Tampan, kaya, misterius, itulah sosok pemuda bernama Gilang. Meskipun anak konglomerat dia sangat jauh dari kata play boy, bahkan terkesan menjauhi wanita, sikapnya itu membuat para wanita di kampus tergila-gila.
Di sisi lain Gilang suka pergi ke klub menghabiskan malam dengan minum minuman keras. Beberapa mahasiswi di kampus berusaha menarik perhatiannya, alan tetapi tak satu pun yang berhasil mendekatinya.
"Gilang, kamu lihat cewek itu dari tadi merhatiin kamu," bisik Robi memberitahu Gilang.
Pemuda itu menoleh sekilas ke arah gadis yang di maksud oleh Robi, gadis itu melempar senyum manisnya, Gilang memalingkan wajah dengan cepat tanpa membalas senyuman itu. Raut kecewa jelas tergambar di wajah mahasiswi itu.
"Cakep 'kan?" Robi memandang gadis itu.
"Sana lo deketin!" seru Gilang acuh.
"Gue nggak habis pikir, lo tuh sukanya cewek yang seperti apa sih, itu cewek-cewek pada ngantri, tapi nggak ada satu pun yang menarik perhatian lo." Robi menggelengkan kepala melihat sikap sahabatnya yang anti dengan wanita.
"Ya, nggak ada yang menarik," sahut Gilang datar.
"Lo normal 'kan Bro?" Robi mengernyitkan keningnya.
"Sial*n lo kira gua penyuka laki-laki, ya normal lah!" Gilang menepuk pundak Robi.
Bel tanda masuk berbunyi mereka masuk ke kelas, rupanya gadis tadi sekelas dengan Gilang. Gadis itu sengaja duduk di sampingnya, meski sikap pemuda itu tetap acuh tak peduli dengan keberadaan sang gadis.
"Mia!" Gadis itu mengulurkan tangan memperkenalkan diri.
Gilang menoleh heran pada wanita di sampingnya, tanpa membalas uluran tangan. Tak mendapat respon Mia segera menarik tangannya, dia sangat malu dicueki seperti itu.
Semua mahasiswa langsung diam saat dosen pengajar telah masuk ke kelas, sepanjang pelajaran Gilang fokus memperhatikan penjelasan dosen, sedangkan Mia gagal fokus, karena lebih sering mencuri pandang pada pemuda di sampingnya
Wajah tampan dengan rambut dibelah tengah, meski terlihat angkuh, saat dia tersenyum membuat wanita mabuk kepayang. Mia benar-benar jatuh cinta pada pria itu.
Aku pasti mendapatkanmu Gilang, gumamnya dalam hati. Mia yakin pria itu pasti memiliki kelemahan, mulai sekarang dia akan mengintai gerak-gerik Gilang, apa saja kegiatannya ke mana saja dia pergi.
Gadis itu sudah jatuh cinta, dia berambisi untuk mendapatkan Gilang. Ia mulai mendekati Robi untuk mendapatkan informasi tentang pria incarannya.
"Hai Rob, kamu bisa bantu aku nggak?" Mia menemui Robi saat tak bersama dengan Gilang.
"Bantu apa, ya?" Robi mengernyitkan kening saat Mia mendekatinya.
"Rob, bantuin aku dong. Aku pengin deket sama Gilang, please." Mia memohon.
"Gilang, lo bakalan nyesel ngejar dia." Robi terkekeh melihat kegigihan wanita itu.
"Apa salahnya dicoba, Gilang belum punya pacar 'kan?" Mia hanya ingin memastikan kalau Gilang benar-benar masih single.
"Ya, dia jomlo akut. Baik lah, aku bantu kamu tapi jangan kecewa kalau nanti tidak berhasil ya," seru Robi.
Mia sangat senang mendengar Robi mau membantunya, setidaknya ada setitik harapan untuk mendekati pria idamannya.
