Lukman yang kini telah terjerat dalam permainan liar Arimbi, semakin merasakan kesulitan untuk melepaskan diri dari iparnya. Terlebih kini mereka telah melakukan hubungan suami istri tanpa bisa lagi Lukman menolak kehadiran Arimbi. Bukan karena cinta namun lebih kepada fantasi nafsu sebagai selingan atas kekisruhan, kebosanan dan tekanan dalam rumah tangganya yang kian demikian kuat.Seperti di hari kedua di pagi buta ini. Arimbi yang maniak membuka boxer yang digunakan Lukman tanpa sepengetahuan pemiliknya. Wanita muda cantik itu, mengeluarkan rudal milik Lukman yang masih tertidur lelap.Diciumi rudal milik kakak iparnya. Kemudian dijilatnya perlahan bagian kepala rudal tersebut. Lalu, lidah Arimbi kini mulai menjilati rudal tersebut hingga menjilati kedua buah di bawah rudal tersebut sekalian menjilati bagian selangkangannya dengan mengolesi bagian tersebut dengan madu.Yang terdengar hanya bunyi decap dari bibir Arimbi saat menikmati rasa manis dari rudal hingga selangkangan Lu
Usai Arimbi dan Lukman terkapar dan tertidur pulas, Arimbi terbangun sekitar pukul satu siang. Sontak saja, Arimbi yang melihat panggilan Aruna berulang kali membuat jantungnya berdebar kuat. Maka, gadis cantik nan seksi itu pun, membangunkan Lukman yang masih dalam posisi telanjang bulat.“Bang! Abang bangun..., Kak Runa telepon,” ucapnya menggoyang-goyangkan tubuh Lukman.Lukman yang awalnya mengerjapkan matanya pun, tersentak kaget kala mendengar nama Aruna diucapkan oleh Arimbi.“Apa? Aruna?!” tanyanya mengusap kasar wajahnya dengan panik.“Udah mati panggilannya Bang. Tapi, gimana ini, sampai berkali-kali. Pasti telepon ke Abang juga berkali-kali.” Raut wajah Arimbi terpancar rasa kuatir akan terciumnya hubungan terlarang diantara mereka.Sejenak mereka terdiam. Lalu, Lukman bersuara, “Sekarang, pakai rapikan penampilanmu. Nggak usah mandi, cuci muka aja. Abang juga pakai pakaian bagus. Nanti, kita akan video call Kak Aruna. Bilang aja, kita habis ke Mal dan ponsel lupa diba
Mobil yang menjemput Lukman dan Aruna kembali ke rumah, tampak umbul-umbul pernikahan kedua Lukman telah terpasang di sebelah pintu gerbang rumah Latifah. Mobil pun masuk ke halaman rumah. Lukman menoleh ke arah Aruna yang duduk di sebelahnya pada kursi belakang mobil itu. Aruna terlihat pucat pasi dan Lukman menggenggam jemari tangan istrinya yang terasa sangat dingin. Keluar dari mobil, Aruna memandang nanar ke arah keluarga besar Lukman yang telah berdiri pada teras rumah besar itu. Terlihat, dua orang saudara sepupu Lukman tersenyum lebar menyambut kedatangan mereka. Jemari tangan Aruna kian dingin bagaikan es batu. Lukman yang merasakan kegelisahan dan kesedihan Aruna dari raut wajah wanita cantik itu, kian menggenggam erat jemari tangannya dan sesekali dielusnya punggung tangan Aruna dengan lembut dan diletakan persis di bagian perut Lukman. Tak dapat dipungkiri, hati Aruna terasa hancur lebur, kala melihat kebahagiaan keluarga besar Lukman yang mengingini pernikahan kedua ata
Keesokan harinya, tepat di hari minggu pagi pukul lima pagi, rumah Latifah telah kedatangan pengantin dan keluarga besarnya. Sejak dua hari lalu, mereka menginap pada sebuah losmen, karena itu hari ini mereka datang bersama Dinatri, seorang gadis yang akan menjadi istri kedua Lukman, berasal dari kampung halaman Latifah.Dinatri adalah keponakan jauh dari Zubaedah dan Latifah yang masih tinggal di kampung halaman. Paras ayu Dinatri dengan kulit eksotik dan mata yang bulat membuat penampilan gadis belia itu tampak terlihat polos. Terlebih, gadis manis itu memiliki rambut lurus panjang berwarna hitam legam.Keluarga Latifah pun, menyambut kedatangan Dinatri calon menantu keduanya yang berusia 20 tahun dengan perasaan bahagia. Seorang gadis yang baru tahun lalu SMA dan tidak melanjutkan ke perguruan tinggi. Dikampung, Dinatri membantu ayahnya bekerja di ladang. Ayahnya adalah seorang petani yang ulet dan tekun. Karena itu, saat di kampung halamannya, gadis manis itu tidak pernah merasa
