Share

Tuduhan Mantan

Author: Astika Buana
last update Last Updated: 2025-01-08 21:08:54

Nafas emak memburu dan bibir bergetar menahan amarah.

"Pokoknya aku tidak terima! Anakku diperlakukan seperti ini. Aku tidak terima!"

Tubuh emak bergetar, langsung limbung dan luruh jatuh ke lantai.

Emak pingsan.

"Emak .... !" teriakku secepatnya meraih tubuh emak yang lunglai.

Pakde Jangin langsung, membopoh tubuhnya ke lincak depan TV. Tempat biasanya emak, nonton sambil rebahan. Aku balurin tubuh emak dengan minyak kayu putih. Gara-gara kabar yang tidak jelas emak jadi seperti ini. 

Kenapa mereka tidak tanya kepadaku langsung? Lebih baik, aku jelaskan kepada Pakde Jangin. Biar dia yang ngurus emak, mungkin pakai bahasanya bisa nyambung.

"Pakde, saya mau bicara. Sebenarnya, saya ... "

"Sudah! Bicaranya nanti saja. Saya harus panggil Pak Mantri, bahaya kalau emakmu tidak langsung ditangani. Bisa keblabasan!" kata Pakde Jangin tergopong, memotong apa yang aku harus jelaskan. 

Dia langsung bergegas setengah lari pergi. Kondisi emak masih sama, dia terlihat lemas dan tidak merespon. 

Tidak lebih sepuluh menit, datang sepeda motor memasuki halaman rumah. Aku intip ternyata Pakde yang datang bersama Pak Mantri.

Astaga, bukannya itu Mas Danang! Kapan dia pindah ke sini?

Pak Mantri yang dimaksud, Mas Danang, mantanku terakhir sebelum aku menikah dengan Mas Joni. Kami memutuskan berpisah karena dia ada pengangkatan di puskesmas di luar Jawa dan aku akan merantau ke ibu kota. Jarak yang begitu jauh memutuskan untuk berpisah.

"Suti, kalau kita memang jodoh. Pasti kita bertemu lagi ketika kita masih sendiri, dan bisa bersatu lagi" ucapnya saat itu. 

Dan, aku menyetujui.

"Ayo, Nak Danang! Masuk!" teriak Pakde mempersilahkan masuk. 

Mas Danang dengan jas putih seragam Puskesmas, masuk menyibak tirai penyekat antara ruang tamu dan ruang tengah.  Dia tercekat sejenak melihatku, dan segera langsung mendekati ibu. 

"Dek Suti, kita bertemu lagi," ucapnya dengan suara lembut dan senyuman yang sama seperti dulu. 

Terus terang, penampilannya semakin keren. Apalagi dengan rambut di minyakin dan disisir kebelakang, uh, keren. Harum minyak wanginya menyeruak di hidungku, terasa menenangkan membuat aku terlupa sejenak dengan masalah yang konyol ini.

Aduh!

Aku langsung tepok jidat, berusaha mengembalikan akal sehatku.

"Kenapa Nduk?" tanya Pakde sambil menyenggol lenganku. 

"E-tidak ada. Cuma ada nyamuk," ucapku sekenanya. Aku lirik, perhatiannya masih terpaku kawatir ke keadaan emak yang lagi diperiksa.

"Bagaimana, Nak Danang?" tanya Pakde sambil memegang lengannya. 

Mas Danang tersenyum dan  melirik kepadaku.

"Tidak apa-apa Pak Jangin. Ini pingsan seperti biasa. Mungkin akibat lelah, atau karena perut kosong. Sebentar lagi, siuman. Biasanya ini dipicu dengan sesuatu yang mengagetkan. Memang ada apa?" tanyanya sambil mengarah kepadaku.

"Ini gara-gara kabarnya Suti yang ... "

"Mas Danang, tunggu di depan saja, yuk!" ucapku memotong perkataan Pakde. 

Bisa gawat melebar-lebar nanti. Kebenarannya saja belum diungkap, sudah disiarkan.

Aku langsung menggandeng tangan Mas Danang menuju ruang depan. Aku lirik, yang digandeng senyum-senyum dengan pipi semburat merah.

Aku tinggalkan Pakde yang menunggui emak.

