"Di mana anakku?""Oh, dia di belakang tempat biasa. Sepertinya dia mulai membakar hadiah untuk ibu dan kakaknya.""Terima kasih Rein.""Sama-sama Tuan Clarke."Sebuah obrolan singkat di antara Rein dengan pengunjungnya. Dua orang wanita itu hanya bisa memandang punggung pria yang kini memasuki satu ruangan yang tadi dimasuki oleh Dean dan Rich sangat tergesa-gesa."Rania, kau lupa untuk berkedip saat memperhatikannya."Kalau temannya tidak mencubit tangan Rania, dia pasti masih mengamati pintu yang sudah tertutup itu."Eh, hihi, dia ayah anak itu bukan?""Hmm. Apa dia terlalu tampan sampai kau tidak bisa berkedip saat menatapnya tadi?""Ya dia terlalu tampan. Maksudku untuk orang yang katamu sudah berumur ya sangat tampan. Kurasa dia masih seperti seumuran kita?""Dia orang kaya dan banyak uang. Tentu saja dia akan terlihat lebih muda daripada orang-orang seusianya yang hidupnya dalam kondisi di batas garis kemiskinan. Hehehe. Kau tahu kan uang bisa melakukan apapun pada manusia?""Hm
"Yeay, Papa. Kau datang tepat waktu. Aku baru saja mempersiapkan lilinnya."Saat seseorang membuka pintu belakang, Nyonya Dean dan Rich mengarahkan pandangannya ke pintu dan senyum dari bocah itu terlihat ketika tahu siapa yang akan bergabung dengannya."Aku minta maaf padamu sampai terlambat dan membiarkanmu berangkat sendirian ke sini.""Aku tak masalah. Aku sudah besar dan aku bisa sampai di sini dengan selamat.""Tanpa pertolongan siapapun?""Ada seorang wanita yang menolongku. Dia sangat cantik dan dia sangat baik. Dia sangat perhatian dan aku sangat bersyukur sekali dia menyelamatkanku dari perampok.""Wow, aku tidak menyangka kalau Tuan Muda Rich bisa bicara se-elegan itu."Ayahnya hanya tersenyum saja mendengar celetukan dari Nyonya Dean."Anda sepertinya sangat beruntung sekali memilikinya dan kurasa Anda berhasil mendidiknya.”"Aku harap begitu Nyonya Dean Arthur. Tapi aku juga tidak terlalu yakin karena dia berhasil kabur dari rumah. Kurasa didikanku masih ada yang salah.""
"Bukan sesuatu yang mudah kujelaskan J."Kenapa mengganti panggilanku jadi J? hati Rania belum tahu alasannya, Reza sudah bicara lagi:"Kau mungkin bisa bertanya pada Nyonya Dean Arthur."Tatapan mata Rania pun mengarah pada sosok yang disebut oleh Reza barusan."Ya Rania. Dan aku akan menjelaskannya padamu nanti tapi sekarang mungkin kau harus menunggu dulu di dalam sini beberapa saat sampai Tuan Clarke dan putranya keluar dari tempat kami.”"Oh, aku harus menunggunya?"Nyonya Dean mengangguk dengan senyum yang agak sedikit sulit.Rania mengerti dan kembali menatap Reza."Silakan. Jika Anda ingin pergi sekarang dan terima kasih untuk undangannya.”"Aku akan menghubungimu nanti. Bye Rania.""Oh ya. Sampai berjumpa lagi Rich."Dan hanya itu yang terurai dari bibir Rania sebelum Reza berjalan dengan anaknya tanpa berpegangan tangan menuju ke mobil mereka."Semuanya sudah selesai Tuan?""Ya, David. Kita pulang sekarang."Hanya kata itu saja yang terurai dari Reza dan dia juga putranya tid
