Share

Janda Kembang

Penulis: Hanazawa Easzy
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-04 08:14:36

"Mulai sekarang kita nggak ada ikatan. Kamu bukan lagi istriku dan aku bukan suami kamu."

Aku memaksakan berdiri dengan tangan gemetar setelah menyimpan ponsel di saku. Kakiku mundur dua langkah sambil menatap Mas Reza yang acuh tak acuh. Tidak ada rasa bersalah, juga tak ada lagi cinta yang tersisa di matanya untukku.

"Mas, kamu jangan bercanda. Kalimat itu nggak bisa diucapkan sembarangan. Sekali kamu mengatakannya, aku sudah haram kamu sentuh."

Mas Reza mendecih sambil membuang muka. Tampaknya dia begitu jijik padaku. Bukankah seharusnya aku yang bersikap demikian? Kenapa jadi terbalik sekarang?

"Haram? Ya, aku memang nggak akan menyentuhmu lagi, Nadya binti Bagaskara. Besok aku sendiri yang akan mendaftarkan perceraian kita. Kamu tunggu aja panggilan buat sidang. Secepatnya!"

"Mas, jangan ambil keputusan selagi kamu emosi. Pernikahan kita, ada Bima di dalamnya. Kamu mau dia jadi korban broken home yang kehilangan kasih sayang orang tua?"

"Dia nggak akan kehilangan kasih sayang. Aku bisa cari ibu sambung buat dia. Joyce yang akan ngerawat Bima."

Deg!

Detak jantungku terasa berhenti seketika. Apa lagi maksudnya? Joyce akan jadi ibu sambung untuk putraku?

Aku kenal lahir batin si janda kembang itu. Dia tidak pernah menyukai anak kecil, bahkan beranggapan bahwa anak-anak hanya berisik dan merepotkan saja. Mana mungkin dia bisa mengurus Bima? Yang ada, disuruh-suruh seenaknya dan ditindas untuk melakukan semuanya.

"Kamu nggak perlu syok gitu. Cukup tanda tangan besok, semua beres. Nggak usah repot urus segala macam. Kamu bebas mau ada seminar bisnis di mana, kelas masak berapa lama, pergi sama siapa, itu bukan lagi urusanku. Termasuk sekolah Bima. Dia bakal pindah ke tempat baru yang dekat rumah ibuku."

"Nggak!" Aku menyalak, "Kamu nggak bisa ambil keputusan seenakmu sendiri, Mas. Bima anak kita. Aku berhak mengurusnya. Bahkan kalaupun kita berpisah, hak asuh dia juga akan ada di tanganku. Aku yang lebih pantas mengasuhnya!"

Aku yang kembali tersulut emosi, jadi tidak bisa mengendalikan diri. Setelah kehilangan Mas Reza, mana mungkin aku rela kehilangan jagoanku satu-satunya. Dengan segala cara, aku akan mempertahankan Bima di sisiku.

"Kamu pikir kamu layak, hah?" Mas Reza mendekat ke arahku, menarik tanganku dengan paksa dan membawaku ke ruang kerja di lantai bawah.

Langkahnya begitu cepat, membuatku harus sedikit berlari untuk mengikuti di belakangnya. Cengkeraman tangannya juga bertambah erat. Aku meronta, mencoba melepaskan diri. Sakit.

Kami baru terhenti di depan meja kerja Mas Reza.

"Lihat baik-baik, Nad!" Mas Reza berjongkok, membuka laci paling bawah tempat surat dan dokumen penting tersimpan. Perasaanku langsung tidak enak setelahnya. Tanpa pria itu jelaskan sekalipun, aku tahu ke mana arah pembicaraan kami.

Setumpuk dokumen yang tersimpan di dalam map warna merah, kini dihamparkan di atas meja.

"Kamu lihat itu? Aset yang ada, semua milikku. Sertifikat rumah, mobil, motor, bahkan restoran, semua atas namaku. Yang kamu punya cuma ruko kumuh tempat usaha kateringmu yang kamu beli pertama kali. Dengan aset yang nggak seberapa itu, mana mungkin pihak pengadilan memberikan hak asuh Bima padamu. Kamu nggak mampu biayain hidup dia!"

