Langit sore itu nampak dipenuhi awan hitam, tanda-tanda hujan akan datang. Namun, Syaqila betah menatap langit suram tersebut, langit itu seakan menggambarkan perasaannya saat ini, gelap.
Wanita berusia 25 tahu itu menadahkan wajah dan tangannya di saat tetasan air dari langit itu mulai turun, membiarkan rintik hujan mengenai wajah dan tangannya.Hujan semakin lebat, Syaqila masih setia berdiri di taman belakang rumahnya itu. Hingga air hujan tersebut sukses membuatnya basah kuyup. Entah apa yang ada dipikiran wanita itu, yang pasti saat ini Syaqila ingin menangis sejadi-jadinya menumpahkan air matanya bersamaan dengan air hujan menjadi satu.“Ya Allah, Non!” Tariak Bi Nur, terengah-engah menghampiri sang majikan seraya membawa payung.Tanpa kata-kata wanita paruh baya itu langsung memayungi majikannya dan memapahnya masuk kedalam rumah.“Tunggu sebentar, Bibi ambilkan handuk dulu,” lanjut Bi Nur, mendudukkan majikannya itu di kursi meja makan. Lalu ia berjalan secepat mungkin mengambilkan handuk untuk Syaqila.Hingga beberapa saat kemudian dia kembali, Bi Nur menyelimutinya tubuh majikannya itu dengan handuk.“Bibi tahu semua ini berat buat, Non. Tapi jangan sampai Non menyakiti diri sendiri seperti ini, Non. Non Syaqila harus kuat, semua ini sudah takdir, bibi juga tidak menyangka kalau Pak Nusa akan setega ini sama, Non,” ucap Bi Nur, memeluk Syaqila. Sebagai salah satu penghuni rumah tersebut tentu saja ia tahu apa yang terjadi tanpa sang majikan memberitahunya.“Kenapa mereka jahat sekali sama aku, Bi?” lirih Syaqila, tangisnya kembali pecah dipeluk sang asisten rumah tangga.Syaqila yang sudah tidak mempunyai keluarga, sangat dekat dengan Bi Nur, bahkan ia sudah menganggap wanita yang berkerja di rumahnya itu seperti keluarganya sendiri, pun sebaliknya.“Sabar, Non. Ini ujian buat Non, Gusti Allah gak akan memberikan ujian diluar batas umatnya, Gusti Allah tahu Non kuat, Non pasti bisa melewati ini semua.” Bi Nur hanya bisa memberikan semangat, walaupun ia sendiri tidak yakin itu semua tidak akan mudah.Cukup lama Syaqila menangis dipelukkan Bi Nur, ia pun merasa lebih lega, setidaknya ia yang rapuh itu punya tempat bersandar.“Bibi antar ke kamar ya, Non harus ganti baju, nanti Bibi buatin Teh Jahe ya biar Non gak masuk angin.”“Aku ke kamar sendiri saja, Bi,” tolak Syaqila halus seraya mengurai pelukannya.Bi Nur mengangguk. “Kalau begitu Bibi mau buat Teh Jahenya, nanti Bibi anterin ke kamar, Non.”“Ya, makasih Bi.” Syaqila pun beranjak dari sana menuju kamarnya.Setelah berganti pakaian, Syaqila pun merebahkan tubuhnya di atas kasur, dengan kepala yang bersandar di dasbor ranjangnya dan tubuh yang dibalut oleh selimut.Syaqila menoleh ke atas nakas kecil yang berada tepat disamping ranjangnya itu, terlihat benda pipih miliknya tergeletak di sana. Diraihnya benda tersebut, terlihat di sana banyak notifikasi pesan masuk dan beberapa panggilan tak terjawab dari Nusa—suaminya.Syaqila membuka aplikasi berwarna hijau yang berada di dalam ponselnya itu. Ternyata yang masuk bukan hanya pesan dari Nusa.