"Kau menyukai pelayan?"
Hancur hati Alila ketika mendengar jawaban Arthur. Ini tidak sesuai dengan rencananya apalagi melihat pria itu mengangguk cepat.
"Aku tidak pernah melihat wanita secantik dia. Dan kau tahu? Dia sangat sulit sekali untuk didekati! Aku sudah berkali-kali mencoba mendekatinya tapi tetap saja dia dingin dan butuh bertahun-tahun untuk menjadi temannya."
Alila membuang wajahnya dan tersenyum sinis.
"Kalau dia gampangan dikejar olehmu itu artinya dia bodoh. Dia tidak bisa membuatmu tertarik padanya dan tergila-gila padanya. Itu kan taktik murahan wanita."
Sesaat sebelum kejadian."Permisi, dua Negroni, Caipiranha, whiskey dan Pina Colada, pesanan meja ini?"Pelayan wanita yang baru datang ke satu meja menyebutkan nama pesanan pelanggan yang duduk di meja tersebut.Ada lima orang pria yang tadi sedang mengobrol dan kini memperhatikannya."Oh iya benar."Wanita itu pun menaruh satu persatu minumannya dan minuman yang pertama baru saja diambil oleh seorang pria yang seakan-akan meminum minuman tersebut. Tanpa disadari oleh wanita yang tertuju matanya pada minuman di meja dia memasukkan sesuatu yang langsung ter
"Rich--""Kakak, kau tahu tadi Arthur sudah mengatakan apa padaku?"Sesaat sebelumnya ketika Rich datang ke night club milik sahabatnya Arthur, dia melihat perselisihan dan kini sebelum Arthur menjelaskan, adiknya Alila sudah lebih dulu masuk ke dalam dekapannya dan mencoba mengadu semua yang terjadi di sana."Apa permasalahan sebenarnya?""Kau tahu Caca? Wanita yang kubilang--""Kau masih mengejar pelayan itu?"Rich sudah tahu apa yang dibahas oleh Arthur. Nama itu bu
"Aku sudah menelpon mereka. Tunggu saja mereka datang!""Alila Kau mau ke mana?"Rich kembali memegang bahu adiknya karena tidak ingin Alila meninggalkan tempat itu sebelum masalah ini beres."Aku sudah melakukan apa yang seharusnya aku lakukan sekarang waktunya aku pergi! "Alila tidak mau berada di sana. Dia kesal sekali dengan Arthur. Bahkan tak mau melihat wajahnya.Aku berusaha untuk membencinya mulai saat ini meski sulit. Tapi tiap kali aku melihatnya pasti akan semakin sulit untuk membuatku benci karena aku memang sangat menyukai Arthur.
"Itu akibat kau tidak bisa menjaga adikmu sampai dia pulang marah-marah begitu dan kelihatannya sangat sedih sekali! Apa yang terjadi padanya, Rich?"Rania memang sangat menyayangi putrinya dan suaminya juga sangat memanjakan anak bungsu mereka ini. Begitupun Rich yang juga sangat perhatian pada adiknya, membuat mereka pasti sangat khawatir kalau melihat Alila merengut dan bad mood.Makanya wajar saja jika Rania langsung mengomel pada putranya Rich."Kurasa ini ada hubungannya sama Arthur.""Bukannya kau bilang kau akan membicarakan dengan Arthur tentang pertunangan adikmu dengannya?""Eh, iya sih Pa. Tadinya ada rencana begitu tapi ada sedikit masalah tadi di night club."Keluarga Rich semuanya sudah tahu kalau Alila jatuh cinta pada s
"Apa ada yang menanyakannya?"Dan di tempat yang lain di waktu yang bersamaan, seorang pria bertanya pada seseorang ditelepon dan tersenyum setelah mendapatkan jawaban dari pria itu.Dia tak berbicara lagi dan sudah menutup teleponnya lalu kini pandangan matanya mengarah pada sesosok tubuh yang masih belum sadarkan diri."Permisi Tuan. Ini yang anda butuhkan, Tuan!"Dan beberapa detik kemudian, pintu kamar yang memang tidak ditutup itu baru saja dimasuki oleh pelayannya yang membawakan sesuatu di atas nampan."Oh bagus! Kau jangan ke mana-mana ya. Nanti dia kaget kalau hanya melihatku," ucap pria itu yang kini berjalan mendekat pada seseorang yang masih menutup matanya."Apa dia baik-baik saja?""Kurasa begitu. Hanya ada sekelompok anak muda mencoba untuk membuatnya tak sadarkan diri makanya sekarang aku menyuntikan obat untuk menghilangkan pengaruh obat biusnya.""Apa ada yang ingin berbuat buruk padanya Tuan?"
