Share

Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!
Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!
Penulis: Hanazawa Easzy

1. Surprise!

Penulis: Hanazawa Easzy
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-02 13:33:15

"Pasti Mas Reza suka sama kejutanku."

Tepat pukul lima sore, aku keluar dari mobil. Aku sengaja meninggalkan kendaraan roda empat itu di depan gang, lanjut berjalan kaki menuju rumah yang masih berjarak 200 meter di depan sana.

Satu tanganku membawa kotak berukuran sedang berisi kue ulang tahun untuk Mas Reza, sedang tangan yang lain membawa tiket liburan ke Bali. Aku tidak sabar memberikan kejutan ini untuknya. Dia pasti senang dan langsung sembuh dari sakitnya.

Ya, sebenarnya tadi pagi Mas Reza agak demam. Dia izin tidak masuk kerja dan istirahat total di rumah. Aku yang kebetulan dapat banyak pesanan katering hari ini, terpaksa tidak bisa menemaninya. Aku minta maaf dan baru pulang jam tujuh malam. Dia tidak keberatan sama sekali, memintaku tidak perlu khawatir karena dia bisa mengurus dirinya sendiri.

Langkah kakiku semakin dekat menuju gerbang, melewatinya tanpa suara. Seperti seorang pencuri, aku bahkan berhati-hati menutupnya. Semua demi kejutan yang sudah aku persiapkan jauh-jauh hari. Bahkan Bima—putraku dengan Mas Reza—sengaja aku titipkan pada Ibu khusus untuk hari ini. Aku ingin memberikan me time untuk suamiku.

Aku berhenti di ruang tamu dengan kening berkerut saat mendapati ada satu tas wanita di kursi sofa. Warnanya merah menyala, begitu kontras dengan ruangan yang hampir keseluruhan dekorasinya berwarna coklat muda. Juga ada sepatu heels dengan warna yang sama, tergeletak di bawah meja.

"Barang-barang milik siapa ini? Kenapa ada di sini? Rasa-rasanya aku nggak ...." Seketika dadaku terasa sesak dan tidak bisa melanjutkan kalimatku. Kue yang sedari tadi kubawa dengan hati-hati, kini kuletakkan begitu saja di atas meja.

Dadaku bergemuruh. Aku tidak tahu pemilik dua benda asing ini, tapi juga tidak bisa berprasangka baik setelahnya. Tadi saat mendapati pintu utama yang tak terkunci, kupikir Mas Reza lupa. Lagi pula, tidak mungkin ada pencuri karena satpam kompleks selalu keliling dua jam sekali.

“Ya Allah, kenapa dadaku rasanya sesak begini, ya?”

Aku berusaha menahan air mata yang mulai terkumpul, membuat pandanganku berkaca-kaca.

Belum habis pertanyaan di kepalaku, samar-samar terdengar celotehan seorang wanita dari lantai dua. Dia tertawa, seperti tengah digelitik atau semacamnya.

"Apa-apaan ini?" batinku semakin tidak menentu. Aku yakin rumahku tidak berhantu. Itu pasti suara manusia. Tapi siapa?

“Mas, jangan gitu, ah!”

Suara itu terdengar semakin jelas saat aku mulai menaiki anak tangga. Sepatu flat milikku sengaja kutinggalkan di bawah tangga, demi mengintai ke sumber suara sambil berjinjit. Mungkinkah Mas Reza sedang bermain gila dengan wanita lain di kamar utama? Itu tempat tidurku dengannya. Mana mungkin .…

“Mas! Udah!”

Sekali lagi kudengar teriakan manja wanita itu, membuat seluruh ketakutan dalam diriku semakin menjadi-jadi. Berbagai prasangka langsung memenuhi kepala. Apa yang sedang wanita itu lakukan di ruangan pribadi kami? 

“Bentar lagi, Sayang. Nanggung, nih.”

Deg!

Langkahku terhenti seketika, bersama degup jantung yang kehilangan ritmenya. Dadaku rasanya sesak seketika.

“Itu suara Mas Reza. Aku nggak mungkin salah.”

Belum reda keterkejutanku, detik berikutnya kembali terdengar suara-suara yang terasa menjijikkan. Kata-kata kotor terdengar menusuk telinga, membuatku semakin yakin Mas Reza tengah enak-enakan di kamar kami.

