"Selamat pagi Rania. Bagaimana malammu? Mimpimu indah kan?""Hmm, selamat pagi Mama. Yah, aku tidur pulas dan tidak ada lagi mimpi buruk seperti yang kemarin-kemarin."Pagi itu di sebuah mansion besar terdengar sebuah percakapan yang melegakan semua orang yang ada di meja makan itu."Papa senang mendengarnya. Duduk Rania dan makan sarapanmu. Kurang makan bisa membuatmu bermimpi buruk. Dan itu tidak terlalu bagus.""Papa benar. Terima kasih Papa. Dan sekarang juga sudah musim dingin di Paris. Aku butuh makan supaya aku tidak menggigil dan membeku."Gadis bernama Rania itu mengikuti saran dari orang tuanya dan dia sudah duduk di kursinya lalu tersenyum melihat menu sarapan pagi ini."Mama, kau selalu saja punya surprise di pagi hari. Aku selalu saja suka dengan hidangan lezat yang kau sajikan." Rania menjawab lagi antusias."Mama kita memang selalu pintar memasak Rania. Kau lupa? Dari kecil Mama selalu memperhatikan kita. Dan makanan favorit kita selalu sama. Dan kalau Mama masak itu pas
"Hihi, tapi tidak Amar. Aku ingin diperlakukan biasa di kantor dan aku tidak ingin kamu membuka hubungan kita pada siapapun, Mar.""Kok gitu?"Amar serasa tak bisa terima saat Rania membuat rencana seperti itu."Ya, harus begitu. Karena aku tak mau hubungan kita terbuka. Gimana pun aku ini orang baru dan aku ingin memulai semuanya dari awal. Mendapatkan pengakuan dari mereka kalau aku yang memang kompeten di bidangku bukan aku sebagai kekasihmu, kekasihnya si Bos yang punya perusahaan. Pengakuan kemampuanku sendiri itu sangat berharga bagiku, Mar."Sebetulnya Amar ingin protes lagi dan mengatakan kalau dia tidak setuju. Dia ingin semua orang tahu kalau Rania adalah kekasihnya. Tapi Amar melihat keseriusan di wajah Rania saat dirinya meminta itu."Baiklah kalau menurutmu itu yang terbaik.""Kau serius kan?"Amar sudah setuju tapi Rania masih mempertanyakan."Iya. Kalau maumu seperti itu aku bisa apa, Sayang?"Kini senyum pria itu terurai sambil dia memegang tangan Rania."Cuma kamu haru
"Berani kau melawan kami?""Tidak berani! Tapi aku di luar lorong! Dan banyak orang berlalu lalang di sini!"Suara Rania cukup kencang sehingga membuat orang-orang yang melewati jalur itu tertarik untuk mendekat.Karena meski di jalur itu mulai agak sepi masih ada beberapa orang yang lewat."Lepaskan anak itu atau kami akan menelepon polisi!"Seseorang yang berdiri di dekat Rania juga meneriaki penodong itu."I see you!"Dan itu yang dia katakannya sambil menatap Rania. Dia bicara sebelum kabur menuju ke ujung lorong yang berlawanan arah."Hai kau tidak apa-apa?"Dan ada seorang bapak di samping Rania yang mencoba bertanya pada bocah kecil itu."Aku tidak apa-apa!"Dengan sigap, bocah itu mengambil lagi tasnya dan berjalan mendekat pada kerumunan orang di ujung lorong yang berseberangan dengan lorong perampok itu berlari."Aku tadi tidak hati-hati. Terima kasih sudah membantuku."Anak itu masih cukup kecil tapi dia cukup pandai dan tahu beretika. Ini yang membuat Rania tersenyum saat b
"Hei, kau kenapa?""Oh, tidak apa-apa."Rania sampai kaget ketika bocah itu memegang tangannya yang semakin dingin saat kepalanya memutar satu memori yang dirinya tak ingat."Hanya memikirkan sesuatu yang tiba-tiba muncul saja di dalam kepalaku. Seperti ada seseorang yang berjanji padaku."Anak itu diam karena tidak mengerti apa yang dipikirkan Rania."Nah, itu sudah kelihatan plang toserbanya. Ayo kita ke sana!"Rania tidak bisa menjelaskan apapun karena ini bukan masalah yang mudah untuk dijabarkan.Dia memilih membawa anak itu pergi ke toko yang memang mereka ingin kunjungi."Boleh aku menggandengmu? Sebentar lagi kita mau menyeberang jalan.""Kau tenang saja. Aku bukan anak kecil yang tidak bisa menyeberang jalan.""Ow."Senyum Rania terurai."Sebenarnya aku bukan takut kalau tidak bisa menyebrang. Tapi lebih enak saja kalau menyebrang sambil bergandengan tangan dan itu membuatku merasa lebih nyaman.""Begitukah?""Ya. Kau lihat anak dan ibu itu. Mereka saling berpegangan tangan bu