Tubuhku bergetar hebat. Sekelebat ingatanku kembali ke masa lalu. Mas Reza mendaftarkan rumah ini atas namaku, tapi aku dengan bodohnya menolak. Aku beranggapan kalau pria itu kepala keluarga di sini. Jadi, dia berhak memegang kendali atas kepemilikan aset kami.

Hal yang sama juga terjadi saat membeli mobil dan kendaraan lainnya. Karena sibuk menyiapkan pesanan nasi box yang jumlahnya tak sedikit, aku meminta Mas Reza saja yang pergi untuk mengurus pembelian mobil. Aku yakin sepenuhnya kalau pria itu amanah, bisa dipercaya untuk mengelola harta yang kami dapatkan berdua.

Penilaianku kuanggap tepat karena Mas Reza bukan seseorang yang suka bertingkah neko-neko. Sebelum dia membeli apa pun, pasti minta pendapatku lebih dulu. Bukankah itu artinya dia menganggap penting keberadaanku? Apa aku salah menilainya?

Orang-orang mengatakan kalau kunci keharmonisan rumah tangga adalah rasa saling percaya, bukan? Aku memercayai Mas Reza sepenuhnya, sedalam-dalamnya.

Sayangnya, aku justru mengabaikan nasihat Papa hari itu, menyangkal firasat buruknya jika suatu hari nanti kami berpisah. Aku bertekad kalau hal itu tak akan terjadi. Namun ternyata ....

"Mulai sekarang, kamu nggak ada hak lagi dengan semua aset ini. Yang kamu punya cuma mobil pick up butut itu. Ah iya, rekening tabungan itu juga atas namaku. Kamu jangan berani-beraninya ambil sepeser pun uang dari sana. Haram!"

Suara mas Reza terdengar begitu mengerikan. Pria itu sungguh-sungguh merampokku. Restoran yang aku rintis susah payah, kini diambil paksa kepemilikannya. Bukan hanya kepercayaanku yang luntur, rasa cintaku pada Mas Reza pun hancur lebur. Aku kecewa padanya. Merasa jadi wanita paling bodoh di dunia.

Bagaimana mungkin aku tak sadar semua tipu muslihat berbalut cinta yang selama ini dimainkannya? Mas Reza yang penuh cinta, kini tak ubahnya seperti begal di luar sana. Sejenis dengan serigala berbulu domba, menggigit mangsanya sampai tetes darah terakhirnya.

Lima tahun membina mahligai rumah tangga dengan Mas Reza, aku sama sekali tidak menyadari sifat piciknya. Mungkin aku terlalu dibutakan oleh cinta dan mengabaikan logika. Aku bahkan tidak bisa melakukan apa-apa saat harga diriku diinjak-injak seperti ini. Hanya bulir air mata yang tak henti membasahi pipiku.

"Mam ... Mami ...." Panggilan Bima membawa kesadaranku kembali dari ingatan pertengkaranku dengan Mas Reza seminggu sebelumnya.

Dia menggenggam tanganku, menatapku dengan wajah polosnya yang belum mengerti apa-apa. Hanya dia satu-satunya kekuatanku untuk tetap berdiri dan menghadapi badai yang memporak-porandakan semuanya.

Bima diam saja saat kupeluk tubuhnya erat-erat. Tangisku kembali pecah, tak bisa lagi disembunyikan. Aku benar-benar merasa kehilangan. Keluarga kecilku yang amat sempurna, kini hanya tinggal sejarah saja.

Bahkan jika Mas Reza benar-benar serius dengan ucapannya, malaikat tak bersayap milikku ini mungkin akan ikut diakui kepemilikannya. Dan aku tak akan sanggup hidup hidup tanpa Bima.

Kucium wajah putraku tanpa terlewat satu inchi pun, berharap tak akan pernah berpisah dengannya. Aku bisa merelakan Mas Reza meski harus susah payah sekalipun, tapi aku tidak akan rela kalau bayi merah yang kulahirkan dengan bertaruh nyawa ini juga ikut diambil paksa. Itu tidak boleh terjadi sama sekali!