'Suamiku, maaf. Dikit, kok'

*

"Dek Suti, bagaimana kabarmu?" tanya Mas Danang lembut setelah menyesap teh yang baru saja aku hidangkan.

"Alhamdulillah, aku baik, Mas," ucapku sambil menyodorkan camilan di toples.

"Alhamdulillah kalau begitu, Mas tidak kawatir lagi," ucapnya sambil menatapku tajam. Tatapan tak biasa seperti terakhir kami bertemu. Terasa teduh dan mendamaikan.

"Untung, aku sudah kembali di desa ini. Aku sudah enam bulan di sini."

Terasa kikuk kami duduk berdua disini. Walaupun tidak ada maksud apa-apa tetapi sikap Mas Danang kelihatan lain. Kakinya goyang-goyang seperti dulu ketika akan menyatakan cintanya kepadaku. Wah, jangan-jangan.

"Dek Suti, sebagai laki-laki aku harus yang memulainya dulu. Aku sudah dengar kabar tentangmu, tidak usah malu. Hal seperti ini sudah biasa. Mungkin kita ditakdirkan jodoh, Deh," ucapnya sambil memainkan kuku-kuku jarinya. 

Dia sesekali menatapku dengan wajah sendu.

'Aduh!'

Kepalaku langsung puyeng.

Ternyata kabarku yang sudah menjadi janda sudah menyebar. Bahkan sampai ke telinga mantanku yang sekarang ada di depanku. Dan, menawarkan menjalin hubungan yang pernah usai.

'Huuft !'

Terus terang, aku benar-benar kaget dengan kejadian sekarang. Aku tarik nafas dalam-dalam, mencoba menetralkan emosiku. 

"Mas Danang, sebenarnya kabar itu tidak benar, Mas. Aku dengan suamiku baik-baik saja. Itu hanya tuduhan orang-orang karena aku pulang sendiri. Aku harap Mas Danang tidak salah paham," ucapku pelan, kawatir menyinggung perasaannya.

Dia memandangku dengan senyuman yang sama. 

"Dek Suti, iya aku percaya. Tetapi, ingat. Masmu ini akan selalu mendukung dan siap membantumu kapanpun," ucapnya sambil menepuk punggung tanganku. 

Kata-kata 'Masmu' menandakan bahwa dia tidak percaya dengan yang aku katakan barusan. Seperti dia memproklamirkan bahwa dia adalah milikku.

"Mas permisi dulu, ya. Puskesmas lagi rame. Tidak bisa ditinggal. Terima kasih, ya. Tehnya enak dan manis, seperti yang mbuat," ucapnya dengan menyuguhkan senyumannya yang super manis juga.

Tolong ....! Bagaimana ini?

Mas Joni, bantu aku.

Hiks.

*

"Suti! Kamu pacaran sama Mas Mantri?" teriak Emak tiba-tiba menyibak tirai pembatas ruangan. 

Diikuti Pakde Jangjn, mereka duduk di depanku menuntut jawaban.

'Ya Allah, apa lagi ini?'

Puyeng ... puyeng!

******

Related chapters

  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Minta Bukti

    "Suti! Kamu pacaran sama Mas Mantri?" teriak Emak tiba-tiba menyibak tirai pembatas ruangan. Diikuti Pakde Jangin, mereka duduk di depanku menuntut jawaban.'Ya Allah, apa lagi ini?'Puyeng ... puyeng!"Suti, kamu ini ditanya orang tua kok malah gedeg-gedeg! Kamu pusing? Makanya jangan aneh-aneh jadi orang. Belum lama menjanda sudah pacaran sama Mas Mantri!" teriak Emak."Iya Nduk. Pakde juga kasih saran. Kalau bisa di rem-rem dulu. Tidak enak diomongin tetangga," ucap Pakde Jangin mengambil duduk disebelahku."Emak, Pakde, tolong dengar omongan saya. Jangan dipotong ataupun dibantah, tolong!" teriakku dengan kesal. Bagaimana tidak kesal, semua orang sekampung seakan sudah mengerti benar tentang kehidupanku. Sudah ngeyel, salah lagi!Kriuk ... kriuk ....Perutku berbunyi lagi. Dari tadi pagi belum sarapan, tenagaku sudah habis mungkin minus. Nahan emosi yang sudah diubun-ubun."Lapar ...! Aku tak makan dulu ya, Mak," ujarku sambil cengengesan. Setelah bernegosiasi sama emak yang su

