Ridwan yang kala itu izin bersama teman-temannya membuat skripsi, nyatanya hari itu tengah menjemput Tuti di tempat kerjanya, mantan pembantu rumah tangganya itu kini bekerja di rumah orang lain sebagai pembantu dari jam 7 pagi dan pulang pukul 5 sore. Hampir setiap hari Ridwan selalu menjemput Ridwan di tempat kerjanya, kadang menggunakan motor bahkan terkadang dijemput dengan mobil.Seperti hari ini, karena ada acara ulang tahun di rumah majikan Tuti maka, ia pun pulang agak terlambat dan Ridwan dengan sabar masih menunggunya dua blok rumah dari rumah majikan Tuti. Semua itu Ridwan lakukan karena rasa sayang yang mulai tumbuh di hatinya.Sampai akhirnya, sekitar jam enam lebih Tuti keluar dari rumah majikannya menemui Ridwan yang memarkir kendaraannya di dua blok dari rumah majikan Tuti. Hal itu dilakukan karena Tuti malu jika di jemput Ridwan menggunakan mobil, kecuali di jemput dengan motor, maka Tuti memperbolehkan Ridwan berada di dekat pagar tembok rumah majikannya.“Udah la
Hati Aruna yang dibaluri oleh perasaan curiga atas sebuah photo yang mirip dengannya, membuatnya tidur disaat jam telah menunjukkan pukul lima pagi, karena tengah malam hingga dini hari pikirannya menerawang jauh pada photo yang mirip dengannya. Hingga akhirnya keesokan harinya, Aruna kesiangan. Ia tetap terlelap dalam tidur walaupun, pembantu di rumah itu mengetuk pintu kamarnya.Tok ... Tok ... Tok ...“Non Aruna.., Non..., di panggil Ibu.” Seorang pembantu rumah tangga terus mengetuk dan membangunkannya. Namun, tampak Aruna sangat terlelah dalam tidurnya. Sampai akhirnya, Latifah sang mertua masuk ke dalam kamar Aruna dan membangunkannya saat jam telah menunjukkan pukul delapan pagi.“Aruna ... Runa,” panggil Latifah lembut seraya menepuk-nepuk punggung jemari tangannya.Aruna yang merasa ada menepuk tangannya pun memicingkan matanya. Alangkah terkejutnya, saat dilihat Latifah telah berada di kamarnya dan ia pun langsung terduduk dengan perasaan tak enak.“Ma-maaa,” sapanya
Akhirnya, waktu pun berjalan dengan cepatnya. Sekitar pukul 6 sore, Aruna pun pulang ke rumah. Disaat Aruna masuk ke dalam rumah dan melewati ruang keluarga, terlihat Latifah dan suaminya serta Lukman telah berada di ruang keluarga.“Baru pulang, Runa?” tanya Latifah menegur menantunya.Aruna terkejut mendengar sapaan dari mertuanya yang tidak ia lihat di ruang keluarga. Lalu, ia pun menoleh dan melihat mereka duduk pada sofa yang sama.“Iya Maa..,” jawab Aruna menoleh dan tersenyum tipis.“Runa, mandilah dulu biar badanmu segar. Setelah itu kita makan bersama. Mama tunggu,” pinta Latifah. Yang dilakukan Aruna hanya menganggukkan kepalanya dan masuk ke dalam kamarnya.Lukman yang melihat Aruna masuk ke dalam kamarnya pun, beranjak dari sofa mereka duduk. Namun, Latifah meraih tangan Lukman dan berkata, “Duduklah, biarkan istrimu mandi dan nanti kita akan bicarakan masalahmu di meja makan.”“Tapi Maa.., biar aku saja yang jelaskan ke Runa,” pinta Lukman.Tetapi, kembali kedua or
Tiga tahun kemudian, kesibukan di rumah Latifah sangat tampak ramai oleh sanak saudara yang akan melakukan lamaran pada Anisa, kekasih hati Ridwan, usai Ridwan dan Anisa telah selesai kuliah dan bekerja di sebuah perusahaan Ekspor-Impor.“Runa..., Sini ikut Mama..,” panggil Latifah pada menantunya.Aruna pun hanya mengikuti langkah dari mama mertuanya yang berjalan menuju kamarnya. Sesampai di dalam kamar, Latifah pun menyerahkan “Aruna, tolong kamu bawa seserahan emas-emas ini, Mama takut kalau orang lain yang bawa ada yang hilang. Mama cuma percaya sama kamu aja,” pinta Latifah memberikan seperangkat perhiasan dalam sebuah kotak dari kayu berukir berukuran 10 cm x 10 cm.“Ya, Maa...,” jawab Aruna membawa seserahan yang akan diberikan Anisa, kekasih Ridwan yang selama ini dipacari oleh Ridwan.Mereka pun keluar dari kamar Latifah. Setelah itu berbaur dengan keluarga besar Latifah yang juga membawakan beberapa seserahan untuk Anisa. Saat ini mereka tengah menunggu instruksi dari
