Sekitar pukul setengah tujuh malan ponsel Latifah yang berada di ruang keluarga berdering hingga terputus, saat mereka semua tengah menikmati makan malam. Kemudian, saat terdengar kembali seorang pembantu rumah tangga di rumah itu yang bernama Iyem pun diminta untuk mengambil ponsel tersebut.“Iyem...! Tolong kau jawab ponselku. Tak ngerti apa itu orang, telepon waktu orang makan malam,” gerutu Latifah memerintahkan pembantunya saat ia tengah makan malam bersama Aruna, Lukman dan suaminya.Iyem pun meraih ponsel di meja ruang tamu dan menyapa si penelepon.“Malam, kediaman Ibu Latifah, bisa di bantu?” sapa Iyem dengan bahasa resmi dan itu membuat Latifah, Lukman, Aruna dan Syarifudin tertawa dibuatnya.“Selamat malam Buu..., saya Akbar dari kantor polisi, apa benar ini nomor orang tua dari Ridwan?” tanya seorang polisi mengenalkan namanya dan menanyakan orang tua Ridwan.“Tunggu Pak,” jawab Iyem berjalan membawa ponsel Latifah dan memandang keempat orang dengan sisa tawa di bibir
Walau telah tujuh hari berlalu, kesedihan dan duka yang mendalam atas keluarga Lukman masih begitu kental. Beberapa kali, Latifah jatuh pingsan dan kondisi kesehatan serta mentalnya begitu terguncang. Untung saja Syamsudin, papa Lukman yang telah menjalani operasi pemasangan ring tampak begitu tegar saat kenyataan pahit dijalani salam keluarganya.“Runa, apa sebaiknya kamu ambil cuti selama 2 minggu untuk temani mama?” pinta Lukman atas sarannya.“Maaf Bang, rasanya nggak bisa. Apalagi sekarang ini atasanku itu baru. Orangnya agak rese, Bang,” tolak Aruna.“Aku benar-benar bingung kalau udah seperti ini. Soalnya di toko juga banyak pesanan cincin nikah. Aku nggak berani untuk lepas ke pegawai untuk urusan seperti ini,” ungkap Lukman saat mereka berada di dalam kamar usai acara 7 hari Ridwan.“Bang, apa nggak sebaiknya kita cari pembantu satu lagi untuk mengurusi mama?” tanya Aruna memberikan pendapatnya.“Coba nanti aku bicarakan sama mama. Moga aja mama setuju,” ucap Lukman deng
Deswita yang seumuran dengan Lukman pun masuk ke dalam rumah diikuti oleh kedua saudara sepupu Lukman yang lebih muda. Di dalam rumah, Deswita berbisik pada Rizal yang merupakan anak dari kakak Syamsudin, papanya Lukman. Sedangkan Deswita adalah anak dari kakak Latifah.“Lukman, ada yang mau Abang sampaikan. Kita ngobrol di lantai dua. Ayo Deswita, Delfira,” ajak Rizal usai Deswita melaporkan padanya mengenai ucapan Aruna.“Masalah apa ya, Bang?” tanya Lukman yang sempat mendengar terjadi percekcokan kecil antara Aruna dan Deswita.“Di atas aja kita bicaranya, biar nggak terganggu dengan obrolan orang-orang tua,” paksa Rizal yang telah menaiki empat undakan tangga di rumah itu.Melihat Deswita dan Delfira mengikuti langkah saudara sepupunya, Lukman pun akhirnya ikut menaiki tangga tersebut hingga mereka pun sampai di balkon.Karena di balkon hanya ada 2 kursi, maka Rizal dan Lukman pun berdiri sedangkan Deswita dan Delfira duduk di kursi yang terbuat besi berwarna putih dengan me
Genap pada saat 40 hari sejak meninggalnya Ridwan secara tragis, akhirnya, Latifah dengan kesadaran dan keikhlasannya melepas kepergian putra bungsunya. Seluruh keluarga besar Latifah dan Syamsudin pun berkumpul di rumah tersebut untuk menggelar doa bersama untuk Almarhum, pada saat jam menunjukkan pukul 9 pagi hingga berakhir pukul 11 siang. Usai melakukan acara berdoa bersama, seluruh keluarga menikmati makanan. Disaat itu, saudara kandung Latifah, orang tua dari Deswita berbincang serius. Yang awalnya mereka berbicara di ruang tengah sembari menikmati nasi kotak, kini mereka beranjak dari permadani yang mereka duduki, dan meninggalkan sanak saudara lainnya menuju kamar Latifah. Sesampai di kamar, kakak beradik itu pun duduk di sofa pada kamar Latifah. “Ifah, bukankah mantu kau itu sudah menikah selama 3 tahun lebih?” tanya Zubaedah. “Iya, Kak..., Aku sendiri bingung, kenapa pula Aruna tak kunjung hamil. Padahal semuanya baik-baik saja. Awalnya aku tak pening mikir kehamilan Arun
