Share

Chapter 2

Author: List
last update Last Updated: 2023-01-16 16:13:29

Aku yang masih menatap ke arah kempat orang itu terus saja mengawasinya, dan tak lama seseorang yang sangat aku kenal muncul.

Mas Tio, dia orang yang muncul. Itu artinya apa yang dikatakan melalu pesan yang dia kirimkan kepadaku itu bohong. 

Tinnn!!! 

Karena kesal dan sangat marah ketika aku tahu aku telah dibohongi oleh Mas Tio, tanpa sadar aku memukul klakson mobilku. Sehingga semua orang yang ada di taman menatap ke arah mobilku, termasuk Mas Tio dan empat orang yang bersamanya. 

"Awas saja kamu, Mas. Kali ini kamu akan kehilanganku!" geramku, kemudian pergi. 

Aku tidak tahu, apakah Mas Tio mengenali mobil yang aku kemudikan atau tidak tapi yang pasti mulai dari hari ini aku akan kelur dari rumahyang dia berikan dan pergi jauh dari hidupnya. 

Sampai di rumah sakit di mana aku akan memeriksa kandunganku, suasana masih sepi. Hanya beberapa petugas saja yang baru datang dan beberapa pasien yang akan periksa. Jadi aku memutuskan untuk menunggu dan mengubah jadwal periksaku. 

"Ibu Andara," panggil seorang perawat. 

"Iya saya, Mbak." Jawabku, kemudian mendekati perawat yang memanggil namaku. 

"Maaf, Bu Andara. Dari data saya, bukankah Bu Andara mendaftar untuk siang ini dengan Dokter Dion. Sekarang yang praktek bukan Dokter Dion, Bu. Jadi apakah tidak apa-apa?"

"Tidak apa-apa, Mbak. Nanti siang saya tidak bisa datang. Jad tadi saya putuskan untuk periksa pagi ini saja, dan siapapun dokternya yang akan memeriksa saya, tidak masalah untuk saya," jawabku. 

Mendengar jawabanku, perawat itu pun mengangguk lalu memeriksaku dan tak lama aku kemudian masuk ke dalam untuk di periksa. 

"Anton, ka –kamu?" ucapku terkejut ketika melihat Anton ada dalam ruang pemeriksaan dengan menggunakan jas dokter. 

"Dara?" ucap Anton yang terlihat sama terkejutnya seperti aku. 

"Maaf, Bu Andara. Dokter yang akan memeriksa anda hari ini adalah Dokter Antonius. Beliau menggantikan Dokter Dita yang sedang cuti," sela perawat menjelaskan kepadaku. 

Aku yang masih terpaku karena terkejut hanya bisa menatap pria yang sedang duduk di depanku, sampai akhirnya perawat memegang tanganku baru aku akhirnya tersadar. 

"I –iya, Mbak. Tidak apa-apa," jawabku, kemudian duduk di kursi yang telah perawat siapkan untukku. 

"Jadi, ini pertama kalinya kamu periksa, Dara? Suamimu mana?" tanya Anton yang membuatku binggung untuk menjawabnya. 

"Hmmm, dia sedang bekerja. Jadi tidak bisa mengantarku," jawabku berbohong. 

"Baiklah kalau begitu, sekarang silahkan naik ke tempat tidur dulu, Dara. Kita lihat berapa bulan usia kandunganmu."

Aku yang gugup akan diperiksa oleh sahabatku akhirnya mengikuti perawat yang membantuku untuk naik ke atas tempat tidur. 

"Semuanya baik, Dara. Usia kandunganmu sudah sepuluh minggu dua hari. Jadi aku akan memberimu vitamin agar bayimu sehat," ucap Anton setelah memeriksaku sambil menulis resep. 

"Terima kasih, Dok." 

"Tidak perlu terlalu formal seperti itu, Dara. Kamu cukup memanggilku Anton saja," tolak Anton, "Oh iya, untuk pemeriksaan selanjutnya ajak suamimu untuk datang agar kalian berdua tahu perkembangan bayi kalian," saran Anton, dan aku mengangguk. 

"Baiklah, kalau begitu aku pergi dulu," pamitku, tapi baru saja aku akan membuka pintu tiba-tiba anton memintaku untuk kembali bulan depan untuk memeriksakan kandunganku, dan aku mengangguk lalu pergi. 