Robi menceritakan ke mana saja Gilang pergi tiap malam, apa saja kesukaannya. Mia memperhatikan penjelasan Robi dengan seksama.
Malam ini Mia sengaja pergi ke Kings klub tempat Gilang biasa menghabiskan malam. Namun saat dia tiba di sana, sosok Gilang tak ia temukan, satu jam menunggu dia mulai putus asa dan berniat pulang.
Baru saja Mia melangkahkan kaki menuju pintu keluar, saat itu Gilang datang bersama Robi dan beberapa teman prianya.
"Hei ... Mia!" seru Robi saat melihat Mia.
"Hai ... Rob, hai ... Gilang, kalian baru datang?" sapa Mia.
"Kamu mau pulang, gabung sama kita yuk!" ajak Robi, Gilang melenggang masuk mencari tempat duduk menghiraukan Mia yang terpesona dengan pesona dirinya.
"Duh gimana, ya." Nyali Mia ciut melihat sikap Gilang yang acuh.
"Udah, kapan lagi kamu bisa duduk sama Gilang," bujuk Robi.
Wanita itu akhirnya mengikuti, Robi sengaja menyuruh Mia duduk di sebelah Gilang.
"Kamu bisa minum juga?" Gilang membuka suaranya.
"Nggak, aku minum soda saja," sahut Mia gugup, dia tak menyangka Gilang mau berbicara dengannya.
"Oh ...." Hanya itu kata yang terucap dari bibir Gilang.
Asap rokok mengepul membuat Gina sesak, dia memang tak pernah masuk ke tempat seperti ini. Gilang beberapa kali menenggak minuman sambil menikmati dentuman musik band yang menghibur pengunjung klub.
Botol pertama habis, lanjut lagi botol kedua dan ketiga, Gilang paling banyak minum di antara teman prianya, yang lain minum tak sampai mabok karena takut tidak bisa membawa mobil saat pulang.
"Yuk, pulang," seru Robi.
"Nanggung," tolak Gilang.
"Gue ngantuk. Ya sudah aku cabut ya. Mia temani Gilang ya," pinta Robi, Mia mengangguk dia tak tega meninggalkan Gilang sendiri.
Botol keempat telah kosong Mia mengajak Gilang pulang, pria itu benar-benar sudah sangat mabok berat. Mia membantu Gilang berjalan keluar klub.
"Naik taksi saja, biar mobilku di sini," ucap Gilang sadar kalau kondisinya tak memungkinkan untuk membawa mobil.
"Aku bisa menyetir, mana kunci mobilnya," tawar Mia, dia merogoh saku celana Gilang untuk mencari kunci mobil.
Dia membantu Gilang masuk ke mobil, kemudian menghidupkan mesin mobil, belum sempat bertanya pulang ke mana Gilang sudah tak sadar. Mia bingung mau membawa pria itu pergi ke mana.
Mobil melaju ke sebuah hotel di pinggiran kota, tak ada pilihan lain selain membawa pria itu tidur di hotel.
Dengan bantuan petugas hotel, Mia membawa Gilang masuk ke kamar. Pria itu benar-benar tidak menyadari dirinya sedang berada di mana sekarang.
Mia menatap pria tampan yang terlelap tak berdaya, perlahan dia membuka seluruh kain yang melekat di tubuh pria itu hingga benar-benar polos. Wanita itu tersenyum licik merencanakan sesuatu, dia juga melucuti semua pakaian di tubuhnya, melemparkan ke segala arah dan sedikit mengacak seprai seolah-olah telah terjadi pertempuran yang dahsyat.
Pagi hari Gilang terbangun dengan kepala terasa berat, ia terkejut mendapati seorang wanita tengah memeluknya,dan mereka berdua dalam kondisi tanpa busana.
"Oh ... si*l, ngapain gue semalam?" Gilang berusaha mengingat kejadian semalam.
Kepalanya masih pusing pengaruh minuman tadi malam, Mia menggeliat membuka matanya perlahan.
