"Aduh Mama, Papa, aku tidak seperti itu. Aku tidak mungkin menyewa wanita untuk memuaskan diriku. Aku tidak pernah melakukan itu seumur hidupku. "Amar membela diri dan kini dia berjalan mendekat pada kedua orang tuanya yang sudah berdiri di samping Caca sedangkan adiknya Sita, dia mendekat pada anak-anaknya dan menyuruh anak-anaknya tidak mengganggu dan dia juga meminta pelayan untuk menemani anak-anaknya bermain bola di taman belakang.Sita yakin sekali ada yang masih ingin dibicarakan oleh Amar sehingga dia tidak mau konsentrasi Amar terpecah karena anak-anaknya."Lalu Caca ini siapa? Tak mungkin kan hanya pelayan baru kau pinjamkan bajumu?"
"Ahaha, caca kau terlalu polos! kau tahu? anakku sudah setia bersama denganmu dan mau menunggumu bertahun-tahun itu artinya Amar memang sangat mencintaimu. aku belum pernah melihatnya melakukan ini kecuali pada satu orang wanita tapi itu sudah bertahun-tahun yang lalu.""Tak perlu bahas masa lalu. Aku akan segera mengurus acara resepsi sederhana untuk kalian!" Dan setelah istrinya bicara, Bayu juga sudah bersemangat sekali dan hendak menelepon orang terpercayaannya untuk mengurus pesta sederhana di saat Rahma kini repot memanggil putri bungsunya. "Ayolah bantu Kakak iparmu Caca bersiap-siap untuk acara pernikahannya dengan Amar, Sita!""Mama gak perlu khawatir! Aku sudah memanggil penata busana sekaligus penata rambut juga. Dia juga sudah menyiapkan gaun pengantin untuk nanti calon kakak iparku juga make up artis. Semua beres deh!"Sita selangkah lebih maju dari kedua orang tuanya. Sebelum Sita diberikan perintah untuk menyiapkan semuanya, dia memang sudah punya feeling dan berinis
"Fotonya baru diambil pagi ini?"Seharusnya Caca mengamati semua data itu lebih dulu tapi dia terfokus pada satu foto yang memang sangat mempengaruhi perasaannya."Ya! Apa itu pria yang kau suka?""Namanya Arthur. Ya, dia memang orang yang kuceritakan dan apa dia menemui ayahku untuk memberikan itu?""Dia memberikan handphone dan tasmu kurasa. Kau benar.""Tasku di loker. Soal handphone, aku sepertinya meninggalkannya di club. Mungkin jatuh. Karena kalau tidak di mobil, berarti memang jatuh di klub malamnya Arthur. Atau sengaja mereka membuang di parkiran supaya tak ada yang menemukanku." Caca mengangkat bahunya tak tahu mana yang benar. "Aku tidak tahu karena aku tak sadar lagi saat itu. Yang pasti mereka mengobrol bertiga dan aku curiga semua ini mereka rencanakan sejak awal ingin menjebakku.""Kenapa kau menyimpulkan mereka bertiga memang menjebakmu?""Yang pertama, ayahku sakit karena temannya menagih padan
"Eng-enggak gitu! Aku tadi nggak sengaja, bajunya nyangkut terus ketarik ujung handukmu. Maafin aku, Mar!"Sambil menutup matanya karena perasaan tak enak, malu, serta serba salah di dalam hatinya yang tak jelas juga menyalahi dirinya sendiri kenapa dia bisa sampai kelepasan memikirkan sesuatu yang tabu, Caca memang tidak berani untuk menatap Amar saat ini.Dirinya dipenuhi dengan rasa malu."Hehe, kamu belum pernah punya kekasih ya sampai hampir ngiler tadi?"Pertanyaan Amar yang tidak dijawab oleh Caca justru wanita itu malah sedikit meringis, tak tahu harus menjawab apa juga pada Amar. Dia hanya tahu kalau Amar sedang menggodanya."Udah, buka matamu! Aku sudah pakai handuknya lagi. Dan bantu aku, pegang ini di kanan dan di kirinya! Tadi aku ingin menyuruhmu memegang ini tapi kamu malah ngeliatin perutku doang."'Memalukan! Dia benar-benar sadar kalau kau memperhatikan perutnya! Apa jangan-jangan Dia melihatku juga menelan liur