Ingin aku tutup telingaku supaya tidan mendengar suara mereka. Wanita itu tidak segan memanggil nama Mas Reza berkali-kali, membuat kakiku hampir tidak mampu berdiri lagi. Tubuhku limbung.

“Ya Allah ... kuatkan hamba.”

Tanganku mencengkeram besi berulir yang mengular sepanjang anak tangga. Hanya tersisa dua-tiga meter sebelum aku sampai di kamar, tapi tenagaku rasanya sudah habis. Tapi, aku harus kuat. Aku harus dapat bukti kalau memang Mas Reza benar-benar selingkuh. Meski itu kemungkinan terburuk yang paling tidak aku inginkan. Membayangkannya saja tidak.

Tiket liburan yang dari tadi kugenggam, kini kuremas dan kubuang begitu saja. Rencana indah yang sudah kurancang sedemikian rupa, kini musnah seketika. Hatiku remuk redam rasanya.

Desah dua makhluk laknat itu terdengar semakin jelas saat kakiku sampai di ambang pintu.

"Joy, makasih, ya. Kamu selalu bikin aku puas," puji Mas Reza dengan suara yang cukup keras.

Joy?!

Mataku membulat seketika. Joy siapa?

Dari celah pintu yang terbuka, aku lihat dia menarik diri dari wanita yang telah memuaskannya. Kecupan-kecupan penuh cinta diberikan di seluruh wajah lawan mainnya, sama persis seperti yang Mas Reza lakukan setelah menghabiskan malam denganku.

Seluruh rasa cintaku pada Mas Reza tercerabut dengan paksa. Dia melakukan hal yang amat sangat aku benci, yakni berselingkuh. Itu benar-benar kesalahan yang tidak bisa dimaafkan.

"Mas Reza!" Tanganku terkepal erat, ingin berteriak. Ingin sekali menghambur ke dalam sana untuk menangkap basah dua insan yang begitu hina itu. Tapi, kakiku terpaku di lantai. Aku tidak bisa bergerak.

Gemuruh di dalam dadaku tak terkontrol, tidak sabar ingin tahu siapa wanita yang sudah membuat Mas Reza terlena. Benar-benar tidak ada gambaran, suamiku yang pengertian itu menodai ikatan suci kami.

Alih-alih menyudahi dosa yang mereka lakukan, aku dibuat tersentak saat suara wanita terdengar keenakan. Mereka melakukannya lagi.

Mataku berkaca-kaca, teringat rumah tangga kami yang begitu harmonis sebelumnya.

Bagaimana bisa?

Bagaimana bisa Mas Reza tidur dengan wanita lain di ranjang yang seharusnya hanya ditempati oleh kami berdua?

Terlalu asyik memadu cinta, sampai membuat dua manusia minus logika itu tidak sadar waktu tanganku membuka pintu sedikit lebih lebar. Satu tanganku mengambil ponsel dan mengaktifkan fitur kamera.

"Udahan ya, Mas? Aku udah bisa pulang sekarang? Capek," ucap wanita itu sambil beranjak dari ranjang. Dia duduk di samping Mas Reza, membelakangi pintu, membelakangiku. Namun, suaranya terdengar familiar.

"Kenapa buru-buru, sih? Istirahat dulu sebentar."

Mas Reza memeluknya sambil menciumi tengkuknya. Sial! Kemarahanku rasanya naik ke kepala, membuat ubun-ubunku mendidih dan ingin menghantam keduanya dengan benda tumpul apa saja yang ada.

“Nggak, ah. Nanti kalau tiba-tiba Nadya pulang gimana? Aku takut ketahuan. Udah, ya.”

"Nggak bakal. Dia tadi udah kirim pesan, bakal pulang malam. Restorannya rame, pesanan kateringnya juga lagi membludak. Kamu tidur aja dulu. Nanti jam enam aku bangunin & antar kamu pulang."

"Tapi, Mas ...."

“Sst, udah deh nggak usah bantah. Kalau masih ngeyel, aku buat kamu nggak bisa pulang.”

“Mas!”

“Yakin udahan? Nggak mau ronde ketiga?”

"Mas Reza, jangan genit!"

Telingaku semakin pekak mendengar canda tawa mereka. Ingin sekali kuambil pisau, menerobos masuk dan menghabisi mereka. Tega-teganya Mas Reza mengkhianati kepercayaanku. Apa katanya tadi? Ronde ketiga? Gigiku gemeletuk saling beradu satu sama lain.