"Yah, luka ini!" Caca memegang lukanya dan tersenyum mengingat masa lalunya."Luka ini karena ayahku yang saat itu sedang depresi sekali karena kematian Ibuku dan aku masih berusia setahun, dia tak sengaja menjatuhkanku. Ayah masih belum bisa melupakan Ibuku, dia sangat mencintai ibuku bahkan sampai sekarang dia belum menikah lagi. Makanya ayahku merasa sangat bersalah sekali."Amar melirik Caca yang kini sudah menunduk padahal sebelumnya dia bicara sambil menatap Amar yang justru tak menatapnya karena sedang menyetir."Kau yakin itu luka saat kau kecil?""Aku terluka dua kali di tempat yang sama. Pertama saat aku kecil dan terjatuh dengan ayahku lalu yang kedua saat ayah sedang mengemudi mobil menuju kuburan ibuku, kami kecelakaan. Itulah yang membuatku pitak lumayan besar jadi harus ditutupi dengan rambut yang lain. Kadang aku tak pe-de juga."Amar tidak bertanya lagi karena dia belum tahu harus berkomentar apa, hanya mendengarkan cerit
"Kenapa kau bisa berpikir begitu?""Oh, ayahku bilang, nanti ada temannya datang dan aku harus menemaninya minum. Mungkin, mereka gak bilang siapa mereka dan mengerjaiku, tapi maksudnya ya mengajakku minum."Caca juga tidak tahu kenapa dia mau menceritakan semuanya pada Amar. Tapi dia berusaha untuk jujur berdasarkan yang dia ingat sebelum berangkat kerja tadi."Jadi ayahmu menyuruhmu bertemu dengan temannya dan mengajakmu minum lalu dia ingin menjualmu begitu?"Yang ini Caca tidak bisa menjawabnya. Yang dia tahu ayahnya sangat mencintainya dan selalu menjaganya. Dirinya pun selalu mencintai ayahnya tapi kenapa ayahnya harus berjabat tangan dengan seseorang yang sudah melukai keluarga mereka? Dan kenapa semua terlihat baik-baik saja?"Apa mungkin ayahku hilang ingatan dan karena alzheimer-nya dia tidak tahu apa yang dia lakukan?""Bisa jadi, tapi kita tetap harus mencari tahu ini. Aku akan mengirim orang untuk mencari tahu tentang ayahmu dan apakah dia memang punya penyakit itu lalu a
"Aduh Mama, Papa, aku tidak seperti itu. Aku tidak mungkin menyewa wanita untuk memuaskan diriku. Aku tidak pernah melakukan itu seumur hidupku. "Amar membela diri dan kini dia berjalan mendekat pada kedua orang tuanya yang sudah berdiri di samping Caca sedangkan adiknya Sita, dia mendekat pada anak-anaknya dan menyuruh anak-anaknya tidak mengganggu dan dia juga meminta pelayan untuk menemani anak-anaknya bermain bola di taman belakang.Sita yakin sekali ada yang masih ingin dibicarakan oleh Amar sehingga dia tidak mau konsentrasi Amar terpecah karena anak-anaknya."Lalu Caca ini siapa? Tak mungkin kan hanya pelayan baru kau pinjamkan bajumu?"
Delima: Mana ku tahu. Dia baru kembali beberapa jam yang lalu. Mungkin dia ingin memberikan surprise padamu.Shaun, dia menempuh kuliah S1 dan S2-nya di Jepang dan semuanya mendapat beasiswa. Hari ini kepulangannya dan Alila sungguh tak percaya kalau temannya itu sudah datang tanpa meneleponnya.Alila: Berikan teleponnya padanya.Shaun: Hai Alila.Delima pun menurut. Dan kini suara seseorang sudah membuat Alila begitu murka padanyaAlila: Kau. Sahabat macam apa kau pulang tidak bilang-bilang padaku?Shaun: Dengar dulu, aku-Alila: Tak mau. Aku lagi marah padamu Shaun.Yah, sudah terbayang memang bagaimana kesalnya Alila karena tidak diberitahukan tentang kedatangan pria itu. Padahal selama ini komunikasi mereka cukup lancar. Tapi kenapa dia harus tahu dari orang lain tentang kedatangan Shaun?Shaun: Baiklah, aku minta maaf, aku ingin kasih kejutan padamu.Alila: Maafmu tidak diterima. Cepat temui aku di plaza dan bantu aku mengurus empat monster kecil ini. Bawa juga Delima. Dia yang pa
