Share

Kabar Buruk

Penulis: Naffia Inthan
last update Terakhir Diperbarui: 2024-04-16 18:54:48

“Assalamualaikum,” ucap mereka.

“Waalaikumsalam.” Syaqila membalas salam mereka. Lalu ia menyalami Ibu mertuanya serta suaminya dengan takzim.

Sebenernya Syaqila penasaran siapa wanita yang ikut serta datang bersama dengan suami dan Ibu mertua itu, namun rasanya tidak etis jika ia langsung bertanya saat ini.

“Silahkan masuk,” ujar Syaqila mempersilahkan mereka masuk ke dalam rumah dan mereka pun masuk.

“Aku mau mandi dulu,” pamit Nusa seraya melanjutkan langkahnya. Entah mengapa dari raut wajah suaminya itu, Syaqila melihat ada sesuatu yang aneh.

“Iya, Mas. Jangan lama-lama ya, aku udah siapkan makan malam, baju ganti Mas udah aku siapkan juga di kamar,” kata Syaqila langsung mendapatkan anggukan dari suaminya itu.

Tadi ia memang sempat menyiapkan baju ganti untuk suaminya juga, kerena tahu jika Ibu mertuanya akan datang, jadi ia terlebih dahulu menyiapkan keperluan untuk suaminya.

Sementara Ibu Yanti dan wanita yang entah siapa itu, kini sudah duduk di sofa yang ada diruang tamu.

“Gimana kabar kamu, Nak?” tanya Bu Yanti usai kepergian Nusa. Seperti biasa Ibu mertua Syaqila itu memang selalu bersikap ramah, cara bicaranya pun sangat lembut. Jika beliau sedang marah atau kesal pun tidak pernah berbicara dengan nada yang tinggi, tapi jangan salah, ibarat kata lidah tidak bertulang, terkadang dibalik sikap lemah lembutnya ada racun yang berbisa siap memangsa lawan bicaranya. Tajam, setajam belati, jika perkataan dirinya tidak dituruti.

“Alhamdulilah, baik Ma,” jawab Syaqila. “Mama, gimana?” Lanjutnya, namun tatapan Syaqila mencuri pandang pada wanita cantik yang duduk di samping ibu mertuanya itu.

“Sepertinya yang kamu lihat, Sya. Mama juga baik kok. Oh iya, kenalkan ini Lara, dia anaknya temen Mama,” ujar Bu Yanti. Ia tahu jika menantunya itu pasti bertanya-tanya siapa wanita yang ikut bersamanya.

‘Anaknya temen Mama? Ngapain dia ikut ke sini?’ ucap Syaqila, namun hanya terdengar oleh bilik hatinya. Rasanya ia ragu jika bertanya hal tersebut secara langsung kepada Ibu mertuanya.

“Hallo, Mbak. Kenalkan aku Lara, Tante sering banget loh cerita banyak tentang Mbak Syaqila sama saya,” kata Lara, memperkenalkan dirinya secara langsung seraya mengulurkan tangannya kearah Syaqila.

Syaqila tersenyum, ia pun membalas uluran tangan wanita bernama Lara tersebut. “Saya Syaqila, istrinya Mas Nusa,” ucap Syaqila.

Entah mendapat dorongan dari mana, tiba-tiba Syaqila memperkenalkan dirinya seraya mempertegas posisinya jika ia adalah istri dari Nusa. Apa ini terlalu berlebihan?

“Iya saya tahu kok, Mbak, semoga nanti kita bisa akur ya, Mbak,” ujar Lara seraya melepaskan jabatan tangannya lebih dulu.

Akur?

Syaqila mengerutkan keningnya, apa maksud perkataan Lara?

Melihat menantunya yang kebingungan, Bu Yanti tersenyum kearah Syaqila, lalu wanita itu meraih tangannya. “Nanti Mama jelasin semuanya, ya. Kamu udah masak banyak, 'kan? Mama udah kangen banget sama masakan kamu, coba kamu lihat apa Nusa sudah selesai bersih-bersihnya,” titah Bu Yanti.

“I-iya, Ma,” angguk Syaqila memaksakan senyumannya. Entah mengapa tiba-tiba saja perasaannya menjadi tidak enak.

Setalah itu Syaqila pun beranjak menuju kamarnya untuk melihat Nusa sudah selesai atau belum mandinya. Syaqila membuka pintu kamarnya itu, dilihatnya Nusa sedang duduk di tepi ranjang.