“Dokter Sinta?” gumam Syaqila keheranan. Untuk apa Dokter Sinta menghubunginya, hingga beberapa detik kemudian ia teringat sesuatu.Ia pun segara membuka pesan dari Dokter Sinta tersebut.“Selamat siang, Bu Syaqila. Apa kabar?” Pesan dari Dokter Sinta, yang ternyata dikirim sejak siang tadi.“Sore, Dok. Baik, maaf saya baru membalas pesan dari Dokter.” Syaqila membalas pesan tersebut.“Syukurlah kalau baik-baik saja. Tak apa, maaf jika saya mengganggu.”“Enggak kok, Dok. Besok saya ke Klinik ya Dok, sekalian bawa obat yang waktu itu saya bilang.”“Baik saya tunggu, ya.”Syaqila kembali meletakkan ponselnya, usai ia bertukar pesan dengan Dokter Sinta. Ia tidak memperdulikan pesan dari Nusa. Bersamaan dengan itu, terlihat Bi Nur masuk ke dalam kamarnya seraya membawa segelas Teh Jahe.“Ini Non, diminum ya biar gak masuk angin,” ujar Bi Nur seraya meletakan Teh Jahe tersebut di atas nakas.“Makasih ya, Bi,” ucap Syaqila seraya mengambil gelas yang berisi Teh Jahe tersebut dan meminumnya, rasa hangat terasa menjalar ke tenggorokannya. Aroma Teh bercampur Jahe itu membuat tubuhnya terasa hangat dan rileks.“Sama-sama, Non. Oh iya, mau makan apa buat nanti malam, biar Bibi masakin?” tanya Bi Nur.“Gak usah, Bi. Aku tadi udah makan diluar, kayanya gak mau makan malam deh, aku mau istirahat saja.”Bi Nur terlihat menganggukkan kepalanya. “Kalau gitu Bibi permisi dulu ya, Non,” pamit Bi Nur.“Eh, Bi tunggu,” panggil Syaqila.“Iya, Non, kenapa?”“Nanti tolong bawain dulu obat penyubur aku ya,” pintanya.“Iya, Non. Tapi, bukannya Non lagi datang bulan ya?”“Udah beres kok kemarin,” jawab Syaqila.“Oh, iya nanti Bibi siapin Non.”“Ambil dua-duanya ya, Bi, yang warna putih sama kuningnya juga,” titah Syaqila lagi.“Siap, Non.”Setalah itu Bi Nur pun berlalu dari kamar majikannya.“Besok aku akan membawa obat itu ke Dokter Sinta,” gumam Syaqila. Sejak tahu suaminya akan menikah lagi, Syaqila memang tidak mengonsumsi obat itu lagi.Dan anehnya, ketika dia tidak meminum obat tersebut selama dua hari berturut-turut, dia langsung datang bulan. Padahal seminggu sebelumnya ia sudah datang bulan.Singkat cerita, keesokan harinya.Kediaman Bu Yanti terlihat sudah di dekorasi sedemikian rupa, dengan kain background berwarna putih dan bunga-bunga segar nan indah tertata dengan indah. Seperti dekorasi pernikahan pada umumnya. Halaman depan rumah itu sudah disulap menjadi tempat akad dan resepsi yang akan dilangsungkan hari ini.Para keluarga dari kedua belah pihak mempelai wanita dan pria sudah berdatangan, beberapa tamu undangan terlihat sudah ada yang hadir untuk menyaksikan acara sakral tersebut.Acara akan nikah akan dilangsungkan jam 10.00 WIB nanti dan saat ini jam masih menunjukkan pukul 08.00 WIB.Lara—sang calon mempelai wanita nampak masih sibuk dipolesi make-up oleh MUA, seharusnya wanita itu sudah selesai di make-up, namun sejak tadi dia terus protes pada riasannya. Dari bentuk alis yang tidak sesuai dengan keinginannya, warna lipstik yang salahlah, inilah dan itulah, padahal sejak awal wanita itu sudah sepakat dengan MUA tentang model make-up yang akan dipakainya diacara tersebut, Lara meminta make-up look flawless tapi setelah hampir finish wanita itu malah meminta diubah menjadi make-up look Bold natural. Alhasil make-up tersebut tidak sesuai dengan waktu estimasi yang sudah ditentukan.Sementara itu, Nusa yang sudah gagah dengan setalah jas berwarna putihnya itu. Terlihat berjalan mondar-mandir tak karuan. Perasaannya benar-benar campur aduk, di benaknya terus dibayang-bayangi oleh Syaqila.