Apa kurangku sampai Mas Reza selingkuh? Bukannya aku masih penuhi hak dia semalam? Kenapa sekarang dia main gila dengan wanita lain? Sudah berapa lama mereka selingkuh? Apa aku tidak menarik lagi di matanya?

Bab terkait

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   2. Playing Victim

    Kudorong pintu di depanku sekuat tenaga, membuat dua orang di depan sana terperanjat seketika. Mereka saling tatap, tidak menyangka akan tertangk4p basah seperti sekarang."Nadya?" Joyce, yang merupakan sahabatku sejak kecil, memanggil namaku sambil menjauh dari ranjank dengan wajah pucat. "Nadya! Apa-apaan kamu?" Mas Reza langsung berdiri, serabutan memakai kaus hitam dan celana pendek. Suaranya tercekat di tenggorokan, menatapku seperti melihat hantu. Dia sadar, kamera ponselku merekam perselingkuhan mereka."Nadya, ini nggak seperti yang kamu lihat." Joyce menatapku sambil berurai air mata. "Aku sama Mas Reza cuma—""Diam!" Aku menyentak galak. Dadaku terasa semakin sesak. Sudah ketahuan, masih saja coba berkilah. "Aku nggak butuh penjelasan wanita murahan kayak kamu!"Kemarahanku tak tertahankan membuat tanganku sampai bergetar. Rekaman video yang kuambil sedikit blur. Yang penting aku punya bukti.Mas Reza mendekatiku dengan wajah merah padam."Turunin ponsel kamu!""Nggak!"Aku

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   3. Janda Kembang

    "Mulai sekarang kita nggak ada ikatan. Kamu bukan lagi istriku dan aku bukan suami kamu." Aku memaksakan berdiri dengan tangan gemetar setelah menyimpan ponsel di saku. Kakiku mundur dua langkah sambil menatap Mas Reza yang acuh tak acuh. Tidak ada rasa bersalah, juga tak ada lagi cinta yang tersisa di matanya untukku."Mas, kamu jangan bercanda. Kalimat itu nggak bisa diucapkan sembarangan. Sekali kamu mengatakannya, aku sudah haram kamu sentuh."Mas Reza mendecih sambil membuang muka. Tampaknya dia begitu jijik padaku. Bukankah seharusnya aku yang bersikap demikian? Kenapa jadi terbalik sekarang?"Haram? Ya, aku memang nggak akan menyentuhmu lagi, Nadya binti Bagaskara. Besok aku sendiri yang akan mendaftarkan perceraian kita. Kamu tunggu aja panggilan buat sidang. Secepatnya!""Mas, jangan ambil keputusan selagi kamu emosi. Pernikahan kita, ada Bima di dalamnya. Kamu mau dia jadi korban broken home yang kehilangan kasih sayang orang tua?""Dia nggak akan kehilangan kasih sayang. A

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-04
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   4. Bertemu Kembali

    Seharusnya di saat seperti ini aku semakin menyayangi putraku, tapi nyatanya aku malah seperti kehilangan jati diri sebagai seorang ibu. Wajah anak itu sangat mirip dengan ayahnya. Aku masih sakit hati mengingat pengkhianatan Mas Reza.“Ayo, Sayang.” Mama menepuk-nepuk punggung Bima, membawanya ke dalam kamar.Dari arah lain, Papa mendekat sambil membenahi kacamata tebal yang bertengger di atas hidung. Raut wajahnya keruh, jelas menunjukkan kalau beliau tidak baik-baik saja. Putri semata wayangnya sudah tersakiti, bahkan dicampakkan begitu saja oleh suaminya. Orang tua mana yang tega melihat kesayangannya menderita?Cukup lama kami berdiam diri. Papa menatap televisi layar datar di depan kami tanpa ekspresi. Tayangan kartun anak-anak dengan warna mencolok, yang semula ditonton oleh Bima, sama sekali gagal menarik perhatian. Rahangnya mengerat, berusaha mengendalikan emosi. Aku yakin Mama sudah menceritakan masalahku sampai membuat Papa pulang segera dari Bandung.Aku membenahi posisi

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-04
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   5. Terluka (POV Firman)