Lukman mengikuti langkah Aruna hingga sampai di dalam kamar. Di dalam kamar itu, terlihat Aruna sedang memasukkan pakaian ada sebuah koper. Lalu, Lukman memegang tangan Aruna, hingga membuat wanita cantik itu menghentikan aktivitasnya.“Aruna, tolong jangan pulang. Jangan tinggal aku seperti ini. Aku sangat mencintai kamu. Aruna, maafkan mama,” tutur Lukman lembut. Aruna yang sangat paham dan sadar kalau Lukman sangat baik dan sayang pada dirinya serta keluarganya sangat bingung atas dilema yang di hadapinya. Hatinya begitu hancur saat mertua yang selama ini ia bangga-banggakan di kantor dan di rumahnya, meminta bagian hati dan tubuh Lukman untuk wanita lain“Abang, hiks..., Aku harus bagaimana? Aku nggak mau Bang Lukman nikah lagi,” ucapnya seraya menangis dan memeluk tubuh Lukman yang berada di sebelahnya.“Runa, kamu adalah wanita yang sempurna bagiku. Tidak ada sedetikpun, aku berpikir untuk mendua. Tapi, Runa..., Bagaimana dengan mama? Aku juga takut disebut anak durhaka. S
Aruna dan Lukman yang menemui Latifah dan suaminya di ruang keluarga pun membeberkan apa yang diketahui oleh mereka. Namun, sejak Latifah mendengar Aruna bertengkar dengan Deswita, ia tidak lagi respek dan menyukai Aruna yang dianggap tidak punya sopan pada keluarga besarnya. “Lukman, apa pernah kau lihat sendiri dengan mata dan kepalamu?” tanya Latifah seraya melirik ke arah Aruna dengan raut wajah tak suka.“Memang sih, saya nggak lihat langsung, Maa,” jawab Lukman.Mendengar jawaban Lukman, Aruna yang pernah melihat dengan mata dan kepalanya sendiri saat Tuti dan almarhum melepas syahwat pun menjawab saat Latifah mendesaknya.“Gimana kau sendiri, Runa?” tanya Latifah menaikkan alisnya ke atas seolah menantang Aruna untuk berbicara lantang.“Maksud Mama?” tanya Aruna singkat.“Apa perlu aku tegaskan lagi? Bukankah kau yang membuka fitnah berzina pada almarhum putraku?!” tanya Latifah dengan suara meninggi.Mendengar hal itu, Aruna terlihat wajahnya bersemu merah.“Maa, saya
Lukman pun melepas pelukan Arimbi dan masuk ke dalam kamar kos adik iparnya. Tercium olehnya bau alkohol dari dalam kamar Arimbi. Kemudian, Lukman memandang Arimbi yang tengah berjalan mengambilkan minuman dari dalam kulkas.Kamar berukuran 4 meter x 4 meter itu berisi tempat tidur ukuran 180 cm x 200 cm. Satu sofa panjang yang bisa digunakan sebagai tempat tidur pula. Sebuah kulkas, televisi serta meja kecil di sebelah sofa dengan lantai berisi permadani berwarna merah.“Abang mau duduk di sofa apa di lantai?” tanya Arimbi sembari menyerahkan minuman berenergi.“Di lantai aja, juga ada permadaninya.”Diraihnya minuman berenergi. Lalu, Lukman berkata, “Kok di dalam kamar ini bau alkohol?” tanya Lukman seraya membuka minuman berenergi tanpa ada rasa curiga sedikit pun pada adik iparnya.“Uhm..., Itu Bang, kemarin teman-teman alumni kampus ke kos. Ada yang minum alkohol,” ucap Arimbi menatap wajah Lukman yang mengamati mimik wajahnya.Usai menikmati minuman energi, Lukman pun berk
Saat Lukman keluar kamar mandi, dilihat Arimbi tengah duduk di sofa seraya menikmati nasi kuning yang dibelinya dengan segelas teh hangat yang diletakan pada meja kecil di samping sofa.“Bang, sini duduk makan nasi kuningnya dan ini kopinya,” panggil Arimbi saat melihat Lukman keluar dari kamar mandi. Lalu, wanita muda cantik itu pun, menggeser duduknya seraya meraih gelas teh hangat miliknya yang kini diletakkan di atas lantai beralas permadani.Dengan menarik napas lega, Lukman yang telah melepaskan cairan hasratnya usai melihat penampilan Arimbi yang super seksi pun, duduk di sofa menyeruput kopi yang ada di meja kecil dan menikmati nasi kuning yang dibeli iparnya tanpa bicara.“Enak nasi kuningnya, Bang?” tanya Arimbi yang tahu kalau pandangan Lukman berusaha jauh dari lekuk tubuhnya.“Enak,” jawabnya singkat tanpa memandang ke arah Arimbi.“Bang, memang ada bisnis apa di Semarang? Aduh! Tehnya tumpah,” ujar Arimbi saat sedang bicara sambil meminum teh hangatnya dan sebagian