“Udah sih, Nu. Jangan tegang begitu. Santai saja, semuanya pasti lancar jaya, Mama yakin,” kata Bu Yanti.Wanita yang sudah melahirkan Nusa itu nampak begitu ayu dengan riasan dan kebaya modern yang membalut tubuhnya. Pancaran wajahnya pun terlihat begitu bahagia, tak sabar ingin menyaksikan pernikahan kedua putranya itu dengan Lara.Apakah dia tidak sadar ada wanita lain yang terluka atas keegoisannya itu? Syaqila!Nusa hanya mengangguk samar sambil tersenyum tipis, entahlah. Bukan itu yang Nusa pikirkan. Namun, melihat rona wajah bahagia surganya itu, Nusa memilih tidak mengungkapkan kegelisahannya yang tengah memikirkan Syaqila.Sementara itu di tempat lain, Syaqila kini sudah berada di Klinik Dokter Sinta, ia juga sudah memberikan obat yang katanya itu obat penyubur pada Dokter Sinta untuk memeriksanya.“Gimana, Dok? Apa mungkin obat itu yang selama ini membuat saya tidak hamil? Maksud saya karena efek samping dari obat itu? Atau memang obatnya palsu?” cerca Syaqila tak sabaran.Dokter Sinta terlihat menghelai napas beratnya. Ia menatap Syaqila dengan tatapan yang entahlah, tatapan yang sama sekali tidak Syaqila mengerti.“Sampai kapan pun Bu Syaqila tidak akan bisa hamil kalau terus mengonsumsi obat ini,” jelas Dokter Sinta.“Mak-maksud, Dokter?” tanya Syaqila tak mengerti.“Ini bukan obat penyubur kandungan, ini Pil KB, obat pencegah kehamilan.”Deg!Syaqila terkejut mendengar perkataan Dokter Sinta barusan. Seketika ia tidak bisa berkata-kata.Apa ini?Bersambung ...Syaqila masih terdiam mencoba mencerna baik-baik ucapan Dokter Sinta barusan. Semua itu sangat sulit ia percaya.Jadi obat yang selama ini ia konsumsi adalah Pil KB? Bukan obat penyubur kandungan? Pantas saja selama ini ia tidak hamil-hamil. Bukan karena dirinya mandul, tapi karena obat itu! Sampai kapan pun dia tidak akan bisa mempunyai anak jika terus mengonsumsi obat itu! Ya Tuhan apa ini? Siapa yang tega melakukan semua ini padanya? Syaqila masih mengingat jelas, saat malam pertama dirinya menikah dengan Nusa, suaminya itu yang memberikan obat tersebut. Nusa juga sempat memperlihatkan wadah obat tersebut hanya saja Syaqila memang tidak menelitinya, apa merek obat tersebut. Ia percaya begitu saja dan menurut meminum obat tersebut karena Nusa mengatakan jika obat tersebut obat penyubur kandungan, dengan harapan jika Syaqila meminumnya mereka akan segera diberikan momongan. Kenapa Nusa tega membohonginya? Kenapa suaminya tega melakukan semua ini?Tapi, apakah mungkin Nusa yang m
