Share

Kebalikan

Penulis: Astika Buana
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-19 13:00:49

Sesapan demi sesapan kopi hitam tanpa gula ini tidak mampu mengusir resahku. Kafein yang biasanya menjadikan isi kepalaku ini bersih, sekarang justru penuh dengan kata jangan-jangan. 

Kalau dipikir secara jernih, kenapa aku harus kawatir? Selama ini hubunganku dengan Mas Joni suamiku baik-baik saja. Kami saling terbuka dan saling percaya. Tidak ada yang disembunyikan termasuk isi ponsel masing-masing. Aku biasa membuka ponsel Mas Joni yang paswordnya tanggal ulang tahunku. Aman, kok. 

Namun, beredarnya gosip di kampung kemarin menyadarkan aku kalau kemungkinan bisa saja terjadi. Mereka  bergosip dengan menunjukkan alasan yang bisa dipercayai. Katanya aku diceraikan suami karena belum memberi momongan. 

"Menikah itu tujuannya mempunyai anak. Kalau tidak bisa, laki-laki ya mencari wanita lain, lah."

Ada juga yang menyoal gini, "Suaminya Suti itu putih, gagah, ganteng, necis, dan berpendidikan. Kalau dapet yang lebih ya  wajarlah. Wo

Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Teman Sepesawat

    Pesawat penuh. Untung aku memesan tiket jauh-jauh hari. Dapat jadwal dan tempat duduk sesuai yang aku inginkan-dekat jendela. Bagiku ini tempat yang menjaga privasi. Aku bisa menikmati pemandangan di luar jendela tanpa terhalang orang lain. Sekali lagi aku memeriksa ponsel. Tidak ada pesan masuk dari suamiku. Satu pesan dari Emak yang memberikan doa dan wejangan berderet. Baru saja aku akan mematikan ponsel, ada notifikasi pesan masuk. Hati ini bersorak mendapati yang aku tunggu pun memberi perhatian.[Dek Tia, tiketnya jam sekarang, kan?][Inget jangan lirak-lirik teman sebelah, apalagi cowok ganteng] pesannya dengan emoticon marah. Aku tersenyum. Rasa tersanjung karena dicemburui walaupun tanpa sebab. Mau aku godain, tapi di sana masih tertera tulisan typing.[Aku usahakan pulang lebih awal. Sudah, ya. di sini susah sinyal. Aku saja harus naik][Muach] Senyumku semakin lebar. Entah karena kangen atau apa, jantung ini berdegup lebih kencang. Tanpa menunda, jari ini menuangkan isi

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-20
  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Jijik

    Rasa iba pun hilang sekejap, berganti dengan jijik dan kesal. Tubuh ku beringsut memberi jarak. Aku paling benci dengan penghianatan. Eh, ternyata yang di depanku ini wanita tidak baik. Apapun alasannya, kalau wanita yang mau dengan suami orang itu menurutku sudah orang zolim. Apa dia tidak sadar kalau sikapnya itu menyakiti wanita lain? Memang perselingkuhan bukan hanya kesalahan si wanita ini, si lelaki pun punya andil yang sama. Namun, bukankah tepukan tangan tidak akan berbunyi nyaring kalau keduanya tidak menginginkan. "Saya berharap besar supaya nanti istrinya mengerti," ucapnya sambil mengelus perutnya. 'Bah! Istri mana yang rela suaminya selingkuh? Membayangkan suaminya berbagi peluh dengan wanita lain saja sudah sakitnya setengah mati.' Aku menjawab ucapannya dalam hati. "Ya kalau pun tidak menerima saya, minimal menerima anak ini." Sontak aku memalingkan wajah ke arahnya. Dahiku berkerut tidak mengerti yang dimaksud. "Mbak akan menyerahkan anak ini? Kenapa? " Dia me

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-22
  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Teman Mas Joni

    Kendaraan yang aku tumpangi melambat seiring mendekati gerbang rumahku yang berwarna orange. Badan ini condong ke depan dengan mata menajam, mendapati laki-laki duduk di atas motor besar yang di parkir di depan pintu gerbang. Kawatir juga ketika mau turun dari taksi ditungguin laki-laki. Apalagi tidak dikenal. Banyak penjahat yang pura-pura menjadi tamu atau kurir, dan ketika penghuninya sendirian mereka beraksi. Untung saja Mbok Iyem langsung membuka gerbang ketika aku telpon. Aku mengamati penjaga rumahku yang berbincang sebentar dengan laki-laki berjaket kulit warna hitam itu. "Periksa bawaannya dulu. Jangan sampai ketinggalan." Ucapan pengemudi menyadarkanku. Dia membukakan pintu dan menunjukkan koper bawaanku yang dia keluarkan dari bagasi. Segera aku berkemas dan keluar dari kendaraan. "Terima kasih, Pak." Aku menyelipkan ongkos beserta uang tip. "Bu Tia, ada tamunya Pak Joni." Mbok Iyem mengambil alih bawaanku. Laki-laki itu mendekat sambil mengulurkan tangan. "Saya Jon

