Senyum terlukis jelas di wajah cantik gadis yang saat ini tengah memandang serius layar ponselnya, ia membaca pesan yang dikirim papinya.
“Ran, hari ini Papi yang jemput kamu. Kebetulan Papi baru saja selesai bertemu klien di sekitar sekolahmu.”
“Baik, Pi!”
Rani dengan cepat mengetik balasan pesan untuk papinya, ia begitu semangat saat orang tua laki-lakinya yang akan menjemputnya kali ini.
“Kita pulang yuk!” ajak Mita seraya duduk di bangku kosong tepat di depan Rani.
“Ayuk!” Rani membereskan bukunya, lalu berdiri sambil menenteng tas punggungnya.
Mita melingkarkan tangan di lengannya, mereka berdua berjalan melewati lima kelas sebelum akhirnya
Seperti rutinitas Rani di malam sebelum-sebelumnya, setelah selesai makan malam Rani selalu membantu Bi Tina untuk membereskan sisa makan malam. Rani yang masih fokus membilas piring yang sudah penuh dengan sabun itu langsung mendongak saat suara maminya memanggil namanya.“Rani! Ada yang ingin aku bicarakan denganmu,” ucap mami Liana dengan menatapnya tajam.“Baik, Mi!” Rani mengalihkan perhatiannya menatap bi Tina yang sedang mengelap piring basah.Wanita paruh baya itu seolah mengerti arti tatapan matanya. “Biar bibi saja yang melanjutkan, Non!”“Terima kasih, Bi.”Rani mengangguk setelah itu berjalan mengekor di belakang Liana, melangkah masuk ke dalam ruang kerja maminya yang sangat asing baginya karena selama ini Liana tak pernah membiarkannya bebas keluar masuk ruangan yang terlihat begitu rapi dan bersih itu.Kedua mata Rani tampak mencuri pandang pada bing
“Baik karena pelajaran telah usai, untuk pertemuan minggu depan kalian siapkan artikel tentang 'Mengenal Pola-Pola Hereditas'. Minggu depan kita diskusi tentang Hereditas,” ucap Bu Yani seraya bangkit dari kursi dan berjalan keluar kelas.“Baik,Bu!” seru teman sekelas Rani sembari membereskan buku dan memasukkannya dalam tas.Semua murid di kelas Rani tampak riuh karena senang telah terbebas dari guru killer yang baru saja mengajar di kelas mereka. Satu per satu siswa mulai meninggalkan kelas, hingga sekarang hanya tersisa Rani dan Mita.Saat kedua gadis itu sedang bercengkerama tiba-tiba datang seorang pemuda berwajah tampan menghampiri mereka berdua.“Rani ... Gue baru dapat kabar dari anak-anak, kalau hari pertama kita bimbingan intensif bertempat di rumah Pak Dani. Gimana kalau gue jemput elo? Karena rencananya kita berangkat bareng-bareng, gitu Ran!” terang Andra seraya menggeser kursi dan d
Jakarta, 23 OktoberLiana tampak berlari untuk menemui suaminya yang sedang berdiri di ruang tengah, wanita itu merasa sangat senang karena akhirnya ia dipromosikan menjadi manager di perusahaannya.“Sayang, akhirnya aku sekarang naik jabatan,” ucapnya seraya mencoba mengatur napasnya yang masih terengah-engah.Gion yang merupakan suami Liana, segera merentangkan tangan dan mendekap tubuh sang istri. “Selamat ya, sayang. Akhirnya impian yang selama ini kamu idam-idamkan sekarang menjadi kenyataan.” Sebuah kecupan mendarat di kening Liana.“Aku bangga padamu,” imbuh Gion dengan mengembangkan senyum. Liana membalas pelukan sang suami, ia melingkarkan kedua tangannya di punggung suaminya.Kerja kerasku akhirnya membuahkan hasil, aku mendapatkan posisi yang