“Bisa dipercepat gak sih Mbak? Ini waktunya udah mepet loh, bentar lagi akad nikah mau dilangsungkan!” pinta Lara ketus pada MUA yang masih memoles wajahnya. “Sabar Mbak, sebentar lagi ini selesai kok,” sahut sang MUA. Berusaha tetap ramah dan profesional, walaupun sebenernya hatinya sudah sangat dongkol menghadapi kliennya yang satu ini. Kerana apa yang terjadi saat ini tidak sesuai dengan kesepakatan awal mereka. Lara terlalu bawel dan bersikap seenaknya. “Ck! Dari tadi bilangnya sebentar lagi terus, bayaran aja mahal tapi kerjanya lemot!” gumam Lara dengan suara cukup pelan. Namun, masih terdengar jelas oleh sang MUA. MUA yang bernama Lindy itu tidak ingin menyahutinya. Ia hanya menghelai nafas panjangnya, menghadapi sikap Lara yang semakin menjadi tersebut. Hingga beberapa saat kemudian, Lara pun sudah selesai dengan riasannya. Wanita yang sebentar lagi akan menjadi istri kedua Nusa itu nampak tersenyum puas saat melihat hasil riasannya lewat cermin yang ada di depannya it
Acara pesta pernikahan Nusa dan Lara masih berlanjut, semakin siang makin banyak tamu undangan yang terus berdatangan, Bu Yanti memang sengaja mengundang banyak sahabat dan kerabatnya. Wanita itu memang menyiapkan pesta pernikahan kedua putranya dengan matang. Karena tanpa sepengetahuan Nusa, dia sudah merencanakan semua ini sudah cukup lama. Nusa sendiri dibuat terkejut, ia tidak menyangka Ibunya akan mengundang banyak tamu undangan seperti ini. Pesta pernikahannya dengan Lara pun bisa dikatakan cukup mewah, sangat jauh berbeda saat Nusa menikahi istri pertamanya, Syaqila. Mereka hanya mengadakan Ijab Qabul di KUA lalu berlanjut makan-makan dikediaman Bu Yanti bersama dengan keluarga dekatnya. Karena Syaqila sendiri adalah anak yatim pintu, dia sudah tidak punya keluarga. Hanya Ibu Panti yang saat itu mengantarkan Syaqila menikah dan mengikuti acaranya. “Ma, berapa banyak undangan yang Mamah sebar?” tanya Nusa berbisik pada sang Bu Yanti yang berdiri di sampingnya. Di sela mereka
“Keadaan Bu Syaqila sudah membaik, hari ini Bu Syaqila sudah diperbolehkan pulang, tapi tunggu cairan inpusannya habis dulu ya,” kata seorang Dokter yang baru saja selesai memeriksa kondisi Syaqila pada pagi itu. “Alhamdulilah,” seru Rima. Yang memang selama dua hari ini menemani Syaqila di sana, wanita itu rela tidak masuk ke kantor demi menemani sahabatnya. Sementara Syaqila, wanita itu tersenyum sambil mengangguk kepala. Syukur, dia sudah diperbolehkan pulang. Ia juga tidak betah lama-lama di Rumah Sakit. “Kalau begitu saya permisi dulu,” pamit sang Dokter.“Baik Dok, terima kasih,” angguk Syaqila dan Rima bersamaan. Setelah itu sang Dokter pun berlalu dari ruangan rawat Syaqila. “Alhamdulilah, Sya, kamu udah boleh pulang. Kalau begitu aku mau beresin barang-barang kamu dulu, ya,” ucap Rima.“Iya, Rim. Maaf ya kalau aku ngerepotin kamu terus,” sahut Syaqila merasa tidak enak pada sahabat itu. “Iya kamu emang ngerepotin banget, Sya. Aduh pusing aku,” balas Rima sewot. Dengan
