“Kenapa muka Lo kusut begitu?” tanya Rian pada Nusa di saat pria itu kembali.
“Biasa, kena omel Gue. Tapi ... emang Gue yang salah sih,” jawab Nusa lemas.“Tumben banget kena omel, biasanya perkerjaan Lo beres semua?”“Belakangan ini Gue lagi banyak masalah, jadi kurang fokus kerja, pusing kepala gue,” keluh Nusa.Rian terlihat mengangguk-angguk kepalanya. “Lagi ada masalah apaan sih? Kayanya serius banget?” tanyanya kepo. Penasaran masalah apa yang tengah dihadapi oleh sahabatnya itu.Nusa menghelai napas beratnya, seperti memang ia butuh teman bicara. Apa lagi dia dan Rian sudah berteman sejak dulu, tidak ada salahnya ia menceritakan masalahnya itu, siapa tahu sahabatnya itu bisa memberikan saran.“Yaelah, ditanya malah bengong!” sentak Rian.“Gue mau nikah lagi,” ujar Nusa.“Hah?” Rian nampak terkejut, “serius Lo, bro? Keren banget mau punya bini dua!” lanjutnya sambil tergelak tawa.“Gue serius, Rian!” ucap Nusa kesal menatap tajam padanya, kerena sahabatnya itu malah tertawa.“I-iya sorry-sorry, terus gimana? Maksud Gue, kok bisa Lo mau nikah lagi, emangnya Syaqila, kenapa?”“Lo tahu, 'kan, kalau nyokap Gue pengen cepet-cepet gue punya anak?” tanya Nusa.Rian mengangguk, Nusa memang pernah menceritakan hal ini padanya.“Lo tahu juga, 'kan, kalau sampai detik ini istri Gue belum hamil-hamil?”Lagi, Rian mengangguk. “Jadi ini alasan Lo mau nikah lagi? Emang gak ada cara lain apa? Terus, Syaqila emang ngizinin Lo buat nikah lagi?”Nusa menggeleng lemah. “Syaqila malah minta cerai, gue gak mau pisah sama dia.”“Terus, Lo mau tetep lanjutin rencana pernikahan Lo itu?”“Gak ada pilihan lain! Lo tahu, 'kan, nyokap Gue gimana? Gue pusing, Gue gak tahu harus gimana!” Nusa nampak frustasi.“Kalau boleh Gue kasih saran ya, lebih baik Lo ngomong hati ke hati lagi deh sama nyokap, Lo. Cari jalan keluar yang terbaiknya, kalau emang Lo gak mau nikah lagi,” saran Rian.“Lagian Lo nikah sama Syaqila baru berapa lama sih? Baru tiga tahu, 'kan, kalau gak salah? Gue aja nikah lima tahun baru bini Gue hamil, bawa enjoy aja sih. Nikmati moment-moment kalian selagi belum punya anak. Mungkin belum waktunya kalian diberikan momongan, intinya sabar aja. Lebih baik Lo pikirkan lagi matang-matang, perkara poligami itu bukan perkara mudah loh, Lo nantinya bakalan punya bini dua. Lo kudu bisa adil sama mereka berdua. Apa Lo bisa? Susah pastinya Bro! Apa lagi sekarang Lo sendiri ragu, eh bukan tepatnya terpaksa, 'kan, menyanggupi permintaan nyokap Lo itu? Pikiran juga perasaan Bini Lo, Nu. Syaqila terang-terangan meminta pisah dari Lo, itu tandanya dia gak mau dipoligami, ingat syarat poligami itu kudu ada izin dari bini Lo dulu, si Syaqila!” papar Rian.Nusa terdiam seraya mencerna saran yang diberikan oleh sahabatnya itu.