Tepat pada saat kehamilan Aruna yang di prediksi oleh Lukman dan anggota keluarga mereka berusia 7 bulan. Aruna telah mengalami kontraksi dua minggu setelah Lukman mengunjungi Arimbi. Sekitar pukul 2 malam, Aruna merasakan sakit pada perutnya, hingga ia pun meminta pada Lukman untuk mengantarnya ke Rumah Sakit.“Bang, sakit sekali perutku,” keluh Aruna dengan keringat yang membasahi baju dasternya kala menahan rasa sakit teramat sangat pada perutnya.“Apa kamu akan melahirkan? Bukankah, baru kita membuat selamat 7 bulan seminggu lalu,” ungkap Lukman saat Aruna pucat pasi menahan sakit pada perutnya.Latifah yang mendengar rasa sakit pada perut Aruna pun terbangun di tengah malam buta. Wanita yang sangat berbahagia dengan kehamilan Aruna justru meminta Lukman untuk bersiap-siap membawa Aruna ke Rumah Sakit seraya berkata, “Cepat! Kau siapkan mobil. Bisa jadi Aruna melahirkan prematur. Seminggu lalu kan, dia 7 bulan. Bisa jadi dia melahirkan saat kandungannya 7 bulan.”Setelah itu, deng
Enam bulan kemudian di saat Aruna tengah hamil tujuh setengah bulan, saat Lukman mengendarai mobilnya ke toko perhiasan miliknya, terdengar panggilan telepon berulang kali. Hingga akhirnya, Lukman pun menjawab panggilan tersebut.“Hello dari mana?” Tanya Lukman.“Pagi Pak, saya perawat dari Rumah Sakit bersalin di Semarang. Saya ingin menyampaikan, kalau istri Bapak bernama Arimbi telah melahirkan dengan selamat, jenis kelamin laki-laki panjang 51 centi meter. Ini, istri bapak mau bicara,” ucap seorang wanita dari ujung telepon hingga membuat Lukman harus meminggirkan mobilnya ke sisi kiri karena begitu shock saat mendengar apa yang dikatakan perawat tersebut.“Halo, Abang..., maafkan Arim. Maafkan Arim yang nggak mengikuti saran Abang untuk menggugurkan bagi ini. Maafkan Arim, Bang..., hikss....,” tangis Arimbi dalam sambungan telepon perawat tersebut, karena Lukman telah memblokir telepon Arimbi, kala wanita itu menyatakan kehamilannya pada Lukman.“Kapan kamu melahirkan? Aku yang h
Satu bulan setengah, setelah keputusan Aruna berhenti bekerja yang disambut bahagia oleh Latifah dan anggota keluarga lainnya, membuat Aruna harus setiap hari berada di rumah. Terkadang, wanita cantik itu juga ikut Lukman ke tokonya, tetapi kegiatan yang membosankan itu, membuat Aruna memilih tinggal di rumah dengan menonton televisi ataupun membaca buku.Namun, saat Aruna mendengar kabar dari Sari yang telah melahirkan, Aruna pun minta diantar oleh pak Imam selaku sopir pribadi di rumah itu untuk mengantarkannya ke Rumah Sakit, usai ia meminta izin pada Lukman yang sedang sibuk mengurusi begitu banyak pesanan dan pada Latifah yang begitu sangat memperhatikan Aruna.“Pak Imam, tolong hati-hati bawa mobilnya,” tegur Latifah saat Aruna telah berpamitan padanya.Sekitar satu jam perjalanan ke Rumah Sakit, mereka pun sampai pada sebuah Rumah Sakit bersalin. Setelah itu, Aruna pun berjalan menuju ruang perawatan pasca operasi pada Sari, yang melakukan operasi cecar dua hari lalu dengan mem
