“Sebenarnya Indah itu bukan istri pertama mas, Dara. Tapi Sella lah istri pertama mas,” ucap Mas Yuda.Apa yang baru saja Mas Yuda katakan benar-benar membuatku terkejut untuk kedua kalinya. Bagaimana tidak, karena aku tidak menyangka ternyata Mbak Indah lah wanita kedua dalam hidup kakak keduaku itu.“Apa aku tidak salah dengar, Mas? Kalau Mbak Indah istri kedua mas, terus kapan mas menikah dengan Mbak Sella?” tanyaku semakin penasaran.“Kapan-kapan mas akan menceritakannya kepadamu, Dara. Sekarang lebih baik kita kembali ke kamar ayah,” jawab Mas Yuda lirih sambil memberiku kode agar aku melihat ke arah samping.Ternyata Mas Utomo tengah berdiri tak jauh dari tempat kami berada saat ini, dan tatapannya mengarah kepada kami berdua seperti elang yang mengintai mangsanya.“Iya, Mas. Ayo kita kembali ke kamar ayah,” jawabku mengalihkan pembicaraan.Aku dan Mas Yuda kemudian berjalan bergandengan
“Tapi, Bu Andara—.” Ucap pria yang aku ketahui bernama Alan.“Saya bilang berhenti, ya berhenti!” bentakku paksa.Mobil yang tadinya masih melaju perlahan, langsung berhenti begitu aku membentak pria yang mengantarku. Tanpa mempedulikannya aku langsung bergegas keluar dari mobil dan menghampiri orang mencuri perhatianku.“Apa yang kalian lakukan! Lepaskan dia!” bentakku pada dua pria yang mengenakan pakaian hitam.“Dara,” ucap wanita yang dipegangi oleh dua pria yang tidak aku kenal itu.“Ini bukan seperti yang anda kira, Nona Dara.” Ucap salah salah satu pria.Bukan main terkejutnya aku ketika pria yang memegangi istri pertama Mas Yuda itu mengetahui namaku. Siapa mereka? Bagaimana mereka tahu namaku, sedangkan aku tidak pernah bertemu dengan mereka sebelumnya? Apakah mereka?“Bu Andara,” panggil Alan mengejutkanku sambil berlari mendekatiku, “Sebaikn
“Bu Andara,” ucap Alan lirih begitu melihatku.“Mas, apa yang terjadi di sini?” tanyaku begitu melihat Mas Tio ada di depan Alan masih dengan tangan yang mengepal ingin memukul Alan, “Mengapa kalian berdua bertengkar?” lanjutku.Mas Tio yang tadinya masih memegang kerah baju Alan dan mengepalkan tangannya langsung melapaskan pria yang ada di hadapannya.Pria itu kemudian berusaha mendekatiku. Namun Alan segera menghentikan jalan pria yang aku cintai itu.“Minggir!” bentak Mas Tio pada pria yang menghadangnya.“Maaf, bukankah sudah saya bilang. Anda tidak bisa menemui Bu Andara!” tegas Alan.Melihat ketegangan antara dua pria yang ada di hadapanku membuatku harus turun tangan. Kalau tidak, maka bisa timbul keributan yang aku sendiri tidak bisa mencegahnya.“Biarkan dia lewat, Alan.” Perintahku.“Tapi, Bu Andara. Saya diberi perintah oleh Pak Utomo untuk menjaga anda dari pria ini,” jelas Alan.“Perintah?” ucapku terkejut.“Perintah! Perintah! Saya tidak peduli! Ini rumah saya dan saya
“Bapak meminta saya untuk segera kembali,” jawab Alan mengulangi apa yang dia katakan.Mendengar jawaban Alan membuatku sedikit lega dan juga was-was. Karena perintah yang diberikan oleh kakak tertuaku itu tiba-tiba sekali. Bukankah sebelumnya Alan mengatakan dia akan berada di sini sampai aku kembali, dan sekarang? Apakah ini ada hubungannya dengan Mas Tio?“Bu Andara, Bu Andara. Apa anda baik-baik saja?” panggil Alan membubarkan lamunanku.“Iya, saya baik-baik saja,” jawabku masih sambil berusaha menguasai diriku yang masih sedikit terkejut, “Jadi, kapan kamu akan pergi?” lanjutku.“Sekarang, Bu Andara.” Jawab Alan tegas.Jawaban Alan benar-benar membuatku ternganga. Bagaimana tidak? Mas Utomo memerintahkan orang kepercayaannya untuk pergi sekarang juga. Apakah itu artinya, Mas Utomo benar-benar marah ketika mendengar suara Mas Tio ada di rumah ini? Ataukah? “Kalau begitu saya pamit dulu, Bu Andara.” Pamit Alan.Aku hanya mengangguk menjawab Alan. Karena pikiranku saat ini masih di