“Tapi, ya ... balik ke Lo lagi sih. Gue cuman kasih saran aja. Perkara orang tua terus mendesak ingin punya cucu masih udah biasa, biarkan saja. Semua orang tua begitu, kok. Dulu Gue dan bini gue juga sama terus di desak sama keluarga kita, tapi ya kita mah santai-santai aja. Pas waktunya udah tiba nanti juga di kasih sama yang Maha Kuasa. Anak itu bonus Bro, kita nikah tujuannya bukan cuman mau punya anak juga, 'kan? Kita nikah sama pasangan kita karena ingin hidup bersama-sama,” lanjut Rian.Dalam hati Nusa membenarkan semua perkataan sahabatnya itu. Tapi, rasa tidak semudah itu.Sementara itu di tempat lain.Syaqila kini tengah berada di sebuah Restoran yang tidak jauh dari rumahnya. Siang ini dia sudah membuat janji dengan Rima—sahabatnya.Tak berselang lama orang yang ditunggu pun datang, Syaqila melambaikan tangannya di saat melihat kedatangan Rima.“Sorry ya nunggu lama, tadi aku beresin dulu kerjaan tanggung,” kata Rima, sesaat wanita itu sudah duduk di samping Syaqila.“Santai aja kali, Rin. Malah aku yang enggak enak sama kamu, ganggu kamu lagi kerja,” sahut Syaqila.“Apaan sih, enggaklah. Eh iya, emangnya kamu lagi ada masalah apa sih? Kok sampai nyari pengacara?” tanya Rima penasaran.Syaqila memang belum menceritakan masalahnya pada Rima, tadi ia hanya menghubungi sahabat itu, bertanya apakah dia punya kenalan pengacara, Rima bilang ada. Setalah itu Syaqila meminta Rima untuk bertemu membiarkan hal tersebut.“Eh tapi, kita pesan makanan dulu gak sib? Sambil nunggu, sambil kamu cerita semua sama aku, gimana?” saran Rima.“Boleh,” angguk Syaqila.Meraka pun memanggil pelayan Restoran tersebut, lantas memesan makanan.Setalah itu mereka melanjutkan pembicaraannya.“Aku mau pisah sama Mas Nusa, Rim,” ucap Syaqila.“Hah?” Rima terkejut menatap sahabatnya itu tidak percaya. “Pisah? Kok bisa? Emangnya kalian ada masalah apa? Bukannya selama ini kalian baik-baik saja?” cercanya.Akhirnya dengan terpaksa Syaqila pun menceritakan semuanya pada Rima, tentang apa yang terjadi pada rumah tangganya dan Nusa, dia tahu tidak seharusnya ia menceritakan masalah rumah tangga itu pada orang lain. Tapi, untuk saat ini ia tidak ada jalan lain, hanya Rima yang bisa membantunya dan hanya Rima lah yang bisa ia percaya.“Astaga! Aku benar-benar gak nyangka sama Nusa, dia kok tega banget sama kamu, Sya!” Rima ikut geram mendengar cerita dari sahabat itu.“Yang sabar ya, Sya. Aku dukung kamu, jika kamu butuh bantuan aku siap 24 jam, pokoknya jangan sungkan, oke!” lanjutnya.“Makasih ya, Rim. Kamu dari dulu memang sahabat terbaik aku,” ucap Syaqila terharu. Dia merasa beruntung mempunyai sahabat seperti Rima.“Itulah gunanya sahabat, Sya,” balas Rima tulus, lalu mereka berdua berpelukan.“Oh iya, masalah Pengacara kamu tenang saja. Kebetulan aku ada kenalan Pengacara hebat, semoga nanti dia bisa bantu kamu.”