"Rein, banyak sekali yang ingin kubicarakan denganmu. Senang sekali aku bisa melihatmu sekarang."
"Tahan dulu."
Rania memang sudah tak sabar ingin bercerita banyak pada sahabatnya dan juga menanyakan tentang seseorang yang dipikirnya sahabatnya itu lebih tahu dari dirinya.
Tapi Rein tidak berpikir sama seperti dirinya.
"Aku tidak datang ke sini hanya untuk menjengukmu."
"Apa Reza menyuruhmu datang ke sini untuk membawaku?"
"Bagaimana kau bisa menebak begitu?" jelas saja Rein jadi kaget dengan jawaban Rania.
Dia sendiri belum memberikan informasi apapun tapi sahabatnya sudah menuduh ke sana.
"Apa kau tahu sesuatu Rania?"
"Kataka
"Rania apa maksudmu kau tidak bisa pergi?"Sahabatnya jadi kebingungan sendiri dengan sikap Rania ini. Tiba-tiba langsung berubah keinginan Rania."Apa kau khawatir kalau aku akan melakukan hal yang sama seperti Bagus?"Tapi melihat sikap Rania seseorang yang baru saja masuk ruangan itu mulai menebak. Sikapnya tak bisa membuat Rania merasa lebih baik."Aku tidak mengenal nama yang kau sebutkan. Aku hanya ingin pergi bersama dengan sahabatku dan keluar. Tapi tiba-tiba ada dirimu." Rania berpura-pura, tambah membuat Rein bingung."Kau tidak perlu berbohong padaku." Tapi pria itu yang menjawab duluan."Ada alat penyadap yang ada di tubuh Rein. Kami tadi memasang di bajunya dan semua yang kau katakan itu kami mendengarnya. Makanya aku datan
"Kenapa kau diam saja? Jangan bilang kau marah padaku lagi sampai kau tak mau menjawabku, Za! Di mana Marsha?"Rania bertanya sambil menangis.Untungnya Rich sudah dibawa ke kamar dan dia tidak mendengar keributan ini.tok tok tokDan sebelum Reza menjawabnya suara ketukan pintu sudah terdengar."Buka Dave!"Lagi-lagi dia belum menjawab pertanyaan Rania yang memang masih depresi memikirkan tentang nasib putrinya."Rania, ada apa denganmu? Kenapa kau menangis begitu?"Suara yang sudah lama sekali tak didengar oleh Rania yang membuat dirinya kaget dan menengok ke sumber suara."Bang Abi?"
"Ya seriuslah Rania. Aku saat itu sudah cukup besar untuk mengetahui situasi yang saat itu terjadi." Abian jadi gemas sendiri."Kau, memang bukanlah adik kandungku tapi aku sangat menyayangimu karena aku memang ingin punya adik perempuan. Lagian kau juga masih sedarah denganku. Kau adalah sepupuku.""Bang Abi."Rania ingin sekali memeluk kakaknya tapi entah kenapa seseorang cepat sekali menaruh tangannya di antara Abi dengan Rania."Kau bukan kakak kandungnya?""Ya secara hubungan biologis kami tidak punya hubungan dan keluar dari satu rahim. Tapi dia adalah adikku dan aku selalu menganggapnya adikku karena ibuku dengan ibunya adalah saudara jadi kami adalah keluarga.""Kalau begitu berhentilah untuk memeluknya. Kau hanya sepupunya."
Amar: Apa?Reza: aku rasa kau tidak tuli dan kau mendengar apa yang tadi kuminta. Sebuah permintaan sederhana jika kau ingin melanjutkan pertukaran ini maka kau harus memenuhi apa yang kuinginkan.Tidak ada negosiasi lagi Reza sudah mematikan teleponnya membuat kecemasan terlihat di wajah Amar.Kalau aku tidak meninggalkannya sendirian dan aku tidak membawa para bodyguard bermain kartu mungkin ini semua tidak akan terjadi.Sejenak Amar menyalahkan dirinya sendiri yang sudah lalai. Dia tidak menjaga Rania dengan benar.Harusnya dia tidak berpikir semudah itu sampai harus membawa bodyguard meninggalkan pintu kamar Rania.Ini memberikan penyesalan yang besar padanya.