Entah mengapa ketika Anton memeriksaku, ada rasa berdesir di dalam hatiku seperti yang aku rasakan pada Mas Tio. Tapi semua itu hilang bersama rasa malu yang hinggap di dalam diriku. 

Bagaimana tidak, sahabatmu sendiri melihat bagian tubuhmu. Itu sangat memalukan. 

Setelah membeli obat, aku tidak langsung kembali ke rumah. Tapi aku memilih untuk berjalan-jalan menghilangkan rasa suntukku. Apalagi bila mengingat kejadian tadi pagi, rasanya aku ingin mengilang dan tidak bertemu dengan orang-orang itu. 

Aku cukup lama menghabiskan waktu di mal di mana aku biasa berbelanja, hingga rasa lelagh akhirnya menghampiriku dan aku memutuskan untuk pulang.

"Mas Tio," ucapku terkejut ketika membuka pintu dan mendapati ayah dari bayiku ada di dalam rumah, "Kapan mas datang?"

"Dari kamu meninggalkan taman, Dara!"

Deg! 

Aku tak menyangka Mas Tio benar-benar melihatku ketika aku meninggalkan taman tadi, dan itu membuatku tidak bisa mengelaknya lagi. 

"Setelah dari taman kamu ke mana, Dara? Mengapa tidak langsung pulang!" bentak Mas Tio ketika aku melewatinya tanpa menghiraukan kehadirannya. 

"Itu bukan urusan, Mas. Lebih baik mas urus saja istri dan anak mas saja!"

"Dara!" bentak Mas Tio sambil akan menamparku. 

"Kenapa berhenti, Mas. Kalau mas mau pukul aku, pukul saja. Lagi pula aku dan bayiku tidak ada artinya untuk mas!"

Brak! 

Aku yang sudah tidak tahan menahan emosi akhirnya masuk ke dalam kamar dan menangis. Karena aku tidak pernah membayangkan pria yang aku cintai berani membentakku, padahal selama ini Mas Tio tidak pernah membentakku sekalipun selama kami bersama. Hanya memberiku kebahagiaan dan kebahagiaan, tapi sekarang Mas Tio berubah setelah kehadiran buah cinta kami di dalam perutku. 

"Dara," panggil Mas Tio yang sudah duduk di sampingku sambil memegang tanganku, "Maafkan, Mas. Sudah membentakmu. Mas hanya khawatir denganmu dan bayi kita, Sayang. Jadi tolong jangan menangis lagi," imbuh Mas Tio sambil mengusap air mataku yang tumpah di pipiku. 

Aku yang masih merasa sesak dan terisak, hanya diam ketika Mas Tio memperlakukanku seperti itu dan tak lama dia kemudian memelukku, dan itu membuat tangisku semakin menjadi. 

"Sudah, Sayang. Jangan menangis lagi, mas minta maaf dan mas berjanji tidak akan membentak atau membuatmu sedih lagi," ucap Mas Tio sambil mengusap punggunggung dan tak lama mengecup keningku. 

Setelah meluapkan semua rasa kesal dan marah di hatiku, aku lalu melepas pelukanku dan menatap pria di depanku, dan dari raut wajahnya terlihat sekali dia tidak marah seperti tadi. 

"Jadi, setelah dari taman. Kamu pergi ke mana, Dara?"

"Aku berjalan-jalan ke mal, Mas."

Mas Tio terlihat tidak percaya dengan apa yang aku katakan. Bahkan tatapannya seperti marah dan penuh rasa curiga. 

"Ke mal sepagi itu?"

"Iya, Mas. Setelah dari taman, aku berkeliling karena marah sama mas. Terus  aku ke mal untuk menenangkan pikiranku," jelasku sambil menggeliat manja pada Mas Tio agar dia percaya kepadaku. 

"Kenapa tidak menghubungi mas, Dara. 'Kan mas bisa menemanimu."

Kata-kata Mas Tio membuatku hampir tertawa, tapi aku menahannya. Bagaimana bisa dia berkata seperti itu bila dia saja tadi bersama keluarganya?

"Apa mas bilang? Menemani aku? Apa mas lupa tadi mas dengan siapa?" ucapku kesal, "Bukankah mas pernah melarangku untuk mendekati atau menghubungi mas kalau mas sedang bersama keluarga mas?" imbuhku berpura-pura marah dan memalingkan muka. 

