Saat Aruna pulang keadaan rumah dalam keadaan sepi, bahkan pintu depan juga dengan keadaan terbuka lebar. Rumah besar ini tidak punya assistant rumah tangga, penjaga rumah atau tukang kebun. Benar-benar semuanya dikerjakan oleh Rea.Aruna sendiri geleng kepala dengan kekuatan wanita lemah itu, sanggup mengurus ini semua sendirian. Entah dapat kekuatan dari mana, tapi sekarang rumah ini terlihat berantakan, dan pula tidak ada Jeno atau pun Rea di rumah.Aruna pun mengambil ponsel dari tasnya untuk menghubungi Jeno, saat ini juga dia pulang malam setelah dari kantor dan pergi ke bar untuk bersenang-senang bersama Alex.Jeno di rumah sakit masih menunggu di depan ruang ICU, meski Rea sudah mendapatkan perawatan dirinya belum bisa menemui istrinya di dalam sebelum Rea dipindahkan ke ruang rawat. Saat dering ponsel terdengar dari saku celana segera ia merogohnya dan melihat kontak siapa yang menelefon.Saat tahu Aruna yang menelefon, mau tidak mau ia mengangkatnya. "Iya, ada apa?" tanyanya
Setelah bertemu Dokter, Jeno kembali ke ruangan rawat Rea. Pria itu tampak berjalan lesu ke dekat ranjang istrinya yang belum sadar, dipastikan Rea mungkin sadar besok pagi. Jeno menarik kursi ke dekat ranjang, duduk di sana dan menggenggam tangan lemah istrinya kembali.Jeno pria yang susah mengungkapkan perasaan, hati dan ucapan juga kelakuan bisa saja tidak sinkron. "Rea," lirihnya, Jeno tidak melanjutkan kalimatnya, Jeno bingung mau bicara apa lagi, yang pasti saat ini hatinya sedang berdebar-debar tak karuan.Timbul perasaan tak ingin jauh dan meninggalkan wanita yang kini tengah berbaring lemah di hadapannya. Jeno sudah lelah, hampir 3 hari dia tidak tidur, bawah matanya sedikit hitam, penampilannya sedikit berantakan, tapi tidak pernah mengurangi ketampanannya."Bolehkah aku tidur di sini bersamamu? Semoga kamu tidak marah," ucapnya pelan, pria itu lantas menempatkan sisi kepalanya di atas ranjang, menggenggam tangan istrinya seolah takut sewaktu-waktu Rea pergi tanpa ia ketahu
Untuk hal permintaan Rea, Arfan tidak bisa menolaknya. Pria itu memahami Rea setelah wanita itu menceritakan semua yang dia alami selama 2 Tahun berumah tangga dengan Jeno. Jujur saja, Arfan sangat geram pada suami dari sahabatnya itu.Rea yang dia kenal ini adalah wanita berhati lembut, wanita ini sangat manja pada siapa pun, seperti sahabat-sahabat terdekatnya terlebih pada papanya. Rea juga wanita yang pintar di sekolah, selalu ranking satu tak pernah tertinggal. Dia juga seorang murid tercantik dan menjadi incaran banyak pria.Namun, mengapa nasibnya sangat buruk saat dia jatuh cinta pada orang yang bagi Arfan tidak jelas. Rea dulu selalu cerita, kalau dia tidak akan jatuh cinta lagi pada siapa pun, dia sudah punya seseorang yang dia cintai dan ingin menikah dengan orang itu. Untuk tepatnya siapa Arfan tidak tahu, karena Rea selalu memanggilnya Pangeran Es, disebabkan pria itu katanya sangat jutek dan dingin padanya.Arfan saat itu hanya menjadi pendengar yang baik bagi sahabatnya
Senja sore menyapa, Rea duduk di kursi dekat jendela rumah sakit. Dia melihat matahari berwarna jingga, indah tapi pemandangan itu tak lama sirna berganti gelap. Rea sudah lama menjadi siang yang menghangatkan hari-hari Jeno selama 2 Tahun ini, kini pada saat dirinya menjadi senja, Jeno datang membawa cinta. Kekutan apa yang mampu menahan waktu agar malam tidak pernah kunjung tiba? Setidaknya satu tahun saja untuk Rea hidup.Tanpa terasa air matanya menetes, membuat garis lurus di pipi dan jatuh tak berkesan, Rea bahagia karena pada akhirnya Jeno mencintainya, tapi dia bersedih karena sakitnya ini akan berada di tubuhnya dan merenggut nyawanya sewaktu-waktu.Awalnya dia menutupi penyakitnya dari Jeno karena dia mau tahu sifat asli pria itu, tapi saat ini dia akan tetap menutupi penyakitnya karena tidak mau membuat suaminya bersedih dan khawatir dengan kondisinya. Rea akan tetap bersemangat untuk berobat pada Arfan, menurut pada dokter itu demi kesembuhannya, asalkan Jeno selalu member