"Kamu sudah bangun, Sayang," sapa Mia melihat Gilang sedang duduk bengong di sampingnya.
"Kok, kamu bawa aku ke hotel?" Gilang menatap tajam pada wanita di sampingnya.
"Kamu lupa, kan kamu yang ngajakin aku ke sini." Mia turun dari ranjang memunguti pakaiannya yang berserak di lantai.
"Apa kita telah ...." Gilang memperhatikan kondisi ranjang yang berantakan.
"Kamu liar sekali tadi malam, padahal mabok tapi napsumu benar-benar membuatku kewalahan." Mia semakin mendramatisir ceritanya.
Gilang menepuk kepalanya sendiri, betapa cerobohnya sampai hal itu terjadi. Dia bahkan tidak ingat kalau tadi malam meniduri Mia seperti yang ia katakan.
"Aku mau mandi, perih banget ini," ucap Mia sambil menunjuk miliknya.
Gilang menutup wajah dengan tangannya, sementara Mia tersenyum puas, akhirnya dia punya senjata menaklukan pria itu.
"Aku mau pulang," seru Mia usai mandi.
"Tunggu, aku antar kamu."
Gilang bergegas mandi, meski masih bingung dia tak mungkin membiarkan Mia pulang sendiri setelah yang terjadi tadi malam.
Sebelum mengantar pulang, Gilang mengajak Mia sarapan, sikapnya tak lagi acuh dan lebih santai dari biasanya.
"Mia, aku minta maaf atas perbuatanku tadi malam, kuharap aku tidak bersikap kasar padamu," ucap Gilang sebelum Mia turun dari mobil.
"Aku menyukainya, kuharap setelah ini kamu tidak meninggalkanku."
Gadis itu mendekatkan wajahnya, embusan napasnya menyapu hangat wajah Gilang. Tak mendapat respon, dia menarik kepala pemuda itu membuat bibir mereka saling beradu.
Untuk sesaat Mia menikmati kelembutan bibir pria idamannya yang begitu manis, itu kali pertama buat Gilang bersentuhan lagi dengan wanita sejak putus dengan kekasihnya.
Dia begitu kaku tak tahu bagaimana cara mencium yang benar, membuat Mia semakin gemas. Wanita itu membimbing tangan Gilang menyentuh miliknya yang mulai menegang, jantung pemuda itu berdebar saat menyentuh lembut benda itu.
"Mia, maafkan aku nanti ada yang melihat." Gilang segera menarik dirinya.
"Sampai ketemu di kampus," ucap Mia sambil turun dari mobil kemudian melenggang masuk ke dalam rumah.
Sebelum pergi Gilang memperhatikan wanita itu sampai menghilang dari balik pintu, kemudian dia menatap wajahnya di kaca spion masih tak percaya dengan apa yang terjadi.
Beberapa tanda merah Mia tinggalkan di tubuh dan lehernya, membuat ia percaya kalau tadi malam mereka memang telah bercinta.
Gilang melajukan mobilnya pulang ke rumah, tiba di rumah ia berpapasan dengan papanya yang mau berangkat ke kantor.
"Baru pulang?" tegur Dirga papanya Gilang.
Gilang hanya mengangkat bahu sambil terus berlalu ke kamar. Dirga menggelengkan kepala melihat kelakuan putranya yang selalu seperti itu, sejak kehilangan ibunya anak itu semakin jarang di rumah, dia hanya bisa berharap putranya tak membuat masalah saat di luar.
***
Hai salam kenal dari aku newbe, semoga suka dengan ceritanya ya.