“Mas,” panggil Syaqila. Membuat Nusa langsung menoleh kearahnya, terlihat wajah suaminya itu seperti terkejut melihat kedatangannya.

Syaqila pun merasa heran, apa suaminya tengah melamun?

“Sayang,” sahut Nusa tersenyum pada istrinya itu.

Syaqila pun menghampiri suaminya, lalu ia duduk di samping suaminya. Bau maskulin suaminya itu langsung memenuhi indra penciumannya. Nusa seperti sudah selesai mandi, Syaqila juga melihat suaminya sudah berganti pakaian dengan pakaian yang sudah ia siapkan sebelumnya tadi.

Tapi kenapa Nusa malah duduk di sana, bukannya segera turun ke bawah untuk makan malam bersama? Padahal tadi Syaqila sudah mewanti-wanti agar suaminya tidak berlama-lama.

“Mas lagi mikirin apa, hmm?” tanya Syaqila ia yakin ada sesuatu yang suaminya itu sembunyikan.

Namun, bukannya menjawab pertanyaan istrinya itu. Nusa malah menarik Syaqila kedalam pelukannya. Membuat Syaqila semakin keheranan.

“Maafkan Mas, sayang ... ” ucap Nusa dengan lirih. Kemudian mengecup kening Syaqila berulang kali.

Syaqila yang bingung dengan tingkah aneh suaminya itu pun, langsung melepaskan pelukannya. Ditatapnya kedua netra milik suaminya yang memerah itu.

Apa yang terjadi?

Kenapa tiba-tiba suaminya meminta maaf?

“Mas, ada apa? Kenapa Mama tiba-tiba minta maaf?” tanya Syaqila.

“Say--”

Baru saja Nusa akan menjawab, tiba-tiba terdengar suara dari arah luar kamar mereka.

“Gimana Sya, apa Nusa sudah selesai?”

Bu Yanti terlihat muncul di balik pintu kamar mereka yang kebetulan memang sedikit terbuka. Membuat Nusa dan Syaqila refleks menoleh kearah pintu tersebut.

“Eh, maaf, Mama ganggu kalian ya?” lanjut Bu Yanti dengan raut wajah sesalnya.

“E-enggak kok, Ma. I-ini Mas Nusa udah selesai kok,” jawab Syaqila gugup. Merasa tidak enak pada Ibu mertuanya itu.

“Ayo Mas kita kebawah,” ajak Syaqila pada suaminya.

Nusa hanya mengangguk, lalu keduanya pun beranjak dari sana.

Mereka pun berjalan beringin menuju ruang makan, Nusa berjalan terlebih dahulu. Lagi-lagi Syaqila mendapati sikap aneh suaminya, kenapa sikap suaminya terkesan sangat dingin pada Mama Yanti?

Apa ini hanya perasaan Syaqila saja.

Setelah sampai di ruang makan, mereka pun langsung duduk di kursi meja makan tersebut. Lara, wanita itu sudah lebih dulu berada di sana. Mereka pun langsung menikmati makanan yang sudah tersaji di atas meja makan tersebut. Tak banyak pembicaraan saat makan malam tersebut berlangsung, hanya sesekali Ibu mertuanya dan Lara yang bersuara memuji masakan Syaqila yang mereka bilang sangat enak. Bahkan mereka begitu sangat menikmatinya.

Berbeda dengan Syaqila dan Nusa, pasangan suami-istri itu lebih banyak diam. Saat Ibu mertuanya dan Lara memuji masakannya pun, Syaqila hanya menanggapinya dengan senyuman. Entahlah makan malam kali ini terasa sangat canggung, tidak seperti biasanya.

Biasanya jika Syaqila, Nusa dan Bu Yanti sedang makan malam bersama, banyak hal yang mereka bahas tentunya diiringi dengan canda tawa.

Apa mungkin karena adanya orang asing saat ini bersama mereka?

Yang pasti dalam benak Syaqila saat ini hanya dipenuhi dengan banyak tanda tanya mengenai sikap aneh suaminya. Apa mungkin ini semua berkaitan dengan kehadirannya Lara? Entahlah.

Hingga akhirnya mereka pun menghabiskan makanannya masing-masing.

“Masakan kamu emang paling enak sedunia, Sya,” puji Bu Yanti. Entah yang keberapa kalinya mengatakan hal tersebut.

“Iya benar ih, aku jadi iri deh sama Mbak Syaqila, pinter banget bikin makanan enak, kayanya aku harus belajar deh sama Mbak,” tambah Lara.