“Makasih ya, Rim. Aku gak tahu harus ngomong apa lagi sama kamu. Emm ... tapi, kira-kira berapa ya biaya sewa Pengacaranya?” tanya Syaqila. Bukan apa-apa, dia juga harus menyesuaikan bajednya. Ia memang punya tabungan tapi tidak mungkin bukan jika tabungan itu gunakan untuk membayar sewa Pengacara semua. Dia juga harus memikirkan hidup kedepannya, jika sudah berpisah dengan Nusa.“Masalah itu gak usah dipikirkan, tenang aja. Nanti saja kita bahasnya,” jawab Rima.Bersamaan dengan itu pesanan makanan mereka pun datang. Mereka pun langsung menyantap makanan mereka masing-masing seraya terus melanjutkan obrolannya.Sekitar satu jam lamanya mereka berbincang, Rima pun berpamitan kerena jam istirahatnya sudah habis.“Nanti jangan lupa kabarin aku ya, Rim. Kalau kamu udah kontak Pengacaranya,” pinta Syaqila sebelum Rima beranjak dari sana.“Pasti, secepatnya pasti akan aku kabari. Aku duluan ya, bye.” Rima melambaikan tangannya seraya berjalan meninggalkan Restoran tersebut.Syaqila membuang napas lega, setidaknya langkah pertama kini sudah berjalan. Tinggal menunggu langkah selanjutnya, semoga saja semuanya berjalan dengan lancar seperti yang ia harapkan.‘Maafkan aku, Mas. Aku merasa ini yang terbaik untuk kita,’ batinnya.Setelah itu Syaqila pun meninggalkan Restoran. Namun, tiba-tiba saja tubuhnya tak sengaja bertabrakan dengan seseorang yang kebetulan akan masuk ke dalam Restoran tersebut.“Ma-maaf saya tidak sengaja,” ucap Syaqila merasa bersalah. Karena ia jalan tidak berhati-hati. Syaqila menyatukan kedua telapak tangannya pada pria yang baru saja ia tabrak itu.“Lain kali hati-hati, jangan berjalan sambil bermain ponsel!” kesal pria itu dengan ketus.Syaqila hanya mengangguk, sadar jika memang dirinya salah berjalan sambil memainkan ponselnya, kerena ia tengah memesan taksi online.“Kenapa hari ini orang-orang sangat menyebalkan!” gerutu Leo seraya melanjutkan langkahnya memasuki Restoran tersebut.Syaqila yang mendengar pria itu menggerutu hanya menggelengkan kepalanya saja. Pria aneh! pikirnya.Bersambung ...Singkat cerita, hari pernikahan antara Nusa dan Lara pun tidak bisa dihindari. Besok acara pernikahan kedua suaminya Syaqila itu akan dilangsungkan di kediaman Bu Yanti. “Sya, besok pernikahan aku dan Lara akan dilangsungkan, di rumah Mama. Maaf jika ini terlalu cepat dan aku gak bisa menghindari semuanya, aku gak bisa menolak permintaan Mama, dia wanita yang sudah melahirkan aku, Sya. Kamu mengerti, ‘kan? Aku gak minta buat kamu hadir di sana, karena aku tahu semua ini masih sulit untuk kamu. Aku hanya minta restu dan doa dari kamu, bagaimana pun kamu adalah istriku,” ucap Nusa, semalam. Syaqila bergeming, walaupun sebenernya ia cukup terkejut dengan kabar yang diberikan pria yang berstatus suaminya itu. Nusa memang pernah mengatakan jika pernikahan keduanya dengan Lara akan dipercepat beberapa hari yang lalu. Tapi, kini hatinya seolah membatu, mendengar hal itu tidak ada lagi rasa ngilu yang terasa di dadanya. Apakah mungkin ia sudah mati rasa? “Aku pamit ke rumah Mama dulu, ya.
