Semuanya harus dikerjakan oleh Ayunda dengan penuh semangat, apa lagi mengurus putranya. Lelahnya jangan di tanya lagi, karena sudah pasti dia sangat kelelahan. Sebab, selain mengurus bayi dia juga mempunyai tanggung jawab untuk bekerja sebagai seorang pembantu. Menjadi pembantu di rumah pria yang sebenarnya harus bertanggungjawab atas kehamilannya, atas anak yang dia lahirkan. Sayangnya sampai detik inipun Ayunda lebih memilih untuk diam menyimpan semua itu karena rasa kecewanya yang teramat sangat dalam. Miris bukan? Begitulah kini keadaannya. Bahkan saat pagi hari seperti ini pun dia bekerja sambil menggendong bayinya. Karena bayinya sedikit rewel, akan tetapi bayi tersebut sepertinya kini sumber semangat baginya. "Yunda, kamu di sini?" tanya Adel. "Iya, kan aku lagi bersih-bersih," jawab Ayunda dengan menatap wajah Gia kebingungan. Sebab, pekerjaannya adalah bersih-bersih. "Bukan gitu, maksud aku kamu kerja kok sambil gendong Ken? Kasihan dia." "Iya sih,
Langkah kaki David terhenti saat berada di teras, matanya melihat seorang bayi yang diletakkan di atas sofa. Sofa yang tersedia di teras, tempat tersebut biasanya untuk Hera berjemur di pagi hari. Tapi pagi ini sepertinya ada yang berbeda, karena tidak ada Hera disana. Hanya ada bayi yang sedang tertidur pulas sendirian saja. Namun, yang sebenarnya membuat langkah kaki David terhenti adalah wajah bayi tersebut. Hanya Ayunda yang memiliki bayi di rumah itu, jadi, sudah pasti itu adalah bayi yang dimaksud oleh ibunya. Seketika itu David pun mengingat kembali apa yang pernah dikatakan oleh ibunya. Kini David pun tanpa sadar membenarkan jika saja wajah bayi Ayunda mirip dengan dirinya. "Itu tidak mungkin, dan aku tidak mau!" gumamnya. Kemudian dia pun semakin mendekatinya agar bisa melihat lebih jelas, dia yakin bahwa dirinya sedang salah melihat. Tapi tidak, terlihat lebih jelas jika bayi itu sangat mirip dengan dirinya. Rasanya tak percaya dan ini sangat tidak mung
"Sayang," Ayunda pun berusaha untuk menenangkan putranya yang terus menangis tanpa hentinya sejak tadi. Entah mengapa bayi tersebut terus saja menangis. Ditambah lagi Ayunda belum terlalu pandai dalam mengurus bayi. Wajahnya terlihat begitu kelelahan, meskipun demikian tentu saja dia tidak menyerah. Padahal sudah sangat larut malam, tapi bayinya belum juga tidur. "Cup cup cup," Ayunda pun menggendong bayinya dan mengayunkan tangannya berharap sang bayi bisa berhenti menangis dan tertidur pulas. Tapi sepertinya belum juga, dia pun terus berusaha lebih keras lagi untuk membuat bayinya tidur. Wajahnya kini terlihat sangat pucat, Ayunda cukup kelelahan karena kurangnya istirahat. Dari semenjak melahirkan seharusnya dia istirahat total, tapi sayangnya tidak. Setelah hari hampir pagi akhirnya baby Ken pun terlelap. Begitu pun juga dengan Ayunda yang ikut terlelap sambil memeluk baby Ken. Dia sangat kelelahan karena semalam penuh tidak tidur. Hingga terbangun saat men