    Last Updated : 2025-01-08
  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Tawaran Gila

    Ada apa lagi ... ini!?Aku dan Widya memang berteman dari sekolah, bahkan pernah bersahabat. Kemana-mana selalu bersama. Bahkan di sekolah pun juga duduk di satu meja. Tidak hanya di sekolah, di rumah kami sering bergantian tidur di rumahku atau di rumah Widya. Kebetulan rumah kami tidak jauh.Kami pribadi yang sangat berbeda, tetapi kami bisa saling melengkapi dan menutupi kekurangan. Aku yang pendiam, kutu buku dan kurang bisa bergaul berbanding dengan Widya yang cerewet, banyak teman walaupun kurang pintar pada pelajaran.Keakraban kami mulai retak, semenjak kami mengenal cinta monyet. Penyakit sahabat, jatuh cinta kepada laki-laki yang sama. Keretakan menjadi pecah setelah aku yang terpilih menjadi labuhan cintanya. Widya yang merasa lebih mempesona, menganggap ini penghinaan baginya. Kami tidak bersua tanpa ada kata perpisahan.Cerita cinta dimulai, diiringi usainya cerita persahabatanku dengan Widya. Itu awal kisahku dengan Mas Danang yang sekarang menjadi mantri di Puskesmas ka

    Last Updated : 2025-01-08
  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   JJS Bersama Emak

    Rencana awalku pulang ke kampung untuk nyekar makam Simbah tertunda dengan urusan yang tidak jelas. Sore ini, apapun yang terjadi aku harus sesuai dengan rencana. Setelah salat Ashar, kami berangkat.Dengan berjalan kaki, aku bersama Emak pergi ke pemakaman umum yang terletak di belakang pasar. JJS -jalan-jalan sore- ala kampung, sepanjang jalan tak henti-hentinya orang menyapa dan bertanya kabar. Pertanyaan wajar dan ada juga pernyataan dari sisa gosip yang beredar."Iya sehat. Nyekar ke makam Simbah," jawabku dari pertanyaan yang sama dari ujung jalan sampai terakhir. "Ya harus begitu, Ti. Jadi orang jangan sampai melupakan leluhur, dengan begitu kamu terhindar dari kesialan. Wes tak doakan supaya badai pasti berlalu. Bisnis dan perkawinanmu terhindar dari masalah."Tuh kan, ungkapan yang menyatakan kalau gosip masih beredar.Wes, woles saja. Kalau dijelaskan bisa sampai makam sudah malam.Jarak yang dekat terasa jauh. Waktu tempuh sepuluh menit, menjadi setengah jam. Molor tidak

    Last Updated : 2025-01-08
  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Team Senior

    "Ti ...! Suti ...! Sutiati!" teriak Emak yang baru masuk ke dalam rumah. Aku yang sampai di rumah duluan, langsung masuk kamar mandi. Mengguyur seluruh badan dengan air dingin, pilihan tepat untuk mengurai pikiran yang penat. Air dari mata air di pegunungan terasa sejuk dan menenangkan. Persiapan menjelaskan tentang yang kami kerjakan ke Emak, membutuhkan sabar yang tak terbatas."Suti ...! Kamu di mana?!""Emaaak! Aku mandi!" teriakku dari kamar mandi dan melanjutkan gosok badan pakai batu apung."Sutiati! Kamu ini membuat Emak kawatir saja! Emak mikirnya kamu marah! Mandinya jangan lama, Emak siapkan makanan!" Huufff ....Emak, anakmu ini lagi marah beneran, kesal ngadepin Emak yang tidak peka dan selalu berfikir aneh Aku lanjutkan jeburan air menyiram kepalaku yang terasa mengepul ini. *"Emak tidak makan?" tanyaku setelah sadar, dia hanya memandangiku yang rakus menyantap hidangan kampung ini. Tempe goreng, Nila goreng dan rebusan sayur. Dilengkapi sambal tomat yang pedas. Sam

    Last Updated : 2025-01-31
  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Emak Ikutan Kerja