Setengah jam kemudian, Syaqila kini sudah sampai di sebuah Restoran tempat di mana wanita itu membuat janji dengan pengacaranya yaitu Lia. Syaqila masuk kedalam Restoran tersebut seraya menatap kesekitar mencari keberadaan Lia. “Mbak Syaqila ya?” Tiba-tiba seorang wanita menghampirinya. Syaqila mengangguk. “Iya, Bu Lia ya?” “Iya saya Lia, mari,” ajaknya. Mereka pun berjalan beringin menuju tempat yang sebelumnya sudah di pesan oleh Lia. Namun, Syaqila sedikit kebingungan saat melihat ada seorang pria yang duduk di sana. Siapa dia? Syaqila seperti pernah melihat pria itu tapi di mana, ya? Apa mungkin pria itu suaminya Lia? Entahlah, untuk apa juga ia memperdulikan pria itu. Urusannya ke sini ingin membicarakan soal rencana penggugatan cerainya bersama Lia. “Kak, pindah tempat sana!” pinta Lia pada pria tersebut. Pria itu hanya mengangguk, menuruti perintahnya. Mencari tempat duduk lain. “Mari duduk, Mbak,” ujar Lia pada Syaqila. Syaqila kembali mengangguk. “Maaf ya saya memb
Langit sore itu nampak dipenuhi awan hitam, tanda-tanda hujan akan datang. Namun, Syaqila betah menatap langit suram tersebut, langit itu seakan menggambarkan perasaannya saat ini, gelap. Wanita berusia 25 tahu itu menadahkan wajah dan tangannya di saat tetasan air dari langit itu mulai turun, membiarkan rintik hujan mengenai wajah dan tangannya.Hujan semakin lebat, Syaqila masih setia berdiri di taman belakang rumahnya itu. Hingga air hujan tersebut sukses membuatnya basah kuyup. Entah apa yang ada dipikiran wanita itu, yang pasti saat ini Syaqila ingin menangis sejadi-jadinya menumpahkan air matanya bersamaan dengan air hujan menjadi satu. “Ya Allah, Non!” Tariak Bi Nur, terengah-engah menghampiri sang majikan seraya membawa payung. Tanpa kata-kata wanita paruh baya itu langsung memayungi majikannya dan memapahnya masuk kedalam rumah. “Tunggu sebentar, Bibi ambilkan handuk dulu,” lanjut Bi Nur, mendudukkan majikannya itu di kursi meja makan. Lalu ia berjalan secepat mungkin men
Syaqila masih terdiam mencoba mencerna baik-baik ucapan Dokter Sinta barusan. Semua itu sangat sulit ia percaya.Jadi obat yang selama ini ia konsumsi adalah Pil KB? Bukan obat penyubur kandungan? Pantas saja selama ini ia tidak hamil-hamil. Bukan karena dirinya mandul, tapi karena obat itu! Sampai kapan pun dia tidak akan bisa mempunyai anak jika terus mengonsumsi obat itu! Ya Tuhan apa ini? Siapa yang tega melakukan semua ini padanya? Syaqila masih mengingat jelas, saat malam pertama dirinya menikah dengan Nusa, suaminya itu yang memberikan obat tersebut. Nusa juga sempat memperlihatkan wadah obat tersebut hanya saja Syaqila memang tidak menelitinya, apa merek obat tersebut. Ia percaya begitu saja dan menurut meminum obat tersebut karena Nusa mengatakan jika obat tersebut obat penyubur kandungan, dengan harapan jika Syaqila meminumnya mereka akan segera diberikan momongan. Kenapa Nusa tega membohonginya? Kenapa suaminya tega melakukan semua ini?Tapi, apakah mungkin Nusa yang m