Benar saja Yogi kembali datang untuk menemui Ayunda. Padahal siang tadi dia baru dari sana. "Tumben kau datang ke sini?" tanya David yang melihat Yogi. Yogi pun menatap wajah David dengan senyuman. Selama ini dia memang sangat jarang datang, bahkan dia datang jika memang dihubungi saja. Sepertinya kali ini tidak ada yang menghubungi sudah datang, entah angin apa yang membawanya datang tanpa diminta. "Aku mau menemui pembantu mu, dia teman sekolah ku, dia cantik sekali walaupun sudah janda," jawabnya dengan santai. David tidak mengerti kenapa Yogi berkata demikian. "Yunda, aku mau menemuinya. Sekaligus menemui anaknya," terang Yogi lagi. "Seperti tidak ada wanita lain saja di dunia ini," sinis David. Dia pikir siapa yang akan ditemui oleh Yogi hingga begitu bersemangat, ternyata hanya wanita yang dianggapnya sangat rendah. "Wanita di dunia ini banyak, tapi yang secantik dia itu yang sulit untuk ditemukan," jawab Yogi lagi dengan sangat yakin. "Dia itu hanya wani
Tok tok tok. Terdengar suara ketukan pintu kamar, sesaat kemudian pintu pun dibuka. Yogi pun tersenyum. Yunda sedikit terkejut melihat Yogi yang datang. "Hay, sudah aku bilang aku akan datang lagi ke sini, ini," Yogi memberikan paperbag ditangannya. "Apa ini?" Ayunda tidak langsung menerimanya, dia bertanya terlebih dahulu sekaligus merasa tidak enak untuk menerimanya. "Sedikit buah tangan untuk si tampan, kalau kamu menolak aku tersinggung," kata Yogi lagi, dia benar-benar tidak ingin ditolak. Akhirnya Ayunda pun memilih untuk menerimanya. "Terimakasih sudah repot," ucap Ayunda. "Nggak papa, keadaan kamu gimana?" "Udah lebih baik." "Syukurlah, kalau gitu aku pamit. Tapi aku pasti datang lagi untuk ketemu kamu," ucap Yogi. "Ketemu aku?" tanya Yunda bingung. "Maksudnya, ketemu anak kamu yang tampan itu," Yogi pun kembali tersenyum. "Baiklah, terimakasih ya," ucap Ayunda lagi. Tapi saat Yogi akan pergi malah terdengar suara tangisan baby Ken. "Sebentar ya
"Faktor genetik?" Kini kepala David terasa hampir pecah, semua yang diucapkan oleh Yogi semakin membuatnya menjadi tidak tenang. Awalnya pun dibuat penasaran, karena ucapan Yogi, sehingga memintanya untuk segera mendapatkan penjelasan lebih dalam dari Yogi bermaksud untuk menenangkan pikirannya. Ternyata yang terjadi malah semakin kacau, David mulai merasa menyesal telah bertanya pada Yogi.Jawabnya tidak sesuai dengan apa yang dia inginkan.Bagaimana jika benar anak itu adalah anaknya?Maksudnya Ayunda hamil setelah malam panas bersamanya terjadi?"Tidak!" David pun menepis isi pikirannya.Kemudian dia pun mengingat bahwa Ayunda telah menikah dengan Erwin."Tidak mungkin wanita itu tidak pernah disentuh suaminya itu kan?" gumamnya.Ya, itu tidak masuk akal bagi David.Ayunda terlalu banyak memiliki hubungan dengan laki-laki di luar sana hingga akhirnya hamil tanpa jelas siapa ayahnya. "Sudah pasti itu bukan anak ku, mana mungkin itu anak ku. Kalau itu anak ku pasti wanita it
"Kamu kenapa?" tanya Adel karena melihat David yang begitu gelisah. Sejak tadi David terus saja mengusap wajahnya dan sesekali memijat kepalanya. Namun, bukannya menjawab pertanyaan Adel dia justru lebih memilih untuk pergi mencari angin segar. Padahal malam semakin larut, udara pun terasa begitu dingin. Tapi dia lebih suka berada di luar. Pikirannya masih saja tentang bayi Ayunda. Dia pun diam-diam mendatangi kamar Ayunda untuk kembali melihat wajah baby Ken. Ada rasa yang berbeda saat melihat wajah bayi tersebut entah apa sebabnya. Sayangnya David hanya bisa berdiri di depan daun pintu saja. Pintu yang tertutup rapat membuatnya tak bisa melihat ke dalam sana.Kemudian dia pun mulai berpikir jernih dan bertanya-tanya mengapa bisa ke sana.David pun segera pergi dan tidak ingin ada yang sampai melihatnya.Apa lagi Ayunda yang melihatnya, sudah pasti akan merasa hebat.Tidak.David tidak akan menurunkan harga dirinya sendiri.Ayunda bukan siapa-siapa lagi dalam hidupnya.Ayund