"Alila, kau dengar aku tidaaaak?""Dengaaaar, sabarlah Darwin, kan aku masih berpikir!"Entah kenapa Alila jadi mengingat ini. Sampai dia diam beberapa detik dan Darwin mengomel.Bayangan tentang Arthur memang tidak bisa dilupakannya dengan mudah. Ini yang membuatnya kembali menunjuk pekerjaan pada Darwin."Jangan bilang kau akan menunda lagi. Atau jangan-jangan kau menunda terus supaya aku berpaling dari Delima padamu.""Dih, kau pikir aku menyukaimu Darwin? Ish.""Habis, lama sekali sih. Aku sudah tidak sabar. Apa kau tidak mendukungku bersama dengannya dan hanya menipuku selama ini?"Darwin memang tidak sabaran. Delima memang sangat cantik sekali dan Darwin menyukainya sejak pandangan pertama. Alila jadi terkekeh lagi melihat bagaimana kesalnya Darwin padanya.Hubungannya dengan Darwin tidak se-kaku hubungan antara Reza dengan David. Mereka tak pakai panggilan resmi. Di tempat kerja, panggilan nama seperti ini juga tak masalah. Tak jarang mereka juga ribut satu sama lain di depan k
"Amar, Caca akan melahirkan!"Cuma sebelum siapapun merespon, Alila sadar duluan. Darah segar pun mengalir begitu saja yang membuat Amar cemas, Alila memekik."Kenapa kau diam saja? Cepat bawa istrimu ke dalam!"Reza juga panik. Dia segera mungkin membuka ruangan dan memanggil dokter untuk mempersiapkan operasi kedua yang jaraknya bahkan tak lebih dari seperempat jam dari Rania yang baru selesai.Caca tidak bisa diminta lahiran normal karena masalah di kepalanya dikhawatirkan akan mengganggu kesehatannya.Sekarang saja masalah di otaknya belum sembuh betul. Ya memang kondisinya sudah lebih baik. Caca bisa bertahan mengingat seseorang lebih dari seperempat jam. Bahkan rekor, pernah setengah jam dia tak bertanya dan bisa fokus ke obrolan tanpa gangguan. Tapi tetap saja, lahiran normal ini resiko berat."Papa. Amar. Bisa tidak sih kalian tidak bolak-balik? Mengganggu penglihatanku saja!"Tadi saat Rania melahirkan, Reza masih bisa tenang hanya menggenggam tangan Alila dan merangkul putri
"Aku tidak jadi bicara denganmu. Akan kupikirkan lagi bagaimana aku harus menyingkirkanmu!"Lagi-lagi jawaban yang membuat kepala David pening."Reza kau ingin aku mengundurkan diri kah?"Amar tak mengerti apa yang sedang mereka perdebatkan tapi sepertinya dia melihat sisi positif dari sikap David yang menekan Reza ini."Kau tidak perlu mengundurkan diri kalau Reza memang membenciku, David. Dia masih berpikir kalau aku ingin merebut Rania-""BUKAN HANYA RANIA!" Reza memekik."Kau pikir masalahku denganmu hanya karena itu? Aku membencimu karena kau selalu mengganggu hidupku, selalu mengambil apa yang seharusnya menjadi milikku."Bingung juga Amar mencernanya. Karena dia merasa tidak mengambil apapun dan bahkan dia sudah mengembalikan Rania kepada Reza.Dia tidak mengganggu hubungan mereka selama mereka bersama, dia tidak datang kecuali dia ingin mengecek DNA Caca barulah dia muncul."Sudah Amar, tidak perlu dipikirkan. Reza hanya cemburu tentang Marsha. Kau bersama dengan Marsha dari d
"Kau jaga Marsha. Aku akan bicara dengan suaminya tentu dia sendirian di dalam kamarnya, temani dia."Tapi Reza tidak mengizinkan Alila ikut.Dan putrinya pun menurut meski saat ini David yang melihat ini dia menatap tak suka pada Reza."Kenapa kau?""Aku ikut kau bicara dengannya. Tapi jika kau berani mencoba mengganggunya maka aku akan menyelamatkannya Reza. Kau temanku tapi aku tahu kalau menyerang Amar adalah tindakan yang salah."Ini hanya sebatas kekhawatiran David kalau Reza akan melakukan tindakan yang sama seperti yang dilakukan oleh kakeknya Frederick dulu. Bersikap baik pada Rania tapi di belakang dia menusuk Rania. Membuat wanita itu kesulitan dan bahkan Frederick adalah orang yang patut disalahkan untuk semua kejadian yang menimpa Marsha.Tidak mungkin Marsha diculik dan mengalami luka di kepalanya yang parah jika Frederick melindunginya."Kau ingin menentangku?"Dan tentu saja pembicaraan ini terjadi setelah Alila keluar dan dia menuju kamar Caca dan Amar. Reza mengingin