***
Setelah kejadian hari itu, Mia semakin dekat dengan Gilang. Pria itu tak lagi menghindar dan bersikap baik padanya. Gilang memang bukan pria brengsek yang meninggalkan wanita setelah apa yang mereka lakukan, dia punya rasa tanggung jawab dengan apa yang sudah ia perbuat."Kamu jadian sama, Mia?" tegur Robi."Gue ... ya, begitulah." Gilang tak menampik kedekatannya dengan Mia."Gue ikut senang, akhirnya lo laku juga." Robi tertawa."Sial*n lo!" Gilang meninju lengan Robi.Sebenarnya Gilang sama sekali tidak ingat kejadian malam itu, dia hanya takut akan timbul masalah di kemudian hari gara-gara malam itu.Kedekatan Gilang dengan Mia membuat para mahasiswi patah hati. Pemuda itu tak lagi sendiri, di mana ada Gilang di sana pasti ada Mia.Wanita mana yang tidak silau dengan kekayaan, Gilang adalah tiket menuju ke sana. Tentu saja Mia tak melepaskan pria itu begitu saja."Gilang, nanti malam kamu mau ke klub?" tanya Mia sebelum pul
Setelah keributan yang terjadi tadi malam, pagi itu Dirga sudah menunggu Gilang di ruang makan. Gilang yang tidak mengerti kejadian itu langsung duduk menghampiri papanya dengan santai."Tadi malam kamu dari mana?" tanya Dirga mulai menginterogasi putranya."Biasa," jawab Gilang tanpa beban."Tadi malam ada wanita mabok nyariin kamu!" suara Dirga mulai meninggi, Gilang terkejut tak biasanya sepagi ini papanya marah-marah."Apa, siapa?" Gilang mengeryit bingung."Lihat di kamar tamu, wanita itu tidur sedang di sana!" Dirga menatap tajam putranya yang masih kebingungan.Mendengar ucapan papanya, Gilang bangkit dan memeriksa kamar tamu, betapa terkejutnya saat melihat Mia tengah tidur di kamar itu."Hah, Mia?" Gilang semakin bingung, dia kembali ke ruang makan dengan wajah tak berdosa."Pacarmu?" tanya Dirga sinis."Bukan, anu ...." Gilang semakin bingung menjelaskan tentang siapa Mia sebenarnya."Dia bilang kamu tin
"Apa, menikah?" Ratih, ibu Mia terkejut mendengar ucapan pemuda yang baru saja diperkenalkan oleh putrinya."Maaf Bu, kami sudah ---" Gilang menunduk takut."Ada apa ini, Mia?" Wanita itu menatap putrinya yang malah tersenyum bahagia."Aku dan Gilang mau menikah, Bu. Tolong restui saja kami." Mia memohon pada sang ibu yang terlihat kecewa.Ratih membesarkan Mia seorang diri setelah kepergian suaminya. Dia putri satu-satunya yang menjadi harapan hidupnya, belum juga lulus kuliah dan mendapatkan kerja sekarang malah meminta restu untuk menikah.Meski penampilan Gilang terlihat baik dan mapan, Ratih ingin putrinya menjadi wanita mandiri. Bukan seperti ini yang ia rencanakan sebelumnya.Ratih meminta waktu untuk membicarakan hal ini berdua dengan putrinya, dia menyuruh Gilang pulang, dan akan memberi keputusan nanti.Setelah Gilang pergi, Ratih menatap putrinya dengan lekat, mencoba memahami apa sebenarnya yang dia inginkan."Apa y