"Di mana anakku?""Oh, dia di belakang tempat biasa. Sepertinya dia mulai membakar hadiah untuk ibu dan kakaknya.""Terima kasih Rein.""Sama-sama Tuan Clarke."Sebuah obrolan singkat di antara Rein dengan pengunjungnya. Dua orang wanita itu hanya bisa memandang punggung pria yang kini memasuki satu ruangan yang tadi dimasuki oleh Dean dan Rich sangat tergesa-gesa."Rania, kau lupa untuk berkedip saat memperhatikannya."Kalau temannya tidak mencubit tangan Rania, dia pasti masih mengamati pintu yang sudah tertutup itu."Eh, hihi, dia ayah anak itu bukan?""Hmm. Apa dia terlalu tampan sampai kau tidak bisa berkedip saat menatapnya tadi?""Ya dia terlalu tampan. Maksudku untuk orang yang katamu sudah berumur ya sangat tampan. Kurasa dia masih seperti seumuran kita?""Dia orang kaya dan banyak uang. Tentu saja dia akan terlihat lebih muda daripada orang-orang seusianya yang hidupnya dalam kondisi di batas garis kemiskinan. Hehehe. Kau tahu kan uang bisa melakukan apapun pada manusia?""Hm
"Yeay, Papa. Kau datang tepat waktu. Aku baru saja mempersiapkan lilinnya."Saat seseorang membuka pintu belakang, Nyonya Dean dan Rich mengarahkan pandangannya ke pintu dan senyum dari bocah itu terlihat ketika tahu siapa yang akan bergabung dengannya."Aku minta maaf padamu sampai terlambat dan membiarkanmu berangkat sendirian ke sini.""Aku tak masalah. Aku sudah besar dan aku bisa sampai di sini dengan selamat.""Tanpa pertolongan siapapun?""Ada seorang wanita yang menolongku. Dia sangat cantik dan dia sangat baik. Dia sangat perhatian dan aku sangat bersyukur sekali dia menyelamatkanku dari perampok.""Wow, aku tidak menyangka kalau Tuan Muda Rich bisa bicara se-elegan itu."Ayahnya hanya tersenyum saja mendengar celetukan dari Nyonya Dean."Anda sepertinya sangat beruntung sekali memilikinya dan kurasa Anda berhasil mendidiknya.”"Aku harap begitu Nyonya Dean Arthur. Tapi aku juga tidak terlalu yakin karena dia berhasil kabur dari rumah. Kurasa didikanku masih ada yang salah.""
"Bukan sesuatu yang mudah kujelaskan J."Kenapa mengganti panggilanku jadi J? hati Rania belum tahu alasannya, Reza sudah bicara lagi:"Kau mungkin bisa bertanya pada Nyonya Dean Arthur."Tatapan mata Rania pun mengarah pada sosok yang disebut oleh Reza barusan."Ya Rania. Dan aku akan menjelaskannya padamu nanti tapi sekarang mungkin kau harus menunggu dulu di dalam sini beberapa saat sampai Tuan Clarke dan putranya keluar dari tempat kami.”"Oh, aku harus menunggunya?"Nyonya Dean mengangguk dengan senyum yang agak sedikit sulit.Rania mengerti dan kembali menatap Reza."Silakan. Jika Anda ingin pergi sekarang dan terima kasih untuk undangannya.”"Aku akan menghubungimu nanti. Bye Rania.""Oh ya. Sampai berjumpa lagi Rich."Dan hanya itu yang terurai dari bibir Rania sebelum Reza berjalan dengan anaknya tanpa berpegangan tangan menuju ke mobil mereka."Semuanya sudah selesai Tuan?""Ya, David. Kita pulang sekarang."Hanya kata itu saja yang terurai dari Reza dan dia juga putranya tid
"Eh, ada apa denganmu Za? Ada sesuatukah yang dilakukan oleh Shine yang membuatmu berpikir harus memberhentikannya?""Five minutes. Not more than five minutes, grandpa will call me. Just wait."Sungguh David tak mengerti apa tujuan Reza tapi dia disuruh menunggu ya dia diam. Dia belum tahu apa niatan Reza dan kini hanya menanti saja yang ingin dilakukan oleh sahabatnya itu."Kau benar. Kakekmu meneleponmu."Dan dengan santainya Reza duduk di kursi kerjanya lalu memencet satu tombol di handphonenya itu, membiarkan suara kakeknya terdengar di seluruh ruang kerjanya.Reza: Iya kakek?Vladimir: Reza. Apa yang kau katakan sampai membuat Bagus jadi merasa bersalah sekali padamu?Reza: Supaya dia tidak lagi merasa bersalah padaku maka kusuruh anaknya supaya tidak lagi bekerja padaku. Aku sudah tidak lagi membutuhkan Shine.Vladimir: Reza, aku tidak tahu apa yang sedang kau pikirkan di dalam hatimu tapi menurutku kesalahan yang dilakukan oleh Shine tidak sebanding dengan semua kebaikan yang su