"Aku heran hatimu itu terbuat dari apa, Re. Sudah banyak tersakiti, tapi masih saja mau menerima suamimu yang gila itu. Rasanya aku ingin memukulnya sampai tidak bisa berdiri lagi," kata Arfan, saat ia menemui Rea di ruangannya.Keadaan Rea semakin baik, terlebih hatinya merasa bahagia. Wanita itu hanya tersenyum saja melihat Arfan yang marah-marah. "Dia marah karena aku seperti menjual ginjal demi pernikahan, Fan. Dia menganggap aku wanita licik dan murahan karena meminta imbalan sesuatu yang dianggap serakah. Semua orang tahu siapa dia, dia adalah pewaris tunggal. Banyak wanita yang mengincar dia, tentu saja. Mungkin seperti itulah nilaiku di matanya.Belum lagi sebelum menikah aku meminta dibuatkan perjanjian pra nikah yang menyatakan kalau Jeno tidak berhak menceraikanku, kecuali aku yang tidak menjalankan kewajibanku sebagai istri. Kami bisa bercerai, jika aku yang meminta cerai tanpa syarat. Saat selama 2 Tahun rasanya aku mulai putus asa, karena sikap Jeno tidak juga berubah, j
Memang tidak ada persahabatan yang benar-benat murni di antara laki-laki dan perempuan, pasti ada saja terselip perasaan lain di antaranya meski tidak memiliki tekanan yang banyak. Ada ketulusan di dalamnya, tidak ada rasa egois yang mendominasi.Seperti kalimat pujangga cinta berkata 'Aku Akan Bahagia Jika Melihatmu Bahagia' atau 'Cinta Tak Harus Memiliki' atau 'Asal Kau Bahagia' ada banyak kata-kata mutiara yang menggambarkan bahwa memang ada pengorbanan di dalam cinta.Arfan telah menyukai Rea sejak mereka duduk di bangku SMA, kebersamaan membuat pria itu merasa nyaman, dan terbiasa dengan tingkah polah Rea yang manja padanya, jika orang lain yang tidak tahu, pasti sudah mengira kalau mereka itu sepasang kekasih.Bagaimana tidak bawa perasaan? Rea selalu menempel padanya di setiap waktu, menggandeng lengannya saat di mall, tersenyum manis padanya saat berdua, memberi suapan saat makan bersama, bahkan bahunya sering sekali dijadikan sandaran kepala wanita itu.Namun, Arfan tak perna
Jeno dan Rea baru saja sampai di rumah, keadaan rumah juga terasa sepi dan terlihat bersih karena Jeno memang sudah menyuruh Aruna memanggil asistant rumah tangga kali ini, dia tidak mau membuat Rea bekerja di rumah lagi."Selamat datang, Tuan dan Nyonya." Ternyata Jeno memang mempekerjakan pembantu rumah yang harus bersedia tinggal di rumahnya untuk 24 jam melayani dan menjaga Rea. "Kamu menyewa asistant rumah?" tanya Rea pada suaminya.Jeno mengangguk. "Iya, aku tidak mau membuatmu bekerja berat lagi. Kalau begitu ayo masuk," ajaknya dan Rea memperhatikan suasana rumahnya."Ke mana Aruna?" tanya Rea, karena dia tidak melihat keberadaan wanita itu."Aruna sudah tinggal di tempat lain, aku sudah sewakan rumah untuknya," jawab Jeno apa adanya, karena ia ingin lebih menjaga perasaan Rea maka dia pun menyiapkan tempat tinggal lain dan menyuruh wanita itu pindah, tentu saja hal itu membuat Aruna sangat tersinggung.Rea mengangguk paham, meski bagaimana pun Jeno masih memberi kepedulian p
Para perawat dan dokter berdatangan, Jeno benar-benar merasa panik. "Tolong bantu mertuaku, selamatkan dia, Dok.""Apa yang terjadi, kondisi pasien sebelumnya baik-baik saja, mengapa tiba-tiba mengalami serangan jantung lanjutan? Ini sangat berbahaya bagi pasien, tolong Anda keluar lebih dulu, kami akan lakukan tindakan," kata Dokter seraya mempersiapkan alat medis yang dibutuhkan bersama perawat lainnya."Aku tidak tahu, Dok. Saat aku datang mertuaku sudah seperti ini," jelas Jeno, apa adanya."Iya, iya, tapi sekarang tolong Anda keluar. Perawat tolong bawa Tuan ini keluar dari ruangan!" titah Dokter kemudian."Baik, Dok." Perawat perempuan itu mengangguk dan menyuruh Jeno untuk keluar. "Tuan, silakan keluar." Perawat itu mendorong tubuh Jeno hingga pria itu sampai di luar ruangan dan pintu tertutup.Jeno tidak bisa melihat keadaan di dalam, dan di dalam juga Dokter serta perawat berusaha melakukan penyelamatan yang terbaik.***Rea terbangun dari tidurnya, tenggorokannya tiba-tiba s