“Ya Allah, tolonglah hamba-Mu ini. Kuatkan aku untuk menghadapi semuanya."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
matilah kau nabila,goblok!! pantas kau diselingkuhi karena super goblok, dungu dan tulalit
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Bertemu Kembali

    Seharusnya di saat seperti ini aku semakin menyayangi putraku, tapi nyatanya aku malah seperti kehilangan jati diri sebagai seorang ibu. Wajah anak itu sangat mirip dengan ayahnya. Aku masih sakit hati mengingat pengkhianatan Mas Reza. “Ayo, Sayang.” Mama menepuk-nepuk punggung Bima, membawanya ke dalam kamar. Dari arah lain, Papa mendekat sambil membenahi kacamata tebal yang bertengger di atas hidung. Raut wajahnya keruh, jelas menunjukkan kalau beliau tidak baik-baik saja. Putri semata wayangnya sudah tersakiti, bahkan dicampakkan begitu saja oleh suaminya. Orang tua mana yang tega melihat kesayangannya menderita? Cukup lama kami berdiam diri. Papa menatap televisi layar datar di depan kami tanpa ekspresi. Tayangan kartun anak-anak dengan warna mencolok, yang semula ditonton oleh Bima, sama sekali gagal menarik perhatian. Rahangnya mengerat, berusaha mengendalikan emosi. Aku yakin Mama sudah menceritakan masalahku sampai membuat Papa pulang segera dari Bandung. Aku membenahi posi

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-04
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Terluka (POV Firman)

    Pertemuanku dengan klien baru saja selesai saat Mira, resepsionis di firma hukum tempatku bekerja menelepon. Tadinya masih ada agenda makan siang bersama, sekaligus ucapan terima kasih dari orang itu. Namun, begitu mendengar siapa yang mencariku, aku melupakan hidangan aneka seafood kesukaanku. Itu tidak lebih penting dari orang yang sekarang menungguku. Lebih tepatnya satu nama yang sangat ingin kutemui. Aku memacu kendaraan secepat mungkin, ingin segera melihat wajah ayu wanita itu. Wanita yang kutinggalkan sepuluh tahun lalu demi mengejar impianku menjadi seorang pengacara. Hingga akhirnya dia menikah dengan orang lain. Jika waktu bisa diputar kembali dan aku tidak pergi meninggalkannya, mungkinkah kami tetap bersama? Langkahku terasa semakin berat saat meniti anak tangga satu persatu. Matahari semakin membuat peluhku bercucuran. Mataku memicing tajam selepas melewati pintu kaca yang otomatis terbuka. Mira menunjuk ruang tunggu, di mana kedua tamuku duduk di sana. Dadaku terasa s

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-04
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Joyce Hamil (POV Firman)

    Saat Pak Bagaskara masih bicara dengan putrinya di dalam sana, aku terjebak dalam riuh rendah isi kepalaku sendiri mengingat kisah kasih kami semasa SMA. “Nonton, yuk,” ajak Nadya, mendekat ke arahku setelah pelajaran terakhir usai dan menunjukkan tiket film di salah satu bioskop tak jauh dari sekolah kami. Senyum di wajahnya begitu cerah, mengabaikan terik matahari di luar sana yang amat menyengat. Dia gadis yang ceria, murah senyum dan memiliki banyak teman. Berbanding terbalik denganku yang lebih banyak diam dan menutup diri. Aku hanya bisa menggeleng, menolak ajakannya dan pergi lebih dulu dari sana, canggung menatap wajahnya yang cantik menawan. Jujur saja aku menyukainya, tapi tidak tahu bagaimana mengungkapkan perasaan. Lagi pula, Nadya dari keluarga berada, sedangkan aku hanya anak panti asuhan yang tidak jelas asal-usulnya. “Aku maunya sama kamu. Nggak mau sama yang lain.” Bibirnya mengerucut. Dia menghadangku, berdiri sambil merentangkan tangan demi menghalangi jalan. Tip

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Tekad Bulat (POV Firman)

    "Om, tolong sampaikan permintaan maaf saya ke Nana. Dia nggak mau angkat telepon. SMS juga nggak dibalas," ucapku malam itu, sehari sebelum terbang ke Eropa demi mengambil beasiswa di salah satu universitas ternama. Om Bagaskara mengangguk, menepuk pundakku dan mulai bercerita masa kecil Nadya, putri kesayangannya yang lebih sering dipanggil Nana. Meski satu jam lamanya kami bercengkerama di beranda, Nana menolak turun dari kamarnya. Dia hanya mengintip dari jendela saat aku melangkah keluar melewati pintu gerbang. "Kamu nggak harus ambil tawaran beasiswa itu!" Suaranya yang melengking sebulan sebelumnya masih terbayang di kepala. Saat itu aku mengungkapkan keputusanku menerima tawaran beasiswa dari sebuah yayasan. "Na, ini demi kebaikan kita berdua. Aku serius sama kamu, tapi aku juga harus serius sama masa depanku. Nggak mungkin yatim piatu kayak aku, layak bersanding sama putri semata wayang Pak Bagaskara. Apa kata orang nantinya?" Nana menghempas tanganku, berdiri dengan ce