    Klunting .... Klunting ....Laporan pagi dari suami tercinta, Mas Joni. VC."Dek Tia ... Mas kangen. Biasanya bangun pagi langsung disuguhi senyum manismu. Sekarang garing!" keluhnya membuka obrolan. "Kok sudah rapi? Mau pergi? Sama siapa? Jangan aneh-aneh!" cecar Mas Joni. Tambah satu lagi grupnya Emak. Suka sekali punya pemikiran aneh."Suamiku terganteng .... Ini lo yang membuatku harus pergi? Lupa?" tanyaku sambil menunjukkan kertas berisi daftar pesanan Mr William yang tadi malam aku print. Untung di kamar Slamet adikku, ada komputer dan printer nganggur. Sementara di sana aku jadikan kantor sementara."Maaf, ya," ucap Mas Joni dengan muka mohon ampun dan senyum menawan menunjukkan pesonanya. Biasanya kalau di rumah, tanpa babibu langsung aku uwel-uwel menuntaskan kegemaskanku. Berhubung lewat ponsel, ya cium online ajalah."Dek Tia, Mr William ada tambahan lagi. Sudah aku email. Buat revisi PI, ya. Nanti sekalian kamu email dia dan di CC ke cargo!"ucapnya. Alhamdulillah, re

    Last Updated : 2025-01-31
  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Mantannya Emak

    "Ini anakmu, Dek? Cantik ya, mirip kamu dulu!" ucap Juragan Sarno melihatku dan emak secara bergantian.Wuaduh ...!Panggilannya itu, lo, membuatku tidak tahan. Dunia sejenak seperti milik mereka berdua ketika saling melempar pandang dan berakhir dengan senyum yang sedikit tertahan, sudah tidak peduli dengan keriput di sana sini. Emak, anakmu ada di sini, lagi nempel di tembok. "Ehem ...! Ehem ...!" suara Pakde Jangin memecah suasana yang kikuk ini. Dia baru datang setelah parkir mobil di bawah pohon mangga. Urusan mobil, memang dia paling ribet. Parkir harus di tempat teduh, kalau kepanasan cat bisa retak dan mengelupas, itu pendapatnya. Makanya emak turun terlebih dahulu menyusul aku yang mengejarnya, meninggalkan Pakde yang sibuk mencari tempat teduh."Eh, Jangin! Sudah lama kita tidak bertemu, kawan. Ayo, sini masuk! Hari ini, hari apa, ya. Kok saya mendapatkan anugrah besar!" kata Juragan Sarno.Kami digiring masuk ke dalam pendopo besar, full kayu jati dengan ukiran klasik.

    Last Updated : 2025-01-31
  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   AAA

    Untungnya, Juragan Sarno tidak sadar dan beranjak dari duduknya.Dia bergegas ke rumah belakang danmenyuruh orang untuk mengambil kelapa muda.*****Kami pun menikmati suguhan kelapa muda utuh sambil membicarakan pesananku tadi. Juragan Sarno ternyata orangnya enak diajak bicara, dia mengerti benar tentang perkayuan. Banyak ilmu yang aku dapat dari dia. Kami diajak berkeliling ke gudang penggergajian dan ke kebon belakang yang penuh dengan tumpukan kayu glondongan. "Dek, penampilanmu kok lain? Seperti akan siap tempur," tanya Juragan Sarno lirih, walaupun aku masih mendengar jelas."Ini baju kerja team senior, Kang. Harus diposisi siap di medan seperti ini!" jawab Emak. Kemudian terdengar ceritanya tentang perjalanan ke tambang batu. Bagaimana dia harus loncat sana dan sini. Ceritanya terdengar berlebihan, sih, tetapi membuat Juragan kayu itu terkesima mendengarnya."Makanya, menantu saya melarang memakai baju bagusan. Bukan karena tidak punya, lo, tetapi, takut ada yang naksir!" uca

    Last Updated : 2025-02-07
  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Naik Bis