"Bukan begitu, Sayang. Maksud mas, kamu 'kan bisa mengirimi mas pesan. Jadi mas bisa menemanimu," elak Mas Tio, "Lagi pula tadi juga acara tidak penting, jadi mas bisa pergi kapan saja," rayu Mas Tio. 

Aku yang merasa curiga dengan sikap Mas Tio hanya menatapnya tapi kemudian aku bangkit. Karena aku tidak ingin mendengar rayuan pria yang membuatku kesal belakangan ini. 

Tapi pria itu langsung menarikku hingga aku hampir terjatuh, dan tak lama. 

"Dara, kamu?" ucap Mas Tio dengan wajah memucat.

Related chapters

  • Aku Bukan Pelakor   Chapter 3

    "Mas Tio, ini 'kan."Melihat darah yang mengalir di kakiku, aku dan Mas Tio langsung panik.Sehingga Mas Tio kemudian membopongku masuk ke dalam mobil dan membawaku ke rumah sakit. Aku yang takut melihat darah akhirnya merasa lemas dan tak lama pandanganku pun kabur lalu semua terlihat gelap. ***"Dara, apa kamu mendengar mas? Dara," panggil Mas Tio terdengar samar-samar. Aku yang masih merasa pusing, akhirnya membuka mataku yang masih terasa berat, dan aku lihat Mas Tio berada di sampingku sambil menggenggam tanganku. "Ma –Mas Tio, aku di mana?" tanyaku pada pria yang saat ini terlihat sedih. "Kita di rumah sakit, Sayang. Kamu perdarahan," jelas Mas Tio. Mendengar kata pendarahan pikiranku langsung mengarah pada bayiku, dan aku langsung menatap dan mengusap perutku. "Terus bayi kita bagaimana, Mas?"Mas Tio bukannya langsung menjawab pertanyaanku tapi bungkam dan itu membuatku takut. "Mas, bayiku bagaimana? Apa bayiku baik-baik saja?" bentakku khawatir, "Mas, jawab aku!" teri

    Last Updated : 2023-01-16
  • Aku Bukan Pelakor   Chapter 4

    "Mas Tio," ucapku lirih sambil menatap pria yang sedang berjalan dengan seorang wanita yang sepertinya putrinya. Mas Tio dan wanita itu, terlihat seperti terburu-buru masuk ke dalam rumah sakit, dan aku tidak tahu apa yang sedang terjadi kepadanya. Tapi dari raut wajah Mas Tio, terlihat sekali dia terlihat panik dan khawatir. "Andara, kamu kenapa?" tegur Anton mengejutkanku."A –aku tidak apa-apa, Dokter Anton. Aku tadi hanya melihat seseorang yang sepertinya aku kenal," jawabku masih menatap ke arah Mas Tio berada tadi, tapi kemudian aku menoleh ke arah pria yang sudah menegurku. Anton yang berada di sampingku terlihat kesal ketika aku menatapnya, dan dia kemudian mendekatkan kepalanya lebih dekat ke arahku. "Panggil aku Anton saja, Andara. Apa kamu lupa," protes Anton dengan suara sedikit berbisik. "Iya Dok ... Anton maksudku. Baiklah kalau begitu aku pergi dulu. Karena masih ada yang harus aku kerjakan," pamitku, dan aku pun langsung masuk ke dalam mobil tanpa menunggu jawaban

    Last Updated : 2023-01-16
  • Aku Bukan Pelakor   Chapter 5

    "Mas Tio!" teriakku.Aku langsung membuka mataku dengan napas terengah-engah dan menatap sekitar."Bu Andara, ibu kenapa?" tanya Mbak Ayu yang tiba-tiba muncul sambil berlari kecil."Mbak Ayu," panggilku sambil menatap wanita yang sudah berdiri di depanku dengan wajah terlihat khawatir."Bu Andara, ada apa? Apa terjadi sesuatu pada ibu?" tanya Mbak Ayu sambil memperhatikanku dari atas hingga bawah.Aku yang masih bingung dan ketakutan akan kehilangan Mas Tio kemudian bertanya kepada Mbak Ayu tentang keberadaan pria yang sudah aku tunggu sejak tadi. Tapi jawaban dari wanita itu membuatku tidak bisa berkata apa-apa.Karena sejak aku pulang hingga detik ini, pria itu belum menunjukkan batang hidungnya sama sekali, dan semua yang aku alami tadi ternyata hanya mimpi.Mimpi buruk yang tampak nyata sekali dan itu membuatku takut. Takut mimpi itu terjadi, dan aku akan benar-benar kehilangan Mas Tio."Bu Andara, apa ibu baik-baik saja?" tanya Mbak Ayu membubarkan lamunanku.Aku yang masih hany

