"Tak perlu mengkhawatirkan putraku, Kakek. Aku tahu yang terbaik untuknya dan semua kekhawatiranmu tak akan terjadi." Vladimir tidak menyangka kalau Reza begitu keras hati kali ini.
"Reza, Rania di sana juga tak ingin kau bersedih sepanjang hidupmu." Vladimir menggunakan pendekatan lain.
"Lagipula, kenapa kau kasar begini? Padahal Bagus yang selama ini sudah mengasuhmu sejak kecil. Kau menyakiti hatinya."
Drama menyentuh hati baru di mulai. Dan ada seseorang yang bersyukur dengan keputusan Reza.
Fuuh, syukurlah memang aku disuruh pergi. Aku tidak tahu apakah Tuan Reza benar-benar marah padaku atau tidak, tapi aku merasa bersyukur dia tidak ingin aku datang ke sini lagi. Dan tidak ada alasan kalau aku harus tetap berada di sini. Tapi bagaimana caranya supaya aku bisa pergi dari tempat ini dan meninggalkan
"Reza, kau lihatlah sisi baiknya. Shine pasti merasa sangat sedih sekali dengan sikapmu ini. Dia sudah banyak berkorban tapi karena satu kesalahan saja kau menghukumnya seperti itu.""Satu kesalahan Kakek?" kembali senyum itu terurai dari Reza.Bukan sebuah senyum merendahkan tapi dia hanya menunjukkan sikapnya saja dibalik senyumnya itu."Iya. Dia hanya lalai kemarin saja. Dia tak sangka kalau anakmu akan keluar. Aku yakin kalau dia tahu dia pasti tidak akan membiarkan Rich sendirian.”“Apa menurut Kakek anakku itu terlalu membangkang sampai dia akan pergi tanpa alasan yang tepat?"Sebuah pertanyaan yang belum bisa dijawab oleh Vladimir dan dia masih diam."Kau! Panggilkan putraku Rich."
"Reza itu sudah lama sekali. Bagus saja tidak pernah menyimpan itu kurasa."Vladimir ingin menolong Bagus"Dia pasti menyimpan video tentang kematian ayahku. Kenapa dia tidak menyimpan video itu?"Tapi Reza selalu diajarkan soal ketelitian oleh Bagus. Dia percaya satu hal tentang kerapihan pekerjaan Bagus. Tidak mungkin kan dia tidak menyimpan buktinya?"Paman Bagus tidak salah kan yang kukatakan? Semua data-data itu pasti ada pada Paman, bukan?""Reza, untuk data-data itu aku akan mencarikannya dan menunjukkannya padamu. Aku harus mencari dulu filenya.""Oke, aku akan menunggu."Mata Reza lalu tertuju pada seseorang"Kemana saja kau Dave?"
"Papa, kita mau jalan-jalan? Tapi sebenarnya hari ulang tahunku kan kemarin."Namanya juga anak kecil. Rich bersikap layaknya anak-anak di usianya yang mengharapkan kedekatan hubungan dengan orang tuanya dan surprise hadiah ulang tahun. Tanggal ulang tahunnya sama dengan tanggal kematian Rania yang direkayasa."Hmm. Sebenarnya bukan jalan-jalan. Aku ingin menunjukkan kepadamu Rich Theme Park. Kau masih ingat pembangunan taman bermain yang aku rencanakan dalam waktu tiga tahun akan selesai?""Ow, cool."Makin bersemangatlah Rich mendengar pernyataan dari papanya. Dia sejujurnya sudah melupakan ini karena mereka tidak pernah menyinggungnya sejak tiga bulan yang lalu tapi saat Reza mengingatkannya. Semangatnya jadi kembali membara."Yeay. Ayo cepat-cepat ke sana Papa. Aku tak
"Reza bisa kau beritahu aku dari mana kau tahu kalau aku akan mendapatkan telepon itu?"David tahu ini bukan waktunya bercanda. Tapi dia yang baru saja menyuruh bodyguard untuk melakukan tugas mereka dan satu bodyguard lagi disuruhnya untuk mencoba menyusuri halte dan melihat bus terdekat di waktu dia menurunkan Shine, seakan-akan ini adalah sebuah tugas penting, berhasil membuat dirinya dan Reza hanya berdua. Bahkan mereka memberikan kesempatan untuk bodyguard memakai mobil Reza dengan alasan tidak ada kendaraan lain di sana dan Reza juga David bisa menggunakan kendaraan dari perusahaan nantinya.Makanya David sedikit mengorek info."Kau bilang pada sekretarisku untuk menyelesaikan tour hari ini. Bawa Rich kemari dan kita akan pergi. Siapkan kendaraan untukku yang tidak ada hubungannya dengan siapapun. Dan jangan
"Kau lihat siapa yang ada di luar. Apa aku harus membukakan pintunya? Apa mereka disuruh oleh ayahku?""Kau bilang Pak David yang membantumu. Kurasa dia ke sini untuk menagih penjelasan darimu. Kau bukakanlah pintu itu. Dan mungkin aku juga bisa membersihkan namaku karena tuduhan dari ayahmu kalau aku adalah orang yang mencelakai Pak Reza sampai dia memutuskan kontrak kerjasama dengan perusahaan kami.""Baiklah Dicky."Shine awalnya takut tapi kadang orang yang ada di sisi seseorang dan memberikan saran itu sangat berguna sekali untuk membuat keyakinan seseorang jadi lebih kuat.Sama seperti yang dilakukan Dicky yang juga sudah malas sekali dengan semua tuduhan padanya beberapa tahun ini.Tuduhan itu tidak berdasar, dia juga sudah mengelak dengan alibinya.