“Bisa dipercepat gak sih Mbak? Ini waktunya udah mepet loh, bentar lagi akad nikah mau dilangsungkan!” pinta Lara ketus pada MUA yang masih memoles wajahnya. “Sabar Mbak, sebentar lagi ini selesai kok,” sahut sang MUA. Berusaha tetap ramah dan profesional, walaupun sebenernya hatinya sudah sangat dongkol menghadapi kliennya yang satu ini. Kerana apa yang terjadi saat ini tidak sesuai dengan kesepakatan awal mereka. Lara terlalu bawel dan bersikap seenaknya. “Ck! Dari tadi bilangnya sebentar lagi terus, bayaran aja mahal tapi kerjanya lemot!” gumam Lara dengan suara cukup pelan. Namun, masih terdengar jelas oleh sang MUA. MUA yang bernama Lindy itu tidak ingin menyahutinya. Ia hanya menghelai nafas panjangnya, menghadapi sikap Lara yang semakin menjadi tersebut. Hingga beberapa saat kemudian, Lara pun sudah selesai dengan riasannya. Wanita yang sebentar lagi akan menjadi istri kedua Nusa itu nampak tersenyum puas saat melihat hasil riasannya lewat cermin yang ada di depannya it
Acara pesta pernikahan Nusa dan Lara masih berlanjut, semakin siang makin banyak tamu undangan yang terus berdatangan, Bu Yanti memang sengaja mengundang banyak sahabat dan kerabatnya. Wanita itu memang menyiapkan pesta pernikahan kedua putranya dengan matang. Karena tanpa sepengetahuan Nusa, dia sudah merencanakan semua ini sudah cukup lama. Nusa sendiri dibuat terkejut, ia tidak menyangka Ibunya akan mengundang banyak tamu undangan seperti ini. Pesta pernikahannya dengan Lara pun bisa dikatakan cukup mewah, sangat jauh berbeda saat Nusa menikahi istri pertamanya, Syaqila. Mereka hanya mengadakan Ijab Qabul di KUA lalu berlanjut makan-makan dikediaman Bu Yanti bersama dengan keluarga dekatnya. Karena Syaqila sendiri adalah anak yatim pintu, dia sudah tidak punya keluarga. Hanya Ibu Panti yang saat itu mengantarkan Syaqila menikah dan mengikuti acaranya. “Ma, berapa banyak undangan yang Mamah sebar?” tanya Nusa berbisik pada sang Bu Yanti yang berdiri di sampingnya. Di sela mereka
“Keadaan Bu Syaqila sudah membaik, hari ini Bu Syaqila sudah diperbolehkan pulang, tapi tunggu cairan inpusannya habis dulu ya,” kata seorang Dokter yang baru saja selesai memeriksa kondisi Syaqila pada pagi itu. “Alhamdulilah,” seru Rima. Yang memang selama dua hari ini menemani Syaqila di sana, wanita itu rela tidak masuk ke kantor demi menemani sahabatnya. Sementara Syaqila, wanita itu tersenyum sambil mengangguk kepala. Syukur, dia sudah diperbolehkan pulang. Ia juga tidak betah lama-lama di Rumah Sakit. “Kalau begitu saya permisi dulu,” pamit sang Dokter.“Baik Dok, terima kasih,” angguk Syaqila dan Rima bersamaan. Setelah itu sang Dokter pun berlalu dari ruangan rawat Syaqila. “Alhamdulilah, Sya, kamu udah boleh pulang. Kalau begitu aku mau beresin barang-barang kamu dulu, ya,” ucap Rima.“Iya, Rim. Maaf ya kalau aku ngerepotin kamu terus,” sahut Syaqila merasa tidak enak pada sahabat itu. “Iya kamu emang ngerepotin banget, Sya. Aduh pusing aku,” balas Rima sewot. Dengan