    Last Updated : 2023-02-25
  • Aku Bukan Pelakor   Chapter 6

    Aku yang masih duduk di samping Mbak Ayu kemudian memegang tangan Mbak Ayu untuk menguatkannya dan menunggu sampai wanita itu sampai siap untuk mengatakan isi hatinya."Bu Andara, sebenarnya saya sudah pernah menikah. Tapi hanya menikah siri dan menjadi istri kedua," ucap Mbak Ayu lirih sambil menunduk, "Kami memiliki seorang anak, tapi anak itu dibawa oleh suami saya. Sejak saat itu saya sudah tidak pernah bertemu atau melihat putra saya lagi," lanjutnya, dan tak lama tangis Mbak Ayu langsung pecah tidak bisa dia bendung lagi.Aku yang hanya bisa mendengarkan keluh kesah Mbak Ayu hanya bisa memeluknya. Karena apa yang Mbak Ayu alami hampir sama dengan kisahku. Hanya saja aku belum menikah siri dengan Mas Tio, dan kami juga baru kehilangan bayi kami.Tapi apa yang dirasakan oleh Mbak Ayu aku bisa merasakannya. Karena aku juga wanita dan aku tahu sekali rasanya disakiti oleh seorang pria, apalagi harus jauh anak kami.Cukup lama Mbak Ayu menangis dalam pelukanku dan aku akhirnya juga m

    Last Updated : 2023-02-27
  • Aku Bukan Pelakor   Chapter 7

    Melihat nama Anton yang sedang menghubungiku, aku tidak tahu harus mengangkat panggilan darinya atau tidak. Karena saat ini aku juga sedang ingin sendiri dan tidak ingin diganggu oleh siapa pun. Tapi bagaimana bila panggilan ini penting?“Bu Andara,” tegur Mbak Kanaya membubarkan lamunanku.“I –iya, Mbak Kanaya. Ada apa?”“Itu, Bu Andara. Ponsel ibu berbunyi lagi,” jawab Mbak Kanaya sambil menunjuk telepon yang ada di tanganku.Aku hanya tersenyum menjawab apa yang dikatakan Mbak Kanaya, lalu pergi ke ujung ruangan spa ini untuk menjawab panggilan dari Anton.“Iya, Dokter Anton. Ada apa?” jawabku pada Anton di seberang telepon.Anton yang menghubungiku terdengar protes ketika aku memanggilnya dengan panggilan Dokter Anton, dan dia memintaku hanya memanggil namanya saja tanpa embel-embel dokter. Setelah itu dia menanyakan kabarku dan juga kandunganku. Tapi ketika aku akan mengakhiri percakapan kami, Anton malah ingin mengajakku untuk makan siang hari ini namun segera aku tolak.Aku ta

    Last Updated : 2023-03-01
  • Aku Bukan Pelakor   Chapter 8

    “Bu Maria,” ucap pelayan wanita yang tadi bersamaku sambil menunduk.Melihat Maria ada di tempat ini membuat selera makanku untuk makan di tempat ini tiba-tiba hilang. Wanita itu datang dengan senyum yang mengembang di dibibirnya. Tapi bukan senyum bahagia ataupun senyum menyambut pelanggan di sini. Melainkan senyum mengejek atau bisa di bilang menghina.“Layani pelanggan yang lain. Biar pelanggan yang satu ini saya sendiri yang melayaninya,” perintah Maria kepada pelayan wanita yang bersamaku tadi.Pelayan itu langsung pergi begitu Maria memerintahnya. Hal itu membuatku terkejut sekaligus binggung dengan yang terjadi saat ini. Karena aku tidak menyangka aku akan bertemu dengan wanita itu di sini. Tapi mengapa wanita itu ada di sini? Dan, mengapa pelayan tadi terlihat takut kepadanya? Apakah Sovia memperkerjakannya di sini?“Apa kamu perlu sesuatu?” tanya Maria mampu membubarkan lamunanku.“Aku ingin mencari Sovia, apa dia ada di sini?” jawabku dingin.“Maaf, Sovia siapa ya? Saya sepe

