“Apa kabar, Bu? Mas Utomo?” sapa pria yang sedang berdiri di depan pintu sambil tersenyum dan menatap ibu dan Mas Utomo secara bergantian.Karena tidak mendapat jawaban dari dua orang yang berada di depanku, pria itu kemudian menyapaku. Namun aku hanya bisa terpaku, karena tidak menyangka akan bertemu dengan pria itu di tempat ini.Bagaimana bisa dia sampai di tempat ini, dan menemukanku? Apakah dia mengirim seseorang untuk membuntutiku? Ataukah?Rasanya benar-benar frustasi memikirkan semua itu. Herannya lagi, mengapa Johan tidak memberitahuku tentang hal ini sebelumnya. Apakah telepon dari Johan tadi ingin memberitahuku tentang hal ini?“Sebaiknya kalian bicara di luar,” bisik Mas Utomo membubarkan lamunanku.Aku yang masih membeku kemudian menatap putra sulung keluarga ini dan mengangguk. Tapi baru saja aku akan melangkah, ibu mencegahku dengan menarik lenganku.“Tidak ada yang perlu kalian bicarakan di sini.
“Biarkan saja, Dara. Pria ini pantas menerimanya!” geram Mas Utomo masih sambil mengayunkan tangannya ke tubuh pria yang ada di depannya saat ini.“Tapi dia bisa mati, Mas!” teriakku tak mau kalah sambil berusaha menarik Mas Utomo agar menghentikan apa yang dia lakukan.Tapi pria itu masih saja menyerang lawan yang ada dihadapannya dengan membabi buta hingga semua yang melihat kejadian itu tidak bisa melerai mereka berdua. Bahkan aku sendiri sampai terpental hingga terjatuh karena Mas Utomo menepis tanganku yang memegangnya.“Dara!” teriak ibu sambil berlari ke arahku.Kedua pria yang sedang berkelahi itu sontak langsung berhenti ketika mendengar suara teriakan ibu yang memanggil namaku, dan berlari di belakang ibu menuju ke arahku.“Aku baik-baik saja, Bu.” Ujarku sambil berusaha berdiri sambil dibantu oleh ibu dan kedua kakakku.“Baik-baik saja apanya? Orang kamu tadi jatuh terduduk begitu!” seri Mas Utomo sambil memperhatikanku dari atas hingga ke bawah.“Iya, Dara. Sebaiknya kamu
“Sebenarnya Indah itu bukan istri pertama mas, Dara. Tapi Sella lah istri pertama mas,” ucap Mas Yuda.Apa yang baru saja Mas Yuda katakan benar-benar membuatku terkejut untuk kedua kalinya. Bagaimana tidak, karena aku tidak menyangka ternyata Mbak Indah lah wanita kedua dalam hidup kakak keduaku itu.“Apa aku tidak salah dengar, Mas? Kalau Mbak Indah istri kedua mas, terus kapan mas menikah dengan Mbak Sella?” tanyaku semakin penasaran.“Kapan-kapan mas akan menceritakannya kepadamu, Dara. Sekarang lebih baik kita kembali ke kamar ayah,” jawab Mas Yuda lirih sambil memberiku kode agar aku melihat ke arah samping.Ternyata Mas Utomo tengah berdiri tak jauh dari tempat kami berada saat ini, dan tatapannya mengarah kepada kami berdua seperti elang yang mengintai mangsanya.“Iya, Mas. Ayo kita kembali ke kamar ayah,” jawabku mengalihkan pembicaraan.Aku dan Mas Yuda kemudian berjalan bergandengan
“Tapi, Bu Andara—.” Ucap pria yang aku ketahui bernama Alan.“Saya bilang berhenti, ya berhenti!” bentakku paksa.Mobil yang tadinya masih melaju perlahan, langsung berhenti begitu aku membentak pria yang mengantarku. Tanpa mempedulikannya aku langsung bergegas keluar dari mobil dan menghampiri orang mencuri perhatianku.“Apa yang kalian lakukan! Lepaskan dia!” bentakku pada dua pria yang mengenakan pakaian hitam.“Dara,” ucap wanita yang dipegangi oleh dua pria yang tidak aku kenal itu.“Ini bukan seperti yang anda kira, Nona Dara.” Ucap salah salah satu pria.Bukan main terkejutnya aku ketika pria yang memegangi istri pertama Mas Yuda itu mengetahui namaku. Siapa mereka? Bagaimana mereka tahu namaku, sedangkan aku tidak pernah bertemu dengan mereka sebelumnya? Apakah mereka?“Bu Andara,” panggil Alan mengejutkanku sambil berlari mendekatiku, “Sebaikn