Dua hari telah berlalu, selama dua hari ini David berada di luar kota. Untungnya hari ini dia telah kembali ke rumah, akan tetapi selama berada di luar kota justru pikirannya masih saja tentang bayi Ayunda. Wajah bayi mungil itu tak dapat hilang dari ingatannya. Bahkan, saat sampai di rumah dia seperti ingin segera melihat dan memeluknya meskipun tidak mungkin. Hingga akhirnya secara diam-diam mencoba untuk melihatnya secara langsung. Dari kejauhan dia melihat Ayunda tengah memangku bayinya di taman belakang. Bayi itu sedang minum susu dan ibunya mengajaknya untuk berbicara. Wajah bayi itu tampak sangat meneduhkan hati David. Entah bagaimana caranya tapi dia ingin kembali menggendongnya. Meskipun dari jarak yang cukup jauh tapi David masih bisa melihat dengan jelas apa yang tengah dilakukan oleh Ayunda. Tanpa sadar bibirnya pun tersenyum menyaksikannya. "Aku kenapa?" gumamnya. Masih tak percaya dirinya bisa merindukan bayi Ayunda. Dia pun mengacak rambutnya karena
Ting! Suara ponsel Ayunda dan ternyata Yusuf yang mengirimkan sebuah pesan. [Yunda, Mama ngotot pengen ketemu dengan Mama kamu, bisa tolongin aku nggak?] Yusuf. Ayunda pun tersenyum setelah membaca isi pesan yang dikirimkan oleh Yusuf padanya. Tentu saja ini adalah cara untuk membuat David menjauhinya. [Datang aja ke rumah, Mama di rumah juga] Yunda. Ayunda tersenyum bahagia karena merasa ide kali ini akan berjalan dengan baik. "Kenapa?" tanya David yang melihat Ayunda tersenyum sambil memegang ponselnya. "Apaan sih, mau tau banget urusan orang!" *** Yusuf dan Rika pun telah tiba di kediaman orang tua Ayunda. Mereka datang dengan membawa banyak buah tangan. Wina pun cukup terkejut melihat kehadiran Yusuf dan sang ibu yang tidak memberitahukan padanya sebelumnya. Akan tetapi Wina tentunya merasa bahagia atas kehadiran Yusuf dan ibunya. "Silahkan masuk," Wina pun mempersilahkan keduanya untuk masuk. "Terimakasih," balas Rika sambil berjalan masuk. "Ayo du
Ayunda pun memasuki toko kosmetik. Dia langsung saja melihat beberapa make-up di sana. Kemudian dia pun menatap wajah David. "Mana bibirnya, aku mau nyobain yang warna ini," kata Ayunda. "Aku?" tanya David tak percaya. "Iyalah, siapa lagi?" "Tapi....." "Nggak mau?!" "Mau," David pun kembali menurut pada perintah Ayunda. Dia pun sedikit berjongkok dan Ayunda pun mulai memakai lipstik di bibirnya. Kacau! Gila! Aneh! Bukan lagi hal itu yang dipikirkan oleh David. Tapi rasanya begitu nyaman berdekatan dengan Ayunda seperti ini. Wajah Ayunda begitu dekat dengan dirinya, andai saja dia tidak memikirkan kemarahan Ayunda dia sudah melumat bibir itu. Meski sadar di tempat umum, tapi wanita ini benar-benar mudah membuatnya panas dingin. "Udah! Sana jauh-jauh!" ketus Ayunda. Saat itu Ken juga memegang hidung David, akhirnya David pun kembali menetralkan dirinya. "Mbak, kok dipakein ke suaminya?" ucap pramuniaga. "Ha?" Ayunda syok berat mendengar apa yang d