Nusa baru saja terbangun, pria itu terkejut disaat melihat jarum jam sudah menunjukkan pukul 08.30 WIB.“Astaga, aku kesiangan!” gumamnya kesal sendiri.Ia pun segara bergegas dari ranjang, menyingkirkan tangan wanita yang melingkar di pinggangnya. Tangan tersebut tak lain adalah tangan Lara, wanita itu terlihat masih tertidur pulas tanpa busana. Akibat pergulatan panasnya bersama Nusa semalam, sebab itu pula yang membuat Nusa bangun kesiangan. Nusa pun buru-buru menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Mengingat hari sudah cukup siang, dan hari ini ia berniat akan menemui istri pertamanya yaitu Syaqila, setelah beberapa hari istrinya itu di rawat di Rumah Sakit dan Nusa belum sempat menjenguknya. Bukan ia tidak khawatir, tentu saja Nusa sangat mengkhawatirkan istri pertamanya itu. Bahkan saat pertama kali mendapatkan kabar jika Syaqila masuk Rumah Sakit akibat kecelakaan, Nusa sudah berniat akan menemuinya. Tapi, sayangnya Bu Yanti melarangnya, dan tidak mengizinkan ia pergi
“Di mana rumah kamu?” tanya Leo, sejak tadi ia melajukan mobilnya, belum sempat bertanya kemana ia harus mengantarkan Syaqila dan Rima. “Perumahan Gandaria,” jawab Syaqila. Letak rumahnya memang tidak terlalu jauh dari Rumah Sakit tersebut. Leo sendiri tahu perumahan tersebut, lantas pria itu pun mengangguk kepalanya usai mendapatkan jawaban dari Syaqila. Suasana hening seketika, diam-diam Leo memperhatikan Syaqila dari kaca spion yang ada dihadapannya. Leo bisa melihat dari gerak-gerik wanita itu, Syaqila nampak tidak nyaman. Entah apa yang tengah dipikirkan oleh Syaqila saat ini. Hingga beberapa saat kemudian, Rima memecah keheningan tersebut, wanita itu bertanya pada Leo. “Kak Leo kok tadi bisa ada di Rumah Sakit? Kebetulan sekali ya.” Rima memang memanggil Leo dengan sebutan Kakak, selain usai Leo memang lebih tua darinya, pria itu juga Kakak dari Lia, temannya. “Ah iya, itu ... emm tadi saya kebelet, jadi mampir dulu ke sana, numpang pipis,” jawabnya gugup. “Terus saya lia
“Hasil semua periksaan, semuanya baik, Bu. Rahim Ibu tidak bermasalah,” kata seorang Dokter yang baru saja selesai memeriksanya. “Tapi, kenapa saya tak kunjung hamil, Dok?” tanya wanita cantik bernama Syaqila tersebut. Penasaran kenapa ia tak kunjung hamil, wanita itu memutuskan untuk memeriksa rahimnya. Sebenernya ini bukan yang pertama kalinya ia memeriksa hal tersebut, sudah berulang kali dan berbeda Dokter. Semua hasil pemeriksaan Dokter menyatakan kondisi rahimnya sangat baik. Tapi, kenapa ia tidak kunjung hamil juga? Bahkan ia selalu berkonsultasi dengan Dokter bagaimana cara agar cepat hamil. Melakukan program hamil pun sudah pernah ia dan suaminya—Nusa jalani, tapi hasilnya selalu gagal. “Apa sebelumnya Ibu pernah memakai KB?” “Enggak, Dok. Dari awal saya menikah bahkan sudah jalan tiga tahun ini, saya tidak pernah memakai KB apapun,” jawab Syaqila sambil menggeleng kepalanya. Kerena memang selama ini ia tidak pernah memakai KB. Dari awal menikah ia dan suaminya memang tid
“Assalamualaikum,” ucap mereka. “Waalaikumsalam.” Syaqila membalas salam mereka. Lalu ia menyalami Ibu mertuanya serta suaminya dengan takzim. Sebenernya Syaqila penasaran siapa wanita yang ikut serta datang bersama dengan suami dan Ibu mertua itu, namun rasanya tidak etis jika ia langsung bertanya saat ini. “Silahkan masuk,” ujar Syaqila mempersilahkan mereka masuk ke dalam rumah dan mereka pun masuk. “Aku mau mandi dulu,” pamit Nusa seraya melanjutkan langkahnya. Entah mengapa dari raut wajah suaminya itu, Syaqila melihat ada sesuatu yang aneh. “Iya, Mas. Jangan lama-lama ya, aku udah siapkan makan malam, baju ganti Mas udah aku siapkan juga di kamar,” kata Syaqila langsung mendapatkan anggukan dari suaminya itu. Tadi ia memang sempat menyiapkan baju ganti untuk suaminya juga, kerena tahu jika Ibu mertuanya akan datang, jadi ia terlebih dahulu menyiapkan keperluan untuk suaminya. Sementara Ibu Yanti dan wanita yang entah siapa itu, kini sudah duduk di sofa yang ada diruang tam