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-25
  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Dirimu

    Menikah itu tidak sekadar cukup dengan kata cinta, itu yang dulu sempat menyurutkanku mau menerima lamaran Mas Joni. "Dek Tia. Aku itu sudah merasa nyaman ketika bersama kamu seperti ini. Rasanya ada yang hilang ketika aku pamit. Aku mulai tergantung sama kamu," ucapnya kala berkunjung ke kost. Awalnya berkunjung dengan alasan bisnis, lama-lama ngobrol ngalor-ngidul sampai harus diusir supaya cepat pulang. "Ya karena kamu tidak punya teman di sini. Kita sama-sama perantauan. Nanti kalau ada teman yang lebih asyik pasti aku dilupakan," jawabku sambil berusaha sesantai mungkin. "Kami takut kehilangan saya? Kita sama-sama enggan berjauhan. Jangan-jangan kita sekarang sedang jatuh cinta." "Halah, gombal. Ini kopinya diminum," sahutku sembari menyodorkan cangkir blirik biru yang menguar aroma kopi tubruk. Jujur, celetukannya sering bikin jantung ini berdegup tak karuan."Hmmm.... Harum!" serunya setelah menghirup, kemudian menyesap kopi hitam. Yang bikin betah di sini selain ngobrol,

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-28
  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Naik Bis

    "Sutiati! Kamu pulang naik bis?!" teriak emak mengagetkanku. Lagi selonjoran meluruskan pegelnya kakiku yang delapan jam perjalanan naik bis ekonomi.Tahukan, bis ekonomi tempat duduknya sembilan puluh derajat, mana sempit lagi. Kakiku yang panjang, memaksaku duduk seperti segitiga siku-siku. Bukannya tidak mampu naik bis eksekutif atau travel eksekutif tetapi karena kampungku tidak dilewati kendaraan yang berlebel eksekutif.Parah pelosoknya.Belum aku jawab emak langsung nerocos ngomel kepadaku."Suti, Suti ... kamu ini bikin malu, Emak. Dari Bu Lurah sampai tukang sayur nanyain, kamu itu apa sudah bangkrut? Kok pulang naik bis! Apratmu, mana? Terus suamimu mana? Kok tidak ikut. Jangan-jangan, kamu dipulangkan sama Joni, ya?!" teriak Emak membuat aku semakin pusing. Pertanyaan Emak berderet, bingung mana yang harus dijawab. Anaknya datang, mbok ya ditanya kabarnya bagaimana? Capek atau minta dipijitin. Ini malah nanyak mobil. Huuft ....Di kampung memang paling cepet kabar angin

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Kangen Suami

    "Emak, aku ikut ke Pasar, ya. Kangen pingin makan lupis sama pecel lontongnya Mbok Irah!" teriakku dari kamar mandi, ketika mendengar Emak sibuk mau pergi ke pasar."Tidak usah ikut? Emak beliin saja! Kembangnya selak habis!" teriak Emak menjawab."Emak, ikut .... !" teriakku lebih kencang. Hening, tidak ada jawaban. Aku buka sedikit pintu kamar mandi keluar, celingak-celinguk tidak ada orang. Huuf... ditinggal, deh. Emak ini kagak tahu kalau aku kangen jalan-jalan ke pasar. Di kota emang ada pasar, tetapi, kurang seru. Kalau di sini, ke pasar serasa jumpa fans. Dari pintu gerbang sudah ketemu Parjo temen SMP ku yang jaga karcis pasar. Dia dulu sempet naksir aku. Ada juga Mas Tono, penjual ayam, mantanku pas SMA dulu. Kalau beli ayam, pasti dimantepin sambil ngobrol sana-sini yang gak jelas. Mengabaikan orang sebelahnya yang mencucu, istrinya.Hehehe ....Belum kalau masuk ke pasar, ketemu Yu Sri, Lek Inem, Mbak Tinah dan yang lainnya. Mereka ada yang tetangga, temen SMA, bahkan ada