"Eh, ada apa denganmu Za? Ada sesuatukah yang dilakukan oleh Shine yang membuatmu berpikir harus memberhentikannya?""Five minutes. Not more than five minutes, grandpa will call me. Just wait."Sungguh David tak mengerti apa tujuan Reza tapi dia disuruh menunggu ya dia diam. Dia belum tahu apa niatan Reza dan kini hanya menanti saja yang ingin dilakukan oleh sahabatnya itu."Kau benar. Kakekmu meneleponmu."Dan dengan santainya Reza duduk di kursi kerjanya lalu memencet satu tombol di handphonenya itu, membiarkan suara kakeknya terdengar di seluruh ruang kerjanya.Reza: Iya kakek?Vladimir: Reza. Apa yang kau katakan sampai membuat Bagus jadi merasa bersalah sekali padamu?Reza: Supaya dia tidak lagi merasa bersalah padaku maka kusuruh anaknya supaya tidak lagi bekerja padaku. Aku sudah tidak lagi membutuhkan Shine.Vladimir: Reza, aku tidak tahu apa yang sedang kau pikirkan di dalam hatimu tapi menurutku kesalahan yang dilakukan oleh Shine tidak sebanding dengan semua kebaikan yang su
"Rania, kurasa kau sudah bisa keluar sekarang.""Oh, iya."Sesaat setelah Reza dan putranya keluar dari SR's shop, Rania masih memandangi pintu dan bukan dia bertanya pada Nyonya Dean Arthur seperti yang disarankan oleh Reza, justru dia hanya memandangi pintu itu saja."Rein, kalau begitu aku pamit dulu ya.""Rania tapi kau ingat ya yang dibilang oleh Tuan Clarke, jangan menceritakan pada siapapun." Makanya Ibu dari Rein berinisiatif untuk mengingatkan pada Rania."Iya Nyonya. Aku paham. Aku permisi dulu ya."Sebetulnya ada keingintahuan yang cukup besar dalam hati Rania tentang seseorang yang ingin ditemuinya ini. Dia juga penasaran kenapa dirinya merasakan suatu getaran yang berbeda. Rasa yang tadi dipahami olehnya. Tapi ada ketakutan dalam hati Rania jika dia tahu terlalu banyak.Dokter Mike akan datang dan dia akan memeriksa kondisiku. Dia akan menghipnotisku untuk menghilangkan semua perasaan cemas dalam diriku. Dia juga sering menanyakan apa yang kulakukan diluar. Dan kalau suda
Aaaakh, kepalaku.Benturan kedua ini lebih kencang daripada benturan pertama dan bukan hanya membuat Rania cuma oleng seperti tadi.Tapi ada sesuatu terjadi di dalam benaknya yang dia tak mengerti.LEPASKAN AKU!Hhh, i-itu? Itu bukan mimpikah? Apa yang terjadi?Rania jadi terbayang sesuatu yang menakutkan dalam pikirannya.MARSHA. JANGAN BAWA DIA. LEPASKAN AKU. KUMOHON, TOLOONG!Rania bisa melihat dirinya mencoba memekik. Dia mencoba menghindar tapi dia tak bisa merespon itu semua sekarang karena matanya semakin tak kuat tetap terjaga di saat yang bersamaan telinganya juga mendengar."Ayo kita bawa dia sekarang!" suara itu membuat hati Rania hopeless dan dia tak lagi bisa membela dirinya karena kesadarannya sudah hilang."Hei lepaskan dia."Namun di saat kedua orang itu ingin membawa Rania, ada teriakan juga ada suara sirine dengan mobil mendadak mengepung tempat itu. Mereka mendekat tanpa sirine di awal."Jangan coba-coba mengganggunya. Kalian tidak akan bisa lagi pergi dari sini. Jat
"Bagaimana jika aku tidak mau?""Shine. Jangan menantangku! Lakukan apa yang kuminta karena kau juga sudah membuat masalah besar dalam hidupku."Tapi sayangnya Bagus tidak mau mewujudkan keinginan putrinya yang menolak tadi.Dia memaksa, bahkan sudah berjalan ke arah wardrobe dan melemparkan pakaian untuk dikenakan putrinya."Kenakan itu! Cepat ganti pakaianmu!""Aku tidak mau!"Shine masih tetap dengan pendiriannya yang sama.PLAAK!Sampai tamparan itu mendarat di pipinya."Kau jangan menolak apa yang sudah kuperintahkan. Cepat lakukan! Ini kesempatanmu satu-satunya.”"Aku tidak mau! Aku tidak mau kembali ke sana karena memang sudah benar kalau ini adalah salahku. Jadi wajar jika aku dipecat.""Hah!"Bagus menatap kesal pada putrinya dan dia makin geram."Jangan bilang kalau kau sengaja membiarkan Rich pergi supaya kau bisa keluar dari tempat itu. Kau tahu takdirmu untuk apa?""Ayahku yang baik hati yang selalu terlihat baik di hadapan tuan Reza kenapa kau tidak benar-benar menjadi or
