"Halo Amar. Aku harap kedatangan kami tidak mengganggu kalian."
"Tentu saja tidak. Kalian sudah ditunggu Rania. Silakan masuk, Neil, Rein."
Sesuai dengan dugaan dari Rania tentang siapa yang datang. Wanita itu juga sudah tersenyum dan sudah membuka tangannya tak sabar untuk memeluk sahabatnya yang datang berkunjung.
"Aku sangat merindukanmu. Ya ampun, padahal aku baru tadi malam berkunjung ke tokomu tapi sekarang aku memang benar-benar merindukanmu lagi."
"Oh Rania, aku minta maaf sekali padamu. Andaikan aku tahu kejadian ini, aku tidak akan pernah membiarkanmu meninggalkan toko sendirian kemarin malam. Maafkan aku ya."
Sambil mendekat lalu memeluk Rania erat, Rein meluapkan semua rasa di dalam hatinya.
Dia memang merasa bersalah sekali
"Rein, banyak sekali yang ingin kubicarakan denganmu. Senang sekali aku bisa melihatmu sekarang.""Tahan dulu."Rania memang sudah tak sabar ingin bercerita banyak pada sahabatnya dan juga menanyakan tentang seseorang yang dipikirnya sahabatnya itu lebih tahu dari dirinya.Tapi Rein tidak berpikir sama seperti dirinya."Aku tidak datang ke sini hanya untuk menjengukmu.""Apa Reza menyuruhmu datang ke sini untuk membawaku?""Bagaimana kau bisa menebak begitu?" jelas saja Rein jadi kaget dengan jawaban Rania.Dia sendiri belum memberikan informasi apapun tapi sahabatnya sudah menuduh ke sana."Apa kau tahu sesuatu Rania?""Kataka
"Rania apa maksudmu kau tidak bisa pergi?"Sahabatnya jadi kebingungan sendiri dengan sikap Rania ini. Tiba-tiba langsung berubah keinginan Rania."Apa kau khawatir kalau aku akan melakukan hal yang sama seperti Bagus?"Tapi melihat sikap Rania seseorang yang baru saja masuk ruangan itu mulai menebak. Sikapnya tak bisa membuat Rania merasa lebih baik."Aku tidak mengenal nama yang kau sebutkan. Aku hanya ingin pergi bersama dengan sahabatku dan keluar. Tapi tiba-tiba ada dirimu." Rania berpura-pura, tambah membuat Rein bingung."Kau tidak perlu berbohong padaku." Tapi pria itu yang menjawab duluan."Ada alat penyadap yang ada di tubuh Rein. Kami tadi memasang di bajunya dan semua yang kau katakan itu kami mendengarnya. Makanya aku datan
"Kenapa kau diam saja? Jangan bilang kau marah padaku lagi sampai kau tak mau menjawabku, Za! Di mana Marsha?"Rania bertanya sambil menangis.Untungnya Rich sudah dibawa ke kamar dan dia tidak mendengar keributan ini.tok tok tokDan sebelum Reza menjawabnya suara ketukan pintu sudah terdengar."Buka Dave!"Lagi-lagi dia belum menjawab pertanyaan Rania yang memang masih depresi memikirkan tentang nasib putrinya."Rania, ada apa denganmu? Kenapa kau menangis begitu?"Suara yang sudah lama sekali tak didengar oleh Rania yang membuat dirinya kaget dan menengok ke sumber suara."Bang Abi?"
"Ya seriuslah Rania. Aku saat itu sudah cukup besar untuk mengetahui situasi yang saat itu terjadi." Abian jadi gemas sendiri."Kau, memang bukanlah adik kandungku tapi aku sangat menyayangimu karena aku memang ingin punya adik perempuan. Lagian kau juga masih sedarah denganku. Kau adalah sepupuku.""Bang Abi."Rania ingin sekali memeluk kakaknya tapi entah kenapa seseorang cepat sekali menaruh tangannya di antara Abi dengan Rania."Kau bukan kakak kandungnya?""Ya secara hubungan biologis kami tidak punya hubungan dan keluar dari satu rahim. Tapi dia adalah adikku dan aku selalu menganggapnya adikku karena ibuku dengan ibunya adalah saudara jadi kami adalah keluarga.""Kalau begitu berhentilah untuk memeluknya. Kau hanya sepupunya."
Amar: Apa?Reza: aku rasa kau tidak tuli dan kau mendengar apa yang tadi kuminta. Sebuah permintaan sederhana jika kau ingin melanjutkan pertukaran ini maka kau harus memenuhi apa yang kuinginkan.Tidak ada negosiasi lagi Reza sudah mematikan teleponnya membuat kecemasan terlihat di wajah Amar.Kalau aku tidak meninggalkannya sendirian dan aku tidak membawa para bodyguard bermain kartu mungkin ini semua tidak akan terjadi.Sejenak Amar menyalahkan dirinya sendiri yang sudah lalai. Dia tidak menjaga Rania dengan benar.Harusnya dia tidak berpikir semudah itu sampai harus membawa bodyguard meninggalkan pintu kamar Rania.Ini memberikan penyesalan yang besar padanya.