Ridwan yang telah usai melakukan lamaran pada Anisa pun meminta izin pada mamanya untuk bisa keluar rumah, setelah sampai di rumah itu.“Maa..., saya mau keluar sebentar ya,” pinta Ridwan saat seluruh keluarga masih berada di rumahnya dengan mengobrol.“Alamak kau ini..., tak mengertikah kau...? kalau kau ini baru saja lamaran?” tanya Latifah seraya menggelengkan kepalanya.“Memang kenapa..., bukannya telah selesai semua acara?” tanya Ridwan yang telah berdiri mengambil kunci motornya.“Ridwan..., Duduk!” perintah Syamsudin ayahnya.“Ada apa lagi, ayah?” tanya Ridwan yang digiring masuk ke dalam ruang keluarga dan mereka bertiga duduk di sofa, dalam kondisi sanak keluarga masih ramai berkumpul di ruang santai, ruang tamu dan teras rumah serta beberapa ada di ruang keluarga sedang saling mengobrol satu dan lainnya.“Ridwan, Papa nggak ngasih kamu keluar dari hari Jumat sampai hari Selasa, karena menurut kepercayaan kami..., setiap orang yang baru saja bertukar cincin dan melamar
Ridwan yang sering keluar rumah tidak jelas membawa tanda tanya besar pada penghuni rumah. Terlebih pada kedua orang tuanya Latifah dan Syamsudin. Hingga pada hari Sabtu pagi saat mereka tengah sarapan, Ridwan membuat anggota keluarga yang sedang menikmati sarapan tersentak kaget.“Ridwan, apa kamu dan Anisa mau ke tempat fiting baju pengantin?” tanya Latifah saat mereka tengah menikmati sarapan.“Belom,” jawab singkat Ridwan, seluruh pandangan semua orang yang ada di meja makan itu memindai wajahnya seolah tak percaya dengan apa yang dikatakannya.“Loh! Gimana sih kamu ini? Kalian akan menikah 2 minggu lagi. Ingat 2 minggu lagi...,” ujar Latifah menghentikan sarapannya dan menatap serius ke arah putra keduanya.Ridwan terlihat tidak menjawab dan terdiam, menunduk dengan tangan kanan memegang sendok dan tangan kiri memegang garpu. Terlihat jelas, garpu di tangan Ridwan ditusuk-tusukkan pada telur dadar hingga tampak telur tersebut hancur. Dan Aruna yang melihat hal yang ada di had
Ridwan yang sengaja mematikan ponselnya pun, pergi ke kos Tuti. Hanya 10 menit kemudian, Ridwan pun sampai di tempat kos Tuti. Mendengar suara mobil di halaman rumah yang berisi 10 kamar kos, Tuti pun membuka pintu kamar kosnya saat mendengar suara mobil milik Ridwan yang sudah sangat dikenalinya. Tuti menyambut kedatangan Ridwan dengan menggunakan daster berwarna merah berlengan tali satu, tanpa menggunakan penyangga pada bagian dadanya yang kian besar dan menantang.Ridwan membuka pintu mobil dan berjalan dengan wajah kuyu, tanpa senyuman. Walaupun Tuti menyambutnya dengan senyum bahagia dan mata penuh gelora asmara.Tanpa memeluk wanita yang kini hamil seperti biasanya, Ridwan masuk ke dalam kamar kos dengan wajah murung dan stress berat.Tuti yang menyadari ada masalah pada pemuda yang selama ini memberikan kepuasan lahir dan batinnya segera membuatkan segelas teh manis. Lalu, Tuti pun meletakan teh tersebut pada sebuah meja kecil di sebelah kipas angin yang berada pada sis
Pelukan Tuti yang begitu erat dan langkah berat Ridwan meninggalkan Tuti, membuatnya kembali ke kamar kos itu. Terlihat Ridwan terdiam sejenak, kemudian lelaki muda itu pun berbincang-bincang dengan Tuti.“Tuti..., Kenapa kamu nggak nanya kemana aku akan pergi?” tanya Ridwan memandang wanita yang sebenarnya berparas biasa-biasa aja. Namun karena sikap dan perlakuannya pada Ridwan yang manja membuat lelaki muda itu nyaman dan terlena dalam kehangatannya selama ini.“Bang, sebenarnya saya tau akan kemana Abang pergi..., Pasti ke rumah Anisa kan?”“Ya.., aku bingung..., Bagaimana menjelaskan sama keluarganya..., Kalau aku nggak bisa jadi calon suaminya...,” ujar Ridwan tertunduk saat duduk disisi tempat tidur.“Bang..., Lebih baik pernikahan Abang dan Nisa dilanjutkan aja. Saya nggak apa-apa kok. Kalau Abang mau, besok bayi ini akan saya gug...”“Jangan! Sudah gila kamu? Janinmu itu udah 3 bulan. Calon jabang bayi itu udah terbentuk. Aku rela kehilangan keluargaku, asal jangan kehil