Lagi-lagi Syaqila hanya tersenyum menanggapinya.

“Harus dong, La,” kata Bu Yanti sambil tersenyum pada wanita itu.

Lalu tatapan Bu Yanti kini berpindah pada Syaqila. “Oh iya, Sya. Kamu pasti bingungkan dengan kedatangan Mama yang mendadak ini, sambil bawa Lara juga?” lanjut Bu Yanti.

Syaqila hanya diam saraya menatap kearah mertuanya itu. Mencoba mendengar dengan seksama apa yang akan disampaikan lebih lanjut olehnya.

Bu Yanti terlihat menghelai nafas beratnya, lalu wanita itu beranjak dari tempat duduknya beralih mengambil kursi yang ada di samping Syaqila. Diraihlah tangan menantunya itu. “Sya, kamu tahu, 'kan kalau selama ini mama ingin sekali punya cucu, Mama harap kamu bisa mengerti. Maksud kedatangan Mama ke sini membawa serta Lara juga, Mama ingin meminta izin sama kamu, bagiamana pun kamu adalah menantu Mama, kamu istri dari anak lelaki Mama satu-satunya,”

Sejenak Bu Yanti menjeda ucapannya, wanita paruh baya itu seperti tengah mengambil nafas dalam-dalam sebelum melanjutkan ucapannya.

Syaqila masih mendengarkan, menunggu wanita yang berstatus mertuanya itu selesai menyampaikan semuanya. Sementara Nusa, pria itu seperti orang yang tidak berdaya hanya mampu menundukkan kepalanya. Berbeda dengan Lara, wanita itu nampak gregetan dengan wajah yang berseri-seri seakan tidak sabar menunggu moment tersebut.

“Sebelumnya Mama minta maaf, Sya. Kamu dan Nusa sudah menikah hampir tiga tahun, kan?” Lanjutnya, langsung mendapatkan anggukan dari Syaqila.

“Tapi, sampai saat ini kamu belum hamil juga, 'kan? Maaf, seperti kamu memang mandul, Sya. Mama ingin secepatnya mempunyai cucu, usia mama sudah tidak mudah lagi, jadi Mama mengambil keputusan ini, Nusa akan segara menikah Lara, Mama berharap kamu bisa menerima Lara nantinya sebagai madu kamu,” pinta Bu Yanti memohon.

Deg!

Syaqila terkejut.

Perkataan dan permintaan Ibu mertuanya itu sukses membuat Syaqila terkejut, bahkan tak percaya. Setiap tutur kata yang lemah lembut keluar dari mulut mertuanya itu berhasil membuat hatinya hancur porak-poranda.

Permintaan macam apa ini?

Seperti ada bongkahan batu besar yang menimpa dadanya, sesak, tenggorokannya terasa tercekat, diiringi dengan rasa perih yang terasa menjalar kedalam ulu hatinya.

Rasa sakit dan kecewa itu seketika tidak mampu membuat Syaqila berkata-kata. Hanya lelehan air mata yang kini tanpa diminta, begitu saja mengalir deras dari sudut matanya membasahi dua pipinya.

Di madu?

Syaqila tidak pernah berpikir sejauh ini. Pernikahannya dengan Nusa bahkan baru berjalan tiga tahun. Apakah se-dasyat itu pengaruh harus memiliki anak dalam pernikahan?

Setiap pasangan yang sudah menikah pasti menginginkan seorang anak, begitu pun Syaqila. Tentu saja ia mau, segala cara sudah ia lakukan, berdoa, berikhtiar, tapi jika Tuhan belum menghendaki?

Ia bisa apa?

Tidak bisakah mereka bersabar sedikit lagi saja? Saat ini ia sedang berusaha! Diluar sana bahkan ada yang sudah lebih lama menikah dan sama-sama belum dikaruniai seorang anak.

“Mama tahu semua ini pasti berat untuk kamu, Sya. Tapi, Mama mohon, izinkan suami kamu menikah dengan Lara,” pinta Bu Yanti lagi, memohon penuh dengan harapan.

Bersambung ...

Bab terkait

  • Aku Bukan Wanita Mandul!   Aku Bukan Wanita Mandul!