    Pertemuanku dengan klien baru saja selesai saat Mira, resepsionis di firma hukum tempatku bekerja menelepon. Tadinya masih ada agenda makan siang bersama, sekaligus ucapan terima kasih dari orang itu. Namun, begitu mendengar siapa yang mencariku, aku melupakan hidangan aneka seafood kesukaanku. Itu tidak lebih penting dari orang yang sekarang menungguku. Lebih tepatnya satu nama yang sangat ingin kutemui.Aku memacu kendaraan secepat mungkin, ingin segera melihat wajah ayu wanita itu. Wanita yang kutinggalkan sepuluh tahun lalu demi mengejar impianku menjadi seorang pengacara. Hingga akhirnya dia menikah dengan orang lain. Jika waktu bisa diputar kembali dan aku tidak pergi meninggalkannya, mungkinkah kami tetap bersama?Langkahku terasa semakin berat saat meniti anak tangga satu persatu. Matahari semakin membuat peluhku bercucuran.Mataku memicing tajam selepas melewati pintu kaca yang otomatis terbuka. Mira menunjuk ruang tunggu, di mana kedua tamuku duduk di sana. Dadaku terasa ses

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-04
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   6. Joyce Hamil (POV Firman)

    Saat Pak Bagaskara masih bicara dengan putrinya di dalam sana, aku terjebak dalam riuh rendah isi kepalaku sendiri mengingat kisah kasih kami semasa SMA.“Nonton, yuk,” ajak Nadya, mendekat ke arahku setelah pelajaran terakhir usai dan menunjukkan tiket film di salah satu bioskop tak jauh dari sekolah kami. Senyum di wajahnya begitu cerah, mengabaikan terik matahari di luar sana yang amat menyengat.Dia gadis yang ceria, murah senyum dan memiliki banyak teman. Berbanding terbalik denganku yang lebih banyak diam dan menutup diri.Aku hanya bisa menggeleng, menolak ajakannya dan pergi lebih dulu dari sana, canggung menatap wajahnya yang cantik menawan. Jujur saja aku menyukainya, tapi tidak tahu bagaimana mengungkapkan perasaan. Lagi pula, Nadya dari keluarga berada, sedangkan aku hanya anak panti asuhan yang tidak jelas asal-usulnya.“Aku maunya sama kamu. Nggak mau sama yang lain.” Bibirnya mengerucut. Dia menghadangku, berdiri sambil merentangkan tangan demi menghalangi jalan. Tipika

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   7. Tekad Bulat (POV Firman)

    "Om, tolong sampaikan permintaan maaf saya ke Nana. Dia nggak mau angkat telepon. SMS juga nggak dibalas," ucapku malam itu, sehari sebelum terbang ke Eropa demi mengambil beasiswa di salah satu universitas ternama. Om Bagaskara mengangguk, menepuk pundakku dan mulai bercerita masa kecil Nadya, putri kesayangannya yang lebih sering dipanggil Nana. Meski satu jam lamanya kami bercengkerama di beranda, Nana menolak turun dari kamarnya. Dia hanya mengintip dari jendela saat aku melangkah keluar melewati pintu gerbang. "Kamu nggak harus ambil tawaran beasiswa itu!" Suaranya yang melengking sebulan sebelumnya masih terbayang di kepala. Saat itu aku mengungkapkan keputusanku menerima tawaran beasiswa dari sebuah yayasan. "Na, ini demi kebaikan kita berdua. Aku serius sama kamu, tapi aku juga harus serius sama masa depanku. Nggak mungkin yatim piatu kayak aku, layak bersanding sama putri semata wayang Pak Bagaskara. Apa kata orang nantinya?" Nana menghempas tanganku, berdiri dengan cepat

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   8. Pasang Badan (POV Firman)

    "Firman, nggak bisa besok aja?"Suara Nana tercekat di tenggorokan, tampak tidak nyaman saat mobilku mulai memasuki gerbang perumahan tempat tinggalnya. Dia akhirnya buka mulut, tak hanya diam. Sejak naik ke mobil Jeep milikku, dia memang menutup mulutnya rapat-rapat."Kenapa? Kamu belum siap ketemu suamimu yang sebentar lagi bakal jadi mantan itu?"Alih-alih menjawab, dia justru meremas tas di pangkuannya. Aku terpaksa menepikan mobilku, mengajaknya bicara. Keraguan bergelayut di matanya."Kalau aku sama Mas Reza beneran pisah, apa Bima akan baik-baik saja? Yang paling dirugikan dari sebuah perceraian adalah anak-anak. Nggak sedikit yang kekurangan kasih sayang dan pada akhirnya lari ke hal-hal negatif. Apalagi Bima masih masa tumbuh kembang. Dia pasti akan kehilangan sosok ayah."Aku terpaksa meraup wajah dengan tangan sambil menarik napas dalam-dalam. Bagaimana cara meyakinkan Nana bahwa rumah tangganya sudah rusak? Perselingkuhan adalah dosa yang sulit ditinggalkan.Setelah diam s