"Ayah, kau tidak bisa memisahkanku dengan Dicky. Aku sudah bilang aku sangat mencintainya. Dan lepaskan kami. Aku berjanji tidak akan meminta warisan apapun darimu dan yang kuinginkan hanya bisa hidup bersama dengan kekasihku.""Haha, kau pikir di sini kau yang menentukan, Shine?"Tapi tentu saja ayah Shine tidak akan mempermudah keinginan dari putrinya. Ini sudah dua jam berlalu Bagus mengurung mereka di apartemen Dicky sehingga keduanya tidak bisa pergi kemanapun karena ayah Shine membawa pasukannya dan membuat mereka tak bisa berkutik."Ayah, apa salahku padamu? Aku anakmu. Bukankah seharusnya kau memberikan kebahagiaan padaku? Bukan memaksakan kehendakmu.""Hahaha."Pertanyaan Shine malah membuat Bagus terkekeh. Seperti sesua
"Apa Bagus setuju?"Tak ada jawaban yang diberikan oleh pria yang baru saja menutup sambungan teleponnya dengan Bagus.Wajahnya masih terlihat sulit dan kemarahan masih jelas tak bisa ditutupinya."Papa?""Harusnya tidak ada negosiasi seperti ini kalau kau mengamankan rumah sakit serius, Giyan.""Aku sudah mengamankannya Papa. Aku sudah meminta Amar untuk berjaga-jaga tapi dia lengah dan tadi Papa dengar sendiri kan yang dikatakannya? Teman Rania datang dan di sinilah masalahnya timbul. Dia hanya ingin memenuhi keinginan Rania, Amar tak bisa diandalkan.""Amar itu terlalu lemah. Sudah kukatakan dari dulu dia itu terlalu mencintai Rania. Dan ini masalahnya. Kau jadi ikut terkecoh, Giyan."Kemarahan semakin terlihat jelas dari pria yang dipanggil Giyan dengan sebutan papa yang baru saja berkomentar."Ganesha, sudahlah. Anak kita sudah berusaha. Kau tidak bisa menyalahkannya terus-terusan.""Lalu apa menurutmu kesalahan ada padaku?" kembali kesal Ganesha."Aku sudah katakan pada kalian u
"Berarti sekarang kau akan membawaku bertemu dengan Amar dan Neil, lalu mereka akan membarter-ku dengan dua orang teman kalian?""Hmm. Bersiaplah. Ayo kita berangkat sekarang!""Eh, aku ikut Za!"Tidak ada yang mengajak Rania. Reza sebenarnya hanya ingin membawa Rein saja. Tapi Rania tidak mau ditinggalkan."Terakhir kali aku berpisah denganmu malah aku sial. Aku harus menunggu lima tahun untuk bertemu denganmu lagi dan aku juga kehilangan Marsha. Aku tidak mau berpisah denganmu, Za!"Rania memaksa.Tapi ini alasan yang masuk akal. Rania sudah mengingat masa lalunya dan pengalaman itu membuanya trauma."Rania tapi kan di sini ada aku.""Bang Abi, kau tidak mungkin
Delima: Mana ku tahu. Dia baru kembali beberapa jam yang lalu. Mungkin dia ingin memberikan surprise padamu.Shaun, dia menempuh kuliah S1 dan S2-nya di Jepang dan semuanya mendapat beasiswa. Hari ini kepulangannya dan Alila sungguh tak percaya kalau temannya itu sudah datang tanpa meneleponnya.Alila: Berikan teleponnya padanya.Shaun: Hai Alila.Delima pun menurut. Dan kini suara seseorang sudah membuat Alila begitu murka padanyaAlila: Kau. Sahabat macam apa kau pulang tidak bilang-bilang padaku?Shaun: Dengar dulu, aku-Alila: Tak mau. Aku lagi marah padamu Shaun.Yah, sudah terbayang memang bagaimana kesalnya Alila karena tidak diberitahukan tentang kedatangan pria itu. Padahal selama ini komunikasi mereka cukup lancar. Tapi kenapa dia harus tahu dari orang lain tentang kedatangan Shaun?Shaun: Baiklah, aku minta maaf, aku ingin kasih kejutan padamu.Alila: Maafmu tidak diterima. Cepat temui aku di plaza dan bantu aku mengurus empat monster kecil ini. Bawa juga Delima. Dia yang pa
