang ini."Aku berdiri dari kursi. Setelah memberikan sapu tangan bekas air mata palsu pada Vadim, kami bersiap meninggalkan ruang serbaguna kediaman Korzakov.Lord Korzakov kembali mengg
"M'lady... kami mohon biarkan kami untuk membantu," pinta Elena.Pesta pernikahan hampir rampung. Tapi sebelum itu selesai, Yulia dan Elena menjemputku."Tidak. Sungguh. Aku bisa mandi sendiri," kataku ngotot. Yulia dan Elena saling memandang."Tapi ... ini adalah malam pengantin Nyonya dan Tuan. Semuanya harus sempurna,m'lady," kukuh Elena lagi."My lady... kami mohon, agar Anda memperingan pekerjaan kami. Supaya Tuan tidak menegur nantinya," Yulia memelas.Ah ini menyebalkan. Tapi ... aku juga tidak mau kalau Yulia dan Elena kena masalah. Dengan sebuah tarikan nafas berat, aku mengangguk terpaksa.
Aku samar dalam memahami apa yang akan dilakukan oleh sepasang suami istri saat malam pengantin. Hal yang tidak bisa dibicarakan oleh orang. Aku pun tidak memiliki khayalan itu, karena mimpiku untuk menikah telah kubuang jauh bertahun yang lalu.Pesan dari ibuku dahulu ... seorang istri yang baik harus patuh pada suami. Yulia dan Elena pun tak menjelaskan apa-apa. Aku tidak bernyali untuk tanya. Mungkin mereka pikir aku sudah tahu. Yang kupahami, aku harus patuh pada perintah dan diam di tempat, apapun yang ia lakukan.Yang pasti, melepas bajuku bukan perintah yang kuharapkan untuk kupatuhi tanpa pertanyaan. Dan pria asing ini sudah berlutut hendak menarik sisa gaunku.Hawa dingin menggerayangi punggungku. Kedua lenganku telah menutupi apapun sebisanya.
Tubuh Lord Korzakov yang besar bagai beruang langsung menindihku. Kakiku kembali berontak, semakin gemetar hebat karena rasa nyeri dan ngilu yang terjadi di bawah sana. Sakit sekali. Kulit dengan kulit. Ia sudah menekan dadaku hingga rata, lalu melesakkan benda itu semakin dalam padaku. "My lord! Sakit!" keluhku. Dengan tak berdaya, aku berusaha mendorong-dorong bahunya yang keras dan pejal. "Sial! Sempit sekali!" umpatnya. Kemudian berseri-seri kata kasar keluar dari mulut pria itu. Aku bisa melihatnya memejam sambil menggigit bibir bawah. Dia mengerang kecil. "Ngghh!" Apa dia juga sama sakitnya denganku? Apa ini adalah siksaan pertamanya untukku?
Kami menuju perjalanan pulang. Aku dan Seva sudah berjanji untuk sering-sering mengirim surat mulai sekarang. Alexey juga berpesan pada Maxim, supaya dia tak perlu segan untuk meminta bantuan apapun jika diperlukan.Aku lega. Rasanya seluruh beban di pundakku terangkat. Aku tidak pernah merasa seringan ini.Meskipun begitu, aku kepikiran dengan pertanyaan Seva waktu itu. Seva mungkin tidak tahu banyak hal, tapi yang jelas dia jauh lebih tahu soal cinta daripada aku.Apa aku mencintai Alexey?Aku meliriknya. Sedari tadi ia masih menggenggam tanganku. Pria itu memandang keluar jendela kereta kuda. Hari mulai sore. Mungkin sebentar lagi kami akan tiba di kediaman, di Kota Balazmir. Di kastil yang menjulang paling tingg
Pipiku masih basah air mata, tapi bisa-bisanya Alexey punya pikiran seperti itu. Padahal barusan dia melihatku menangis hebat hingga sesenggukan. Dasar aneh.Aku tidak ingat kapan terakhir kali kami bercumbu atau bercinta. Sepertinya sudah lama sekali. Tapi di sinilah ia. Di tengah kunjunganku yang jauh dan melelahkan ke tempat adikku yang telah lama tidak bersua, dia malah merampas bibirku semena-mena.Kedua tangan Alexey menangkup wajahku, berusaha menguasaiku. Sementara bibirnya kian melumat seluruh mulutku. Aku tidak melawan, tentu saja. Meski ini begitu tiba-tiba, aku menikmatinya. Aku merindukan lelaki ini.Alexey melepas singkat ciuman kami. Ia memandangiku dekat."Manis," gumamnya. Kemudian ia kembali menciu
"Seorang janda menikahi ksatria dari bangsawan kelas rendah," ucap Seva luwes. "Aku sudah sering mendengar itu kok. Kalau mau bicara begitu, langsung saja. Aku tidak akan tersinggung, Your Grace~," cemooh Seva dengan nada memuakkan."Seva ... aku tidak-.""Lady Seva, aku sama sekali tidak mengungkapkan kalimat yang merendahkanmu, atau calon suamimu."Aku terkejut mendapati Alexey yang kian tenang. Sementara Maxim beringsut kebingungan. Aku juga mulai risau. Takut mereka berdua akan menghadapi apa yang mereka tidak ketahui soal Alexey. Bahwa dia adalah pria yang berbahaya."Aku tidak ada bedanya dengan Anda dan Kakak, Your Grace.""S-Seva ... apa maksudmu?"