Ini bukan mimpi!Seseorang berbisik di dalam hatinya ketika pintu ruang perawatannya sudah ditutup dan dia menutup matanya, mengingat bayangan itu."Mamaaaaaaa!"Dirinya terngiang panggilan yang menguatkan hatinya kalau ini bukanlah sebuah mimpi.Aku mengingat semuanya. Benturan itu membuatku mengingat kalau aku memang punya masa lalu. Dan ini berbeda dari yang semua mereka katakan. Masa laluku yang sebenarnya bukan mimpi buruk!Flashback on"Febry?""Yah, bagus deh kalau kau masih bisa mengenali namaku Rania. Kupikir kau sudah lupa siapa namaku!""Apa maumu di sini?"Rania tak tahu. Tapi dia sudah mulai merasakan ketakutan karena senyum Febry penuh kebencian."Mama, Marsha udah selesai."Dan saat anaknya keluar dari bilik kamar mandi, mata wanita di hadapannya kini melirik tajam pada bocah manis yang lugu dan terlihat menggemaskan."Jadi dia adalah anak Reza?""Bukan urusanmu!"Rania mencoba melindungi anaknya di belakang punggungnya."Bukan urusanku?" Febry lalu tersenyum simpul."La
Delima: Mana ku tahu. Dia baru kembali beberapa jam yang lalu. Mungkin dia ingin memberikan surprise padamu.Shaun, dia menempuh kuliah S1 dan S2-nya di Jepang dan semuanya mendapat beasiswa. Hari ini kepulangannya dan Alila sungguh tak percaya kalau temannya itu sudah datang tanpa meneleponnya.Alila: Berikan teleponnya padanya.Shaun: Hai Alila.Delima pun menurut. Dan kini suara seseorang sudah membuat Alila begitu murka padanyaAlila: Kau. Sahabat macam apa kau pulang tidak bilang-bilang padaku?Shaun: Dengar dulu, aku-Alila: Tak mau. Aku lagi marah padamu Shaun.Yah, sudah terbayang memang bagaimana kesalnya Alila karena tidak diberitahukan tentang kedatangan pria itu. Padahal selama ini komunikasi mereka cukup lancar. Tapi kenapa dia harus tahu dari orang lain tentang kedatangan Shaun?Shaun: Baiklah, aku minta maaf, aku ingin kasih kejutan padamu.Alila: Maafmu tidak diterima. Cepat temui aku di plaza dan bantu aku mengurus empat monster kecil ini. Bawa juga Delima. Dia yang pa
"Alila, kau dengar aku tidaaaak?""Dengaaaar, sabarlah Darwin, kan aku masih berpikir!"Entah kenapa Alila jadi mengingat ini. Sampai dia diam beberapa detik dan Darwin mengomel.Bayangan tentang Arthur memang tidak bisa dilupakannya dengan mudah. Ini yang membuatnya kembali menunjuk pekerjaan pada Darwin."Jangan bilang kau akan menunda lagi. Atau jangan-jangan kau menunda terus supaya aku berpaling dari Delima padamu.""Dih, kau pikir aku menyukaimu Darwin? Ish.""Habis, lama sekali sih. Aku sudah tidak sabar. Apa kau tidak mendukungku bersama dengannya dan hanya menipuku selama ini?"Darwin memang tidak sabaran. Delima memang sangat cantik sekali dan Darwin menyukainya sejak pandangan pertama. Alila jadi terkekeh lagi melihat bagaimana kesalnya Darwin padanya.Hubungannya dengan Darwin tidak se-kaku hubungan antara Reza dengan David. Mereka tak pakai panggilan resmi. Di tempat kerja, panggilan nama seperti ini juga tak masalah. Tak jarang mereka juga ribut satu sama lain di depan k