    "Sutiati! Kamu pulang naik bis?!" teriak emak mengagetkanku. Lagi selonjoran meluruskan pegelnya kakiku yang delapan jam perjalanan naik bis ekonomi.Tahukan, bis ekonomi tempat duduknya sembilan puluh derajat, mana sempit lagi. Kakiku yang panjang, memaksaku duduk seperti segitiga siku-siku. Bukannya tidak mampu naik bis eksekutif atau travel eksekutif tetapi karena kampungku tidak dilewati kendaraan yang berlebel eksekutif.Parah pelosoknya.Belum aku jawab emak langsung nerocos ngomel kepadaku."Suti, Suti ... kamu ini bikin malu, Emak. Dari Bu Lurah sampai tukang sayur nanyain, kamu itu apa sudah bangkrut? Kok pulang naik bis! Apratmu, mana? Terus suamimu mana? Kok tidak ikut. Jangan-jangan, kamu dipulangkan sama Joni, ya?!" teriak Emak membuat aku semakin pusing. Pertanyaan Emak berderet, bingung mana yang harus dijawab. Anaknya datang, mbok ya ditanya kabarnya bagaimana? Capek atau minta dipijitin. Ini malah nanyak mobil. Huuft ....Di kampung memang paling cepet kabar angin

    Last Updated : 2025-01-08

Latest chapter

  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   AAA

    Untungnya, Juragan Sarno tidak sadar dan beranjak dari duduknya.Dia bergegas ke rumah belakang danmenyuruh orang untuk mengambil kelapa muda.*****Kami pun menikmati suguhan kelapa muda utuh sambil membicarakan pesananku tadi. Juragan Sarno ternyata orangnya enak diajak bicara, dia mengerti benar tentang perkayuan. Banyak ilmu yang aku dapat dari dia. Kami diajak berkeliling ke gudang penggergajian dan ke kebon belakang yang penuh dengan tumpukan kayu glondongan. "Dek, penampilanmu kok lain? Seperti akan siap tempur," tanya Juragan Sarno lirih, walaupun aku masih mendengar jelas."Ini baju kerja team senior, Kang. Harus diposisi siap di medan seperti ini!" jawab Emak. Kemudian terdengar ceritanya tentang perjalanan ke tambang batu. Bagaimana dia harus loncat sana dan sini. Ceritanya terdengar berlebihan, sih, tetapi membuat Juragan kayu itu terkesima mendengarnya."Makanya, menantu saya melarang memakai baju bagusan. Bukan karena tidak punya, lo, tetapi, takut ada yang naksir!" uca

  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Mantannya Emak

    "Ini anakmu, Dek? Cantik ya, mirip kamu dulu!" ucap Juragan Sarno melihatku dan emak secara bergantian.Wuaduh ...!Panggilannya itu, lo, membuatku tidak tahan. Dunia sejenak seperti milik mereka berdua ketika saling melempar pandang dan berakhir dengan senyum yang sedikit tertahan, sudah tidak peduli dengan keriput di sana sini. Emak, anakmu ada di sini, lagi nempel di tembok. "Ehem ...! Ehem ...!" suara Pakde Jangin memecah suasana yang kikuk ini. Dia baru datang setelah parkir mobil di bawah pohon mangga. Urusan mobil, memang dia paling ribet. Parkir harus di tempat teduh, kalau kepanasan cat bisa retak dan mengelupas, itu pendapatnya. Makanya emak turun terlebih dahulu menyusul aku yang mengejarnya, meninggalkan Pakde yang sibuk mencari tempat teduh."Eh, Jangin! Sudah lama kita tidak bertemu, kawan. Ayo, sini masuk! Hari ini, hari apa, ya. Kok saya mendapatkan anugrah besar!" kata Juragan Sarno.Kami digiring masuk ke dalam pendopo besar, full kayu jati dengan ukiran klasik.