    Syaqila langsung melepaskan tangannya dari genggaman Ibu mertuanya, tanpa kata ia langsung beranjak dari sana, dengan langkah yang cepat berjalan menuju kamar. “Syaqila, Sya!” panggil Bu Yanti. Tapi Syaqila tidak menghiraukannya, ia butuh waktu sendiri, memberikan jawaban serta keputusan tersebut tidaklah gampang, karena sejati tidak ada seorang wanita yang ingin diduakan, berbagi suami dengan wanita lain apapun itu alasannya! “Ma, udah!” ucap Nusa, menahan Bu Yanti yang hendak pergi menyusul Syaqila. “Tapi, Nu-”“Biar nanti aku yang akan bicara sama Syaqila,” potong Nusa. Akhirnya Bu Yanti pun mengangguk pasrah. Setelah itu Nusa pun berlalu dari sana menyusul istrinya. Sebenarnya Nusa tidak setuju dengan hal ini, tapi ia tidak ada pilihan lain, posisinya terasa serba salah. Usai kepergian Nusa, Lara mendekat kearah Bu Yanti, merangkul wanita paruh baya itu. “Tante, sepertinya ini akan sulit, lebih baik aku mundur saja,” kata Lara dengan lirih. Bu Yanti langsung menatapnya, “eng

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-19
  • Aku Bukan Wanita Mandul!   Mari Berpisah!

    Nusa menatap istrinya yang terbaring di atas ranjang dengan mata yang sudah terpejam, napas wanita itu terdengar sudah beraturan menandakan jika Syaqila sudah terlelap. Mendekat kearah sang istri, tangannya terulur mengusap pipi Syaqila yang masih didapati sisa-sisa air mata itu dengan lembut. Perasaan bersalah memenuhi relung hati Nusa. “Maafkan aku sayang,” bisik Nusa dengan lirih. Lalu mendaratkan kecupan di puncak kepala Syaqila. Setelah itu Nusa pun naik keatas ranjang membaringkan tubuhnya di samping sang istri, memeluk Syaqila yang membelakanginya itu. “Percayalah jika pun nanti aku sudah menikah dengan Lara, kamu akan tetap menjadi ratu dalam hatiku, Syaqila,” bisik Nusa kembali seraya mulai memejamkan matanya. Satu minggu berlalu ...Nusa terasa tersiksa karena sikap Syaqila yang berubah, istrinya yang biasa bawel itu mendadak menjadi pendiam, bicara pun hanya seperlunya saja. Namun, walaupun begitu, Syaqila masih tetap menjalankan tugasnya sebagai seorang istri, menyiapk

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-20
  • Aku Bukan Wanita Mandul!   Langkah Pertama

    Usai kepulangan Ibunya, Nusa masih duduk termenung di sana. Perkataan wanita yang sudah melahirkan itu terus menari-nari dibenak Nusa. Bagaimana ini? Apa yang harus dia lakukan? Ia benar-benar belum siap untuk menikahi Lara secepat itu. Dan bagaimana dengan Syaqila, bagaimana ia menyampaikan hal ini pada istri tercintanya itu? Mendadak kepalanya terasa pusing, kenapa semuanya jadi seperti ini?Hingga keesokan paginya, seperti biasa Nusa menyantap sarapan yang sudah disiapkan oleh istrinya itu sebelum ia berangkat ke kantor. Syaqila ada di sana menemani suaminya sarapan. Namun, dari awal hingga selesai mereka menyantap makanan, wanita itu tidak bersuara sama sekali, suasana hening mendominasi tidak ada obrolan hangat seperti biasanya. “Sya, aku ingin membicarakan sesuatu,” ujar Nusa, menahan istrinya yang hendak beranjak dari sana. Syaqila pun kembali mendudukkan dirinya di kursi meja makan tersebut, menatap sekilas pada suaminya. “Apa?” tanya Syaqila dengan raut wajah datar. Lalu

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-27
  • Aku Bukan Wanita Mandul!   Mencari Pengacara

    “Kenapa muka Lo kusut begitu?” tanya Rian pada Nusa di saat pria itu kembali. “Biasa, kena omel Gue. Tapi ... emang Gue yang salah sih,” jawab Nusa lemas. “Tumben banget kena omel, biasanya perkerjaan Lo beres semua?”“Belakangan ini Gue lagi banyak masalah, jadi kurang fokus kerja, pusing kepala gue,” keluh Nusa. Rian terlihat mengangguk-angguk kepalanya. “Lagi ada masalah apaan sih? Kayanya serius banget?” tanyanya kepo. Penasaran masalah apa yang tengah dihadapi oleh sahabatnya itu. Nusa menghelai napas beratnya, seperti memang ia butuh teman bicara. Apa lagi dia dan Rian sudah berteman sejak dulu, tidak ada salahnya ia menceritakan masalahnya itu, siapa tahu sahabatnya itu bisa memberikan saran. “Yaelah, ditanya malah bengong!” sentak Rian. “Gue mau nikah lagi,” ujar Nusa. “Hah?” Rian nampak terkejut, “serius Lo, bro? Keren banget mau punya bini dua!” lanjutnya sambil tergelak tawa. “Gue serius, Rian!” ucap Nusa kesal menatap tajam padanya, kerena sahabatnya itu malah terta