“Di mana rumah kamu?” tanya Leo, sejak tadi ia melajukan mobilnya, belum sempat bertanya kemana ia harus mengantarkan Syaqila dan Rima. “Perumahan Gandaria,” jawab Syaqila. Letak rumahnya memang tidak terlalu jauh dari Rumah Sakit tersebut. Leo sendiri tahu perumahan tersebut, lantas pria itu pun mengangguk kepalanya usai mendapatkan jawaban dari Syaqila. Suasana hening seketika, diam-diam Leo memperhatikan Syaqila dari kaca spion yang ada dihadapannya. Leo bisa melihat dari gerak-gerik wanita itu, Syaqila nampak tidak nyaman. Entah apa yang tengah dipikirkan oleh Syaqila saat ini. Hingga beberapa saat kemudian, Rima memecah keheningan tersebut, wanita itu bertanya pada Leo. “Kak Leo kok tadi bisa ada di Rumah Sakit? Kebetulan sekali ya.” Rima memang memanggil Leo dengan sebutan Kakak, selain usai Leo memang lebih tua darinya, pria itu juga Kakak dari Lia, temannya. “Ah iya, itu ... emm tadi saya kebelet, jadi mampir dulu ke sana, numpang pipis,” jawabnya gugup. “Terus saya lia
Nusa baru saja terbangun, pria itu terkejut disaat melihat jarum jam sudah menunjukkan pukul 08.30 WIB.“Astaga, aku kesiangan!” gumamnya kesal sendiri.Ia pun segara bergegas dari ranjang, menyingkirkan tangan wanita yang melingkar di pinggangnya. Tangan tersebut tak lain adalah tangan Lara, wanita itu terlihat masih tertidur pulas tanpa busana. Akibat pergulatan panasnya bersama Nusa semalam, sebab itu pula yang membuat Nusa bangun kesiangan. Nusa pun buru-buru menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Mengingat hari sudah cukup siang, dan hari ini ia berniat akan menemui istri pertamanya yaitu Syaqila, setelah beberapa hari istrinya itu di rawat di Rumah Sakit dan Nusa belum sempat menjenguknya. Bukan ia tidak khawatir, tentu saja Nusa sangat mengkhawatirkan istri pertamanya itu. Bahkan saat pertama kali mendapatkan kabar jika Syaqila masuk Rumah Sakit akibat kecelakaan, Nusa sudah berniat akan menemuinya. Tapi, sayangnya Bu Yanti melarangnya, dan tidak mengizinkan ia pergi
“Keadaan Bu Syaqila sudah membaik, hari ini Bu Syaqila sudah diperbolehkan pulang, tapi tunggu cairan inpusannya habis dulu ya,” kata seorang Dokter yang baru saja selesai memeriksa kondisi Syaqila pada pagi itu. “Alhamdulilah,” seru Rima. Yang memang selama dua hari ini menemani Syaqila di sana, wanita itu rela tidak masuk ke kantor demi menemani sahabatnya. Sementara Syaqila, wanita itu tersenyum sambil mengangguk kepala. Syukur, dia sudah diperbolehkan pulang. Ia juga tidak betah lama-lama di Rumah Sakit. “Kalau begitu saya permisi dulu,” pamit sang Dokter.“Baik Dok, terima kasih,” angguk Syaqila dan Rima bersamaan. Setelah itu sang Dokter pun berlalu dari ruangan rawat Syaqila. “Alhamdulilah, Sya, kamu udah boleh pulang. Kalau begitu aku mau beresin barang-barang kamu dulu, ya,” ucap Rima.“Iya, Rim. Maaf ya kalau aku ngerepotin kamu terus,” sahut Syaqila merasa tidak enak pada sahabat itu. “Iya kamu emang ngerepotin banget, Sya. Aduh pusing aku,” balas Rima sewot. Dengan