"Kukira kau akan senang karena akan bertemu dengan adikmu," kata Alexey tiba-tiba."Maksudmu?""Kita sudah dua hari melakukan perjalanan jauh untuk datang ke pernikahan adikmu. Kukira kau akan senang."Tempat Seva memang jauh. Kediaman mereka dari wastuku di desa mungkin lebih jauh lagi. Seperti ada di ujung dunia. Bisa empat hari perjalanan. Sedangkan tempat Alexey sekarang hanya butuh dua hari."Bertahun-tahun aku tidak bertemu dengannya."Yang terdengar kini adalah suara derap kaki kuda yang riuh menjejak tanah. Mungkin hanya beberapa jam lagi kereta kuda kami beserta iring-iringan ksatria sampai di kediaman Marchioness Seva Gusev. Adikku.
'Untuk adikku terkasih, Marchioness Seva Gusev.'Penaku telah melumuri kertas putih begitu kontras, tetapi tanganku berhenti.Selepas Paman Dimitri ditangkap, diadili dan dicabut gelarnya, situasi memburuk. Mereka bilang saat pengadilan berlangsung, dia menyebut-nyebut namaku. Meneriak-neriakkannya hingga melengking dan bikin suara serak. Namun kuasa hukum keluarga kami melakukan pekerjaannya dengan baik. Dia mewakiliku menjelaskan dan mengatakan segala yang diperlukan. Hingga aku sama sekali tidak perlu datang. Toh dari awal aku bukanlah tersangka.Meskipun begitu, aku dengar Alexey bicara pada Vadim tempo hari."Anya tidak boleh melihat orang itu lagi," begitu katanya. "Jangan pernah!"
Makan malam.Aku dan Alexey masih belum bicara. Rasanya aku sangat lelah. Badanku pegal-pegal.Dmitri dibawa ke rumah tahanan bangsawan untuk penyelidikan. Nampaknya kejadian ini begitu serius. Aku tahu bangsawan bisa dicabut gelarnya apabila mereka melakukan pengkhianatan atau kegiatan-kegiatan kriminal lainnya. Aku baru pertama kali melihat sendiri kasus berat yang membuat orang lain terancam dengan pencabutan gelar."Apa kau mengkhawatirkan pamanmu?" tanya Alexey. Sepertinya ia menatap iba padaku.Aku menggeleng pelan. "Tidak.""Kau tidak makan?"Aku menghela. Daging panggang di atas piring rasanya tida
Aku, Igor, Vadim, Alexey, Dmitri dan ... dua orang lagi yang kelihatannya sangat penting. Mereka adalah pegawai pemerintah, dari pengadilan.Dmitri begitu sumringah ketika dia tahu siapa orang-orang itu. Hanya dengan satu kalimat darinya, kami bisa langsung diseret ke gereja dan pengadilan untuk bercerai. Dia masih waliku."Saya tidak sangka kalau akan secepat ini, Your Grace. Apa Anda memang sangat buru-buru menginginkan restu dari saya?" katanya setengah mencemooh."Aku ingin menyelesaikan perkara aset-asetmu, Baron Levitski.""Tentu, tentu," jawab Dmitri dengan anggukan yang percaya diri. "Lebih cepat lebih baik. Aku tinggal tanda tangan untuk surat serah terimanya saja kan? Sesuai yang kita sepakati. Setelah itu
Entah sudah berapa lama aku cuma berjalan mondar-mandir di dalam kamar. Gelisah. Bibirku merengut dengan kepalaku yang mungkin sudah berasap"Duh ... bagaimana ini," gumamku lirih."Apa ada yang bisa saya lakukan untuk Anda, my lady?" tanya Yulia menggugahku. Wajahnya yang kalem nampak seperti dia akan mematuhi perintahku tanpa pertanyaan."Hhh. Bukan apa-apa. Kau ... tidak perlu khawatir.""Apa ini soal paman Anda, my lady?"Kakiku berhenti dengan sendirinya, aku memandang Yulia lemas."Ya. Aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa," keluhku lirih. "Aku cuma ingin dia segera pergi dari rumah ini. Aku t
"Apa maksudmu?! Aku berhutang?! Justru kaulah yang membuatku membayar semua utang-utang yang kau tinggalkan! Sementara kau kabur seperti pengecut!"Susah payah aku menahan suaraku agar tak berteriak di ruang tamu."Hehe. Kau kira aku orang bodoh, hah?" sindir Dmitri. "Kau kira kau bisa membodohiku? Kau pikir aku tidak tahu berapa nilai asetku jika dibandingkan dengan utang-utangku?" Dmitri mulai menaikkan suaranya padaku."Asetmu?!" pekikku jengkel. "Bunga utangmu membengkak! Mansion, gudang dan pabrik kita bahkan tidak bisa melunasi semuanya!" sanggahku. Aku sudah tidak bisa menahan diri. Kubiarkan Vadim yang sedari tadi berdiri di sudut ruang tamu mendengarku. Aku sudah masa bodoh. "Kerjamu cuma minum-minum dan berjudi!"