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-08
  • Aku Bukan Wanita Mandul!   Memilih Mundur

    Singkat cerita, hari pernikahan antara Nusa dan Lara pun tidak bisa dihindari. Besok acara pernikahan kedua suaminya Syaqila itu akan dilangsungkan di kediaman Bu Yanti. “Sya, besok pernikahan aku dan Lara akan dilangsungkan, di rumah Mama. Maaf jika ini terlalu cepat dan aku gak bisa menghindari semuanya, aku gak bisa menolak permintaan Mama, dia wanita yang sudah melahirkan aku, Sya. Kamu mengerti, ‘kan? Aku gak minta buat kamu hadir di sana, karena aku tahu semua ini masih sulit untuk kamu. Aku hanya minta restu dan doa dari kamu, bagaimana pun kamu adalah istriku,” ucap Nusa, semalam. Syaqila bergeming, walaupun sebenernya ia cukup terkejut dengan kabar yang diberikan pria yang berstatus suaminya itu. Nusa memang pernah mengatakan jika pernikahan keduanya dengan Lara akan dipercepat beberapa hari yang lalu. Tapi, kini hatinya seolah membatu, mendengar hal itu tidak ada lagi rasa ngilu yang terasa di dadanya. Apakah mungkin ia sudah mati rasa? “Aku pamit ke rumah Mama dulu, ya.

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-08
  • Aku Bukan Wanita Mandul!   Konsultasi

    Setengah jam kemudian, Syaqila kini sudah sampai di sebuah Restoran tempat di mana wanita itu membuat janji dengan pengacaranya yaitu Lia. Syaqila masuk kedalam Restoran tersebut seraya menatap kesekitar mencari keberadaan Lia. “Mbak Syaqila ya?” Tiba-tiba seorang wanita menghampirinya. Syaqila mengangguk. “Iya, Bu Lia ya?” “Iya saya Lia, mari,” ajaknya. Mereka pun berjalan beringin menuju tempat yang sebelumnya sudah di pesan oleh Lia. Namun, Syaqila sedikit kebingungan saat melihat ada seorang pria yang duduk di sana. Siapa dia? Syaqila seperti pernah melihat pria itu tapi di mana, ya? Apa mungkin pria itu suaminya Lia? Entahlah, untuk apa juga ia memperdulikan pria itu. Urusannya ke sini ingin membicarakan soal rencana penggugatan cerainya bersama Lia. “Kak, pindah tempat sana!” pinta Lia pada pria tersebut. Pria itu hanya mengangguk, menuruti perintahnya. Mencari tempat duduk lain. “Mari duduk, Mbak,” ujar Lia pada Syaqila. Syaqila kembali mengangguk. “Maaf ya saya memb

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-08
  • Aku Bukan Wanita Mandul!   Obat Pencegah Kehamilan?

    Langit sore itu nampak dipenuhi awan hitam, tanda-tanda hujan akan datang. Namun, Syaqila betah menatap langit suram tersebut, langit itu seakan menggambarkan perasaannya saat ini, gelap. Wanita berusia 25 tahu itu menadahkan wajah dan tangannya di saat tetasan air dari langit itu mulai turun, membiarkan rintik hujan mengenai wajah dan tangannya.Hujan semakin lebat, Syaqila masih setia berdiri di taman belakang rumahnya itu. Hingga air hujan tersebut sukses membuatnya basah kuyup. Entah apa yang ada dipikiran wanita itu, yang pasti saat ini Syaqila ingin menangis sejadi-jadinya menumpahkan air matanya bersamaan dengan air hujan menjadi satu. “Ya Allah, Non!” Tariak Bi Nur, terengah-engah menghampiri sang majikan seraya membawa payung. Tanpa kata-kata wanita paruh baya itu langsung memayungi majikannya dan memapahnya masuk kedalam rumah. “Tunggu sebentar, Bibi ambilkan handuk dulu,” lanjut Bi Nur, mendudukkan majikannya itu di kursi meja makan. Lalu ia berjalan secepat mungkin men

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-08
  • Aku Bukan Wanita Mandul!   Disabotase?