"Amar, Caca akan melahirkan!"Cuma sebelum siapapun merespon, Alila sadar duluan. Darah segar pun mengalir begitu saja yang membuat Amar cemas, Alila memekik."Kenapa kau diam saja? Cepat bawa istrimu ke dalam!"Reza juga panik. Dia segera mungkin membuka ruangan dan memanggil dokter untuk mempersiapkan operasi kedua yang jaraknya bahkan tak lebih dari seperempat jam dari Rania yang baru selesai.Caca tidak bisa diminta lahiran normal karena masalah di kepalanya dikhawatirkan akan mengganggu kesehatannya.Sekarang saja masalah di otaknya belum sembuh betul. Ya memang kondisinya sudah lebih baik. Caca bisa bertahan mengingat seseorang lebih dari seperempat jam. Bahkan rekor, pernah setengah jam dia tak bertanya dan bisa fokus ke obrolan tanpa gangguan. Tapi tetap saja, lahiran normal ini resiko berat."Papa. Amar. Bisa tidak sih kalian tidak bolak-balik? Mengganggu penglihatanku saja!"Tadi saat Rania melahirkan, Reza masih bisa tenang hanya menggenggam tangan Alila dan merangkul putri
"Aku tidak jadi bicara denganmu. Akan kupikirkan lagi bagaimana aku harus menyingkirkanmu!"Lagi-lagi jawaban yang membuat kepala David pening."Reza kau ingin aku mengundurkan diri kah?"Amar tak mengerti apa yang sedang mereka perdebatkan tapi sepertinya dia melihat sisi positif dari sikap David yang menekan Reza ini."Kau tidak perlu mengundurkan diri kalau Reza memang membenciku, David. Dia masih berpikir kalau aku ingin merebut Rania-""BUKAN HANYA RANIA!" Reza memekik."Kau pikir masalahku denganmu hanya karena itu? Aku membencimu karena kau selalu mengganggu hidupku, selalu mengambil apa yang seharusnya menjadi milikku."Bingung juga Amar mencernanya. Karena dia merasa tidak mengambil apapun dan bahkan dia sudah mengembalikan Rania kepada Reza.Dia tidak mengganggu hubungan mereka selama mereka bersama, dia tidak datang kecuali dia ingin mengecek DNA Caca barulah dia muncul."Sudah Amar, tidak perlu dipikirkan. Reza hanya cemburu tentang Marsha. Kau bersama dengan Marsha dari d
"Kau jaga Marsha. Aku akan bicara dengan suaminya tentu dia sendirian di dalam kamarnya, temani dia."Tapi Reza tidak mengizinkan Alila ikut.Dan putrinya pun menurut meski saat ini David yang melihat ini dia menatap tak suka pada Reza."Kenapa kau?""Aku ikut kau bicara dengannya. Tapi jika kau berani mencoba mengganggunya maka aku akan menyelamatkannya Reza. Kau temanku tapi aku tahu kalau menyerang Amar adalah tindakan yang salah."Ini hanya sebatas kekhawatiran David kalau Reza akan melakukan tindakan yang sama seperti yang dilakukan oleh kakeknya Frederick dulu. Bersikap baik pada Rania tapi di belakang dia menusuk Rania. Membuat wanita itu kesulitan dan bahkan Frederick adalah orang yang patut disalahkan untuk semua kejadian yang menimpa Marsha.Tidak mungkin Marsha diculik dan mengalami luka di kepalanya yang parah jika Frederick melindunginya."Kau ingin menentangku?"Dan tentu saja pembicaraan ini terjadi setelah Alila keluar dan dia menuju kamar Caca dan Amar. Reza mengingin
"Papa?""Papa Reza, Marsha.""Sssh, Papa Rezanya Marsha, om Amar?""Hm, papanya Marsha. Papanya Marsha juga sudah kangen sekali dengan Marsha dan ingin sekali memeluk Marsha."Ada senyum dari wanita yang sedang ada dalam rangkulan Amar itu dan Reza juga menegang saat Amar mengatakannya.Tidak terbesit dalam pikiran Reza sama sekali kalau Amar akan membahas tentang dirinya pada Marsha dengan cara seperti ini setelah sebulan lebih Reza terus berpikir negatif tentang Amar dan cemburu padanya."Baca ini Reza."Amar memberikan handphone yang diambil David agar Reza baca.[Reza kemarilah. Putrimu yang ini juga ingin dipeluk olehmu. Dia memegang tanganku kencang sekali saat kau memeluk adiknya, Alila.]"Eh tentu Papa, kau harus memeluknya."Alila yang mengintip isi pesan itu, melepaskan diri dan dia khawatir sekali kalau kakaknya akan cemburu padanya.Dia meninggalkan Reza sendiri dan memberikan jarak agar papanya bisa mendekat pada Marsha di mana Amar juga memberikan jarak."Om Amar, dia pa