Usai ijab kabul selesai dilakukan, seluruh keluarga Latifah bergembira dengan seluruh rangkaian acara tanpa memedulikan perasaan dan hati Aruna yang hancur dan dipermalukan tanpa sepengetahuan keluarganya. Di dalam kamar itu, Arun mengurung diri tanpa makan. Wanita itu menghabiskan waktu dengan menangis duduk di depan cermin. “Buat aku wajah cantikku ini, kalau suamiku saja menikah lagi? Untuk apa?” tanya Aruna dalam linangan air matanya. Aruna menangisi nasibnya hingga akhirnya rasa kantuk dan lelah pun menyandera kedua netranya dari rasa kantuk yang hebat. Ketika tersadar, jam telah menunjukkan pukul 2 sore dari serangkaian acara pagi tadi. Lalu dengan menghapus make up nya Aruna yang masih duduk di depan cermin pun bertanya pada dirinya sendiri, “Apa iya aku mandul? Rasanya aku tak percaya kalau diriku mandul. Di keluarga Ibu dan ayahku semuanya punya anak. Nggak ada yang keturunan mandul. Sekarang, aku harus bagaimana membuktikan kalau aku nggak mandul?” Usai membersihkan make
Setelah usai menggagahi Dinatri, Lukman tertidur pulas karena rasa lelah pikiran, stress dan lelah badan. Namun, Lukman yang telah menikmati keperawanan gadis manis, Dinatri yang polos dan tak malu untuk mengutarakan semua yang dirasa oleh bagian dirinya membuat Lukman mabuk kepayang dibuatnya. Hal itu, terjadi saat jam menunjukkan pukul 4 pagi. Kala itu, Lukman ingin ke kamar mandi untuk buang air kecil. Saat ia kembali dari kamar mandi, dilihat lingerie yang digunakan oleh Dinatri tersingkap hingga perutnya. Dan pandangan Lukman tertuju pada bagian segitiga diantara selangkangan gadis manis itu yang terlihat mengembung.Walaupun, kulit tubuh Dinatri tidak seputih Aruna. Namun, saat wanita manis itu tidur celentang dengan perut rata dan bagian bawah perut yang tertutup segi tiga pengaman kembung, membuat hasrat Lukman kembali mencuat.Lelaki plontos itu membuka celana dalam Dinatri yang tertidur pulas. Kemudian, kedua kaki wanita manis itu, dibuka lebar. Tampak rambut hitam menut
Aruna yang telah sarapan pagi di kamarnya tidak ikut sarapan bersama keluarga Lukman. Dan kali pertama sejak pernikahan mereka yang hampir menginjak 4 tahun, Aruna baru kali ini tidak ikut sarapan pagi bersama.Melihat jam di dinding kamarnya telah menunjukkan pukul setengah delapan, Aruna pun keluar kamarnya dan berjalan menuju ruang makan yang bangkunya telah terisi penuh dari keluarga Dinatri dan keluarga Lukman.Latifah yang melihat Aruna hanya mendengus dan berucap pada putranya, “Lukman! Kasih kursi di meja makan ini udah penuh! Kasih tau tuh! Makan di ruang lain aja!” “Runa..., kamu duduk disini,” ucap Lukman berdiri dari tempat duduknya.“Nggak usah Bang, aku mau pamitan kerja,” ujar Aruna dingin.“Baguslah kalau nggak mau sarapan di rumah,” sindir Latifah melirik ke arah Aruna yang telah berdandan rapi.“Permisi Maa, Paa.., Runa mau ke kantor dulu,” ujarnya tanpa ekspresi.Tak ada sahutan dari Latifah, hanya Syamsudin saja yang menjawab menantunya, “Hati-hati di jalan
“Hallo, customer service dengan Runa, ada yang bisa dibantu?” tanya Aruna kala jam menunjukkan pukul dua belas siang kurang lima belas menit.“Siang ... Runa jam berapa kamu makan siang,” tanya seorang pria diujung telepon.“Siapa nih? Kenapa emangnya?” tanya Aruna mengernyitkan dahinya untuk mengingat suara berat yang menghubunginya.Dalam hatinya pun bergumam, ‘Sepertinya bukan suara bang Lukman deh...’“Loh! Kok kamu lupa janjimu?” tanyanya lagi lelaki diujung telepon tersebut.“Janji ... janji apa ya? Emang ini siapa? Jangan bikin orang bingung dong!” ujar Aruna melirik ke arah Sari.“Siapa Runa?” tanya Sati yang akan bersiap untuk makan siang.“Kagak tau nih, gue aja bingung,” ucap Aruna.“Runa, tadi pagi katanya kamu siap ngajak saya makan siang selama 1 bulan...”Deg!“Eh ... Pak Rudi. Maaf Pak, belom terlalu inget suaranya. Iya Pak, jadi ... Tapi, emang Bapak mau kalau saya ajak makan di warung belakang kantor?” tanya Aruna agak ragu.“Yang namanya di traktir ya mau