Hari bahagia itu akhirnya tiba, hari di mana Mia dan Gilang mengikat janji suci dalam ikatan pernikahan. Mia lah yang paling berbahagia, impian hidup bergelimang harta sudah menjadi kenyataan, sementara Gilang harus menelan pil pahit yang akan ia jalani seumur hidup.Pesta pernikahan diadakan dengan sangat mewah di salah satu hotel bintang lima, beberapa mahasiswi yang dulu mengidolakan Gilang harus kecewa saat mendengar kabar pernikahan pria yang menjadi idaman mereka.Mereka langsung terbang berbulan madu ke pulau dewata setelah acara resepsi pernikahan selesai. Semua sudah diatur oleh Dirga, Gilang hanya tinggal melaksanakan.Turun dari pesawat, mereka langsung diantar kesebuah villa mewah, Mia sangat bahagia ini kali pertama dalam hidupnya tidur di villa semewah ini. Dia langsung memeriksa ruangan dan sekitar, kamar tidur yang dihias dengan mawar merah berbentuk hati serta sebuah ucapan selamat dari pihak villa, ada juga kolam renang private, Dirga benar-ben
"Mia pulang dulu, Bu," pamit Mia pada sang ibu setelah melepas rindu."Ingat pesan Ibu, jadilah istri yang baik, berbakti pada suami juga mertuamu," pesan Ratih pada putrinya sebelum pergi.Tak lupa Ratih membawakan rendang kesukaan besannya sebagai ucapan terima kasih. Wanita itu juga berpesan pada Gilang agar menjaga putrinya dengan baik."Baik, Bu. Kami pulang dulu," pamit Gilang sambil mencium tangan Ratih sebelum pulang.Tak ada hal yang paling menyenangkan selain melihat putrinya bahagia, meski awalnya dia sempat kecewa dengan keputusan Mia. Kini Ratih merasa lebih tenang, setidaknya apa yang diinginkan oleh Mia sudah menjadi kenyataan.Rupanya Dirga sudah pulang dan sedang bersantai di ruang keluarga saat mereka tiba di rumah. Mia langsung menyapa lalu mencium tangan mertuanya dengan hormat."Dari mana kalian?" tanya Dirga pada putra dan menantunya."Dari rumah Ibu, ini dibawain rendang kesukaan Om sama Ibu." Mia menunjukkan bu
"Gimana Bro, jadi kita mau buka usaha?" tanya Robi saat bertemu Gilang."Ya jadi dong, gue sekarang udah punya istri nanti kukasih makan apa kalau gue nggak punya kerjaan," sahut Gilang."Gue kira lo nggak serius sama, Mia." Robi terkekeh."Awalnya gitu, tapi kulihat dia baik, papaku juga sayang sama dia, ya sudah lah lo tau kan gue pria yang nggak neko-neko kalau soal cewek.""Gue tahu lo dengan baik, Bro. Berapa cewek yang kamu pacarin selama ini, dan gue tahu lo bukan cowok brengsek, meski lo sering diselingkuhin sama cewek lo." Robi kembali tertawa diikuti Gilang.Mereka sudah bersahabat sejak duduk di bangku SMP, Robi mengenal baik sahabatnya itu mereka hanya suka mabok tapi tidak pernah bermain perempuan.Awal Gilang mulai mabok gara-gara diselingkuhin sama pacarnya waktu SMA, dia berusaha melupakan wanita itu dengan mabok setiap malam. Ditambah lagi kepergian mamanya yang membuatnya merasa sangat kehilangan.Untuk urusan bercin
Siang itu Gilang menemui papanya di kantor dia mengutarakan niat untuk membuka pub di hotel Grand Hill. Melihat putranya begitu bersemangat, Dirga mendukung rencana Gilang."Jadi butuh biaya berapa, nanti kabari Papa," tukas Dirga, Gilang sangat senang mendapat dukungan dari papanya.Hari-hari Gilang sibuk mempersiapkan usahanya, dia sering keluar membuat Mia merasa kesepian, setiap malam tidur sendirian. Di tambah lagi libidonya yang tinggi sering membuat ia gelisah.Sebagai seorang istri dia ingin merasakan kehangatan dan kebahagia di ranjang. Masa pengantin baru berlalu begitu saja, kadang saat merasa kesepian dia menyentuh, meraba bagian tubuhnya memuaskan hasratnya sendiri.Malam itu dia tak tahan hasratnya terlalu menggebu hingga tak bisa memejamkan mata. Mia keluar dari kamar, pergi ke dapur mengambil minuman dingin di kulkas, lalu duduk di ruang keluarga menonton TV menghibur diri.Dirga yang belum terlelap mendengar lamat-lamat suara TV, p