“Bu Andara,” ucap Alan lirih begitu melihatku.“Mas, apa yang terjadi di sini?” tanyaku begitu melihat Mas Tio ada di depan Alan masih dengan tangan yang mengepal ingin memukul Alan, “Mengapa kalian berdua bertengkar?” lanjutku.Mas Tio yang tadinya masih memegang kerah baju Alan dan mengepalkan tangannya langsung melapaskan pria yang ada di hadapannya.Pria itu kemudian berusaha mendekatiku. Namun Alan segera menghentikan jalan pria yang aku cintai itu.“Minggir!” bentak Mas Tio pada pria yang menghadangnya.“Maaf, bukankah sudah saya bilang. Anda tidak bisa menemui Bu Andara!” tegas Alan.Melihat ketegangan antara dua pria yang ada di hadapanku membuatku harus turun tangan. Kalau tidak, maka bisa timbul keributan yang aku sendiri tidak bisa mencegahnya.“Biarkan dia lewat, Alan.” Perintahku.“Tapi, Bu Andara. Saya diberi perintah oleh Pak Utomo untuk menjaga anda dari pria ini,” jelas Alan.“Perintah?” ucapku terkejut.“Perintah! Perintah! Saya tidak peduli! Ini rumah saya dan saya
“Bapak meminta saya untuk segera kembali,” jawab Alan mengulangi apa yang dia katakan.Mendengar jawaban Alan membuatku sedikit lega dan juga was-was. Karena perintah yang diberikan oleh kakak tertuaku itu tiba-tiba sekali. Bukankah sebelumnya Alan mengatakan dia akan berada di sini sampai aku kembali, dan sekarang? Apakah ini ada hubungannya dengan Mas Tio?“Bu Andara, Bu Andara. Apa anda baik-baik saja?” panggil Alan membubarkan lamunanku.“Iya, saya baik-baik saja,” jawabku masih sambil berusaha menguasai diriku yang masih sedikit terkejut, “Jadi, kapan kamu akan pergi?” lanjutku.“Sekarang, Bu Andara.” Jawab Alan tegas.Jawaban Alan benar-benar membuatku ternganga. Bagaimana tidak? Mas Utomo memerintahkan orang kepercayaannya untuk pergi sekarang juga. Apakah itu artinya, Mas Utomo benar-benar marah ketika mendengar suara Mas Tio ada di rumah ini? Ataukah? “Kalau begitu saya pamit dulu, Bu Andara.” Pamit Alan.Aku hanya mengangguk menjawab Alan. Karena pikiranku saat ini masih di
“Johan, bagaimanapun caranya kamu harus menghentikan mereka. Jangan biarkan orang-orang Mas Utomo membawa wanita itu!” perintahku pada orang di seberang telepon.Setelah mendengar jawaban dari Johan, aku segera memikirkan cara agar bisa keluar dari rumah ini tanpa diketahui oleh orang-orang Mas Utomo dan Mas Tio. Tapi semakin aku memikirkannya, otakku terasa buntu dan aku tidak menemukan cara tepat untuk bisa keluar dari rumah ini.“Butik!” gumamku setelah lama merenung.Setelah mendapatkan ide untuk keluar dari rumah ini, aku segera menghubungi Dita untuk menyiapkan apa yang aku butuhkan untuk bertemu dengan Johan, dan orang kepercayaanku itupun menyanggupi apa yang aku minta.“Sayang, kamu mau ke mana?” tanya Mas Tio begitu aku keluar dari kamar dengan pakaian yang sudah rapi.“Aku akan ke butik, Mas.”“Ke butik? Sekarang?” ujar Mas Tio dengan raut wajah tampak terkejut.“Hmmm,” jawabku malas sambil berjalan melewati Mas Tio tanpa memperhatikan bagaimana reaksinya. Mau dia megizinka
“Maaf, Nona. Apa bisa keluar sebentar?” ujar Alan ketika aku membuka setengah dari kaca mobilku.Aku yang gugup berusaha untuk menenangkan hatiku dan bersikap layaknya anak muda saat ini. Tentu saja dengan sedikit mengubah gaya bahasaku.“Memangnya ada urusan apa gue harus keluar? Apa gue nabrak mobil lu? Gak ‘kan?” tolakku sedikit ketus sambil menatap lurus ke depan menghindari kontak mata dengan Alan.“Ini! Tas anda tadi terjatuh,” ujar Alan sambil menunjukkan paper bag berwarna biru berlogo butik milikku.Aku yang tidak menyadari kalau aku menjatuhkan benda itu segera mengambilnya dari tangan Alan melalui jendela. Namun, pria itu tidak memberikannya begitu mudah. Hingga membuatku harus menoleh kepadanya.“Kalau anda tidak bersikap sopan, paling tidak hargai orang lain sedikit saja!” ucap Alan membuatku sedikit terkejut. Tapi apa yang dikatakan oleh pria itu memang benar, dan sayangnya saat in