Malam telah larut, hujan di luar pun telah reda seiring keringnya air mata di pipi Rea. Jeno dan Rea tidur saling membelakangi, setelah percintaan panas dan kasar yang Jeno lakukan pada istrinya, mereka tak lagi bertegur sapa.Perasaan Jeno bercampur aduk menjadi satu, mengingat rasa sakit wanita itu hingga air matanya tak kunjung mengering di setiap hentakan tubuh mereka tadi, membuat Jeno merasa tak nyaman. Dia sempat gamang saat melihat tatapan wanita itu, meski kedua netranya basah air mata yang menggenanginya, sorot teduhnya kini redup dan berganti kejam.Jeno memutuskan turun dari tempat tidur untuk menenangkan diri di dalam kamar mandi, dia tidak tahu harus merenung atau apa, yang pasti saat ini hati, otak dan tubuhnya begitu terasa panas. Pria itu memutar tuas shower yang mengucurkan air dingin, meski di luar udara masih sejuk, tapi tidak dengan dirinya.Rea perlahan menoleh ke belakang, melihat Jeno sudah tidak ada di tempat tidur dan terdengar suara air jatuh di lantai dia t
"Dok, tolong selamatkan istri dan ayah mertuaku!" Jeno memberi pesan saat kedua brankar di dorong memasuki ruang ICU."Kami akan lakukan yang terbaik, Tuan. Permisi," jawab Dokter, lantas masuk dan perawat menutup pintu rapat.Jeno sangat panik, bisa dibayangkan seberapa paniknya dia saat ini? Dada pria itu terasa sesak seolah banyak udara di dalamnya, membuat detak jantungnya berdebar kuat, hingga membuat kepalanya menjadi pusing.Belum pernah ia berada dalam situasi seburuk ini, Jeno takut sesuatu yang buruk terjadi pada istri dan mertuanya. Dia akan sangat merasa bersalah jika itu terjadi. "Aku harus telefon Arya," gumamnya, lantas segera merogoh ponselnya di saku celana. Namun, sialnya tadi dia lupa bawa ponsel.Pria itu akhirnya pergi ke bagian informasi untuk meminjam alat komunikasi. "Selamat malam, Tuan. Ada yang bisa kami bantu?" tanya Petugas informasi."Bisakah aku pinjam ponselmu, aku butuh menghubungi seseorang," jawab Jeno."Tentu saja, silakan." Petugas memberikan ponse
BYUUURR!Aruna dan Alex gelagapan saat seember air dingin jatuh mengguyur tubuh mereka berdua. Suara langkah kaki terdengar semakin mendekat dan keduanya melihat sosok pria yang tidak pernah mereka duga akan datang. Suasana ruangan yang gelap perlahan timbul cahaya dari lampu yang berada di atas kepala mereka."Je-jeno, Sa-sayang. Ka-kamu datang untuk selamatkan aku, kan?" Aruna berusaha melepaskan kedua tangannya dari ikatan tali yang tergantung di atas. "Sayang, cepat lepaskan aku," pintanya menatap pada Jeno yang terus berjalan mendekat.Namun, pria itu bukannya melepaskan ikatan tali di tangan perempuan itu, dia malah mencengkram rahang sang wanita dan menatapnya geram. "Apa? Lepaskan? Ini pantas untukmu. Wanita pengkhianat sepertimu pantas aku perlakukan seperti ini, Aruna." Jeno melepas kasar rahang wanita itu hingga berpaling ke samping.Aruna masih tidak mengerti dengan apa yang Jeno katakan. "A-apa yang kamu katakan, Sayang? Aku tidak mengerti, aku mohon cepat kamu lepaskan a
Ruangan ICU, di mana Rea selama seminggu ini terbaring koma, sejak malam itu Rea tak mau bangun hingga pemakaman papanya saja dia tidak ikut menghadiri. Rea seolah tidak punya semangat hidup lagi setelah tahu semua kejahatan Jeno terhadap dirinya dan juga pada orang yang paling wanita itu kasihi.Rasanya sakit sekali, penderitaan Surya disebabkan oleh cintanya pada pria yang salah. Bahkan, kematian papanya tepat di hadapan dirinya malam itu. Rea tidak sanggup menghadapi dunia lagi, dia ingin tidur dan tidak ingin bangun lagi.Jeno masuk dengan membawa sesuatu di tangannya, dia berjalan mendekat dan berdiri di samping ranjang. "Hai, selamat sore, istriku tercinta," sapanya dengan nada bergetar.Jeno lemah, selama seminggu ini tak bisa tidur siang dan malam memikirkan keadaan Rea yang tak juga bangun. "Kamu pasti sangat marah padaku, Rea. Hingga kamu tidak sudi bangun untuk sedikit berbicara padaku. Maafkan aku, Sayang. Karena aku begitu sangat terlambat menyadari kebodohanku. Jeno menu