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   9. Sambutan Tak Terduga (POV Firman)

    "Di sini?" tanyaku setelah menatap nomor di samping pintu gerbang bertuliskan A15. Sebuah rumah dua lantai yang terlihat mewah dengan halaman yang luas, langsung tertangkap mataku."Iya.""Yakin kita selesaikan hari ini, Na? Setelah aku ketemu suami kamu, aku pantang mundur kecuali kamu sendiri yang mencabut tuntutan itu nanti. Kalaupun kamu mau membatalkannya, bukan berarti proses perceraian bisa langsung berhenti. Ada prosedur yang harus dilalui dan itu cukup berlarut-larut.""Aku udah siap. Apa pun resikonya, itu yang terbaik untuk kita bertiga. Seperti yang kamu tahu, Joyce hamil. Mas Reza harus tanggung jawab kalau itu beneran anak dia, tapi aku nggak akan pernah mau dimadu. Jadi, cepat atau lambat, kami memang akan berpisah."Aku mengangguk, merasa cukup lega saat melihat tekad kuat yang dia tunjukkan. Tak ada lagi air mata maupun kesedihan di wajahnya. Justru dia terlihat seperti wanita yang begitu kuat."Ayo!"Jantungku berdetak lebih kencang dari sebelumnya, mengikuti langkah

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05

Bab terbaru

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   20. Perusak Suasana (2)

    “Kenapa pakai baju itu? Nggak ada baju lain?!” sengak Reza semakin tak suka. Sebulan lebih hidup satu atap dengan Joyce membuatnya mulai menyadari sifat buruk wanita itu. Nadya dan Joyce layaknya dua kutub yang berbeda, bahkan saling bertentangan. Wanita berhijab itu santun dan pengertian, tapi tidak melupakan tugasnya sebagai istri meski harus bekerja di luar. Sedangkan Joyce, hari-hari hanya dihabiskan untuk bermalas-malasan. Wanita berambut pirang itu tidak bisa memasak, membersihkan rumah, maupun pekerjaan lain. Kesibukannya hanya bersolek dan merias kuku sambil scroll-scroll media sosial. Benar-benar tidak ada gunanya. “Nadya ninggalin semua bajunya. Jadi dari pada mubazir, mending aku pakai.” “Lepas. Jangan sentuh barang-barang dia!” Kening Joyce berkerut. “Mas, kamu kenapa, sih? Masih cinta sama mantan istrimu dan nggak rela baju-baju bekasnya aku pakai?” Kali ini Reza yang terkesiap. Dia tidak tahu kenapa dirinya merasa tidak rela melihat pakaian itu melekat di tubuh se

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   19. Perusak Suasana (1)

    “Akhirnya!” ucap Reza dengan senyum merekah di wajah. Punggungnya dihempas ke sandaran kursi sambil melepas dasi. “Cerai dari Nadya nyatanya keputusan paling tepat. Tahu gini aku ceraikan dia dari dulu!” Tawa pria 29 tahun itu begitu lepas seolah semua beban terangkat dari pundaknya. Surat keputusan promosi yang baru diterima masih tergenggam erat, seolah-olah itu adalah tiket emas menuju masa depan yang lebih cerah. “Apa kata Pak Wirawan tadi? Dia minta maaf dan memberikan promosi ini sebagai kompensasi?” Sekali lagi gelak tawa terdengar. Reza benar-benar puas dan bangga, tampak dari sorot matanya yang berbinar. Dia mengusir jauh bayangan suram perceraian dengan imajinasi uang melimpah karena jabatannya sekarang lebih tinggi. “Pulang cepat, Mas?” tanya Joyce yang tiba-tiba muncul dan duduk di samping Reza. Semerbak parfum seketika menguar, seolah wanita itu menumpahkan sebotol penuh untuk menarik perhatian pujaan hatinya. Belum sempat Reza bereaksi, Joyce lebih dulu mengecup bi

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   18. Permainan Dimulai!