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Pasang Badan (POV Firman)

    "Firman, nggak bisa besok aja?" Suara Nana tercekat di tenggorokan, tampak tidak nyaman saat mobilku mulai memasuki gerbang perumahan tempat tinggalnya. Dia akhirnya buka mulut, tak hanya diam. Sejak naik ke mobil Jeep milikku, dia memang menutup mulutnya rapat-rapat. "Kenapa? Kamu belum siap ketemu suamimu yang sebentar lagi bakal jadi mantan itu?" Alih-alih menjawab, dia justru meremas tas di pangkuannya. Aku terpaksa menepikan mobilku, mengajaknya bicara. Keraguan bergelayut di matanya. "Kalau aku sama Mas Reza beneran pisah, apa Bima akan baik-baik saja? Yang paling dirugikan dari sebuah perceraian adalah anak-anak. Nggak sedikit yang kekurangan kasih sayang dan pada akhirnya lari ke hal-hal negatif. Apalagi Bima masih masa tumbuh kembang. Dia pasti akan kehilangan sosok ayah." Aku terpaksa meraup wajah dengan tangan sambil menarik napas dalam-dalam. Bagaimana cara meyakinkan Nana bahwa rumah tangganya sudah rusak? Perselingkuhan adalah dosa yang sulit ditinggalkan. Set

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Sambutan Tak Terduga (POV Firman)

    "Di sini?" tanyaku setelah menatap nomor di samping pintu gerbang bertuliskan A15. Sebuah rumah dua lantai yang terlihat mewah dengan halaman yang luas, langsung tertangkap mataku. "Iya." "Yakin kita selesaikan hari ini, Na? Setelah aku ketemu suami kamu, aku pantang mundur kecuali kamu sendiri yang mencabut tuntutan itu nanti. Kalaupun kamu mau membatalkannya, bukan berarti proses perceraian bisa langsung berhenti. Ada prosedur yang harus dilalui dan itu cukup berlarut-larut." "Aku udah siap. Apa pun resikonya, itu yang terbaik untuk kita bertiga. Seperti yang kamu tahu, Joyce hamil. Mas Reza harus tanggung jawab kalau itu beneran anak dia, tapi aku nggak akan pernah mau dimadu. Jadi, cepat atau lambat, kami memang akan berpisah." Aku mengangguk, merasa cukup lega saat melihat tekad kuat yang dia tunjukkan. Tak ada lagi air mata maupun kesedihan di wajahnya. Justru dia terlihat seperti wanita yang begitu kuat. "Ayo!" Jantungku berdetak lebih kencang dari sebelumnya, mengik

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Surat Kuasa (POV Firman)

    "Kamu sengaja bawa ini dari kantor?" tanya Nadya saat aku meletakkan printer yang juga berfungsi untuk menggandakan dokumen sekaligus sebagai scanner. "Sedia payung sebelum hujan, Na. Jaga-jaga, takut suamimu yang rese itu nggak izinin kita keluar bawa dokumennya." Nadya menggeleng, tidak bisa berkata-kata. Dia beralih ke dapur, mengambil gelas dan sebotol air mineral dingin dari kulkas. Reza keluar dari kamar dan membawa map dengan wajah masam. Dia tidak berkomentar apa pun meski melihat Nadya melenggang bebas dari dapur. Tak ada saling sapa antara keduanya, hanya saling melirik sekilas. Tanganku terulur bersiap mengambil map dari tangan Reza, tapi pria itu justru menariknya lagi ke belakang. "Tunggu," ucapnya dengan suara tercekat di tenggorokan. "Nadya, aku mau bicara empat mata sama kamu." "Nggak ada yang perlu dibicarakan. Kalau mau ngomong, ngomong aja di sini. Di depan pengacaraku," jawab wanita yang saat ini duduk di sofa, menyilangkan kaki sebelum menumpu lututnya