    Last Updated : 2023-03-04
  • Aku Bukan Pelakor   Chapter 9

    “Apa semua ini! Murahan!” geramku sambil membuang secarik kertas yang baru saja aku baca.Aku mendapatkan kertas itu dari kantong kertas yang Andreas bawa tadi, tapi bukan dari Mas Tio. Melainkan dari pengirim rahasia yang baru saja aku ketahui setelah aku membaca pesan yang baru saja aku buang tadi.Dalam kertas kecil tersebut berisi pesan manis untukku. Pesan manis dari Anton agar aku tidak lupa makan dan dia memberiku makanan dari salah satu restoran yang sangat aku kenal di kota ini. Tapi anehnya ketika aku membaca pesan itu, entah mengapa aku menjadi kesal.Derttt … derttt.Mendengar ponselku berbunyi, aku segera berlari ke dapur untuk mengambil ponselku. Ternyata bukan orang yang aku harapkan yang menghubungiku, melainkan pria yang membuatku kesal. Sehingga aku memilih membiarkannya hingga panggilan itu terputus sendiri.***Waktu sudah menunjukkan pukul empat sore ketika aku bangun. Entah kapan aku mulai tertidur, t

    Last Updated : 2023-03-05
  • Aku Bukan Pelakor   Chapter 10

    “Sovia?” ucapku tidak percaya sekaligus terkejut.“Iya, Bu Andara. Wanita yang sedang ibu lihat saat ini di depan warung itu adalah Bu Sovia,” tambah Dini yang kini sudah di sampingku.Tas yang aku pegang langsung jatuh begitu aku mendengar apa yang Dini katakan. Karena aku tidak menyangka akan melihat sahabatku yang biasanya cantik dan modis, kini berubah menjadi upik abu.Aku yang tidak tahan melihat sahabatku seperti itu langsung berlari ke arahnya dan memeluknya. Bahkan air mataku pun ikut turun tanpa aku pinta.“Andara,” ucap Sovia terdengar terkejut.“Iya, Sovia. Aku Andara,” jawabku masih dengan memeluknya.Kami berdua saling berpelukan dan menangis tanpa mempedulikan kerumunan orang yang ada di warung di mana kami berada saat ini. Kerinduan yang cukup lama kami pendam kami luapkan bersama dengan air mata kami.“Aku benar-benar merindukanmu Sovia,” bisikku.Aku

    Last Updated : 2023-03-07

Latest chapter

  • Aku Bukan Pelakor   Chapter 55

    “Dokter Mita,” ujar Anton masih sambil memegang tanganku.Melihat Dokter Mita menatap kami dengan tatapan tidak suka, aku lalu berusaha untuk melepaskan tanganku dari tangan Anton. Namun, pria itu tidak membiarkan tanganku lepas darinya.“Apa yang kamu lakukan di sini, Anton?” tanya wanita itu sambil sesekali menatapku.“Makan malam,” jawab Anton sambil menatapku.Kali ini aku berusaha lagi melepaskan tanganku dari tangan Anton ketika wanita yang bernama Mita itu masih saja menatap tangan kami, dan itu membuatku merasa tidak nyaman. Sehingga aku kemudian memanggil nama Anton dan memberinya kode agar melepaskan tanganku, dan kali ini pria itu mau melakukannya.“Hanya makan malam?”“Hmmm.”“Maaf, saya harus ke belakang sebentar,” selaku agar mereka berdua bisa bicara. Karena situasi saat ini sungguh tidak nyaman dan juga canggung.“Apa kamu ingin aku me

  • Aku Bukan Pelakor   Chapter 54

    “Ada apa, Bu Andara? Apa ada yang salah?” tanya Johan membubarkan lamunanku.“Tidak ada apa-apa, Johan. Bisa kamu mengantar saya ke tempat lain? Saya lupa kalau hari ini saya ada janji dengan seseorang, dan orang tersebut meminta saya menemuinya di kafe tak jauh dari tempat ini,” jawabku berbohong.“Baik, Bu Andara.”Ketika mobil yang aku tumpangi mulai berjalan, ternyata sosok yang aku lihat tadi tidak berjalan ke arah mobil yang aku tumpangi, melainkan dia menuju mobil yang tak jauh dari tempatku berhenti tadi.“Maaf, Bu Andara. Kafe mana yang anda maksud?” tanya Johan membubarkan lamunanku.Aku yang masih terpaku pada mobil yang menarik perhatianku langsung menoleh begitu Johan bertanya kepadaku. Akhirnya aku memilih salah satu kafe secara acak yang tak jauh dari kami berada saat ini. Aku juga langsung mengirimi Dita pesan agar menemuiku di kafe tersebut dengan membawa mobilku.“Apa kafe ini, Bu Andara?” tanya Johan begitu kami berhenti di salah satu kafe yang aku tunjuk.“Iya, ber