"Istirahatlah Rania. Kau sudah lama sekali main handphone. Tiga jam."Dari sejak diberikan handphone oleh Amar memang Rania tidak berhenti. Ada saja yang dilakukan dengan handphonenya.Dan ini bukan pertama kalinya Amar meminta Rania beristirahat.Sejam setelah diberikan kesempatan main handphone Rania sudah diperingatkan tapi wanita itu mengatakan dia masih ingin scrolling media sosial. Belum lagi alasannya yang belum selesai chating, mau mencari inspirasi desain dan sedang mendengarkan musik favoritnya.Tapi menurut Amar, Rania tak bisa berlama-lama lagi karena kondisinya yang baru sembuh."Iya. Iya. Tapi aku baru dapat kabar dari Rein. Makanya aku excited banget.""Memang dia bilang apa?"
"Halo Amar. Aku harap kedatangan kami tidak mengganggu kalian.""Tentu saja tidak. Kalian sudah ditunggu Rania. Silakan masuk, Neil, Rein."Sesuai dengan dugaan dari Rania tentang siapa yang datang. Wanita itu juga sudah tersenyum dan sudah membuka tangannya tak sabar untuk memeluk sahabatnya yang datang berkunjung."Aku sangat merindukanmu. Ya ampun, padahal aku baru tadi malam berkunjung ke tokomu tapi sekarang aku memang benar-benar merindukanmu lagi.""Oh Rania, aku minta maaf sekali padamu. Andaikan aku tahu kejadian ini, aku tidak akan pernah membiarkanmu meninggalkan toko sendirian kemarin malam. Maafkan aku ya."Sambil mendekat lalu memeluk Rania erat, Rein meluapkan semua rasa di dalam hatinya.Dia memang merasa bersalah sekali
"Rein, banyak sekali yang ingin kubicarakan denganmu. Senang sekali aku bisa melihatmu sekarang.""Tahan dulu."Rania memang sudah tak sabar ingin bercerita banyak pada sahabatnya dan juga menanyakan tentang seseorang yang dipikirnya sahabatnya itu lebih tahu dari dirinya.Tapi Rein tidak berpikir sama seperti dirinya."Aku tidak datang ke sini hanya untuk menjengukmu.""Apa Reza menyuruhmu datang ke sini untuk membawaku?""Bagaimana kau bisa menebak begitu?" jelas saja Rein jadi kaget dengan jawaban Rania.Dia sendiri belum memberikan informasi apapun tapi sahabatnya sudah menuduh ke sana."Apa kau tahu sesuatu Rania?""Kataka
Delima: Mana ku tahu. Dia baru kembali beberapa jam yang lalu. Mungkin dia ingin memberikan surprise padamu.Shaun, dia menempuh kuliah S1 dan S2-nya di Jepang dan semuanya mendapat beasiswa. Hari ini kepulangannya dan Alila sungguh tak percaya kalau temannya itu sudah datang tanpa meneleponnya.Alila: Berikan teleponnya padanya.Shaun: Hai Alila.Delima pun menurut. Dan kini suara seseorang sudah membuat Alila begitu murka padanyaAlila: Kau. Sahabat macam apa kau pulang tidak bilang-bilang padaku?Shaun: Dengar dulu, aku-Alila: Tak mau. Aku lagi marah padamu Shaun.Yah, sudah terbayang memang bagaimana kesalnya Alila karena tidak diberitahukan tentang kedatangan pria itu. Padahal selama ini komunikasi mereka cukup lancar. Tapi kenapa dia harus tahu dari orang lain tentang kedatangan Shaun?Shaun: Baiklah, aku minta maaf, aku ingin kasih kejutan padamu.Alila: Maafmu tidak diterima. Cepat temui aku di plaza dan bantu aku mengurus empat monster kecil ini. Bawa juga Delima. Dia yang pa
"Alila, kau dengar aku tidaaaak?""Dengaaaar, sabarlah Darwin, kan aku masih berpikir!"Entah kenapa Alila jadi mengingat ini. Sampai dia diam beberapa detik dan Darwin mengomel.Bayangan tentang Arthur memang tidak bisa dilupakannya dengan mudah. Ini yang membuatnya kembali menunjuk pekerjaan pada Darwin."Jangan bilang kau akan menunda lagi. Atau jangan-jangan kau menunda terus supaya aku berpaling dari Delima padamu.""Dih, kau pikir aku menyukaimu Darwin? Ish.""Habis, lama sekali sih. Aku sudah tidak sabar. Apa kau tidak mendukungku bersama dengannya dan hanya menipuku selama ini?"Darwin memang tidak sabaran. Delima memang sangat cantik sekali dan Darwin menyukainya sejak pandangan pertama. Alila jadi terkekeh lagi melihat bagaimana kesalnya Darwin padanya.Hubungannya dengan Darwin tidak se-kaku hubungan antara Reza dengan David. Mereka tak pakai panggilan resmi. Di tempat kerja, panggilan nama seperti ini juga tak masalah. Tak jarang mereka juga ribut satu sama lain di depan k
