Aruna dan Lukman yang menemui Latifah dan suaminya di ruang keluarga pun membeberkan apa yang diketahui oleh mereka. Namun, sejak Latifah mendengar Aruna bertengkar dengan Deswita, ia tidak lagi respek dan menyukai Aruna yang dianggap tidak punya sopan pada keluarga besarnya. “Lukman, apa pernah kau lihat sendiri dengan mata dan kepalamu?” tanya Latifah seraya melirik ke arah Aruna dengan raut wajah tak suka.“Memang sih, saya nggak lihat langsung, Maa,” jawab Lukman.Mendengar jawaban Lukman, Aruna yang pernah melihat dengan mata dan kepalanya sendiri saat Tuti dan almarhum melepas syahwat pun menjawab saat Latifah mendesaknya.“Gimana kau sendiri, Runa?” tanya Latifah menaikkan alisnya ke atas seolah menantang Aruna untuk berbicara lantang.“Maksud Mama?” tanya Aruna singkat.“Apa perlu aku tegaskan lagi? Bukankah kau yang membuka fitnah berzina pada almarhum putraku?!” tanya Latifah dengan suara meninggi.Mendengar hal itu, Aruna terlihat wajahnya bersemu merah.“Maa, saya
Lukman pun melepas pelukan Arimbi dan masuk ke dalam kamar kos adik iparnya. Tercium olehnya bau alkohol dari dalam kamar Arimbi. Kemudian, Lukman memandang Arimbi yang tengah berjalan mengambilkan minuman dari dalam kulkas.Kamar berukuran 4 meter x 4 meter itu berisi tempat tidur ukuran 180 cm x 200 cm. Satu sofa panjang yang bisa digunakan sebagai tempat tidur pula. Sebuah kulkas, televisi serta meja kecil di sebelah sofa dengan lantai berisi permadani berwarna merah.“Abang mau duduk di sofa apa di lantai?” tanya Arimbi sembari menyerahkan minuman berenergi.“Di lantai aja, juga ada permadaninya.”Diraihnya minuman berenergi. Lalu, Lukman berkata, “Kok di dalam kamar ini bau alkohol?” tanya Lukman seraya membuka minuman berenergi tanpa ada rasa curiga sedikit pun pada adik iparnya.“Uhm..., Itu Bang, kemarin teman-teman alumni kampus ke kos. Ada yang minum alkohol,” ucap Arimbi menatap wajah Lukman yang mengamati mimik wajahnya.Usai menikmati minuman energi, Lukman pun berk
Saat Lukman keluar kamar mandi, dilihat Arimbi tengah duduk di sofa seraya menikmati nasi kuning yang dibelinya dengan segelas teh hangat yang diletakan pada meja kecil di samping sofa.“Bang, sini duduk makan nasi kuningnya dan ini kopinya,” panggil Arimbi saat melihat Lukman keluar dari kamar mandi. Lalu, wanita muda cantik itu pun, menggeser duduknya seraya meraih gelas teh hangat miliknya yang kini diletakkan di atas lantai beralas permadani.Dengan menarik napas lega, Lukman yang telah melepaskan cairan hasratnya usai melihat penampilan Arimbi yang super seksi pun, duduk di sofa menyeruput kopi yang ada di meja kecil dan menikmati nasi kuning yang dibeli iparnya tanpa bicara.“Enak nasi kuningnya, Bang?” tanya Arimbi yang tahu kalau pandangan Lukman berusaha jauh dari lekuk tubuhnya.“Enak,” jawabnya singkat tanpa memandang ke arah Arimbi.“Bang, memang ada bisnis apa di Semarang? Aduh! Tehnya tumpah,” ujar Arimbi saat sedang bicara sambil meminum teh hangatnya dan sebagian
Lukman yang kini telah terjerat dalam permainan liar Arimbi, semakin merasakan kesulitan untuk melepaskan diri dari iparnya. Terlebih kini mereka telah melakukan hubungan suami istri tanpa bisa lagi Lukman menolak kehadiran Arimbi. Bukan karena cinta namun lebih kepada fantasi nafsu sebagai selingan atas kekisruhan, kebosanan dan tekanan dalam rumah tangganya yang kian demikian kuat.Seperti di hari kedua di pagi buta ini. Arimbi yang maniak membuka boxer yang digunakan Lukman tanpa sepengetahuan pemiliknya. Wanita muda cantik itu, mengeluarkan rudal milik Lukman yang masih tertidur lelap.Diciumi rudal milik kakak iparnya. Kemudian dijilatnya perlahan bagian kepala rudal tersebut. Lalu, lidah Arimbi kini mulai menjilati rudal tersebut hingga menjilati kedua buah di bawah rudal tersebut sekalian menjilati bagian selangkangannya dengan mengolesi bagian tersebut dengan madu.Yang terdengar hanya bunyi decap dari bibir Arimbi saat menikmati rasa manis dari rudal hingga selangkangan Lu