    “Pak Reza, ditunggu Pak Wirawan di ruangannya. Sekarang.”Deg!Detak jantung Reza seolah terhenti detik itu juga. Dia bahkan terpaksa harus menelan ludah berkali-kali setelah panggilan telepon itu berakhir.“Pasti ini ada urusannya sama keputusan cerai kemarin.” Tangan Reza terkepal marah, tapi raut wajahnya lebih menunjukkan kekhawatiran.“Dahlah, bodo amat. Mau dipecat juga gak masalah. Toh, semua aset Nadya udah jadi milikku sekarang. Leha-leha setahun pun nggak akan habis.”Sambil mengendurkan dasi di lehernya, Reza menutup lembar kerja di depannya dan beranjak keluar dari ruangannya. Dia berjalan cepat menuju lift dan menekan tombolnya.Tak berapa lama, kotak besi itu terbuka. Hanya butuh hitungan detik, Reza sudah ada di lantai tiga dan langsung menuju ruangan ayah angkat mantan istrinya. Selama ini, dia diperlakukan dengan sangat baik oleh orang-orang karena Pak Wirawan menganggapnya sebagai menantu yang baik. Entah sekarang, setelah pengkhianatan yang telah dilakukannya.“Sela

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   17. Titik Balik (POV Author)

    Nadya duduk di tepi ranjang dengan tangan gemetar saat memegang surat cerai yang baru saja ia terima. Seharusnya hal itu membuatnya senang karena satu masalah sudah terselesaikan. Namun, ekspresi wajah wanita itu menunjukkan sebaliknya. Hatinya terluka.“Udah cukup sedihnya, Sayang.”Dengan gugup, Nadya menghapus air mata di pipinya. Mama Anita jelas sudah melihatnya.“Semua udah selesai. Jangan sesali yang udah terjadi.”Sebuah anggukan Nadya tunjukkan sebagai jawaban. Kedua tangannya terulur dan mendekap tubuh wanita yang telah melahirkannya 28 tahun yang lalu. Wanita yang pasti ikut merasa hancur seperti dirinya.Alih-alih reda, tangisnya semakin deras hingga sesenggukan. Tidak ada wanita yang ingin berpisah dengan pasangan yang bertahun-tahun menghuni hatinya. Bahkan jika mereka berpisah pun, kenangan yang telah mereka lalui bersama tidak akan pergi dengan mudahnya.Tangan Mama Anita mengelus puncak kepala Nadya saat putri kesayangannya itu mengurai pelukan mereka.“Coba mana seny

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   16. Sarjana Gadungan (2)

    “Jangan mengada-ada kamu!” Suaraku sedikit meninggi, merasa tidak bisa percaya begitu saja dengan ucapannya.“Aku punya sumber yang bisa dipercaya, Na. Kemampuan otak mantan suami kamu itu cethek. Selama ini dia banyak mengandalkan bantuanmu dan Joyce. Bahkan, skripsinya itu hasil kerja orang lain. Apa yang bisa diandalkan dari sarjana gadungan seperti dia?”Aku menggeleng beberapa kali, merasa heran sekaligus tidak habis pikir. Apa aku selama ini terlalu dibutakan oleh cinta sampai tidak bisa melihat kebusukan pria itu?“Aku bisa bantu kamu dapatkan semua harta itu, tapi kita harus main sedikit trik, Na. Kamu relakan semua harta itu jadi milik Reza, tanpa berkurang sedikit pun. Kita biarkan dia bahagia sebelum mengambil semuanya.”“Gimana caranya? Gimana kalau rencana kamu gagal?”Pertanyaan itu lolos begitu saja dari mulutku. Pengkhianatan dari suami dan sahabatku membuatku tidak mudah percaya kepada siapa saja, termasuk pria yang sempat menjadi orang pertama yang kupedulikan keadaa

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   15. Sarjana Gadungan (1)

    “Kamu siap, Na?” tanya Firman begitu aku keluar dan bertatapan langsung dengan wajahnya. Hari ini, jadwal sidang pertama perceraianku dengan Mas Reza. Aku sudah membulatkan tekad, jalan terbaik adalah sebuah perceraian. Aku dengar Joyce sudah memesan undangan pernikahan mereka.Lebih-lebih lagi, pengakuan Joyce kemarin benar-benar menyadarkanku bahwa rumah tanggaku dengan Mas Reza memang sudah salah sejak awal. Mau dipertahankan bagaimana pun, pasti akan berakhir buruk. Aku tidak akan menggadaikan masa depanku kepada pria yang nggak tahu diri itu."Siap nggak siap, ini yang harus aku hadapi. Ayo!"Aku menarik napas dalam setelah menjawab pertanyaan Firman. Meski perceraian adalah satu hal yang dibenci Tuhan, tapi ini yang terbaik menurutku. Tidak ada opsi lain kecuali melepaskan seorang pengkhianat.Firman mengangguk, membukakan pintu mobil untukku. Dia sempat berpamitan pada Mama di beranda, juga melambai pada Bima. Aroma parfum yang menguar dari tubuhnya sempat mampir ke hidungku, m