Acara pesta pernikahan Nusa dan Lara masih berlanjut, semakin siang makin banyak tamu undangan yang terus berdatangan, Bu Yanti memang sengaja mengundang banyak sahabat dan kerabatnya. Wanita itu memang menyiapkan pesta pernikahan kedua putranya dengan matang. Karena tanpa sepengetahuan Nusa, dia sudah merencanakan semua ini sudah cukup lama. Nusa sendiri dibuat terkejut, ia tidak menyangka Ibunya akan mengundang banyak tamu undangan seperti ini. Pesta pernikahannya dengan Lara pun bisa dikatakan cukup mewah, sangat jauh berbeda saat Nusa menikahi istri pertamanya, Syaqila. Mereka hanya mengadakan Ijab Qabul di KUA lalu berlanjut makan-makan dikediaman Bu Yanti bersama dengan keluarga dekatnya. Karena Syaqila sendiri adalah anak yatim pintu, dia sudah tidak punya keluarga. Hanya Ibu Panti yang saat itu mengantarkan Syaqila menikah dan mengikuti acaranya. “Ma, berapa banyak undangan yang Mamah sebar?” tanya Nusa berbisik pada sang Bu Yanti yang berdiri di sampingnya. Di sela mereka
“Bisa dipercepat gak sih Mbak? Ini waktunya udah mepet loh, bentar lagi akad nikah mau dilangsungkan!” pinta Lara ketus pada MUA yang masih memoles wajahnya. “Sabar Mbak, sebentar lagi ini selesai kok,” sahut sang MUA. Berusaha tetap ramah dan profesional, walaupun sebenernya hatinya sudah sangat dongkol menghadapi kliennya yang satu ini. Kerana apa yang terjadi saat ini tidak sesuai dengan kesepakatan awal mereka. Lara terlalu bawel dan bersikap seenaknya. “Ck! Dari tadi bilangnya sebentar lagi terus, bayaran aja mahal tapi kerjanya lemot!” gumam Lara dengan suara cukup pelan. Namun, masih terdengar jelas oleh sang MUA. MUA yang bernama Lindy itu tidak ingin menyahutinya. Ia hanya menghelai nafas panjangnya, menghadapi sikap Lara yang semakin menjadi tersebut. Hingga beberapa saat kemudian, Lara pun sudah selesai dengan riasannya. Wanita yang sebentar lagi akan menjadi istri kedua Nusa itu nampak tersenyum puas saat melihat hasil riasannya lewat cermin yang ada di depannya it
Syaqila masih terdiam mencoba mencerna baik-baik ucapan Dokter Sinta barusan. Semua itu sangat sulit ia percaya.Jadi obat yang selama ini ia konsumsi adalah Pil KB? Bukan obat penyubur kandungan? Pantas saja selama ini ia tidak hamil-hamil. Bukan karena dirinya mandul, tapi karena obat itu! Sampai kapan pun dia tidak akan bisa mempunyai anak jika terus mengonsumsi obat itu! Ya Tuhan apa ini? Siapa yang tega melakukan semua ini padanya? Syaqila masih mengingat jelas, saat malam pertama dirinya menikah dengan Nusa, suaminya itu yang memberikan obat tersebut. Nusa juga sempat memperlihatkan wadah obat tersebut hanya saja Syaqila memang tidak menelitinya, apa merek obat tersebut. Ia percaya begitu saja dan menurut meminum obat tersebut karena Nusa mengatakan jika obat tersebut obat penyubur kandungan, dengan harapan jika Syaqila meminumnya mereka akan segera diberikan momongan. Kenapa Nusa tega membohonginya? Kenapa suaminya tega melakukan semua ini?Tapi, apakah mungkin Nusa yang m