Musim-musim berlalu setiap tahunnya, terus bergulir hingga mengikis kisah-kisah lalu yang mengubah banyak kehidupan para insan manusia yang ada di bumi. Siang begitu terik, seorang pria berkacamata berjalan cepat menuju sebuah ruangan kantor besar di kota."Tuan, seorang penculik menghubungiku dan meminta tebusan 2 Milyar untuk membebaskan seorang anak yang mirip denganmu."Jeno yang sedang fokus di depan laptopnya pun kini menatap Arya yang berdiri di seberang mejanya, pria yang kini berusia 30 Tahun itu melepas kacamata baca dari wajahnya."Apa maksudmu? Anak siapa yang mirip denganku? Dan kenapa mereka menculiknya?" tanya Jeno penasaran, pria itu menatap Arya dengan serius."Diduga mereka adalah musuh bisnis Anda, Tuan. Mereka mengira anak ini adalah anak Anda karena memiliki kemiripan sembilan puluh sembilan persen." Arya memberikan ponselnya pada Jeno dan menunjukkan foto anak kecil yang sedang disekap pada satu ruangan.Anak laki-laki tampan itu tampak tidak menangis, tapi dia t
Anak kecil itu berhenti makan, dia lantas mengerutkan kening. "Apa yang Paman lihat?" tanyanya waspada."Siapa namamu, Nak?" tanya Jeno."Rayan Lee," jawabnya, lantas kembali makan dan mengabaikan tatapan Jeno yang terus memperhatikan fitur wajah anak itu, Rayan benar-benar mirip seperti Jeno kecil."Apa kamu ingat di mana rumahmu?" tanya Jeno lagi.Anak kecil bernama Rayan itu mengangguk. "Aku tinggal di Green House Asri Nomor A5," jawab Rayan lalu lanjut makan.Jeno pun sedikit terkejut, ada anak kecil yang begitu pintar seperti ini. "Bagus sekali, kamu mengingat tempat tinggalmu sendiri. Habiskan makanmu, nanti Arya akan mengantarkanmu pulang," kata Jeno."Umm!" jawab Rayan seraya mengangguk cepat. Rayan anak yang pintar dan pemberani, buktinya dia tidak sedikit pun menangis atau merengek memanggil ibu dan ayahnya seperti anak-anak pada umumnya."Kalau boleh tahu siapa nama mama dan papamu?" Jujur saja Jeno penasaran dengan orang tua anak ini, terlebih pada nama ibunya. Entah menga
Seperti janji yang sudah disepakati kemarin, hari ini Rena Lu mengajak cucunya untuk pergi ke rumah orang yang telah baik hati menyelamatkan Rayan dari penculik. Mereka berjalan keluar dari rumah nenuju mobil. "Pak, antarkan kami ya," pinta Rena Lu kepada supirnya."Baik, Nyonya." Supir itu mengangguk dan membukakan pintu belakang. Rayan dan Rena Lu pun masuk mobil lantas supir menutup pintu kembali, pria paruh baya itu juga masuk mobil dan kendaaran itu melaju meninggalkan rumah yang cukup megah itu.Di tengah perjalanan Rayan terus memperhatikan jalan, dia harus fokus mengingat karena jangan sampai salah alamat. 'Anggrek House Elite' saat Rayan membaca plang besar di depan jalan ia pun menujuk. "Kita masuk gang besar itu, Pak!" seru Rayan memberi tahu.Supir itu pun mengangguk dan mengikuti arahan dari Rayan, sementara Rena Lu hanya tersenyum saja, dia benar-benar bangga memiliki cucu sepintar Rayan. Wanita paruh baya itu mengelus kepala anak kecil itu. "Apakah masih jauh, Ray?" Ra
Maryam berjalan menaiki anak tangga dan melangkah menuju suatu kamar tidur, sore tadi putranya sudah pulang dari kantor dan sudah pasti setelah itu Jeno tidak akan keluar lagi meski hanya untuk makan malam.Mungkin hanya sesekali saja putranya mau turun makan malam itu pun jika Maryam memaksa. Sejak kepulangan Jeno ke rumahnya 6 Tahun lalu, putranya itu berubah menjadi sangat tertutup.Jeno tidak pernah menceritakan sedikit pun permasalahan dirinya dengan istrinya, Maryam hanya tahu kalau menantunya meninggalkan Jeno karena Jeno yang salah. Ya, Jeno hanya mengatakan kepada ibunya kalau Rea meninggalkan dia karena kesalahannya.Maryam tentu menyalahkan putranya sendiri, Maryam juga menduga kalau Rea sakit hati karena pasti Jeno berselingkuh dengan Aruna yang kini entah berada di mana wanita murahan itu. Maryam juga hanya tahu Jeno sakit ginjal dan diharuskan dioperasi sehingga putranya itu kini hanya memiliki satu ginjal saja.Maryam mengetuk pintu kamar putranya beberapa kali, tapi s