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   14. Drama Air Mata (2)

    Satu jam kemudian, aku membawa mobil milik Papa ke salah satu kafe yang disebutkan Joyce. Demi Mama dan seluruh nasihat baiknya, aku menahan rasa sakit hati dan memberikan muka untuk mantan sahabatku itu."Nadya," panggil Joyce sambil melambaikan tangan ke arahku, menyunggingkan senyum terbaik yang membuatku justru semakin kesal. Nggak ada raut bersalah sama sekali di wajahnya, yang tampak justru binar bahagia di matanya.Joyce berdiri, siap mencium pipi kanan dan kiri seperti saat kami biasa bertemu. Namun kali ini, aku menjauh dua langkah darinya. Rasanya jijik berpelukan dengan wanita yang sudah merebut suamiku."Waktuku nggak banyak. Mau ngomong apa?" tanyaku to the point, malas mendengar basa-basi yang akan keluar dari mulutnya."Nad, aku ham—""Aku tahu, tapi apa urusannya sama aku?" Aku menyela cepat, enggan mendengar kabar kehamilannya maupun pengaduan yang lain. Saat dia diusir dari rumah kemarin, aku sebenarnya kasihan, tapi bukan berarti aku peduli padanya. Dia sudah bermai

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   13. Drama Air Mata (1)

    "Mami hari ini pergi lagi?" tanya Bima begitu membuka mata dan langsung lari ke arah dapur, memeluk kakiku erat-erat."Nggak, Sayang. Hari ini Mami di rumah nemenin kamu.""Ciyus?" tanya sambil mengerucutkan bibir, membuat aku terpaksa mematikan kompor dan memusatkan perhatian pada jagoanku."Ciyus anet," jawabku ikut menirukan suaranya yang terdengarbegitu imut. Ah, kalau aku sih jatuhnya jadi sok imut."Sekarang Bima duduk di sini dulu, ya. Mami siapin sarapan buat kamu sama Oma dan Opa." Aku mendudukkan bocah tiga tahun itu di bangku, bersiap kembali ke dapur. Namun, tangan kecilnya menarik jari telunjukku."Ada apa, Sayang?"Mata bulat Bima menatapku, tapi nggak ada satu kata pun yang dia ucapkan."Sayangnya Mami mau ngomong apa?" Aku terpaksa berlutut di lantai, membuat posisiku sejajar dengan jagoan kecil yang benar-benar mengingatkanku pada Mas Reza. Wajah Bima copy-an pria itu 90 persen. Hanya bentuk matanya saja yang sedikit mirip denganku, tapi mulut, hidung, juga bentuk rah

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   12. Pengakuan Papa

    “Maksud Papa apa?” Aku mengernyit heran, menatap pria dengan uban yang mulai mengambil alih rambut hitamnya. Beliau selalu saja to the point seperti itu. Tanpa tedeng aling-aling, langsung mengungkapkan isi hatinya.“Sampai sekarang Firman belum menikah. Itu karena dia masih cinta sama kamu, Na. Papa juga bisa lihat kalau perasaan kamu masih ada buat dia.”“Pa!” Aku menyentak lengan Papa sambil berdiri. Ini pertama kalinya aku bersuara agak lantang di depan beliau.“Sayang ….” Mama langsung memeluk kedua lenganku, meredam rasa marahku karena Papa mengatur hidupku. “Tenang, ya. Maksud Papa nggak begitu, kok. Papa cuma mau—”“Nana tahu, Ma.” Aku menyela ucapan wanita yang sudah melahirkanku 27 tahun yang lalu. “Aku tahu Mama sama Papa cuma mau aku bahagia, tapi aku udah dewasa dan tahu apa yang harus aku lakukan ke depannya.”Papa terlihat mengembuskan napas kasar dari mulut melihat aku memberontak. Mama membawaku duduk di kursi yang lain, sedikit menjauh dari Papa. Segelas air putih se

DMCA.com Protection Status