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Pakde Jangin

    Brak .... !Suara pintu dapur mengagetkanku.Pintu dibuka dengan keras, silau sinar matahari dari luar menyeruak masuk. Terlihat sosok bayangan berdiri di sana.Aku picingkan mata, mencoba memastikan siapa yang masuk. Yang datang seperti kehilangan rasa sabar.Masih silau.Siapa, ya?*Aku lekatkan tanganku di atas alis untuk menahan silau dan mengetahui siapa yang datang."Pakde Jangin!" teriakku kaget.Dia adalah kakak emak yang terkenal jagoan di desaku ini. Tidak ada yang berani melawan dia, memang Pakde ku ini suka bertindak kasar, grusa-grusu, dan tanpa tedeng aling-aling, istilah Jawanya.Kalau ada yang bikin rusuh di kampung, dia nomor satu langsung di depan. Melibas semua yang melanggar aturan. Sebut nama Pakde Jangin, semua preman di sekitar desa ini termasuk sak kecamatan langsung ngibrit. Begitu dahsyatnya nama besar pakdeku ini.Makanya, Pak Lurah mengangkatnya jadi Ketua Keamanan Desa."Suti! Mana Joni, suamimu! Kok dia seenaknya saja, mentang-mentang orang kota!" teriak

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Tuduhan Mantan

    Nafas emak memburu dan bibir bergetar menahan amarah."Pokoknya aku tidak terima! Anakku diperlakukan seperti ini. Aku tidak terima!"Tubuh emak bergetar, langsung limbung dan luruh jatuh ke lantai.Emak pingsan."Emak .... !" teriakku secepatnya meraih tubuh emak yang lunglai.Pakde Jangin langsung, membopoh tubuhnya ke lincak depan TV. Tempat biasanya emak, nonton sambil rebahan. Aku balurin tubuh emak dengan minyak kayu putih. Gara-gara kabar yang tidak jelas emak jadi seperti ini. Kenapa mereka tidak tanya kepadaku langsung? Lebih baik, aku jelaskan kepada Pakde Jangin. Biar dia yang ngurus emak, mungkin pakai bahasanya bisa nyambung."Pakde, saya mau bicara. Sebenarnya, saya ... ""Sudah! Bicaranya nanti saja. Saya harus panggil Pak Mantri, bahaya kalau emakmu tidak langsung ditangani. Bisa keblabasan!" kata Pakde Jangin tergopong, memotong apa yang aku harus jelaskan. Dia langsung bergegas setengah lari pergi. Kondisi emak masih sama, dia terlihat lemas dan tidak merespon. Ti

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08

Bab terbaru

  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Dirimu

    Menikah itu tidak sekadar cukup dengan kata cinta, itu yang dulu sempat menyurutkanku mau menerima lamaran Mas Joni. "Dek Tia. Aku itu sudah merasa nyaman ketika bersama kamu seperti ini. Rasanya ada yang hilang ketika aku pamit. Aku mulai tergantung sama kamu," ucapnya kala berkunjung ke kost. Awalnya berkunjung dengan alasan bisnis, lama-lama ngobrol ngalor-ngidul sampai harus diusir supaya cepat pulang. "Ya karena kamu tidak punya teman di sini. Kita sama-sama perantauan. Nanti kalau ada teman yang lebih asyik pasti aku dilupakan," jawabku sambil berusaha sesantai mungkin. "Kami takut kehilangan saya? Kita sama-sama enggan berjauhan. Jangan-jangan kita sekarang sedang jatuh cinta." "Halah, gombal. Ini kopinya diminum," sahutku sembari menyodorkan cangkir blirik biru yang menguar aroma kopi tubruk. Jujur, celetukannya sering bikin jantung ini berdegup tak karuan."Hmmm.... Harum!" serunya setelah menghirup, kemudian menyesap kopi hitam. Yang bikin betah di sini selain ngobrol,

  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Teman Mas Joni

    Kendaraan yang aku tumpangi melambat seiring mendekati gerbang rumahku yang berwarna orange. Badan ini condong ke depan dengan mata menajam, mendapati laki-laki duduk di atas motor besar yang di parkir di depan pintu gerbang. Kawatir juga ketika mau turun dari taksi ditungguin laki-laki. Apalagi tidak dikenal. Banyak penjahat yang pura-pura menjadi tamu atau kurir, dan ketika penghuninya sendirian mereka beraksi. Untung saja Mbok Iyem langsung membuka gerbang ketika aku telpon. Aku mengamati penjaga rumahku yang berbincang sebentar dengan laki-laki berjaket kulit warna hitam itu. "Periksa bawaannya dulu. Jangan sampai ketinggalan." Ucapan pengemudi menyadarkanku. Dia membukakan pintu dan menunjukkan koper bawaanku yang dia keluarkan dari bagasi. Segera aku berkemas dan keluar dari kendaraan. "Terima kasih, Pak." Aku menyelipkan ongkos beserta uang tip. "Bu Tia, ada tamunya Pak Joni." Mbok Iyem mengambil alih bawaanku. Laki-laki itu mendekat sambil mengulurkan tangan. "Saya Jon