    Syaqila masih terdiam mencoba mencerna baik-baik ucapan Dokter Sinta barusan. Semua itu sangat sulit ia percaya.Jadi obat yang selama ini ia konsumsi adalah Pil KB? Bukan obat penyubur kandungan? Pantas saja selama ini ia tidak hamil-hamil. Bukan karena dirinya mandul, tapi karena obat itu! Sampai kapan pun dia tidak akan bisa mempunyai anak jika terus mengonsumsi obat itu! Ya Tuhan apa ini? Siapa yang tega melakukan semua ini padanya? Syaqila masih mengingat jelas, saat malam pertama dirinya menikah dengan Nusa, suaminya itu yang memberikan obat tersebut. Nusa juga sempat memperlihatkan wadah obat tersebut hanya saja Syaqila memang tidak menelitinya, apa merek obat tersebut. Ia percaya begitu saja dan menurut meminum obat tersebut karena Nusa mengatakan jika obat tersebut obat penyubur kandungan, dengan harapan jika Syaqila meminumnya mereka akan segera diberikan momongan. Kenapa Nusa tega membohonginya? Kenapa suaminya tega melakukan semua ini?Tapi, apakah mungkin Nusa yang m

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-09

Bab terbaru

  • Aku Bukan Wanita Mandul!   Lemah

    “Di mana rumah kamu?” tanya Leo, sejak tadi ia melajukan mobilnya, belum sempat bertanya kemana ia harus mengantarkan Syaqila dan Rima. “Perumahan Gandaria,” jawab Syaqila. Letak rumahnya memang tidak terlalu jauh dari Rumah Sakit tersebut. Leo sendiri tahu perumahan tersebut, lantas pria itu pun mengangguk kepalanya usai mendapatkan jawaban dari Syaqila. Suasana hening seketika, diam-diam Leo memperhatikan Syaqila dari kaca spion yang ada dihadapannya. Leo bisa melihat dari gerak-gerik wanita itu, Syaqila nampak tidak nyaman. Entah apa yang tengah dipikirkan oleh Syaqila saat ini. Hingga beberapa saat kemudian, Rima memecah keheningan tersebut, wanita itu bertanya pada Leo. “Kak Leo kok tadi bisa ada di Rumah Sakit? Kebetulan sekali ya.” Rima memang memanggil Leo dengan sebutan Kakak, selain usai Leo memang lebih tua darinya, pria itu juga Kakak dari Lia, temannya. “Ah iya, itu ... emm tadi saya kebelet, jadi mampir dulu ke sana, numpang pipis,” jawabnya gugup. “Terus saya lia

  • Aku Bukan Wanita Mandul!   Seperti Air di daun talas

    Nusa baru saja terbangun, pria itu terkejut disaat melihat jarum jam sudah menunjukkan pukul 08.30 WIB.“Astaga, aku kesiangan!” gumamnya kesal sendiri.Ia pun segara bergegas dari ranjang, menyingkirkan tangan wanita yang melingkar di pinggangnya. Tangan tersebut tak lain adalah tangan Lara, wanita itu terlihat masih tertidur pulas tanpa busana. Akibat pergulatan panasnya bersama Nusa semalam, sebab itu pula yang membuat Nusa bangun kesiangan. Nusa pun buru-buru menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Mengingat hari sudah cukup siang, dan hari ini ia berniat akan menemui istri pertamanya yaitu Syaqila, setelah beberapa hari istrinya itu di rawat di Rumah Sakit dan Nusa belum sempat menjenguknya. Bukan ia tidak khawatir, tentu saja Nusa sangat mengkhawatirkan istri pertamanya itu. Bahkan saat pertama kali mendapatkan kabar jika Syaqila masuk Rumah Sakit akibat kecelakaan, Nusa sudah berniat akan menemuinya. Tapi, sayangnya Bu Yanti melarangnya, dan tidak mengizinkan ia pergi

  • Aku Bukan Wanita Mandul!   Musuh Dalam Selimut?