Langit sore itu nampak dipenuhi awan hitam, tanda-tanda hujan akan datang. Namun, Syaqila betah menatap langit suram tersebut, langit itu seakan menggambarkan perasaannya saat ini, gelap. Wanita berusia 25 tahu itu menadahkan wajah dan tangannya di saat tetasan air dari langit itu mulai turun, membiarkan rintik hujan mengenai wajah dan tangannya.Hujan semakin lebat, Syaqila masih setia berdiri di taman belakang rumahnya itu. Hingga air hujan tersebut sukses membuatnya basah kuyup. Entah apa yang ada dipikiran wanita itu, yang pasti saat ini Syaqila ingin menangis sejadi-jadinya menumpahkan air matanya bersamaan dengan air hujan menjadi satu. “Ya Allah, Non!” Tariak Bi Nur, terengah-engah menghampiri sang majikan seraya membawa payung. Tanpa kata-kata wanita paruh baya itu langsung memayungi majikannya dan memapahnya masuk kedalam rumah. “Tunggu sebentar, Bibi ambilkan handuk dulu,” lanjut Bi Nur, mendudukkan majikannya itu di kursi meja makan. Lalu ia berjalan secepat mungkin men
Setengah jam kemudian, Syaqila kini sudah sampai di sebuah Restoran tempat di mana wanita itu membuat janji dengan pengacaranya yaitu Lia. Syaqila masuk kedalam Restoran tersebut seraya menatap kesekitar mencari keberadaan Lia. “Mbak Syaqila ya?” Tiba-tiba seorang wanita menghampirinya. Syaqila mengangguk. “Iya, Bu Lia ya?” “Iya saya Lia, mari,” ajaknya. Mereka pun berjalan beringin menuju tempat yang sebelumnya sudah di pesan oleh Lia. Namun, Syaqila sedikit kebingungan saat melihat ada seorang pria yang duduk di sana. Siapa dia? Syaqila seperti pernah melihat pria itu tapi di mana, ya? Apa mungkin pria itu suaminya Lia? Entahlah, untuk apa juga ia memperdulikan pria itu. Urusannya ke sini ingin membicarakan soal rencana penggugatan cerainya bersama Lia. “Kak, pindah tempat sana!” pinta Lia pada pria tersebut. Pria itu hanya mengangguk, menuruti perintahnya. Mencari tempat duduk lain. “Mari duduk, Mbak,” ujar Lia pada Syaqila. Syaqila kembali mengangguk. “Maaf ya saya memb
Singkat cerita, hari pernikahan antara Nusa dan Lara pun tidak bisa dihindari. Besok acara pernikahan kedua suaminya Syaqila itu akan dilangsungkan di kediaman Bu Yanti. “Sya, besok pernikahan aku dan Lara akan dilangsungkan, di rumah Mama. Maaf jika ini terlalu cepat dan aku gak bisa menghindari semuanya, aku gak bisa menolak permintaan Mama, dia wanita yang sudah melahirkan aku, Sya. Kamu mengerti, ‘kan? Aku gak minta buat kamu hadir di sana, karena aku tahu semua ini masih sulit untuk kamu. Aku hanya minta restu dan doa dari kamu, bagaimana pun kamu adalah istriku,” ucap Nusa, semalam. Syaqila bergeming, walaupun sebenernya ia cukup terkejut dengan kabar yang diberikan pria yang berstatus suaminya itu. Nusa memang pernah mengatakan jika pernikahan keduanya dengan Lara akan dipercepat beberapa hari yang lalu. Tapi, kini hatinya seolah membatu, mendengar hal itu tidak ada lagi rasa ngilu yang terasa di dadanya. Apakah mungkin ia sudah mati rasa? “Aku pamit ke rumah Mama dulu, ya.