"Kenapa kau bicara begitu tentang Arthur? Kau siapa?" Caca sudah lupa lagi tentang siapa Alila.Tapi setiap kali membicarakan Arthur memang Caca selalu melindunginya dan ini yang membuat Amar tak setuju dengan rencana Alila."Tidak Alila. Aku tidak yakin. Kita akan melihat nanti seiring dengan berjalannya waktu.""Tapi kan ini sudah pasti. Dia menculikku!" sanggah Alila tak terima."Saat aku bertemu dengan mamamu untuk kedua kalinya dan dia hilang ingatan, tidak mengenal tentang Reza, aku sangat yakin sekali kalau papamu itu adalah orang yang sangat jahat. Dia menculik mamamu dan berusaha untuk membuat mamamu menyukainya. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, aku bisa melihat kalau Reza tidak seburuk yang dikatakan oleh Giyan. Jadi kurasa waktu selalu bisa menunjukkan siapa orang itu sebenarnya. Hanya perlu menunggu saja."Amar mengembalikan semuanya pada kejadian itu dan matanya kembali menatap Reza."Amar kau tidak percaya padaku kah? Aku sendiri yang bicara dengan ayahnya!"Ketim
"Tidak Amar kau salah jika berpikir kalau Arthur adalah orang baik. Justru semua masalah ini diawali darinya!"Tapi saat itu juga Alila menepis semua pikiran Amar tentang kebaikan Arthur. Dia mencoba memblok dirinya dan tidak mau terbuai dengan perasaannya lagi.Dia yakin sekali Arthur adalah sumber permasalahannya. Pria itu sangat jahat padanya dan keluarganya. Alila hanya ingin memperingati dirinya untuk membenci Arthur."Alila, apa maksudmu?" tapi sebetulnya Amar tidak setuju"Lagipula dia sudah tidak ada lagi di dunia ini. Dia sudah mendapatkan karmanya. Dia sudah mati. Jadi tak perlu dibahas lagi Amar."Reza kau berhasil menyingkirkan Arthur berarti sebentar lagi kau juga berusaha untuk menyingkirkanku karena keegoisanmu dan merasa dirimu yang paling benar. Tapi aku tidak akan pernah menyerah dan aku tidak akan pernah membiarkan Caca pergi dari hidupku. Apapun yang kau akan lakukan padaku, aku akan bertahan demi istriku.Cuma saat itu juga pikiran Amar memperingatkan dirinya kala
"Tuan pasien sudah bisa dibawa ke ruangan opname. Dan kami akan membawanya sekarang."Melihat kondisi Caca yang sedang tertidur sudah mulai stabil lagi, perawat menginfokan. Lagi pula dia sudah ada di dalam ruang observasi lebih dari dua jam.Mereka tidak bisa melakukan apapun untuk ingatannya agar kembali pulih seperti dulu. Tapi dari luka fisiknya tidak ada yang bermasalah. Luka di kepalanya juga stabil dan ini jadi pertimbangan dokter untuk memindahkan Caca ke kamar pasien.Dan kejadian ini berlangsung setelah kepergian Reza sekitar setengah jam."Baik. Kalau begitu silakan dipindahkan sekarang."Amar mengizinkan. Dan selama proses pemindahan dia tidak pergi ke manapun. Dia tetap menemani Caca di samping tempat tidurnya yang didorong oleh perawat ke ruangan opname.Amar juga hanya menunggu Caca di dalam ruangan itu sambil sesekali dia melihat handphonenya dan mengirim pesan untuk mengurus masalah bisnisnya juga.Bukan hanya masalah bisnis, ibunya yang ingin pamit pulang ke Indonesi