"Amar, Caca akan melahirkan!"Cuma sebelum siapapun merespon, Alila sadar duluan. Darah segar pun mengalir begitu saja yang membuat Amar cemas, Alila memekik."Kenapa kau diam saja? Cepat bawa istrimu ke dalam!"Reza juga panik. Dia segera mungkin membuka ruangan dan memanggil dokter untuk mempersiapkan operasi kedua yang jaraknya bahkan tak lebih dari seperempat jam dari Rania yang baru selesai.Caca tidak bisa diminta lahiran normal karena masalah di kepalanya dikhawatirkan akan mengganggu kesehatannya.Sekarang saja masalah di otaknya belum sembuh betul. Ya memang kondisinya sudah lebih baik. Caca bisa bertahan mengingat seseorang lebih dari seperempat jam. Bahkan rekor, pernah setengah jam dia tak bertanya dan bisa fokus ke obrolan tanpa gangguan. Tapi tetap saja, lahiran normal ini resiko berat."Papa. Amar. Bisa tidak sih kalian tidak bolak-balik? Mengganggu penglihatanku saja!"Tadi saat Rania melahirkan, Reza masih bisa tenang hanya menggenggam tangan Alila dan merangkul putri
"Aku tidak jadi bicara denganmu. Akan kupikirkan lagi bagaimana aku harus menyingkirkanmu!"Lagi-lagi jawaban yang membuat kepala David pening."Reza kau ingin aku mengundurkan diri kah?"Amar tak mengerti apa yang sedang mereka perdebatkan tapi sepertinya dia melihat sisi positif dari sikap David yang menekan Reza ini."Kau tidak perlu mengundurkan diri kalau Reza memang membenciku, David. Dia masih berpikir kalau aku ingin merebut Rania-""BUKAN HANYA RANIA!" Reza memekik."Kau pikir masalahku denganmu hanya karena itu? Aku membencimu karena kau selalu mengganggu hidupku, selalu mengambil apa yang seharusnya menjadi milikku."Bingung juga Amar mencernanya. Karena dia merasa tidak mengambil apapun dan bahkan dia sudah mengembalikan Rania kepada Reza.Dia tidak mengganggu hubungan mereka selama mereka bersama, dia tidak datang kecuali dia ingin mengecek DNA Caca barulah dia muncul."Sudah Amar, tidak perlu dipikirkan. Reza hanya cemburu tentang Marsha. Kau bersama dengan Marsha dari d
"Kau jaga Marsha. Aku akan bicara dengan suaminya tentu dia sendirian di dalam kamarnya, temani dia."Tapi Reza tidak mengizinkan Alila ikut.Dan putrinya pun menurut meski saat ini David yang melihat ini dia menatap tak suka pada Reza."Kenapa kau?""Aku ikut kau bicara dengannya. Tapi jika kau berani mencoba mengganggunya maka aku akan menyelamatkannya Reza. Kau temanku tapi aku tahu kalau menyerang Amar adalah tindakan yang salah."Ini hanya sebatas kekhawatiran David kalau Reza akan melakukan tindakan yang sama seperti yang dilakukan oleh kakeknya Frederick dulu. Bersikap baik pada Rania tapi di belakang dia menusuk Rania. Membuat wanita itu kesulitan dan bahkan Frederick adalah orang yang patut disalahkan untuk semua kejadian yang menimpa Marsha.Tidak mungkin Marsha diculik dan mengalami luka di kepalanya yang parah jika Frederick melindunginya."Kau ingin menentangku?"Dan tentu saja pembicaraan ini terjadi setelah Alila keluar dan dia menuju kamar Caca dan Amar. Reza mengingin