Setelah memarkir mobil Dirga langsung turun dan bergegas masuk ke rumah, Mia memperhatikan wajah mertuanya yang memerah penuh keringat, pria itu juga terlihat gelisah. "Om, sakit?" Mia mengikuti sampai ke kamar. "Kayaknya masuk angin," sahut Dirga melucuti pakaiannya yang basah dengan keringat. "Mau dikerokin?" tawar Mia cemas, tidak biasanya Dirga seperti itu. "Nggak usah, Om mau istirahat aja." Suara Dirga terdengar berat seperti menahan sesuatu. Mia meninggalkan Dirga, setelah wanita itu pergi ia ke kamar mandi mengguyur tubuhnya dengan air dingin. Namun senjata tuanya malah tegang dan berdenyut hebat. Cukup lama berdiri di bawah kucuran air shower, menunggu sampai juniornya kembali tidur, akan tetapi juniornya seolah melawan. Di dalam kamar Mia memakai baju tidur, menyemprot parfum dan body cream ke seluruh tubuh. Bersiap menyambut Gilang pulang agar saat dia mencium aroma wangi tubuhnya selanjutnya --- Mia merinding membayan
Empat puluh hari telah berlalu, Mia mulai menata kembali hidupnya setelah kehilangan sang ibu, sekarang bisa bebas bertemu dengan Bintang membuatnya bertahan menghadapi apapun yang akan datang. "Gilang, hari minggu aku mau ajak Bintang nonton sebelum aku balik ke panti." Mia menghubungi mantan suaminya. "Boleh, mmm... apa kamu siap ketemu sama Ali?" Hati Gilang tiba-tiba bergemuruh mendengar Mia mau kembali ke panti. "Siap-siap saja, toh dia sudah bersama istrinya.""Kalau ada apa-apa kabari aku, ya.""Tenang dia tak akan menggangguku," hibur Mia sebelum mengakhiri percakapan. Di kantornya Gilang tengah merenung sambil memainkan ponsel, ia sedang menunggu kabar dari pengacara yang mengurus perceraiannya. Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan, dia merubah posisi duduk saat asisten membuka pintu dan mempersilahkan seorang pria masuk. "Silahkan, sudah ditunggu sama Bapak," ucap wanita cantik itu kemudian mengangguk pada Gilang memberi hormat sebelum pergi. "Ah... Pak Thomas, apa
Sesuai janjinya Gilang membawa Bintang ke rumah Mia, pertemuan itu membuat Mia sangat bahagia, kehadiran putranya mampu menghapus duka dan kecewa.Meski awalnya Bintang canggung, kesabaran Mia membuat anak itu akhirnya mulai akrab dengannya. Setelah acara doa selesai mereka berbincang di ruang tamu, Bintang menyukai pesawat mainan yang dibeli Mia untuknya. "Terima kasih sudah membawa Bintang ke sini," ucap Mia pada Gilang. "Seharusnya aku misahin kalian," desah Gilang penuh sesal. "Kamu membesarkan dia dengan baik, buktinya dia sehat.""Mmm... Aku, aku tidak pernahbersamany, karena dulu aku benci dengannya.""Aku mengerti, ucapkan terima kasihku pada istrimu yang sudah merawat anakku dengan baik."Ucapan Mia membuat Gilang membelalakkan mata, dia tidak nyaman dengan sebutan istri untuk Tini. "Om... Pulang, yuk!" rengek Bintang. Kedua orang dewasa yang pernah menjadi pasangan suami istri itu saling tatap, kemudian keduanya sama-sama tersenyum. "Bintang sudah ngantuk, ya?" Mia me