Nusa baru saja terbangun, pria itu terkejut disaat melihat jarum jam sudah menunjukkan pukul 08.30 WIB.“Astaga, aku kesiangan!” gumamnya kesal sendiri.Ia pun segara bergegas dari ranjang, menyingkirkan tangan wanita yang melingkar di pinggangnya. Tangan tersebut tak lain adalah tangan Lara, wanita itu terlihat masih tertidur pulas tanpa busana. Akibat pergulatan panasnya bersama Nusa semalam, sebab itu pula yang membuat Nusa bangun kesiangan. Nusa pun buru-buru menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Mengingat hari sudah cukup siang, dan hari ini ia berniat akan menemui istri pertamanya yaitu Syaqila, setelah beberapa hari istrinya itu di rawat di Rumah Sakit dan Nusa belum sempat menjenguknya. Bukan ia tidak khawatir, tentu saja Nusa sangat mengkhawatirkan istri pertamanya itu. Bahkan saat pertama kali mendapatkan kabar jika Syaqila masuk Rumah Sakit akibat kecelakaan, Nusa sudah berniat akan menemuinya. Tapi, sayangnya Bu Yanti melarangnya, dan tidak mengizinkan ia pergi
“Di mana rumah kamu?” tanya Leo, sejak tadi ia melajukan mobilnya, belum sempat bertanya kemana ia harus mengantarkan Syaqila dan Rima. “Perumahan Gandaria,” jawab Syaqila. Letak rumahnya memang tidak terlalu jauh dari Rumah Sakit tersebut. Leo sendiri tahu perumahan tersebut, lantas pria itu pun mengangguk kepalanya usai mendapatkan jawaban dari Syaqila. Suasana hening seketika, diam-diam Leo memperhatikan Syaqila dari kaca spion yang ada dihadapannya. Leo bisa melihat dari gerak-gerik wanita itu, Syaqila nampak tidak nyaman. Entah apa yang tengah dipikirkan oleh Syaqila saat ini. Hingga beberapa saat kemudian, Rima memecah keheningan tersebut, wanita itu bertanya pada Leo. “Kak Leo kok tadi bisa ada di Rumah Sakit? Kebetulan sekali ya.” Rima memang memanggil Leo dengan sebutan Kakak, selain usai Leo memang lebih tua darinya, pria itu juga Kakak dari Lia, temannya. “Ah iya, itu ... emm tadi saya kebelet, jadi mampir dulu ke sana, numpang pipis,” jawabnya gugup. “Terus saya lia
Nusa baru saja terbangun, pria itu terkejut disaat melihat jarum jam sudah menunjukkan pukul 08.30 WIB.“Astaga, aku kesiangan!” gumamnya kesal sendiri.Ia pun segara bergegas dari ranjang, menyingkirkan tangan wanita yang melingkar di pinggangnya. Tangan tersebut tak lain adalah tangan Lara, wanita itu terlihat masih tertidur pulas tanpa busana. Akibat pergulatan panasnya bersama Nusa semalam, sebab itu pula yang membuat Nusa bangun kesiangan. Nusa pun buru-buru menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Mengingat hari sudah cukup siang, dan hari ini ia berniat akan menemui istri pertamanya yaitu Syaqila, setelah beberapa hari istrinya itu di rawat di Rumah Sakit dan Nusa belum sempat menjenguknya. Bukan ia tidak khawatir, tentu saja Nusa sangat mengkhawatirkan istri pertamanya itu. Bahkan saat pertama kali mendapatkan kabar jika Syaqila masuk Rumah Sakit akibat kecelakaan, Nusa sudah berniat akan menemuinya. Tapi, sayangnya Bu Yanti melarangnya, dan tidak mengizinkan ia pergi
“Keadaan Bu Syaqila sudah membaik, hari ini Bu Syaqila sudah diperbolehkan pulang, tapi tunggu cairan inpusannya habis dulu ya,” kata seorang Dokter yang baru saja selesai memeriksa kondisi Syaqila pada pagi itu. “Alhamdulilah,” seru Rima. Yang memang selama dua hari ini menemani Syaqila di sana, wanita itu rela tidak masuk ke kantor demi menemani sahabatnya. Sementara Syaqila, wanita itu tersenyum sambil mengangguk kepala. Syukur, dia sudah diperbolehkan pulang. Ia juga tidak betah lama-lama di Rumah Sakit. “Kalau begitu saya permisi dulu,” pamit sang Dokter.“Baik Dok, terima kasih,” angguk Syaqila dan Rima bersamaan. Setelah itu sang Dokter pun berlalu dari ruangan rawat Syaqila. “Alhamdulilah, Sya, kamu udah boleh pulang. Kalau begitu aku mau beresin barang-barang kamu dulu, ya,” ucap Rima.“Iya, Rim. Maaf ya kalau aku ngerepotin kamu terus,” sahut Syaqila merasa tidak enak pada sahabat itu. “Iya kamu emang ngerepotin banget, Sya. Aduh pusing aku,” balas Rima sewot. Dengan