Masa bodo, mau pemilik mall, pemilik kuburan sekalian, bodo! Batin Ayunda. Kemudian dia pun mencari toko selanjutnya yang akan dia masuki. Toko dalaman khusus wanita. Ayunda pun tersenyum sambil menoleh pada David. "Ayu masuk," kata Ayunda. David pun terdiam sejenak saat berdiri di depan toko, sepertinya dia sedang berpikir di tempatnya. "Kamu nggak mau?!" "Mau," jawab David yang benar-benar pasrah, meskipun dia tengah begitu kesulitan dalam mengangkat semua barang belanja milik Ayunda. "Ya ampun, cowoknya ganteng banget," bisik seorang pramuniaga pada seorang temannya. Sedangkan temannya mengangguk membenarkan. Apa lagi jika mereka tahu saat ini mereka sedang bertemu dengan pemilik mall tersebut, sudah pasti mereka akan semakin terkagum-kagum. Tapi tidak semua orang tahu, hanya sebagian orang saja yang mengetahuinya. "Ada yang bisa saya bantu, Mbak? Mas?" tanya sang pramuniaga. Ayunda tahu pramuniaga tersebut tertarik pada David, dan itu tidak masalah bagi
"Dia manusia atau apa sih? Aku curiga dia itu titisan jalangkung," gerutu Ayunda yang tak hentinya sambil membayangkan wajah David. "Kamu kok basah kuyup?" tanya Tere yang tak sengaja bertemu dengan Ayunda di ruang keluarga. Tepatnya ketika Ayunda tengah melintas. "Ini karena jailangkung," jawabnya penuh kekesalan. "Jailangkung?" "Hem......Dia datang dan pergi tanpa ijin, siapa lagi kalau bukan ayah Ken," ucap Ayunda. "Kayaknya dia serius pengen balikan sama kamu ya, buktinya tidak ada hentinya berusaha untuk mendekati mu," kata Tere lagi. "Enggak ya, aku nggak mau balikan sama dia. Dulu juga dia mati-matian berusaha untuk dapatkan cinta aku. Tapi apa? Dia malah menyakiti aku," Ayunda seakan tak bisa melupakan semua yang telah dia lewati. David, Erwin keduanya sama saja. Sama-sama jahat ketika sudah mendapatkan keinginannya. Lupa pernah berusaha mati-matian untuk mendapatkan Ayunda. "Kamu gimana? Kak Zidan nggak nyakitin kamu kan?" tanya Ayunda yang justru penasara
Hari ini adalah hari libur, sehingga Ayunda tidak berangkat bekerja. Akan tetapi dia juga tidak bermalas-malasan, dia menyirami tanaman miliknya yang begitu indah. Ada banyak bunga mawar di sana. Dia sangat hobi berkebun dan menikmati keindahannya adalah hal yang tak dapat dia ungkapkan dengan kata-kata. Ayunda juga memperbaiki beberapa bagian yang kurang bagus, dia merawat dengan penuh perasaan. Bahkan selama dia pergi pun bunganya masih sangat indah, sebab Wina ikut merawatnya. Ayunda pun tersenyum sambil mencium sebuah bunga mawar, dia menghirup aroma yang sangat menenangkan diri. Hiburan tersendiri yang sangat membahagiakan untuknya. "Selamat pagi, Bunda," sapa David. Ayunda yang sedang tersenyum bahagia menikmati keindahan pagi ini seketika berubah kesal. Tentunya karena kehadiran David yang sangat tidak diinginkan. Tidak tahu kenapa David sangat suka datang ke rumahnya, apakah pria tersebut tidak punya rasa malu? Entahlah. Putus asa, tapi dia juga ingin
Tere baru saja sampai di apartemennya tapi ternyata ada Erwin yang berdiri di sana. Tere tidak tahu apa tujuan sang Kakak menemuinya. Namun, dia berharap jika Erwin memberikan kabar tentang Mama mereka. Dengan langkah yang cepat Tere pun berjalan ke arah Erwin yang masih berdiri di depan pintu apartemennya. "Kak Erwin," katanya sambil tersenyum pada sang Kakak. "Aku mau bicara." Tere pun mengangguk cepat, kemudian dia pun membukakan pintu agar mereka bisa berbicara di dalam. Setelah Tere masuk Erwin juga ikut masuk. Mereka masih berada di dekat pintu yang terbuka lebar. "Kak, kabar Mama gimana?" tanya Tere tak sabar. "Mama koma, kamu mau bertemu dengan Mama?" tanya Erwin. "Iya, Kak," Tere pun mengangguk cepat karena dia juga sangat merindukan ibunya. "Kamu harus membuat Ayunda mau kembali pada ku!" ucap Erwin. Tere pun dibuat terkejut mendengar ucapan sang Kakak. Rasanya sangat tidak mungkin karena dulunya Erwin sudah sangat yakin menceraikan Ayunda. Bahk