  • Aku Bukan Pelakor   Chapter 53

    “Saya … saya ingin meminta maaf kepada anda, Bu Andara,” ujar Dokter Ricci.Apa yang baru saja Dokter Ricci katakan sungguh di luar dugaan. Bagaimana mungkin pria dingin seperti dia bisa meminta maaf kepada seseorang? Apakah pria ini sedang mengigau, atau memang aku yang memang dengar?“Saya minta maaf karena saya sudah bertindak keterlaluan kepada anda, Bu Andara.” Ujar Dokter Ricci mengulangi apa yang dia katakan sambil sedikit menundukkan kepala.Aku yang malas menanggapi permintaan maaf pria yang ada di depanku saat ini memilih untuk mengalihkan pandanganku ke arah lain. Karena apa yang sudah dia lakukan benar-benar membuatku kecewa, dan aku tidak ingin berbicara dengannya saat ini.“Apa anda tidak mau memaafkan saya, Bu Andara?” tanya Dokter Ricci ketika aku tetap bungkam menanggapi permintaan maafnya, dan aku tidak menyangka pria itu masih berani bertanya seperti itu kepadaku.“Saya maafkan ata

  • Aku Bukan Pelakor   Chapter 52

    “Apa yang kamu minta, Andara? Cepat katakan, jangan membuang-buang waktu mas,” protes Mas Utomo ketika aku tidak langsung mengutarakan keinginanku.“Mas harus janji dulu kepada Andara. Kalau mas akan mengabulkan permintaan Andara, baru Andara akan mengatakannya,” tawarku.“Kalau begitu lupakan!” tolak Mas Utomo.Pria itu lalu bergegas akan masuk ke dalam mobilnya setelah menolak permintaanku, tapi aku lalu menahannya dan tidak membiarkannya masuk ke dalam mobil.“Tidak ada permintaan!” tolak Mas Utomo lagi dengan raut wajah lebih serius dari sebelumnya.“Sekali ini saja, Mas.” Tawarku tak mau kalah.Mas Utomo terlihat berpikir sambil memandangku, dan dia akhirnya setuju untuk mengabulkan apa yang aku minta. Walaupun dia belum tahu apa yang akan aku minta darinya.“Cepat katakan,” ujar Mas Utomo.“Tolong jangan cari informasi lagi tentang Sovia. Masala

  • Aku Bukan Pelakor   Chapter 51

    “Ada apa dengan Mas Tio, Mas? Apa yang mas ketahui tentang Mas Tio?” cecarku.“Dia mengkhianatimu, Dara. Dia …,” jawab Mas Utomo penuh penekanan. Bahkan tangannya pun mengepal ketika mengatakan hal itu.“Dia apa, Mas? Jangan setengah-setengah menjelaskan kepada Dara.”Mas Utomo terlihat beberapa kali menghela napas sebelum mulai berbicara lagi. Seperti ada beban berat yang ada dipundaknya dan dia seperti perlu menenangkan diri dulu sebelum melanjutkan pembicaraan kami.“Dia itu selain tidak setia kepadamu, dia juga mempermainkanmu.”“Mempermainkanku bagaimana, Mas? Apa maksud mas karena dia menikah dengan Clara, jadi dia mempermainkan Dara?”“Kita duduk dulu, Andara. Mas akan menjelaskan semua yang mas ketahui tentang priamu itu,” ajak Mas Utomo dengan suara melemah.Setelah kami berdua duduk bersama, Mas Utomo mulai menjelaskan secara perlahan apa yang dia