"Aahaha, pandai sekali membuat lelucon!"Memang apalagi yang bisa dilakukan oleh Caca selain tertawa menutupi kegemasannya? Dia juga tidak tahu lagi harus melakukan apa.Sejenak pikirannya sedikit beku karena dia malu dengan Amar."Lelucon? Aku memberikan penawaran tadi bukan lelucon!"'Rasa panas wajahku mendengar ucapannya!'Sejujurnya kata-kata Amar barusan sudah berhasil membuat semu merah di wajah Caca tapi wanita itu tetap menggelengkan kepalanya sambil menutupi rasa malunya dengan tawa."Tadi itu aku bertanya karena aku bingung saja kenapa kau yang tidur di sana bukan aku? Harusnya Kau pemilik kamar ini kau tidur dikasurmu itu. Sedangkan aku di sini dibayar dan aku sudah dibantu olehmu beberapa kali untuk menyelesaikan permasalahanku! Ssssh, Bagaimana dengan urusan ayahku yang tadi kau tunjukkan padaku?" Di sini Caca meringis sedikit karena pesona Amar sudah membuatnya lupa dan dia yang sudah mengingat masalahnya sendiri, termasuk mengingat berkas yang disodorkan Amar dan itu
"Sssh, bangun tidur itu tidak bagus kalau langsung buka selimut dan mengubah posisi tubuh ke duduk tegap! Kau harus bangunnya perlahan-lahan dari posisi miring sebelum duduk tegak! Karena itu yang terbaik untuk kesehatan."'Bisa-bisanya dia membicarakan tentang kesehatan sedangkan hatiku sekarang sudah kocar-kacir karena menahan malu aku sudah bangun kesiangan! Tak tahulah sekarang sudah jam berapa!'Amar mungkin tersenyum sangat menyejukkan sekali dipandang mata tapi tidak untuk Caca yang merasa sangat bersalah dan malu padanya. Apa pandangan orang tua Amar nanti kalau melihatnya datang ke meja makan sedangkan mereka semua sudah selesai makan?"Maafkan aku ya!"Caca masih tahu diri dan dia merasa sangat bersalah sekali tak bisa memenuhi janjinya. "Masih ngantuk nggak Ca? Kalau masih ngantuk tidur lagi aja!""Eh enggak!"Entah apa maksud Amar menyindir atau Dia benar-benar menyuruh tidur, Caca tidak tahu! Tapi yang past
"Ya ampun, Kenapa kau bisa berpikir kalau kami akan marah dan membencimu?"Sebelum Caca yang nervous berhasil mengutarakan isi hatinya, ibunya Amar lebih dulu menyapanya dan sudah berdiri dari kursinya mendekat pada Caca dan Amar."Ayolah menantuku sayang! Duduk sini! Kami dari tadi memang sudah menunggumu makan bersama!""Eh, ta-tapi ini jam sepuluh."Caca memang sudah grogi sangat sehingga dia menjawab refleks ibunya Amar."Kami menunggumu untuk makan bersama. Tidak masalah kalau kau bangun jam sepuluh ataupun bangun jam dua belas siang. Itu wajarkan untuk orang yang baru saja menikah? dulu juga aku saat pertama kali malam pertama dengan suamiku setelah pernikahan kami bangun hampir di sore hari."Caca tak tahu lagi harus bagaimana tapi wajahnya sudah merah padam. Dia bahkan tak berani menatap semua wajah anggota keluarga Ammar yang sudah tersenyum menatapnya. Pandangannya justru malah menunduk dan tangannya terasa semakin ding
"Iya, aku senyumin duluan soalnya istriku manis banget. Aku mau jadiin momen ini kenang-kenangan terindah dalam hidupku. Makanya aku harus merekam semuanya sedetail mungkin."Bisa saja dia selalu membuatku jadi deg-degan. Apa tadi yang dia bilang? Merekam semua detail wajahku. Hahaha. Harus berkomentar apa aku sekarang?Amar memainkan peranannya. Dia terlihat seperti seorang pria yang jatuh hati dan jelas saja Caca yang baru pertama kali dekat dengan laki-laki merasa sangat terganggu.Bukan terganggu karena risih tapi terganggu karena hatinya mulai bermain api. Apalagi mendengar semua orang dalam ruangan itu sah karena akan mendukungnya. Ini berhasil mengganggu kewarasannya."Rasa-rasanya dulu saat awal menikah kau tidak pernah seperti itu padaku.""Sita kenapa kau malah membanding-bandingkan kakakmu dengan aku? Kan kau tahu sendiri aku dari dulu bukan orang yang romantis. Tapi terbukti kan walaupun aku bukan orang yang romantis tetap saja aku membuatmu bahagia. Kita punya dua anak da