Sesampainya di rumah Gion segera mengantar Liana masuk ke dalam kamar.“Papi ... Mami nggak kenapa-kenapa, 'kan?” tanya Vino sambil berlari menuju pada kedua orang tuanya. Gion hanya menganggukkan kepala ke arah Vino, tanda bahwa nanti saja dilanjutkan bicaranya. Vino yang memang termasuk anak cerdas langsung mengerti isyarat yang diberikan Papinya.Anak kecil itu mengangguk seraya memutar tubuhnya dan berjalan lesu ke tempat semula. Vino anak lima tahun yang dipaksa untuk mengerti kondisi orang dewasa, anak seusianya yang masih butuh kasih sayang lebih dari kedua orang tuanya. Harus belajar untuk tidak bergantung pada Mami Papinya. Apalagi dia seorang anak laki-laki. Ya, begitulah cara Gion mendidik anak sulungnya, penuh dengan ketegasan dan sangat disiplin🍁🍁🍁Liana ya
Jakarta, 7 JuliKehamilan Liana sudah memasuki tri semester ketiga, berbagai cara untuk menggugurkan janin di rahimnya pun kerapkali ia lakukan. Tapi Tuhan berkehendak lain, bayi itu masih diberi kesempatan untuk hidup. Ia bahkan berulang kali mencoba minum obat penggugur kandungan. Namun selalu berhasil digagalkan oleh suami dan Bi Tina.Tidak hanya sampai di situ, pada kehamilan tri semester pertama Liana sengaja memakai korset karena tidak ingin diketahui oleh rekan satu kantornya bahwa Ia tengah hamil. Selain itu juga, agar bisa membuat bayinya tersiksa dan mengalami keguguran. Namun, nyatanya Tuhan mempunyai cara yang indah untuk hambaNya. Bayi itu tetap tumbuh kuat dalam rahimnya.Liana sangat frustrasi dengan kehamilannya, ia benar-benar tidak ingin anak yang berada di rahimnya lahir ke dunia. Begitulah awal k
Bi Tina dan Gion masih menunggu di depan ruang bersalin, dan tidak lama tampak seorang perawat menghampiri mereka."Tuan, Nyonya Liana sudah sadar. Sekarang akan dipindahkan ke kamar, mari ikuti saya," jelas perawat tersebut seraya membalikkan badan dan berjalan mendahului Gion dan Bi Tina.“Baik, terima kasih,” jawab Gion sambil mengekor di belakang perawat tersebut.Dua perawat yang sudah bersiap di sisi kanan dan kiri mengangguk saat mereka mendapat isyarat untuk mendorong ranjang Liana keluar dari kamar, wanita itu terlihat masih lemas akibat pengaruh obat bius. Gion menyunggingkan sebuah senyuman saat pertama kali masuk ke dalam ruangan tersebut, Ia merasa sangat lega karena istri dan bayinya baik-baik saja. Ia pun segera mengikuti para perawat-perawat itu, tanpa mengucap sepatah kata.Sebuah
Satu bulan pasca melahirkan, Liana masih saja enggan untuk menggendong atau bahkan sekedar melihat bayi kecilnya. Ia terus menolak untuk berdekatan dengan putri ketiganya.Kebencian Liana benar-benar tidak bisa dinalar, bagaimanapun bayi malang itu adalah anak kandungnya, darah dagingnya sendiri. Tidak sepatutnya ia membenci tanpa alasan seperti itu, begitulah pikir kebanyakan orang yang melihat langsung bagaimana penolakan Liana terhadap keberadaan putrinya.Satu Bulan yang laluTiga hari setelah melahirkan Liana sudah boleh pulang. Ia dipapah sang suami untuk istirahat di kamarnya, rasa sakit yang masih Ia rasakan pasca operasi membuat tubuhnya tidak nyaman. “Bayi itu, benar-benar sudah menyusahkanku saja, Mas. Andai saja a
Lima tahun kemudian, Rani tumbuh dengan sangat baik. Meskipun Ia tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari ibunya. Namun, peran Bi Tina dalam mengasuh Rani sangatlah berpengaruh. Gadis kecil itu, tumbuh menjadi anak yang pintar dan baik hati.Rani mewarisi kecantikan Liana, ibunya. Kulit putih, rambut lurus berwarna hitam pekat, mata lebar dikelilingi bulu mata lentik, serta hidung mungil dan mulut tipis berwarna pink alami. Sangat persis dengan foto waktu kecil Liana. Namun sayang, wanita yang sudah melahirkannya itu sama sekali tidak menganggap dirinya.“Bibi, sedang apa? Rani bantu, ya?” suara imut Rani membuat aktivitas Bi Tina terhenti. Wanita itu menoleh pada gadis berkucir dua, sungguh sangat menggemaskan sekali.Bi Tina menekuk ke