"Papa?""Papa Reza, Marsha.""Sssh, Papa Rezanya Marsha, om Amar?""Hm, papanya Marsha. Papanya Marsha juga sudah kangen sekali dengan Marsha dan ingin sekali memeluk Marsha."Ada senyum dari wanita yang sedang ada dalam rangkulan Amar itu dan Reza juga menegang saat Amar mengatakannya.Tidak terbesit dalam pikiran Reza sama sekali kalau Amar akan membahas tentang dirinya pada Marsha dengan cara seperti ini setelah sebulan lebih Reza terus berpikir negatif tentang Amar dan cemburu padanya."Baca ini Reza."Amar memberikan handphone yang diambil David agar Reza baca.[Reza kemarilah. Putrimu yang ini juga ingin dipeluk olehmu. Dia memegang tanganku kencang sekali saat kau memeluk adiknya, Alila.]"Eh tentu Papa, kau harus memeluknya."Alila yang mengintip isi pesan itu, melepaskan diri dan dia khawatir sekali kalau kakaknya akan cemburu padanya.Dia meninggalkan Reza sendiri dan memberikan jarak agar papanya bisa mendekat pada Marsha di mana Amar juga memberikan jarak."Om Amar, dia pa
"Kenapa kau bicara begitu tentang Arthur? Kau siapa?" Caca sudah lupa lagi tentang siapa Alila.Tapi setiap kali membicarakan Arthur memang Caca selalu melindunginya dan ini yang membuat Amar tak setuju dengan rencana Alila."Tidak Alila. Aku tidak yakin. Kita akan melihat nanti seiring dengan berjalannya waktu.""Tapi kan ini sudah pasti. Dia menculikku!" sanggah Alila tak terima."Saat aku bertemu dengan mamamu untuk kedua kalinya dan dia hilang ingatan, tidak mengenal tentang Reza, aku sangat yakin sekali kalau papamu itu adalah orang yang sangat jahat. Dia menculik mamamu dan berusaha untuk membuat mamamu menyukainya. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, aku bisa melihat kalau Reza tidak seburuk yang dikatakan oleh Giyan. Jadi kurasa waktu selalu bisa menunjukkan siapa orang itu sebenarnya. Hanya perlu menunggu saja."Amar mengembalikan semuanya pada kejadian itu dan matanya kembali menatap Reza."Amar kau tidak percaya padaku kah? Aku sendiri yang bicara dengan ayahnya!"Ketim
"Tidak Amar kau salah jika berpikir kalau Arthur adalah orang baik. Justru semua masalah ini diawali darinya!"Tapi saat itu juga Alila menepis semua pikiran Amar tentang kebaikan Arthur. Dia mencoba memblok dirinya dan tidak mau terbuai dengan perasaannya lagi.Dia yakin sekali Arthur adalah sumber permasalahannya. Pria itu sangat jahat padanya dan keluarganya. Alila hanya ingin memperingati dirinya untuk membenci Arthur."Alila, apa maksudmu?" tapi sebetulnya Amar tidak setuju"Lagipula dia sudah tidak ada lagi di dunia ini. Dia sudah mendapatkan karmanya. Dia sudah mati. Jadi tak perlu dibahas lagi Amar."Reza kau berhasil menyingkirkan Arthur berarti sebentar lagi kau juga berusaha untuk menyingkirkanku karena keegoisanmu dan merasa dirimu yang paling benar. Tapi aku tidak akan pernah menyerah dan aku tidak akan pernah membiarkan Caca pergi dari hidupku. Apapun yang kau akan lakukan padaku, aku akan bertahan demi istriku.Cuma saat itu juga pikiran Amar memperingatkan dirinya kala
"Tuan pasien sudah bisa dibawa ke ruangan opname. Dan kami akan membawanya sekarang."Melihat kondisi Caca yang sedang tertidur sudah mulai stabil lagi, perawat menginfokan. Lagi pula dia sudah ada di dalam ruang observasi lebih dari dua jam.Mereka tidak bisa melakukan apapun untuk ingatannya agar kembali pulih seperti dulu. Tapi dari luka fisiknya tidak ada yang bermasalah. Luka di kepalanya juga stabil dan ini jadi pertimbangan dokter untuk memindahkan Caca ke kamar pasien.Dan kejadian ini berlangsung setelah kepergian Reza sekitar setengah jam."Baik. Kalau begitu silakan dipindahkan sekarang."Amar mengizinkan. Dan selama proses pemindahan dia tidak pergi ke manapun. Dia tetap menemani Caca di samping tempat tidurnya yang didorong oleh perawat ke ruangan opname.Amar juga hanya menunggu Caca di dalam ruangan itu sambil sesekali dia melihat handphonenya dan mengirim pesan untuk mengurus masalah bisnisnya juga.Bukan hanya masalah bisnis, ibunya yang ingin pamit pulang ke Indonesi