"Anak Bunda," seru Ayunda sambil menciumi seluruh wajah sang putra. Tidak bertemu sejak kemarin membuatnya menahan rindu yang begitu besar. Saat itu Ayunda memeluk sang anak dengan begitu erat. Berulangkali Ayunda mencium pipi mungil putranya, rasanya belum juga puas. "Yunda, apa benar Kakak kamu sudah menikah dengan Tere?" tanya Wina secara langsung. Dia sudah sangat penasaran hingga tak mampu lagi menahan rasa penasarannya. Saat itu Ayunda pun mulai menatap wajah sang Mama dengan serius. Artinya Zidan sudah menceritakan apa yang dia alami di desa. "Kak Zidan udah cerita?" tanya Ayunda kembali. "Iya, kemarin katanya dia menyusul kamu karena ingin melindungi kamu dari David. Tapi, ternyata sesampainya di sana terjadi insiden yang tak terduga, dia di paksa untuk menikah dengan Tere, pagi tadi Kakak mu pulang dengan wajah yang lelah dan Mama juga syok mendengarnya," terang Wina dengan panjang lebar. Wajah Wina juga penuh kekecewaan mengetahui bahwa anaknya menikah den
David pun memeluk Ayunda dari belakang, dia mencium tengkuk leher Ayunda dengan begitu liarnya. Sedangkan tangannya mulai menjalar ke seluruh tubuh wanita itu. Tubuh Ayunda yang basah menampakkan lekuk tubuh yang indah. Kini tubuh Ayunda lebih berisi dari sebelumnya, membuat David semakin panas dingin jika bertemu begini. Dada wanita itu begitu besar dan penuh. David semakin menjadi-jadi karena tidak dapat mengendalikan diri. Lantas bagaimana dengan Ayunda? Ayunda pun tersenyum sambil menikmati pelukan hangat David. Tangan liar David membuat Ayunda melayang jauh di awan. Sesaat kemudian David pun melumat bibirnya dengan sangat rakus. Ayunda pun membalasnya dengan tidak kalah panas. Saat itu tangan David mulai menelusup masuk ke dalam dress Ayunda. Meremas gunung kembar yang selalu menentang jiwa kelelakiannya selama ini. Saat itu terdengar suara teriakan. "Ahhhhh!" Teriak itu membuyarkan lamunannya, David kecewa ternyata apa yang terjadi barusan hanya se
Sepanjang malam Tere tak bisa terlelap, dia masih menangis karena apa yang barusan menimpanya. "Tere, udah dong nangisnya. Aku jadi ikut sedih tau," kata Ayunda yang berbaring di sampingnya. Jika dulu Tere yang memeluknya, tapi kini sebaliknya. Ayunda memeluk sahabatnya itu penuh dengan kesedihan, dia ikut prihatin dengan kejadian itu. "Kenapa ya semuanya jadi begini?" tanyanya. "Aku juga bingung, tapi udah dong nangisnya. Lagian tadi cuma nikah siri aja, yang penting kamu nggak kena gantung," ucap Ayunda yang benar-benar ingin membuat Tere berhenti menangis. "Ya sih, tapi......" "Gampang, nanti pas kita udah balik kamu bisa minta diceraikan, satu kata cerai, sah," kata Ayunda lagi. Tere pun menatap wajah Ayunda, dia mencerna apa yang dikatakan oleh sahabatnya tersebut. "Tapi aku jadi janda?" "Tidak ada yang tahu, lagi pula kamu juga nggak ngapa-ngapain sama Kak Zidan." "Aku tidak melakukan apa-apa, tapi mereka malah berpikir buruk." "Iya, aku tahu, kita berdua