  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Jijik

    Rasa iba pun hilang sekejap, berganti dengan jijik dan kesal. Tubuh ku beringsut memberi jarak. Aku paling benci dengan penghianatan. Eh, ternyata yang di depanku ini wanita tidak baik. Apapun alasannya, kalau wanita yang mau dengan suami orang itu menurutku sudah orang zolim. Apa dia tidak sadar kalau sikapnya itu menyakiti wanita lain? Memang perselingkuhan bukan hanya kesalahan si wanita ini, si lelaki pun punya andil yang sama. Namun, bukankah tepukan tangan tidak akan berbunyi nyaring kalau keduanya tidak menginginkan. "Saya berharap besar supaya nanti istrinya mengerti," ucapnya sambil mengelus perutnya. 'Bah! Istri mana yang rela suaminya selingkuh? Membayangkan suaminya berbagi peluh dengan wanita lain saja sudah sakitnya setengah mati.' Aku menjawab ucapannya dalam hati. "Ya kalau pun tidak menerima saya, minimal menerima anak ini." Sontak aku memalingkan wajah ke arahnya. Dahiku berkerut tidak mengerti yang dimaksud. "Mbak akan menyerahkan anak ini? Kenapa? " Dia me

  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Teman Sepesawat

    Pesawat penuh. Untung aku memesan tiket jauh-jauh hari. Dapat jadwal dan tempat duduk sesuai yang aku inginkan-dekat jendela. Bagiku ini tempat yang menjaga privasi. Aku bisa menikmati pemandangan di luar jendela tanpa terhalang orang lain. Sekali lagi aku memeriksa ponsel. Tidak ada pesan masuk dari suamiku. Satu pesan dari Emak yang memberikan doa dan wejangan berderet. Baru saja aku akan mematikan ponsel, ada notifikasi pesan masuk. Hati ini bersorak mendapati yang aku tunggu pun memberi perhatian.[Dek Tia, tiketnya jam sekarang, kan?][Inget jangan lirak-lirik teman sebelah, apalagi cowok ganteng] pesannya dengan emoticon marah. Aku tersenyum. Rasa tersanjung karena dicemburui walaupun tanpa sebab. Mau aku godain, tapi di sana masih tertera tulisan typing.[Aku usahakan pulang lebih awal. Sudah, ya. di sini susah sinyal. Aku saja harus naik][Muach] Senyumku semakin lebar. Entah karena kangen atau apa, jantung ini berdegup lebih kencang. Tanpa menunda, jari ini menuangkan isi

  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Kebalikan

    Sesapan demi sesapan kopi hitam tanpa gula ini tidak mampu mengusir resahku. Kafein yang biasanya menjadikan isi kepalaku ini bersih, sekarang justru penuh dengan kata jangan-jangan.Kalau dipikir secara jernih, kenapa aku harus kawatir? Selama ini hubunganku dengan Mas Joni suamiku baik-baik saja. Kami saling terbuka dan saling percaya. Tidak ada yang disembunyikan termasuk isi ponsel masing-masing. Aku biasa membuka ponsel Mas Joni yang paswordnya tanggal ulang tahunku. Aman, kok.Namun, beredarnya gosip di kampung kemarin menyadarkan aku kalau kemungkinan bisa saja terjadi. Mereka bergosip dengan menunjukkan alasan yang bisa dipercayai. Katanya aku diceraikan suami karena belum memberi momongan."Menikah itu tujuannya mempunyai anak. Kalau tidak bisa, laki-laki ya mencari wanita lain, lah."Ada juga yang menyoal gini, "Suaminya Suti itu putih, gagah, ganteng, necis, dan berpendidikan. Kalau dapet yang lebih ya wajarlah. Wo