    “Keadaan Bu Syaqila sudah membaik, hari ini Bu Syaqila sudah diperbolehkan pulang, tapi tunggu cairan inpusannya habis dulu ya,” kata seorang Dokter yang baru saja selesai memeriksa kondisi Syaqila pada pagi itu. “Alhamdulilah,” seru Rima. Yang memang selama dua hari ini menemani Syaqila di sana, wanita itu rela tidak masuk ke kantor demi menemani sahabatnya. Sementara Syaqila, wanita itu tersenyum sambil mengangguk kepala. Syukur, dia sudah diperbolehkan pulang. Ia juga tidak betah lama-lama di Rumah Sakit. “Kalau begitu saya permisi dulu,” pamit sang Dokter.“Baik Dok, terima kasih,” angguk Syaqila dan Rima bersamaan. Setelah itu sang Dokter pun berlalu dari ruangan rawat Syaqila. “Alhamdulilah, Sya, kamu udah boleh pulang. Kalau begitu aku mau beresin barang-barang kamu dulu, ya,” ucap Rima.“Iya, Rim. Maaf ya kalau aku ngerepotin kamu terus,” sahut Syaqila merasa tidak enak pada sahabat itu. “Iya kamu emang ngerepotin banget, Sya. Aduh pusing aku,” balas Rima sewot. Dengan

  • Aku Bukan Wanita Mandul!   Bodoh!

    Acara pesta pernikahan Nusa dan Lara masih berlanjut, semakin siang makin banyak tamu undangan yang terus berdatangan, Bu Yanti memang sengaja mengundang banyak sahabat dan kerabatnya. Wanita itu memang menyiapkan pesta pernikahan kedua putranya dengan matang. Karena tanpa sepengetahuan Nusa, dia sudah merencanakan semua ini sudah cukup lama. Nusa sendiri dibuat terkejut, ia tidak menyangka Ibunya akan mengundang banyak tamu undangan seperti ini. Pesta pernikahannya dengan Lara pun bisa dikatakan cukup mewah, sangat jauh berbeda saat Nusa menikahi istri pertamanya, Syaqila. Mereka hanya mengadakan Ijab Qabul di KUA lalu berlanjut makan-makan dikediaman Bu Yanti bersama dengan keluarga dekatnya. Karena Syaqila sendiri adalah anak yatim pintu, dia sudah tidak punya keluarga. Hanya Ibu Panti yang saat itu mengantarkan Syaqila menikah dan mengikuti acaranya. “Ma, berapa banyak undangan yang Mamah sebar?” tanya Nusa berbisik pada sang Bu Yanti yang berdiri di sampingnya. Di sela mereka

  • Aku Bukan Wanita Mandul!   Hancur Lebur

    “Bisa dipercepat gak sih Mbak? Ini waktunya udah mepet loh, bentar lagi akad nikah mau dilangsungkan!” pinta Lara ketus pada MUA yang masih memoles wajahnya. “Sabar Mbak, sebentar lagi ini selesai kok,” sahut sang MUA. Berusaha tetap ramah dan profesional, walaupun sebenernya hatinya sudah sangat dongkol menghadapi kliennya yang satu ini. Kerana apa yang terjadi saat ini tidak sesuai dengan kesepakatan awal mereka. Lara terlalu bawel dan bersikap seenaknya. “Ck! Dari tadi bilangnya sebentar lagi terus, bayaran aja mahal tapi kerjanya lemot!” gumam Lara dengan suara cukup pelan. Namun, masih terdengar jelas oleh sang MUA. MUA yang bernama Lindy itu tidak ingin menyahutinya. Ia hanya menghelai nafas panjangnya, menghadapi sikap Lara yang semakin menjadi tersebut. Hingga beberapa saat kemudian, Lara pun sudah selesai dengan riasannya. Wanita yang sebentar lagi akan menjadi istri kedua Nusa itu nampak tersenyum puas saat melihat hasil riasannya lewat cermin yang ada di depannya it

  • Aku Bukan Wanita Mandul!   Disabotase?

    Syaqila masih terdiam mencoba mencerna baik-baik ucapan Dokter Sinta barusan. Semua itu sangat sulit ia percaya.Jadi obat yang selama ini ia konsumsi adalah Pil KB? Bukan obat penyubur kandungan? Pantas saja selama ini ia tidak hamil-hamil. Bukan karena dirinya mandul, tapi karena obat itu! Sampai kapan pun dia tidak akan bisa mempunyai anak jika terus mengonsumsi obat itu! Ya Tuhan apa ini? Siapa yang tega melakukan semua ini padanya? Syaqila masih mengingat jelas, saat malam pertama dirinya menikah dengan Nusa, suaminya itu yang memberikan obat tersebut. Nusa juga sempat memperlihatkan wadah obat tersebut hanya saja Syaqila memang tidak menelitinya, apa merek obat tersebut. Ia percaya begitu saja dan menurut meminum obat tersebut karena Nusa mengatakan jika obat tersebut obat penyubur kandungan, dengan harapan jika Syaqila meminumnya mereka akan segera diberikan momongan. Kenapa Nusa tega membohonginya? Kenapa suaminya tega melakukan semua ini?Tapi, apakah mungkin Nusa yang m

  • Aku Bukan Wanita Mandul!   Obat Pencegah Kehamilan?