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Penyesalan (POV Nadya)

    "Aku antar kamu pulang sekarang," ucap Firman saat mobil yang dikendarainya meninggalkan kompleks perumahan Permata Kencana. Gerimis mulai membasuh jalanan, membuat wipper mobil mulai bekerja. Aku hanya meliriknya sekilas, tidak berniat menjawab walau sekadar satu kata. Beberapa kilometer berlalu dalam diam sampai terdengar suara Firman. "Na, Reza orang yang seperti apa? Aku harus tahu karakternya buat menghadapi dia di persidangan nanti." Aku tak lantas menjawab, terpaku menatap keluar jendela mobil mengingat awal pertemuanku dengan Mas Reza, dua atau tiga bulan sejak kepergian Firman ke luar negeri. Kehidupanku sebagai mahasiswa terbilang biasa saja, benar-benar nggak ada yang menarik. Aku masih tenggelam dalam rasa kehilangan. "Boleh duduk di sini?" tanya Mas Reza sambil membawa nampan berisi makanan, tersenyum padaku yang memang duduk sendirian di kantin. Alih-alih menjawab, aku justru mengedarkan pandangan ke seluruh tempat dan hampir tidak mendapati satu bangku pun yang koso

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06

Bab terbaru

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Rekonsiliasi Hati

    "Nggak ada. Aku cuma mau main-main sama kamu, Mas. Nggak boleh?""Apa?!" Kedua tangan Dani terkepal di samping badan Alya. Embusan napasnya terasa kian berat.Alya tidak langsung menjawab. Tatapannya tenang, tapi penuh siasat. Di bibirnya tersungging senyum tipis yang tidak sampai membuat sudut matanya berkerut."Kamu marah, Mas?" tanyanya pelan, tapi penuh ketegasan. "Apa kamu punya hak buat mengatur hidupku? Aku dan kamu nggak ada ikatan kecuali sama-sama anak angkat Om Wirawan."Dani menggeram tertahan. Ia meraih pergelangan tangan Alya, menahannya ke dinding—tidak kasar, tapi cukup kuat untuk membuat gadis itu berhenti bicara."Jangan main-main, Al. Kamu nggak tahu siapa berandalan itu!""Kamu yang jangan main-main, Mas!" sela Alya dengan mata memelotot, tak gentar menatap Dani yang berusaha mati-matian menahan emosi."Kamu pikir aku bisa diam lihat kamu datang dengan sampah macam dia?" Suara Dani bergetar, menunjuk ke arah ballroom di mana Andrew berada."Sampah?" beo Alya sambil

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Kecemburuan dan Kemarahan

    Suasana ballroom hotel bintang lima itu terasa meriah. Gemerlap lampu kristal memantulkan kilauan ke setiap sudut ruangan, sementara para tamu—bergaun dan bersetelan mahal—bercakap-cakap dengan anggun.Bunga-bunga tertata rapi di berbagai sudut, berpadu dengan meja-meja penuh hidangan dan berbagai minuman. Standing party yang membutuhkan dana tidak sedikit. Sebagai tangan kanan Om Wirawan, Dani harus menjamu para konglomerat dengan jamuan yang pantas."Semua berjalan sesuai rencana, Tuan," lapor seorang pria berpakaian hitam kepada Om Wirawan yang berdiri di samping Dani. Dia kepala keamanan yang memastikan semua tamu masuk tanpa membawa senjata tajam maupun alat berbahaya. Bahkan ponsel pun tertahan di penerima tamu.Pria paruh baya itu hanya mengangguk singkat, menyapu pandangan ke seluruh ruangan. Hanya 200 tamu undangan, rekan bisnis di 'dunia atas' yang bersih. Kalaupun ada rekan bisnis gelapnya, mereka membaur sempurna seperti 'orang baik '.Semua menikmati pesta, menyantap hida