Adzan subuh membuat Mia terbangun, ia baru sadar ada orang yang tidur di sampingnya, pelan-pelan ia turun dari ranjang agar tak membangunkan Gilang yang tertidur pulas. Setelah mandi Mia melakukan salat subuh, lalu ke dapur membuat teh, sambil menunggu tehnya dingin ia mengecek ponsel dan menghapus nomor Ali dari penyimpanan nomor kontak. Dia tak mau mengulang kesalahan yang sama lagi, saat ini dia hanya ingin sendiri menjalani hidup ini dengan damai, menenggelamkan waktu dengan mengurus panti. Sambil menyeruput teh hangat pikiran Mia berkelana, sepertinya Tuhan belum mengijinkan ia untuk bahagia, setelah kehilangan ibu kini ia menelan pil pahit saat tahu kenyataan saat pria yang ia anggap bisa membuka hati ternyata mempunyai istri. "Kamu baik-baik saja kan?" suara Gilang mengagetkan Mia. "Yah... Aku gak apa-apa, kamu nggak pulang?" Gilang ikut duduk, Mia langsung mengambil gelas dan membuatkan teh untuk Gilang. "Tadi malam aku mau pulang tapi kunci mobil nggak tahu nyelip di m
Ali memacu mobilnya seperti orang kesetanan, dia tak peduli kalaupun mobil mereka nanti menabrak sesuatu, harga dirinya telah diinjak-injak dan rasa cemburu membakar dadanya melihat Gilang memeluk Mia dan mengakui sebagai istrinya.Puspita yang duduk di samping bergidik ngeri menahan napas sambil berpegangan erat pada kursi, dia benar-benar takut mati, perjalanan itu seperti perjalanan terakhir baginya. Ali tak bicara sepatah katapun dia hanya fokus pada jalanan dan emosi yang mendidih di kepala.Sementara itu Mia berbaring dengan tubuh meringkuk membelakangi Gilang yang masih duduk menemani, pria itu berencana pergi kalau Mia sudah tertidur.Jam dua belas malam Gilang memeriksa ponsel dan mendapatkan sebuah pesan dari Robi yang ternyata sudah pulang duluan, dalam hati ia mengumpat kesal karena ditinggal pulang.Mia sudah tertidur dengan tenang, pelan-pelan Gilang berdiri lalu mematikan lampu kamar sebelum pergi, dia terkejut saat membuka pintu semua sudah gelap. "Hah... gelap semua
Acara berlangsung kidmat, Mia juga sudah bisa mengendalikan diri kedatangan Fatimah menjadi penyejuk sekaligus penenang buatnya.Usai acara tamu satu persatu pulang, tinggal Robi, Gilang, Ali, Yusuf, Fatimah dan Ani. Mereka pun bahu membahu menyusun kursi dan meletakkan di teras, agar mobil bisa parkir di dalam, tenda dan kursi memang dipinjamkan sampai acara tahlil selesai setiap ada warga yang membutuhkan.Ke empat pria itu kembali berbincang di teras, sementara Mia, Fatimah dan Ani berada di ruang tamu."Mbak Ani baiknya istirahat, kamu sudah capek seharian bantuin, pakailah kamar belakang buat tidur," ucapa Mia."Baik Mbak, kalau begitu saya istirahat dulu. Oh... ya besok Mbak Mia mau dimasakin apa? Saya mau ke pasar sekalian ambil baju di warung.""Ah... apa aja, tolong ambilkan tas di kamar saya," pinta Mia."Pakai ini aja." Tiba-tiba Ali berada di pintu mengeluarkan dompet lalu mengambil lima lembar uang berwarna merah."