"Ayah, kau tidak bisa memisahkanku dengan Dicky. Aku sudah bilang aku sangat mencintainya. Dan lepaskan kami. Aku berjanji tidak akan meminta warisan apapun darimu dan yang kuinginkan hanya bisa hidup bersama dengan kekasihku.""Haha, kau pikir di sini kau yang menentukan, Shine?"Tapi tentu saja ayah Shine tidak akan mempermudah keinginan dari putrinya. Ini sudah dua jam berlalu Bagus mengurung mereka di apartemen Dicky sehingga keduanya tidak bisa pergi kemanapun karena ayah Shine membawa pasukannya dan membuat mereka tak bisa berkutik."Ayah, apa salahku padamu? Aku anakmu. Bukankah seharusnya kau memberikan kebahagiaan padaku? Bukan memaksakan kehendakmu.""Hahaha."Pertanyaan Shine malah membuat Bagus terkekeh. Seperti sesua
"Apa Bagus setuju?"Tak ada jawaban yang diberikan oleh pria yang baru saja menutup sambungan teleponnya dengan Bagus.Wajahnya masih terlihat sulit dan kemarahan masih jelas tak bisa ditutupinya."Papa?""Harusnya tidak ada negosiasi seperti ini kalau kau mengamankan rumah sakit serius, Giyan.""Aku sudah mengamankannya Papa. Aku sudah meminta Amar untuk berjaga-jaga tapi dia lengah dan tadi Papa dengar sendiri kan yang dikatakannya? Teman Rania datang dan di sinilah masalahnya timbul. Dia hanya ingin memenuhi keinginan Rania, Amar tak bisa diandalkan.""Amar itu terlalu lemah. Sudah kukatakan dari dulu dia itu terlalu mencintai Rania. Dan ini masalahnya. Kau jadi ikut terkecoh, Giyan."Kemarahan semakin terlihat jelas dari pria yang dipanggil Giyan dengan sebutan papa yang baru saja berkomentar."Ganesha, sudahlah. Anak kita sudah berusaha. Kau tidak bisa menyalahkannya terus-terusan.""Lalu apa menurutmu kesalahan ada padaku?" kembali kesal Ganesha."Aku sudah katakan pada kalian u
"Berarti sekarang kau akan membawaku bertemu dengan Amar dan Neil, lalu mereka akan membarter-ku dengan dua orang teman kalian?""Hmm. Bersiaplah. Ayo kita berangkat sekarang!""Eh, aku ikut Za!"Tidak ada yang mengajak Rania. Reza sebenarnya hanya ingin membawa Rein saja. Tapi Rania tidak mau ditinggalkan."Terakhir kali aku berpisah denganmu malah aku sial. Aku harus menunggu lima tahun untuk bertemu denganmu lagi dan aku juga kehilangan Marsha. Aku tidak mau berpisah denganmu, Za!"Rania memaksa.Tapi ini alasan yang masuk akal. Rania sudah mengingat masa lalunya dan pengalaman itu membuanya trauma."Rania tapi kan di sini ada aku.""Bang Abi, kau tidak mungkin
"Rania, kemarilah!"Dan selepas Bagus bicara Giyan mencoba memanggil adiknya dan meminta Rania menjauh dari Reza."Di tubuh mereka sudah kupasang bom. Jika mereka meninggalkanku maka tubuh mereka akan meledak saat ini juga.""Apa?"Cemaslah wajah Amar ketika mendengarnya dan kini masuk akal kenapa Reza bisa datang sendirian dan hanya bersama dengan dua pengawal yang kini mengarahkan senjata padanya tanpa rasa takut. Kata-kata bom membuat mereka seakan mulai memahami apa rencana Reza."Dan saat mereka menjauh dariku 5 meter saja. Maka saat itu tubuh mereka m