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Rencana Balas Dendam

    “Mas, gimana caranya aku ngomong ke Alya soal pertunangan Mas Dani?” tanya Nadya berbisik—setelah lelah mondar-mandir di ruang tengah rumah sewa, tapi belum juga menemukan cara yang tepat.Firman mendesah, terpaksa mengalihkan pandangannya dari layar laptop. Sama seperti yang istri, dia juga didera perasaan gamang terkait keputusan Dani yang menghebohkan itu. Di antara semua orang, dia dan Nadya yang paling dekat dengan Alya sekarang.“Na, masalah pertunangan ini nggak sesederhana seperti apa yang kita pikirkan. Aku mencoba mencari simpulnya sedari tadi, siapa sosok yang mau bertunangan dengan Mas Dani. Tapi semuanya terasa normal-normal aja. Ini akun sosial medianya.”Firman menggeser laptop, memperlihatkan nama Putri Anggun Wijaya, nama yang sama seperti yang tercetak di dalam undangan.“Dia putri angkat keluarga Wijaya. Kemungkinannya, ini semacam perjodohan bisnis. Kamu tahu sendiri, Om Wirawan dan Mas Dani adalah dua orang yang nggak terpisahkan. Bisa jadi, Mas Dani nggak benar-b

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   She Fell First, But He Fell Harder

    “Nggak ada yang perlu dijelaskan. Ini urusan pribadiku sama Cinderella.”“Cin... Cinderella?” beo Firman dengan napas tercekat di tenggorokan.Butuh waktu satu-dua detik untuknya mencerna ucapan di ujung telepon. Meski pernah mendengar nama itu dikisahkan, tapi dia belum tahu bagaimana fisik Cinderella. Secantik apa dia?“Kamu yakin nggak akan menyesal, Mas? Aku sama Nadya udah ketemu Alya. Dia kelihatan—”“Dia cuma aku anggap adik. Semoga kamu nggak lupa, Fir,” sela Dani cepat, memotong ucapan Firman yang baru setengah jalan.“Dia memang pernah menjadi tanggung jawabku, tapi bukan berarti akulah tempat dia menggantungkan harapan. Aku punya kehidupanku sendiri.”Firman hanya bisa menelan ludah, tak bisa berkata-kata. Setiap ucapan dari bibir Dani terasa dingin dan menusuk, tidak ada sedikit pun ruang bagi Alya untuk masuk ke hatinya.Meski menegaskan demikian, pada kenyataannya Dani mencengkeram kuat-kuat pecahan cermin di tangannya. Darah segar yang menetes dari telapak tangan yang t

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Harus Mengakhirinya

    “Maksud Mama gimana? Tunangan? Sama siapa?” Langkah Nadya yang semula terburu-buru menuju rumah sewa terhenti mendadak. Dengan gemetar, dia duduk di bangku kayu di depan rumah makan Bu Ayu. Rasa terkejutnya begitu besar hingga dia lupa bahwa Firman dan Alya sedang menunggunya di rumah. “Mama juga nggak tahu, Na. Wirawan yang datang tadi dan kasih undangan itu. Selebihnya Mama nggak tahu. Tadi Mama masih ngurus Bima, jadi nggak sempat minta dia duduk. Eh, katanya dia juga lagi buru-buru mau ada urusan.” Suara Mama Anita terdengar jelas di seberang telepon. “Kok bisa mendadak begini, Ma? Padahal Dani sama Alya lagi…” Nadya buru-buru menutup mulutnya, hampir saja keceplosan. “Dani kenapa sama Alya?” Mama Anita terdengar sedikit penasaran. Nadya menjauhkan ponsel dari telinga, berusaha mengendalikan emosinya. Matanya menatap laut di kejauhan, ombak berkejaran tanpa henti seperti pikirannya saat ini. Satu yang pasti, dia harus tetap tenang. “Nana, kamu masih di sana? Halo?” Mam

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Kehilangan Arah

    Firman menutup laptopnya, melirik jam segi empat di pergelangan tangan kirinya. Benar-benar 30 menit seperti yang ia janjikan pada Nadya.[Kamu masih di rumah makan itu, Na? Aku ke sana sekarang.]Pesan itu terkirim, ceklis 2, tapi masih abu-abu. Belum dibaca."Langsung ke sana aja lah," ucap Firman bergumam. Tangannya merapikan lengan kemeja sebelum keluar dari rumah sewa.Seolah berkejaran dengan waktu, pria itu menuruni anak tangga 4 pijakan dengan tergesa. Hanya dalam hitungan detik, dia sudah berada di dekat jalan raya, siap menyeberang. Namun, saat kakinya hendak melangkah melewati jalanan aspal, tubuh pria itu mendadak membeku. Tak jauh dari posisinya, tampak seorang gadis berjalan sambil menundukkan kepala. Meski wajahnya tak terlihat, tapi Firman hafal betul postur maupun gesturnya."Alhamdulillah, Ya Allah. Terima kasih atas semua kemudahan yang Kau berikan," bisik Firman lirih, meraup wajahnya dengan tangan.Pengacara muda itu mengubah haluan, mendekat ke arah gadis yang