“Johan, bagaimanapun caranya kamu harus menghentikan mereka. Jangan biarkan orang-orang Mas Utomo membawa wanita itu!” perintahku pada orang di seberang telepon.Setelah mendengar jawaban dari Johan, aku segera memikirkan cara agar bisa keluar dari rumah ini tanpa diketahui oleh orang-orang Mas Utomo dan Mas Tio. Tapi semakin aku memikirkannya, otakku terasa buntu dan aku tidak menemukan cara tepat untuk bisa keluar dari rumah ini.“Butik!” gumamku setelah lama merenung.Setelah mendapatkan ide untuk keluar dari rumah ini, aku segera menghubungi Dita untuk menyiapkan apa yang aku butuhkan untuk bertemu dengan Johan, dan orang kepercayaanku itupun menyanggupi apa yang aku minta.“Sayang, kamu mau ke mana?” tanya Mas Tio begitu aku keluar dari kamar dengan pakaian yang sudah rapi.“Aku akan ke butik, Mas.”“Ke butik? Sekarang?” ujar Mas Tio dengan raut wajah tampak terkejut.“Hmmm,” jawabku malas sambil berjalan melewati Mas Tio tanpa memperhatikan bagaimana reaksinya. Mau dia megizinka
“Maaf, Nona. Apa bisa keluar sebentar?” ujar Alan ketika aku membuka setengah dari kaca mobilku.Aku yang gugup berusaha untuk menenangkan hatiku dan bersikap layaknya anak muda saat ini. Tentu saja dengan sedikit mengubah gaya bahasaku.“Memangnya ada urusan apa gue harus keluar? Apa gue nabrak mobil lu? Gak ‘kan?” tolakku sedikit ketus sambil menatap lurus ke depan menghindari kontak mata dengan Alan.“Ini! Tas anda tadi terjatuh,” ujar Alan sambil menunjukkan paper bag berwarna biru berlogo butik milikku.Aku yang tidak menyadari kalau aku menjatuhkan benda itu segera mengambilnya dari tangan Alan melalui jendela. Namun, pria itu tidak memberikannya begitu mudah. Hingga membuatku harus menoleh kepadanya.“Kalau anda tidak bersikap sopan, paling tidak hargai orang lain sedikit saja!” ucap Alan membuatku sedikit terkejut. Tapi apa yang dikatakan oleh pria itu memang benar, dan sayangnya saat in
“Apa maksudmu, Johan?”Pria yang berdiri di depan pintu itu berjalan mendekatiku, dan mengatakan sesuatu yang membuatku terkejut. Johan memberitahuku bahwa pria yang aku maksud adalah dirinya.“Jangan bergurau, Johan. Pria itu berbeda sekali denganmu. Tapi …,” ucapku tidak percaya. Tapi setelah memperhatikan baik-baik pakaian yang dikenakan pria yang berdiri di depanku. Aku mulai meragukan apa yang aku katakan. Karena pakaian yang Johan kenakan sama persis dengan apa yang pria tadi kenakan. Tapi wajahnya? Bagaimana bisa dia merubahnya dalam waktu singkat?“Pasti Bu Andara heran dengan perubahan saya tadi?” ujar Johan seolah-olah tahu apa yang aku pikirkan, “Ini,” lanjutnya sambil mengeluarkan sebuah topeng dari belakang kantung celananya.Sebuah topeng karet yang tampak seperti difilm-film. Topeng itu kemudian Johan pakai, dan benar saja. Wajah Johan kini berubah seperti pria yang tadi aku lihat.“Apa sekarang Bu Andara percaya?” ucap Johan begitu selesai memakai topeng yang dia bawa,
“Mas Utomo?” hanya kata itu yang berhasil keluar dari mulutku ketika melihat Mas Utomo berdiri di depan pintu.Aku benar-benar terkejut dan tidak menyangka pria itu akan datang ke rumahku. Apa ini ada hubungannya dengan penculikan wanita itu? Ataukah?Ah, begitu banyak pertanyaan di otakku saat ini. Hingga tanpa sadar aku melupakan dua pria yang sedang bersamaku saat ini.Mas Utomo yang masih berdiri depan pintu menatapku dan Anton secara bergantian dengan tatapan yang terlihat tidak bersahabat, dan itu membuatku merasa tidak nyaman dengan situasi saat ini.“Mas tunggu di dalam,” ujar Mas Utomo dengan tatapan dingin. Pria itu lalu masuk ke dalam tanpa menunggu jawaban dariku ataupun menyapa Anton terlebih dahulu.Melihat sikap Mas Utomo, bisa aku pastikan ini bukan sesuatu yang baik. Karena tidak mungkin dia akan meninggalkan ayah yang sedang sakit hanya untuk mengurusi masalah yang sepele saja. Apalagi di sini ada Alan yang bisa dia andalkan.“Andara,” tegur Anton membubarkan lamunan