"Alila, kau dengar aku tidaaaak?""Dengaaaar, sabarlah Darwin, kan aku masih berpikir!"Entah kenapa Alila jadi mengingat ini. Sampai dia diam beberapa detik dan Darwin mengomel.Bayangan tentang Arthur memang tidak bisa dilupakannya dengan mudah. Ini yang membuatnya kembali menunjuk pekerjaan pada Darwin."Jangan bilang kau akan menunda lagi. Atau jangan-jangan kau menunda terus supaya aku berpaling dari Delima padamu.""Dih, kau pikir aku menyukaimu Darwin? Ish.""Habis, lama sekali sih. Aku sudah tidak sabar. Apa kau tidak mendukungku bersama dengannya dan hanya menipuku selama ini?"Darwin memang tidak sabaran. Delima memang sangat cantik sekali dan Darwin menyukainya sejak pandangan pertama. Alila jadi terkekeh lagi melihat bagaimana kesalnya Darwin padanya.Hubungannya dengan Darwin tidak se-kaku hubungan antara Reza dengan David. Mereka tak pakai panggilan resmi. Di tempat kerja, panggilan nama seperti ini juga tak masalah. Tak jarang mereka juga ribut satu sama lain di depan k
"Amar, Caca akan melahirkan!"Cuma sebelum siapapun merespon, Alila sadar duluan. Darah segar pun mengalir begitu saja yang membuat Amar cemas, Alila memekik."Kenapa kau diam saja? Cepat bawa istrimu ke dalam!"Reza juga panik. Dia segera mungkin membuka ruangan dan memanggil dokter untuk mempersiapkan operasi kedua yang jaraknya bahkan tak lebih dari seperempat jam dari Rania yang baru selesai.Caca tidak bisa diminta lahiran normal karena masalah di kepalanya dikhawatirkan akan mengganggu kesehatannya.Sekarang saja masalah di otaknya belum sembuh betul. Ya memang kondisinya sudah lebih baik. Caca bisa bertahan mengingat seseorang lebih dari seperempat jam. Bahkan rekor, pernah setengah jam dia tak bertanya dan bisa fokus ke obrolan tanpa gangguan. Tapi tetap saja, lahiran normal ini resiko berat."Papa. Amar. Bisa tidak sih kalian tidak bolak-balik? Mengganggu penglihatanku saja!"Tadi saat Rania melahirkan, Reza masih bisa tenang hanya menggenggam tangan Alila dan merangkul putri
"Aku tidak jadi bicara denganmu. Akan kupikirkan lagi bagaimana aku harus menyingkirkanmu!"Lagi-lagi jawaban yang membuat kepala David pening."Reza kau ingin aku mengundurkan diri kah?"Amar tak mengerti apa yang sedang mereka perdebatkan tapi sepertinya dia melihat sisi positif dari sikap David yang menekan Reza ini."Kau tidak perlu mengundurkan diri kalau Reza memang membenciku, David. Dia masih berpikir kalau aku ingin merebut Rania-""BUKAN HANYA RANIA!" Reza memekik."Kau pikir masalahku denganmu hanya karena itu? Aku membencimu karena kau selalu mengganggu hidupku, selalu mengambil apa yang seharusnya menjadi milikku."Bingung juga Amar mencernanya. Karena dia merasa tidak mengambil apapun dan bahkan dia sudah mengembalikan Rania kepada Reza.Dia tidak mengganggu hubungan mereka selama mereka bersama, dia tidak datang kecuali dia ingin mengecek DNA Caca barulah dia muncul."Sudah Amar, tidak perlu dipikirkan. Reza hanya cemburu tentang Marsha. Kau bersama dengan Marsha dari d
"Kau jaga Marsha. Aku akan bicara dengan suaminya tentu dia sendirian di dalam kamarnya, temani dia."Tapi Reza tidak mengizinkan Alila ikut.Dan putrinya pun menurut meski saat ini David yang melihat ini dia menatap tak suka pada Reza."Kenapa kau?""Aku ikut kau bicara dengannya. Tapi jika kau berani mencoba mengganggunya maka aku akan menyelamatkannya Reza. Kau temanku tapi aku tahu kalau menyerang Amar adalah tindakan yang salah."Ini hanya sebatas kekhawatiran David kalau Reza akan melakukan tindakan yang sama seperti yang dilakukan oleh kakeknya Frederick dulu. Bersikap baik pada Rania tapi di belakang dia menusuk Rania. Membuat wanita itu kesulitan dan bahkan Frederick adalah orang yang patut disalahkan untuk semua kejadian yang menimpa Marsha.Tidak mungkin Marsha diculik dan mengalami luka di kepalanya yang parah jika Frederick melindunginya."Kau ingin menentangku?"Dan tentu saja pembicaraan ini terjadi setelah Alila keluar dan dia menuju kamar Caca dan Amar. Reza mengingin