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Ketidakcocokan

    Tepat pukul sembilan pagi, Alya melangkah keluar dari kamar. Celana jeans membungkus kaki jenjangnya, berpadu dengan atasan tanpa lengan bermotif bunga-bunga. Kulitnya yang bersih, terlihat bercahaya di bawah sinar matahari, leher jenjangnya mulus tanpa noda—sesuatu yang tak banyak dimiliki gadis seusianya, kecuali mereka yang merawatnya dengan baik. Langkah Alya terasa ringan, siap membantu Bu Ayu di rumah makan seperti kemarin. Rasanya menyenangkan berjualan, bertemu banyak orang dan merasakan kehangatan suasana desa. Namun, senyum Alya tertahan saat tatapan wanita itu seolah mengulitinya. Bu Ayu berdiri di dekat pintu, jilbabnya rapi, tas mungil tergantung di bahu yang tertutup kebaya lengan panjang. Matanya menyapu penampilan Alya dari kepala hingga kaki, lalu kembali naik dengan sorot yang sulit disembunyikan—ketidaksukaan. "Ibu mau ke rumah makan sekarang, Bu?" tanya Alya, mencoba mencairkan suasana. Bu Ayu tak langsung menjawab. Alisnya berkerut, seolah menimbang sesuatu

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Gadis Cinderella

    Dani mengerjap ketika tirai terbuka, membiarkan sinar matahari menampar wajahnya tanpa ampun. Ia mengerang pelan, berusaha menghindari cahaya yang terasa menusuk kepalanya yang pening. Begitu mencoba membuka mata sepenuhnya, palu godam terasa menghantam, memaksanya kembali memejamkan mata. "Nggak tahan alkohol, tapi sok-sokan minum *absinthe*. Udah bosan hidup?" Suara itu membuat Dani tersentak. Lembut, tapi penuh sindiran. Suara yang sudah lama tak ia dengar. Ia mengerahkan seluruh tenaganya untuk membuka mata, kali ini dengan lebih perlahan, menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina matanya. Sosok seorang wanita berdiri di dekat jendela, siluetnya samar diterpa cahaya pagi. Rambut panjangnya tergerai sedikit berantakan, tapi tetap terlihat menawan. Ia mengenakan kemeja putih longgar—yang, sialnya, tampak seperti pakaian yang Dani gunakan semalam. Kain itu menggantung di tubuhnya, sedikit kebesaran tapi tetap menciptakan nuansa yang berbahaya dan menggoda bagi pria dewasa sepert

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Bulan Madu Kedua 🔞

    WARNING! 🔞 ADULT CONTENT! "Mas, aku liat gadis yang mirip Alya!" seru Nadya sambil mengetuk pintu kamar mandi, mengganggu sang suami yang sedang mandi. Tadinya Nadya hanya ingin berdiri di beranda lantai dua, melihat gemintang di angkasa. Dia justru melihat sepasang sejoli sedang makan bersama di kejauhan. Gadis yang ia yakini sebagai Alya. Dari balik suara gemericik air shower, Firman tidak langsung menjawab. Dia sedang sibuk membilas shampo di kepala. "Mas Firman! Aku liat Alya!" ulang Nadya dengan suara yang lebih keras. Sengaja mengetuk pintu di depannya dengan ketukan yang lebih kuat. "Apa, Na?" sahut Firman balik bertanya, mencoba memusatkan pendengarannya di bawah guyuran air. "Ada Alya!" Detik berikutnya, suara aliran air terhenti dan pintu kamar mandi terbuka sedikit. Firman melongok keluar, membiarkan tetesan air mengalir dari ujung rambut basahnya. "Kamu ngomong apa tadi? Nggak jelas suaranya." Nadya menelan ludah menatap perut kotak-kotak di depannya. Namun, dia

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status