  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Emak Ikutan Kerja

    Klunting .... Klunting ....Laporan pagi dari suami tercinta, Mas Joni. VC."Dek Tia ... Mas kangen. Biasanya bangun pagi langsung disuguhi senyum manismu. Sekarang garing!" keluhnya membuka obrolan. "Kok sudah rapi? Mau pergi? Sama siapa? Jangan aneh-aneh!" cecar Mas Joni. Tambah satu lagi grupnya Emak. Suka sekali punya pemikiran aneh."Suamiku terganteng .... Ini lo yang membuatku harus pergi? Lupa?" tanyaku sambil menunjukkan kertas berisi daftar pesanan Mr William yang tadi malam aku print. Untung di kamar Slamet adikku, ada komputer dan printer nganggur. Sementara di sana aku jadikan kantor sementara."Maaf, ya," ucap Mas Joni dengan muka mohon ampun dan senyum menawan menunjukkan pesonanya. Biasanya kalau di rumah, tanpa babibu langsung aku uwel-uwel menuntaskan kegemaskanku. Berhubung lewat ponsel, ya cium online ajalah."Dek Tia, Mr William ada tambahan lagi. Sudah aku email. Buat revisi PI, ya. Nanti sekalian kamu email dia dan di CC ke cargo!"ucapnya. Alhamdulillah, re

  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Team Senior

    "Ti ...! Suti ...! Sutiati!" teriak Emak yang baru masuk ke dalam rumah. Aku yang sampai di rumah duluan, langsung masuk kamar mandi. Mengguyur seluruh badan dengan air dingin, pilihan tepat untuk mengurai pikiran yang penat. Air dari mata air di pegunungan terasa sejuk dan menenangkan. Persiapan menjelaskan tentang yang kami kerjakan ke Emak, membutuhkan sabar yang tak terbatas."Suti ...! Kamu di mana?!""Emaaak! Aku mandi!" teriakku dari kamar mandi dan melanjutkan gosok badan pakai batu apung."Sutiati! Kamu ini membuat Emak kawatir saja! Emak mikirnya kamu marah! Mandinya jangan lama, Emak siapkan makanan!" Huufff ....Emak, anakmu ini lagi marah beneran, kesal ngadepin Emak yang tidak peka dan selalu berfikir aneh Aku lanjutkan jeburan air menyiram kepalaku yang terasa mengepul ini. *"Emak tidak makan?" tanyaku setelah sadar, dia hanya memandangiku yang rakus menyantap hidangan kampung ini. Tempe goreng, Nila goreng dan rebusan sayur. Dilengkapi sambal tomat yang pedas. Sam

  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   JJS Bersama Emak

    Rencana awalku pulang ke kampung untuk nyekar makam Simbah tertunda dengan urusan yang tidak jelas. Sore ini, apapun yang terjadi aku harus sesuai dengan rencana. Setelah salat Ashar, kami berangkat.Dengan berjalan kaki, aku bersama Emak pergi ke pemakaman umum yang terletak di belakang pasar. JJS -jalan-jalan sore- ala kampung, sepanjang jalan tak henti-hentinya orang menyapa dan bertanya kabar. Pertanyaan wajar dan ada juga pernyataan dari sisa gosip yang beredar."Iya sehat. Nyekar ke makam Simbah," jawabku dari pertanyaan yang sama dari ujung jalan sampai terakhir. "Ya harus begitu, Ti. Jadi orang jangan sampai melupakan leluhur, dengan begitu kamu terhindar dari kesialan. Wes tak doakan supaya badai pasti berlalu. Bisnis dan perkawinanmu terhindar dari masalah."Tuh kan, ungkapan yang menyatakan kalau gosip masih beredar.Wes, woles saja. Kalau dijelaskan bisa sampai makam sudah malam.Jarak yang dekat terasa jauh. Waktu tempuh sepuluh menit, menjadi setengah jam. Molor tidak

  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Tawaran Gila

    Ada apa lagi ... ini!?Aku dan Widya memang berteman dari sekolah, bahkan pernah bersahabat. Kemana-mana selalu bersama. Bahkan di sekolah pun juga duduk di satu meja. Tidak hanya di sekolah, di rumah kami sering bergantian tidur di rumahku atau di rumah Widya. Kebetulan rumah kami tidak jauh.Kami pribadi yang sangat berbeda, tetapi kami bisa saling melengkapi dan menutupi kekurangan. Aku yang pendiam, kutu buku dan kurang bisa bergaul berbanding dengan Widya yang cerewet, banyak teman walaupun kurang pintar pada pelajaran.Keakraban kami mulai retak, semenjak kami mengenal cinta monyet. Penyakit sahabat, jatuh cinta kepada laki-laki yang sama. Keretakan menjadi pecah setelah aku yang terpilih menjadi labuhan cintanya. Widya yang merasa lebih mempesona, menganggap ini penghinaan baginya. Kami tidak bersua tanpa ada kata perpisahan.Cerita cinta dimulai, diiringi usainya cerita persahabatanku dengan Widya. Itu awal kisahku dengan Mas Danang yang sekarang menjadi mantri di Puskesmas ka