"Papa?""Papa Reza, Marsha.""Sssh, Papa Rezanya Marsha, om Amar?""Hm, papanya Marsha. Papanya Marsha juga sudah kangen sekali dengan Marsha dan ingin sekali memeluk Marsha."Ada senyum dari wanita yang sedang ada dalam rangkulan Amar itu dan Reza juga menegang saat Amar mengatakannya.Tidak terbesit dalam pikiran Reza sama sekali kalau Amar akan membahas tentang dirinya pada Marsha dengan cara seperti ini setelah sebulan lebih Reza terus berpikir negatif tentang Amar dan cemburu padanya."Baca ini Reza."Amar memberikan handphone yang diambil David agar Reza baca.[Reza kemarilah. Putrimu yang ini juga ingin dipeluk olehmu. Dia memegang tanganku kencang sekali saat kau memeluk adiknya, Alila.]"Eh tentu Papa, kau harus memeluknya."Alila yang mengintip isi pesan itu, melepaskan diri dan dia khawatir sekali kalau kakaknya akan cemburu padanya.Dia meninggalkan Reza sendiri dan memberikan jarak agar papanya bisa mendekat pada Marsha di mana Amar juga memberikan jarak."Om Amar, dia pa
"Kenapa kau bicara begitu tentang Arthur? Kau siapa?" Caca sudah lupa lagi tentang siapa Alila.Tapi setiap kali membicarakan Arthur memang Caca selalu melindunginya dan ini yang membuat Amar tak setuju dengan rencana Alila."Tidak Alila. Aku tidak yakin. Kita akan melihat nanti seiring dengan berjalannya waktu.""Tapi kan ini sudah pasti. Dia menculikku!" sanggah Alila tak terima."Saat aku bertemu dengan mamamu untuk kedua kalinya dan dia hilang ingatan, tidak mengenal tentang Reza, aku sangat yakin sekali kalau papamu itu adalah orang yang sangat jahat. Dia menculik mamamu dan berusaha untuk membuat mamamu menyukainya. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, aku bisa melihat kalau Reza tidak seburuk yang dikatakan oleh Giyan. Jadi kurasa waktu selalu bisa menunjukkan siapa orang itu sebenarnya. Hanya perlu menunggu saja."Amar mengembalikan semuanya pada kejadian itu dan matanya kembali menatap Reza."Amar kau tidak percaya padaku kah? Aku sendiri yang bicara dengan ayahnya!"Ketim
"Tidak Amar kau salah jika berpikir kalau Arthur adalah orang baik. Justru semua masalah ini diawali darinya!"Tapi saat itu juga Alila menepis semua pikiran Amar tentang kebaikan Arthur. Dia mencoba memblok dirinya dan tidak mau terbuai dengan perasaannya lagi.Dia yakin sekali Arthur adalah sumber permasalahannya. Pria itu sangat jahat padanya dan keluarganya. Alila hanya ingin memperingati dirinya untuk membenci Arthur."Alila, apa maksudmu?" tapi sebetulnya Amar tidak setuju"Lagipula dia sudah tidak ada lagi di dunia ini. Dia sudah mendapatkan karmanya. Dia sudah mati. Jadi tak perlu dibahas lagi Amar."Reza kau berhasil menyingkirkan Arthur berarti sebentar lagi kau juga berusaha untuk menyingkirkanku karena keegoisanmu dan merasa dirimu yang paling benar. Tapi aku tidak akan pernah menyerah dan aku tidak akan pernah membiarkan Caca pergi dari hidupku. Apapun yang kau akan lakukan padaku, aku akan bertahan demi istriku.Cuma saat itu juga pikiran Amar memperingatkan dirinya kala
"Tuan pasien sudah bisa dibawa ke ruangan opname. Dan kami akan membawanya sekarang."Melihat kondisi Caca yang sedang tertidur sudah mulai stabil lagi, perawat menginfokan. Lagi pula dia sudah ada di dalam ruang observasi lebih dari dua jam.Mereka tidak bisa melakukan apapun untuk ingatannya agar kembali pulih seperti dulu. Tapi dari luka fisiknya tidak ada yang bermasalah. Luka di kepalanya juga stabil dan ini jadi pertimbangan dokter untuk memindahkan Caca ke kamar pasien.Dan kejadian ini berlangsung setelah kepergian Reza sekitar setengah jam."Baik. Kalau begitu silakan dipindahkan sekarang."Amar mengizinkan. Dan selama proses pemindahan dia tidak pergi ke manapun. Dia tetap menemani Caca di samping tempat tidurnya yang didorong oleh perawat ke ruangan opname.Amar juga hanya menunggu Caca di dalam ruangan itu sambil sesekali dia melihat handphonenya dan mengirim pesan untuk mengurus masalah bisnisnya juga.Bukan hanya masalah bisnis, ibunya yang ingin pamit pulang ke Indonesi