    Langit sore itu nampak dipenuhi awan hitam, tanda-tanda hujan akan datang. Namun, Syaqila betah menatap langit suram tersebut, langit itu seakan menggambarkan perasaannya saat ini, gelap. Wanita berusia 25 tahu itu menadahkan wajah dan tangannya di saat tetasan air dari langit itu mulai turun, membiarkan rintik hujan mengenai wajah dan tangannya.Hujan semakin lebat, Syaqila masih setia berdiri di taman belakang rumahnya itu. Hingga air hujan tersebut sukses membuatnya basah kuyup. Entah apa yang ada dipikiran wanita itu, yang pasti saat ini Syaqila ingin menangis sejadi-jadinya menumpahkan air matanya bersamaan dengan air hujan menjadi satu. “Ya Allah, Non!” Tariak Bi Nur, terengah-engah menghampiri sang majikan seraya membawa payung. Tanpa kata-kata wanita paruh baya itu langsung memayungi majikannya dan memapahnya masuk kedalam rumah. “Tunggu sebentar, Bibi ambilkan handuk dulu,” lanjut Bi Nur, mendudukkan majikannya itu di kursi meja makan. Lalu ia berjalan secepat mungkin men

  • Aku Bukan Wanita Mandul!   Konsultasi

    Setengah jam kemudian, Syaqila kini sudah sampai di sebuah Restoran tempat di mana wanita itu membuat janji dengan pengacaranya yaitu Lia. Syaqila masuk kedalam Restoran tersebut seraya menatap kesekitar mencari keberadaan Lia. “Mbak Syaqila ya?” Tiba-tiba seorang wanita menghampirinya. Syaqila mengangguk. “Iya, Bu Lia ya?” “Iya saya Lia, mari,” ajaknya. Mereka pun berjalan beringin menuju tempat yang sebelumnya sudah di pesan oleh Lia. Namun, Syaqila sedikit kebingungan saat melihat ada seorang pria yang duduk di sana. Siapa dia? Syaqila seperti pernah melihat pria itu tapi di mana, ya? Apa mungkin pria itu suaminya Lia? Entahlah, untuk apa juga ia memperdulikan pria itu. Urusannya ke sini ingin membicarakan soal rencana penggugatan cerainya bersama Lia. “Kak, pindah tempat sana!” pinta Lia pada pria tersebut. Pria itu hanya mengangguk, menuruti perintahnya. Mencari tempat duduk lain. “Mari duduk, Mbak,” ujar Lia pada Syaqila. Syaqila kembali mengangguk. “Maaf ya saya memb

  • Aku Bukan Wanita Mandul!   Memilih Mundur

    Singkat cerita, hari pernikahan antara Nusa dan Lara pun tidak bisa dihindari. Besok acara pernikahan kedua suaminya Syaqila itu akan dilangsungkan di kediaman Bu Yanti. “Sya, besok pernikahan aku dan Lara akan dilangsungkan, di rumah Mama. Maaf jika ini terlalu cepat dan aku gak bisa menghindari semuanya, aku gak bisa menolak permintaan Mama, dia wanita yang sudah melahirkan aku, Sya. Kamu mengerti, ‘kan? Aku gak minta buat kamu hadir di sana, karena aku tahu semua ini masih sulit untuk kamu. Aku hanya minta restu dan doa dari kamu, bagaimana pun kamu adalah istriku,” ucap Nusa, semalam. Syaqila bergeming, walaupun sebenernya ia cukup terkejut dengan kabar yang diberikan pria yang berstatus suaminya itu. Nusa memang pernah mengatakan jika pernikahan keduanya dengan Lara akan dipercepat beberapa hari yang lalu. Tapi, kini hatinya seolah membatu, mendengar hal itu tidak ada lagi rasa ngilu yang terasa di dadanya. Apakah mungkin ia sudah mati rasa? “Aku pamit ke rumah Mama dulu, ya.

DMCA.com Protection Status