"Papa?""Papa Reza, Marsha.""Sssh, Papa Rezanya Marsha, om Amar?""Hm, papanya Marsha. Papanya Marsha juga sudah kangen sekali dengan Marsha dan ingin sekali memeluk Marsha."Ada senyum dari wanita yang sedang ada dalam rangkulan Amar itu dan Reza juga menegang saat Amar mengatakannya.Tidak terbesit dalam pikiran Reza sama sekali kalau Amar akan membahas tentang dirinya pada Marsha dengan cara seperti ini setelah sebulan lebih Reza terus berpikir negatif tentang Amar dan cemburu padanya."Baca ini Reza."Amar memberikan handphone yang diambil David agar Reza baca.[Reza kemarilah. Putrimu yang ini juga ingin dipeluk olehmu. Dia memegang tanganku kencang sekali saat kau memeluk adiknya, Alila.]"Eh tentu Papa, kau harus memeluknya."Alila yang mengintip isi pesan itu, melepaskan diri dan dia khawatir sekali kalau kakaknya akan cemburu padanya.Dia meninggalkan Reza sendiri dan memberikan jarak agar papanya bisa mendekat pada Marsha di mana Amar juga memberikan jarak."Om Amar, dia pa
"Kenapa kau bicara begitu tentang Arthur? Kau siapa?" Caca sudah lupa lagi tentang siapa Alila.Tapi setiap kali membicarakan Arthur memang Caca selalu melindunginya dan ini yang membuat Amar tak setuju dengan rencana Alila."Tidak Alila. Aku tidak yakin. Kita akan melihat nanti seiring dengan berjalannya waktu.""Tapi kan ini sudah pasti. Dia menculikku!" sanggah Alila tak terima."Saat aku bertemu dengan mamamu untuk kedua kalinya dan dia hilang ingatan, tidak mengenal tentang Reza, aku sangat yakin sekali kalau papamu itu adalah orang yang sangat jahat. Dia menculik mamamu dan berusaha untuk membuat mamamu menyukainya. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, aku bisa melihat kalau Reza tidak seburuk yang dikatakan oleh Giyan. Jadi kurasa waktu selalu bisa menunjukkan siapa orang itu sebenarnya. Hanya perlu menunggu saja."Amar mengembalikan semuanya pada kejadian itu dan matanya kembali menatap Reza."Amar kau tidak percaya padaku kah? Aku sendiri yang bicara dengan ayahnya!"Ketim
"Tidak Amar kau salah jika berpikir kalau Arthur adalah orang baik. Justru semua masalah ini diawali darinya!"Tapi saat itu juga Alila menepis semua pikiran Amar tentang kebaikan Arthur. Dia mencoba memblok dirinya dan tidak mau terbuai dengan perasaannya lagi.Dia yakin sekali Arthur adalah sumber permasalahannya. Pria itu sangat jahat padanya dan keluarganya. Alila hanya ingin memperingati dirinya untuk membenci Arthur."Alila, apa maksudmu?" tapi sebetulnya Amar tidak setuju"Lagipula dia sudah tidak ada lagi di dunia ini. Dia sudah mendapatkan karmanya. Dia sudah mati. Jadi tak perlu dibahas lagi Amar."Reza kau berhasil menyingkirkan Arthur berarti sebentar lagi kau juga berusaha untuk menyingkirkanku karena keegoisanmu dan merasa dirimu yang paling benar. Tapi aku tidak akan pernah menyerah dan aku tidak akan pernah membiarkan Caca pergi dari hidupku. Apapun yang kau akan lakukan padaku, aku akan bertahan demi istriku.Cuma saat itu juga pikiran Amar memperingatkan dirinya kala
"Tuan pasien sudah bisa dibawa ke ruangan opname. Dan kami akan membawanya sekarang."Melihat kondisi Caca yang sedang tertidur sudah mulai stabil lagi, perawat menginfokan. Lagi pula dia sudah ada di dalam ruang observasi lebih dari dua jam.Mereka tidak bisa melakukan apapun untuk ingatannya agar kembali pulih seperti dulu. Tapi dari luka fisiknya tidak ada yang bermasalah. Luka di kepalanya juga stabil dan ini jadi pertimbangan dokter untuk memindahkan Caca ke kamar pasien.Dan kejadian ini berlangsung setelah kepergian Reza sekitar setengah jam."Baik. Kalau begitu silakan dipindahkan sekarang."Amar mengizinkan. Dan selama proses pemindahan dia tidak pergi ke manapun. Dia tetap menemani Caca di samping tempat tidurnya yang didorong oleh perawat ke ruangan opname.Amar juga hanya menunggu Caca di dalam ruangan itu sambil sesekali dia melihat handphonenya dan mengirim pesan untuk mengurus masalah bisnisnya juga.Bukan hanya masalah bisnis, ibunya yang ingin pamit pulang ke Indonesi