Sebelum memulai percakapan dengan Gilang, Mia menghela napas, mencoba mencairkan suasana canggung di antara mereka."Terima kasih atas kedatanganmu, andai Ibu melihat dia pasti sangat senang.""Ibu orang baik, aku tidak bermasalah dengannya, ini sebagai wujud penghormatan terakhirku pada beliau.""Aku ikut senang mendengar kamu sudah menikah, semoga kamu berbahagia." Mia tersenyum."Itu... hanya sebuah kebetulan, tidak ada yang tahu soal itu, bahkan Robi juga tidak tahu." Gilang menghela napas kemudian berjalan ke jendela memandang keluar."Kenapa bisa begitu?" Mia memandang punggung Gilang yang sengaja membelakanginya."Apa dia tidak cerita, pria yang bersamamu waktu itu?""Dia hanya cerita kalau kamu menikahi calon istri yang dijodohkan oleh orang tuanya, hanya itu.""Memang begitu, pengasuh Bintang tiba-tiba pulang, kamu ingat waktu aku menuduhmu membawa Bintang, saat itu Bintang pergi dari rumah mencari pengasuhnya jadi aku
Gilang dan Robi ikut mengiringi mengantar jenazah almarhum Ratih ke pemakaman, mereka mengikuti semua prosesnya karena tak tega melihat Mia yang sangat terguncang. Sepanjang prosesi hanya menangis, bagai robot tak bernyawa tidak tahu harus bagaimana. Usai menabur bunga di pusara sang bunda, Mia kembali meraung memeluk batu nisan, Gilang berjalan mendekati Mia, tetapi langkahnya terhenti saat seorang pria telah lebih dulu merengkuh tubuh Mia dan memeluknya. Pria itu sedari tadi ada di rumah Mia, Gilang tidak kenal dengannya. Melihat pemandangan itu timbul tanya di dalam dada, tapi di saat seperti ini tak mungkin ia mencari tahu siapa dia. Robi menepuk pundak Gilang, dengan isyarat ia bertanya tentang pria itu, Gilang menggelengkan kepala karena tidak tahu siapa pria tampan berbadan tegap yang bersama Mia. "Kamu nggak kenal?" bisik Robi agar tak didengar orang lain. "Lah... elu yang ngobrol sama dia dari tadi, gimana sih?" sahut Gilang sewot, ad
Ratih terjaga karena perutnya sangat sakit, ia mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan, melihat putrinya tidur di pangkuan Ali yang juga sama-sama terlelap.Wanita itu tersenyum sambil menahan sakit yang luar biasa, dia tak ingin putrinya tahu kalau dia sedang kesakitan."Tuhan, jika sudah waktuku aku sudah siap, putriku sudah menemukan pria pelindungnya aku titipkan dia padamu," bisik Ratih pelan.Dengan sangat pelan dia mengambil obat yang ada di samping tempat tidur lalu meminumnya, sebisa mungkin dia tak mengeluarkan suara agar putrinya dan Ali tidak terbangun. Untuk beberapa saat sakitnya mulai berkurang, Ratih kembali berbaring sambil menatap putrinya.Hawa dingin datang menusuk tulang suasana kamar menjadi sedingin kulkas, sosok putih lamat-lamat berjalan mendekat seorang pria datang dan duduk di tepi ranjang menatap Ratih sambil tersenyum ramah."A-ayah ...." suara Ratih tercekat melihat sosok pria yang ternyata suaminya.P
Mia melangkah masuk ke rumah sakit beriringan dengan Ali, mereka saling berpegangan tangan sambil berbincang hangat menuju ruang perawatan.Saat masuk ke dalam kamar, nampak sang ibu sedang disuap oleh wanita yang menaninya, melihat putrinya masuk bersama Ali, Ratih tersenyum bahagia."Ibu sudah bangun?" sapa Mia dia pun melepaskan tangan Ali berjalan mendekati sang ibu."Kamu sudah datang, harusnya tadi istirahat aja di rumah, ada Ani yang temani Ibu di sini, kalian pasti capek.""Ah... Nggak kok Bu, justru kasihan kalau Ani jagain Ibu di sini. Namamu Ani, maaf kita belum kenalan, ayo kita makan aku tadi beli rice bowl." Mia mengajak wanita muda yang membantu ibunya makan bersamanya."Tadi ada pesan dari perawat, Mbak Mia disuruh nemuin dokter di ruangannya," ucap Ani menyampaikan pesan yang ia terima."Oh... Baik, kalau begitu kita makan dulu, ayo Mas keluarin makanannya."Ali membuka kantong berisi mak