Usai Arimbi dan Lukman terkapar dan tertidur pulas, Arimbi terbangun sekitar pukul satu siang. Sontak saja, Arimbi yang melihat panggilan Aruna berulang kali membuat jantungnya berdebar kuat. Maka, gadis cantik nan seksi itu pun, membangunkan Lukman yang masih dalam posisi telanjang bulat.“Bang! Abang bangun..., Kak Runa telepon,” ucapnya menggoyang-goyangkan tubuh Lukman.Lukman yang awalnya mengerjapkan matanya pun, tersentak kaget kala mendengar nama Aruna diucapkan oleh Arimbi.“Apa? Aruna?!” tanyanya mengusap kasar wajahnya dengan panik.“Udah mati panggilannya Bang. Tapi, gimana ini, sampai berkali-kali. Pasti telepon ke Abang juga berkali-kali.” Raut wajah Arimbi terpancar rasa kuatir akan terciumnya hubungan terlarang diantara mereka.Sejenak mereka terdiam. Lalu, Lukman bersuara, “Sekarang, pakai rapikan penampilanmu. Nggak usah mandi, cuci muka aja. Abang juga pakai pakaian bagus. Nanti, kita akan video call Kak Aruna. Bilang aja, kita habis ke Mal dan ponsel lupa diba
Mobil yang menjemput Lukman dan Aruna kembali ke rumah, tampak umbul-umbul pernikahan kedua Lukman telah terpasang di sebelah pintu gerbang rumah Latifah. Mobil pun masuk ke halaman rumah. Lukman menoleh ke arah Aruna yang duduk di sebelahnya pada kursi belakang mobil itu. Aruna terlihat pucat pasi dan Lukman menggenggam jemari tangan istrinya yang terasa sangat dingin. Keluar dari mobil, Aruna memandang nanar ke arah keluarga besar Lukman yang telah berdiri pada teras rumah besar itu. Terlihat, dua orang saudara sepupu Lukman tersenyum lebar menyambut kedatangan mereka. Jemari tangan Aruna kian dingin bagaikan es batu. Lukman yang merasakan kegelisahan dan kesedihan Aruna dari raut wajah wanita cantik itu, kian menggenggam erat jemari tangannya dan sesekali dielusnya punggung tangan Aruna dengan lembut dan diletakan persis di bagian perut Lukman. Tak dapat dipungkiri, hati Aruna terasa hancur lebur, kala melihat kebahagiaan keluarga besar Lukman yang mengingini pernikahan kedua ata
Keesokan harinya, tepat di hari minggu pagi pukul lima pagi, rumah Latifah telah kedatangan pengantin dan keluarga besarnya. Sejak dua hari lalu, mereka menginap pada sebuah losmen, karena itu hari ini mereka datang bersama Dinatri, seorang gadis yang akan menjadi istri kedua Lukman, berasal dari kampung halaman Latifah.Dinatri adalah keponakan jauh dari Zubaedah dan Latifah yang masih tinggal di kampung halaman. Paras ayu Dinatri dengan kulit eksotik dan mata yang bulat membuat penampilan gadis belia itu tampak terlihat polos. Terlebih, gadis manis itu memiliki rambut lurus panjang berwarna hitam legam.Keluarga Latifah pun, menyambut kedatangan Dinatri calon menantu keduanya yang berusia 20 tahun dengan perasaan bahagia. Seorang gadis yang baru tahun lalu SMA dan tidak melanjutkan ke perguruan tinggi. Dikampung, Dinatri membantu ayahnya bekerja di ladang. Ayahnya adalah seorang petani yang ulet dan tekun. Karena itu, saat di kampung halamannya, gadis manis itu tidak pernah merasa
Usai ijab kabul selesai dilakukan, seluruh keluarga Latifah bergembira dengan seluruh rangkaian acara tanpa memedulikan perasaan dan hati Aruna yang hancur dan dipermalukan tanpa sepengetahuan keluarganya. Di dalam kamar itu, Arun mengurung diri tanpa makan. Wanita itu menghabiskan waktu dengan menangis duduk di depan cermin. “Buat aku wajah cantikku ini, kalau suamiku saja menikah lagi? Untuk apa?” tanya Aruna dalam linangan air matanya. Aruna menangisi nasibnya hingga akhirnya rasa kantuk dan lelah pun menyandera kedua netranya dari rasa kantuk yang hebat. Ketika tersadar, jam telah menunjukkan pukul 2 sore dari serangkaian acara pagi tadi. Lalu dengan menghapus make up nya Aruna yang masih duduk di depan cermin pun bertanya pada dirinya sendiri, “Apa iya aku mandul? Rasanya aku tak percaya kalau diriku mandul. Di keluarga Ibu dan ayahku semuanya punya anak. Nggak ada yang keturunan mandul. Sekarang, aku harus bagaimana membuktikan kalau aku nggak mandul?” Usai membersihkan make