Acara pesta pernikahan Nusa dan Lara masih berlanjut, semakin siang makin banyak tamu undangan yang terus berdatangan, Bu Yanti memang sengaja mengundang banyak sahabat dan kerabatnya. Wanita itu memang menyiapkan pesta pernikahan kedua putranya dengan matang. Karena tanpa sepengetahuan Nusa, dia sudah merencanakan semua ini sudah cukup lama. Nusa sendiri dibuat terkejut, ia tidak menyangka Ibunya akan mengundang banyak tamu undangan seperti ini. Pesta pernikahannya dengan Lara pun bisa dikatakan cukup mewah, sangat jauh berbeda saat Nusa menikahi istri pertamanya, Syaqila. Mereka hanya mengadakan Ijab Qabul di KUA lalu berlanjut makan-makan dikediaman Bu Yanti bersama dengan keluarga dekatnya. Karena Syaqila sendiri adalah anak yatim pintu, dia sudah tidak punya keluarga. Hanya Ibu Panti yang saat itu mengantarkan Syaqila menikah dan mengikuti acaranya. “Ma, berapa banyak undangan yang Mamah sebar?” tanya Nusa berbisik pada sang Bu Yanti yang berdiri di sampingnya. Di sela mereka
“Bisa dipercepat gak sih Mbak? Ini waktunya udah mepet loh, bentar lagi akad nikah mau dilangsungkan!” pinta Lara ketus pada MUA yang masih memoles wajahnya. “Sabar Mbak, sebentar lagi ini selesai kok,” sahut sang MUA. Berusaha tetap ramah dan profesional, walaupun sebenernya hatinya sudah sangat dongkol menghadapi kliennya yang satu ini. Kerana apa yang terjadi saat ini tidak sesuai dengan kesepakatan awal mereka. Lara terlalu bawel dan bersikap seenaknya. “Ck! Dari tadi bilangnya sebentar lagi terus, bayaran aja mahal tapi kerjanya lemot!” gumam Lara dengan suara cukup pelan. Namun, masih terdengar jelas oleh sang MUA. MUA yang bernama Lindy itu tidak ingin menyahutinya. Ia hanya menghelai nafas panjangnya, menghadapi sikap Lara yang semakin menjadi tersebut. Hingga beberapa saat kemudian, Lara pun sudah selesai dengan riasannya. Wanita yang sebentar lagi akan menjadi istri kedua Nusa itu nampak tersenyum puas saat melihat hasil riasannya lewat cermin yang ada di depannya it
Syaqila masih terdiam mencoba mencerna baik-baik ucapan Dokter Sinta barusan. Semua itu sangat sulit ia percaya.Jadi obat yang selama ini ia konsumsi adalah Pil KB? Bukan obat penyubur kandungan? Pantas saja selama ini ia tidak hamil-hamil. Bukan karena dirinya mandul, tapi karena obat itu! Sampai kapan pun dia tidak akan bisa mempunyai anak jika terus mengonsumsi obat itu! Ya Tuhan apa ini? Siapa yang tega melakukan semua ini padanya? Syaqila masih mengingat jelas, saat malam pertama dirinya menikah dengan Nusa, suaminya itu yang memberikan obat tersebut. Nusa juga sempat memperlihatkan wadah obat tersebut hanya saja Syaqila memang tidak menelitinya, apa merek obat tersebut. Ia percaya begitu saja dan menurut meminum obat tersebut karena Nusa mengatakan jika obat tersebut obat penyubur kandungan, dengan harapan jika Syaqila meminumnya mereka akan segera diberikan momongan. Kenapa Nusa tega membohonginya? Kenapa suaminya tega melakukan semua ini?Tapi, apakah mungkin Nusa yang m