  • Aku Bukan Pelakor   Chapter 50

    “Baiklah, Anton. Saya akan pergi makan malam denganmu,” jawabku berubah pikiran. Sebenarnya aku ingin menolaknya, tapi entah mengapa tiba-tiba keputusanku berubah begitu melihat wajah pria itu.“Yesss!” sela Anton membuatku terkejut. Pria itu bertingkah seperti baru saja memenangkan lomba dan mendapatkan hadiah pertama, “Maaf, Andara. Saya terbawa suasana,” lanjutnya sambil tersenyum malu-malu.Aku hanya bisa tersenyum menanggapi apa yang dikatakan pria itu. Sikapnya benar-benar lucu, dan tidak berubah sejak dulu.“Jadi kita deal ya bertemu jam delapan malam ini, malam ini. Nanti aku akan menjemputmu setelah pulang dari rumah sakit dan kita bisa pergi bersama ke tempat kita makan malam.”“Hmmm … maaf, Anton. Sepertinya kamu tidak perlu menjemputku. Beritahu aku di mana kita akan bertemu. Nanti setelah urusanku selesai, aku akan langsung menuju ke sana.”“Baiklah, nanti aku aka

  • Aku Bukan Pelakor   Chapter 49

    “Saya …,” jawab Mbak Ayu terlihat gelisah.“Katakan saja, Mbak Ayu. Ada apa? Apa tadi Pak Tio mengancam mbak?” selaku tidak sabar.Wanita yang ada di depanku saat ini terlihat binggung ketika akan menjawabku. Sehingga aku kemudian mengajaknya duduk dan memintanya untuk menjelaskan secara perlahan kepadaku.Tapi sebelum aku mendengarkan cerita dari wanita yang bekerja di rumahku itu, aku teringat tentang Mas Utomo yang berbicara dengan Mas Tio. Sehingga aku segera berlari ke jendela untuk melihat yang terjadi. Namun, sayang sungguh di sayang. Mobil Mas Tio ataupun mobil kakak tetuaku itu sudah pergi, dan hanya tinggal menyisakan satu mobil anak buah Mas Utomo.“Ada apa, Bu Andara? Apa orang-orang tadi belum pergi?” tanya Mbak Ayu membuatku menoleh kepadanya.“Sudah, baru saja.” Jawabku sambil berjalan menghampiri Mbak Ayu yang sudah duduk di atas tempat tidurku.Aku lalu duduk di sampingnya untuk mendengarkan apa yang wanita itu tadi ingin katakan. Raut wajahnya yang tadi terlihat geli

  • Aku Bukan Pelakor   Chapter 48

    “M‒Mas Tio? Bagaimana mas bisa ada di sini?”“Apa maksudmu, Dara? Apa mas tidak boleh berada di sini?”Aku yang masih terkejut dengan kehadiran Mas Tio hanya bisa membeku. Karena aku tidak menyangka pria itu ada di sini. Tapi bagaimana mungkin? Bukankah dia tadi bersama dengan Clara?Suara langkah Mas Tio yang berjalan menuju ke arahku akhirnya menyadarkanku. Dia berjalan ke arahku dengan tatapan tidak suka, atau lebih tepatnya seperti orang yang sedang menahan emosi.“Bukan begitu maksud Dara, Mas. Dara hanya kaget saja, kenapa mas ke sini tanpa memberitahu Dara?” Ralatku mengalihkan pembicaraan, “Mas ‘kan bisa menelepon Dara dulu. Jadi Dara bisa menyambut mas ketika mas datang,” lanjutku berpura-pura bersikap manis.“Mas tadi kebetulan lewat, Sayang. Jadi mas sekalian mampir untuk memberimu kejutan,” ucap Mas Tio sambil memegang tanganku, “Tapi malah mas yang terkejut.

  • Aku Bukan Pelakor   Chapter 47

    “Apapun yang terjadi, dia tetap di sini!” perintahku masih sambil menatap lurus ke depan.“Tapi, Bu Andara—.” Protes Dokter Ricci.“Anda sudah mendengar apa yang Bu Andara katakan, Dokter. Jadi sekarang lebih baik anda kembali ke ruangan itu dan merawat Bu Maria,” potong Johan.Dokter Ricci keluar dari ruangan dengan membanting pintu. Tak lama kemudian terlihat dari kaca dia masuk ke dalam ruangan itu dengan tergesa-gesa dan segera melakukan pertolongan pada wanita yang sepertinya sedang kejang di atas tempat tidur.“Bu Andara …,” tegur Johan.Aku meminta Johan untuk tidak meneruskan apa yang akan dia katakan dan melihat apa yang terjadi. Apakah wanita itu akan selamat kali ini, ataukah?“Bu Andara,” ucap Johan sambil memberikan ponselnya kepadaku. Di layar ponsel yang menyala itu terpampang nama Dokter Ricci, dan Johan lalu memasang pengeras suara agar aku bisa mendeng

DMCA.com Protection Status