  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Tapi

    Aku mengerti banget kalau laki-laki itu makhluk visual, yang senang dengan wanita sexy. Walaupun aku tidak berpendidikan tinggi, tapi aku senang membaca buku. Tidak hanya buku hiburan saja, tentang psikologi pun aku lahap. Keinginan Mas Joni akhir-akhir ini yang menurutku nyleneh karena sebelumnya tidak seperti itu. Nah ini yang menjadikan aku kepikiran. Padahal dulu dia jatuh hati kepadaku karena aku yang berpenampilan jujur. Wajahku tidak cantik, tapi justru itu dia memujaku. "Kamu itu cantik alami. Tidak seperti wanita di luar sana yang bermake-up tebal. Aku tidak bisa membayangkan suaminya saat mereka tidur. Kan mereka harus menghapus make-up, melepas bulu mata, bahkan katanya ada yang tanpa alis. Hiii," ungkapnya saat pendekatan dulu. Sekarang tidak lagi seperti dulu. Apa jangan-jangan suamiku itu sudah bosan denganku yang penampilannya apa adanya ini? Di rumah pun pakaianku lebih ke kenyamanan. Kaos oblong lebar dan celana komprang. Jauh dari kata feminim apalagi sexy. Walau

  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Bab. Kepikiran

    “Pokok’e masalah orderan di sini, pasrah saja ke Emak. Jangan dipikir. Sekarang kamu waktunya konsentrasi sama suamimu.”“Iya, Emak. Tapi kalau aku kirim pesan atau telpon harus diangkat, ya,” tandasku sambil menatap Emak dan Pakde Jangin bergantian. Bukannya tanpa alasan, sering kali mereka menaruh hape di lemari sedangkan mereka entah kemana. Alasannya biar hape awet dan tetap kelihatan baru. Lah, fungsinya hape apa? Handphone, telpon yang di hand. Telpon yang selalu di tangan.“Iya beres, Ti. Aku akan taruh di kantong celana terus. Suaranya juga aku besarin pol,” jawab Pakde Jangin sembari menunjukkan layar ponsel yang cahayanya saingan dengan silaunya matahari. Gak kebayang kalau dia di tempat umum terus ada nada panggil. Bisa jadi bikin orang ngantuk, terjaga seketika.“Emak juga siap, Ti. Ini akan selalu nyantol kemanapun Emak berada. Nah, kalau pakai ini kan jadi hap

  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Dipanggil

    "Ti ...! Suti!" Suara Pakde Jangin terdengar. Entah kenapa pagi-pagi teriak seperti itu. "Ada apa, Pakde?" tanyaku menghampirinya yang baru masuk ke dalam rumah. "Tadi ada utusan dari Kelurahan, kamu dipanggil Pak Lurah pagi ini. Kamu jadi pulang sore, kan?" tanyanya sambil menata nafasnya yang terengah-engah."Iya, sore ini. Memang ada apa, kok saya dipanggil?""Tidak tahu, katanya Pak Lurah ada perlu dengan kamu. Cepetan kamu bersiap dan kita berangkat! Pakde pulang dulu ganti baju," ucap Pakde dan segera pergi meninggalkanku.Sesuai jadwal, sore ini aku kembali ke kota. Sengaja memilih waktu di sore hari dan sampai di tujuan di pagi hari. Perjalanan malam lebih membuatku tidak capai, selain tidak panas, aku juga bisa tidur walaupun dengan posisi sembilan puluh derajat.*"Hlo Mak, mau kemana kok sudah rapi?" tanyaku melihat Emak sudah bersiap dengan tas di lengannya. "Ada panggilan ke Kelurahan, kan?""Yang dipanggilkan aku saja. Kok Emak ikutan?" "Ya harus ikut. Kita kan te

  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Obatnya Emak

    "Eh itu anak saya!"Seorang laki-laki berbadan tinggi kurus dengan kulit agak gelap, masuk menghampiri kami dan bersalaman. Berakhir dengan dia menyapa Emak yang sedari tadi duduk."Ada yang bisa saya bantu, Bu?""Oh, saya baik. Yang mau order bukan saya, tetapi dia!" kata Emak sambil mengarahkan wajahnya ke arahku.Dia langsung mengarahkan pandangan kepadaku sambil mengerutkan dahi. Apa sampai segitunya, aku tidak pantas menjadi bos. Begitu besarnya kekuatan penampilan, sampai tampilan santaiku tidak meyakinkan."Iya dengan saya. Sutiati, panggil saja saya Suti!" ucapku sengan mengulurkan tanganku."Ardiyanto. Panggil Ardi. Maaf ya, biasanya yang ke sini sudah tua-tua. Mbak Sutin masih muda, saya pikir asistennya Ibu," ucapnya sambil menyambut uluran tanganku. Dia tersenyum, manis juga."Sudah gek sana bikin nota, Emak tunggu di sini saja!" ucap Emak dengan menyandarkan tubuhnya."Mari Mbk, kita ke kantor," ajaknya.

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status