Langit sore itu nampak dipenuhi awan hitam, tanda-tanda hujan akan datang. Namun, Syaqila betah menatap langit suram tersebut, langit itu seakan menggambarkan perasaannya saat ini, gelap. Wanita berusia 25 tahu itu menadahkan wajah dan tangannya di saat tetasan air dari langit itu mulai turun, membiarkan rintik hujan mengenai wajah dan tangannya.Hujan semakin lebat, Syaqila masih setia berdiri di taman belakang rumahnya itu. Hingga air hujan tersebut sukses membuatnya basah kuyup. Entah apa yang ada dipikiran wanita itu, yang pasti saat ini Syaqila ingin menangis sejadi-jadinya menumpahkan air matanya bersamaan dengan air hujan menjadi satu. “Ya Allah, Non!” Tariak Bi Nur, terengah-engah menghampiri sang majikan seraya membawa payung. Tanpa kata-kata wanita paruh baya itu langsung memayungi majikannya dan memapahnya masuk kedalam rumah. “Tunggu sebentar, Bibi ambilkan handuk dulu,” lanjut Bi Nur, mendudukkan majikannya itu di kursi meja makan. Lalu ia berjalan secepat mungkin men
Setengah jam kemudian, Syaqila kini sudah sampai di sebuah Restoran tempat di mana wanita itu membuat janji dengan pengacaranya yaitu Lia. Syaqila masuk kedalam Restoran tersebut seraya menatap kesekitar mencari keberadaan Lia. “Mbak Syaqila ya?” Tiba-tiba seorang wanita menghampirinya. Syaqila mengangguk. “Iya, Bu Lia ya?” “Iya saya Lia, mari,” ajaknya. Mereka pun berjalan beringin menuju tempat yang sebelumnya sudah di pesan oleh Lia. Namun, Syaqila sedikit kebingungan saat melihat ada seorang pria yang duduk di sana. Siapa dia? Syaqila seperti pernah melihat pria itu tapi di mana, ya? Apa mungkin pria itu suaminya Lia? Entahlah, untuk apa juga ia memperdulikan pria itu. Urusannya ke sini ingin membicarakan soal rencana penggugatan cerainya bersama Lia. “Kak, pindah tempat sana!” pinta Lia pada pria tersebut. Pria itu hanya mengangguk, menuruti perintahnya. Mencari tempat duduk lain. “Mari duduk, Mbak,” ujar Lia pada Syaqila. Syaqila kembali mengangguk. “Maaf ya saya memb
Singkat cerita, hari pernikahan antara Nusa dan Lara pun tidak bisa dihindari. Besok acara pernikahan kedua suaminya Syaqila itu akan dilangsungkan di kediaman Bu Yanti. “Sya, besok pernikahan aku dan Lara akan dilangsungkan, di rumah Mama. Maaf jika ini terlalu cepat dan aku gak bisa menghindari semuanya, aku gak bisa menolak permintaan Mama, dia wanita yang sudah melahirkan aku, Sya. Kamu mengerti, ‘kan? Aku gak minta buat kamu hadir di sana, karena aku tahu semua ini masih sulit untuk kamu. Aku hanya minta restu dan doa dari kamu, bagaimana pun kamu adalah istriku,” ucap Nusa, semalam. Syaqila bergeming, walaupun sebenernya ia cukup terkejut dengan kabar yang diberikan pria yang berstatus suaminya itu. Nusa memang pernah mengatakan jika pernikahan keduanya dengan Lara akan dipercepat beberapa hari yang lalu. Tapi, kini hatinya seolah membatu, mendengar hal itu tidak ada lagi rasa ngilu yang terasa di dadanya. Apakah mungkin ia sudah mati rasa? “Aku pamit ke rumah Mama dulu, ya.