  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Minta Bukti

    "Suti! Kamu pacaran sama Mas Mantri?" teriak Emak tiba-tiba menyibak tirai pembatas ruangan. Diikuti Pakde Jangin, mereka duduk di depanku menuntut jawaban.'Ya Allah, apa lagi ini?'Puyeng ... puyeng!"Suti, kamu ini ditanya orang tua kok malah gedeg-gedeg! Kamu pusing? Makanya jangan aneh-aneh jadi orang. Belum lama menjanda sudah pacaran sama Mas Mantri!" teriak Emak."Iya Nduk. Pakde juga kasih saran. Kalau bisa di rem-rem dulu. Tidak enak diomongin tetangga," ucap Pakde Jangin mengambil duduk disebelahku."Emak, Pakde, tolong dengar omongan saya. Jangan dipotong ataupun dibantah, tolong!" teriakku dengan kesal. Bagaimana tidak kesal, semua orang sekampung seakan sudah mengerti benar tentang kehidupanku. Sudah ngeyel, salah lagi!Kriuk ... kriuk ....Perutku berbunyi lagi. Dari tadi pagi belum sarapan, tenagaku sudah habis mungkin minus. Nahan emosi yang sudah diubun-ubun."Lapar ...! Aku tak makan dulu ya, Mak," ujarku sambil cengengesan. Setelah bernegosiasi sama emak yang su

  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Tuduhan Mantan

    Nafas emak memburu dan bibir bergetar menahan amarah."Pokoknya aku tidak terima! Anakku diperlakukan seperti ini. Aku tidak terima!"Tubuh emak bergetar, langsung limbung dan luruh jatuh ke lantai.Emak pingsan."Emak .... !" teriakku secepatnya meraih tubuh emak yang lunglai.Pakde Jangin langsung, membopoh tubuhnya ke lincak depan TV. Tempat biasanya emak, nonton sambil rebahan. Aku balurin tubuh emak dengan minyak kayu putih. Gara-gara kabar yang tidak jelas emak jadi seperti ini. Kenapa mereka tidak tanya kepadaku langsung? Lebih baik, aku jelaskan kepada Pakde Jangin. Biar dia yang ngurus emak, mungkin pakai bahasanya bisa nyambung."Pakde, saya mau bicara. Sebenarnya, saya ... ""Sudah! Bicaranya nanti saja. Saya harus panggil Pak Mantri, bahaya kalau emakmu tidak langsung ditangani. Bisa keblabasan!" kata Pakde Jangin tergopong, memotong apa yang aku harus jelaskan. Dia langsung bergegas setengah lari pergi. Kondisi emak masih sama, dia terlihat lemas dan tidak merespon. Ti

  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Pakde Jangin

    Brak .... !Suara pintu dapur mengagetkanku.Pintu dibuka dengan keras, silau sinar matahari dari luar menyeruak masuk. Terlihat sosok bayangan berdiri di sana.Aku picingkan mata, mencoba memastikan siapa yang masuk. Yang datang seperti kehilangan rasa sabar.Masih silau.Siapa, ya?*Aku lekatkan tanganku di atas alis untuk menahan silau dan mengetahui siapa yang datang."Pakde Jangin!" teriakku kaget.Dia adalah kakak emak yang terkenal jagoan di desaku ini. Tidak ada yang berani melawan dia, memang Pakde ku ini suka bertindak kasar, grusa-grusu, dan tanpa tedeng aling-aling, istilah Jawanya.Kalau ada yang bikin rusuh di kampung, dia nomor satu langsung di depan. Melibas semua yang melanggar aturan. Sebut nama Pakde Jangin, semua preman di sekitar desa ini termasuk sak kecamatan langsung ngibrit. Begitu dahsyatnya nama besar pakdeku ini.Makanya, Pak Lurah mengangkatnya jadi Ketua Keamanan Desa."Suti! Mana Joni, suamimu! Kok dia seenaknya saja, mentang-mentang orang kota!" teriak

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status