Setelah berlibur ke Vila, hari ini Aruna yang diminta untuk tidak bekerja oleh Lukman, memaksa bekerja dengan alasan akan ada penilaian kinerja dan ia tidak bisa izin atau cuti mendadak.“Runa, sebaiknya kamu istirahat di rumah? Karena kita akan ke dokter kandungan selesai Abang kerja di toko. Aku nggak mau terjadi apa-apa sama kamu,” tutur Lukman.“Biar aku kerja Bang, soalnya hari ini akan ada penilaian. Sepulang kantor aja, kita ke dokter kandungan,” ucap Aruna.“Ya sudahlah kalau memang itu maumu. Setelah itu, mereka pun menikmati sarapan pagi bersama. Tepat jam setengah delapan Aruna dan Lukman pun berpamitan pada seluruh orang rumah untuk ke kantor.Di dalam perjalanan menuju kantor, terdengar dering ponsel Lukman. Dilihat ada nomor yang tak tertera di layar ponselnya. Melihat hal itu, Lukman pun berkata, “ Ah! Ini nomor bolak balik menghubungi aku untuk menawarkan kartu kredit. Padahal sudah aku tolak.” Lukman mengatakan hal ini, karena mengira Arimbi yang menghubunginya deng
Satu bulan kemudian, saat Lukman sedang berlibur ke Vila bersama keluarga besarnya dengan membawa Ridwan Junior. Diam-diam Lukman pergi ke halaman belakang untuk membalas pesan Arimbi yang mengancamnya. Usai ia tidak menjawab panggilan dari adik iparnya.[Pesan masuk Arimbi : Kalau sampai sore ini, Abang nggak menjawab pesan dan panggilanku. Maka aku akan bongkar semua yang Abang lakukan padaku]Membaca pesan ini, membuat Lukman pun menghubungi iparnya.“Ada apa Arim? Kami sedang ke Vila. Ponsel Abang lowbat makanya nggak Abang jawab,” alasan Lukman atas ketakutannya pada Aruna yang kini telah kembali baik pada ia dan mama papanya.“Bang! Aku hamil!” ucap Arimbi.Jantung Lukman seketika berdetak cukup kencang. Dirinya begitu ketakutan hingga jemarinya bergetar saat memegang ponselnya.“Bang! Abang....? Hello....!” panggil Arimbi berulang-ulang usai keterkejutannya Lukman atas berita yang tak disangkanya.“Ya Arim..., tapi apa memang itu anak Abang?” tanya Lukman dengan nada tak perca
Di hari ini, tidak seperti hari biasanya, Aruna menerima tawaran Lukman untuk mengantarnya bekerja seperti biasa. Hal itu dilakukan Aruna untuk menghindarinya dari Rudi yang dianggap memanfaatkan dirinya. Padahal selama ini, teman-teman di kantor telah tahu, adanya hubungan Aruna dengan Rudi.Sesampai di halaman kantor, Aruna dengan sengaja mengajak Lukman untuk menemui Sari yang telah hamil besar sembari membawakan bolu yang dibuatnya bersama Tuti kemarin sore.“Abang nanti tunggu di ruang CS yaa...,” pinta Aruna tersenyum manis dan meninggalkan Lukman yang sudah terbiasa ke Bank itu.Beberapa Teller dan kasir serta bagian lain yang telah mengenal Lukman menyapanya saat Aruna berjalan menuju tempat absensi. Usai Aruna melakukan absensi, wanita cantik itu masuk ke ruangan yang biasa dipakai untuk menaruh tas dan merapikan penampilannya.“Sari...! Dicari sama laki, gue!” panggil Aruna mengejutkan Sari yang sedang berdandan.“Serius? Tumben ... Elo diantar lagi sama laki lo? Gimana tuh,
Keesokan paginya, saat Tuti tengah di dapur untuk memasak, Latifah yang telah bangun dari tidurnya menghampiri Tuti. Dan wanita yang paling berkuasa di rumah itu, meminta Tuti untuk duduk di ruang makan.“Tuti, kemarilah..., ada yang ingin aku bicarakan padamu,” ajak Latifah di ruang makan.Tuti pun mengecilkan kompornya dan berjalan menuju meja makan, dimana Latifah terlihat telah duduk di ruang makan.“Duduklah,” pinta Latifah.“Tuti, melihat putramu saja aku sudah sangat yakin, kalau anak lelaki pintar dan tampan itu, adalah anak dari Almarhum Ridwan. Terus terang, awalnya aku meragukan pernyataan Runa waktu mengatakan wanita yang akan dinikahi putraku adalah kamu. Tapi, setelah aku melihat putramu, aku meyakini seribu persen kalau darah yang mengalir dari tubuh Ridwan junior adalah darah putraku, Ridwan.”“Ya, Bu..., saya sudah dengar dari kak Runa. Tujuan saya kesini hanya ingin mengajak putra saya untuk ziarah ke makam ayahnya. Biarpun masih kecil, Ridwan harus tau dimana keluar
“Runa keluarlah, aku sudah di pintu keluar stasiun. Macet sekali jalannya,” pinta Lukman dalam sambungan telepon.“Ya, aku ke sana,” ucap Aruna dan ia pun menggandeng tangan Ridwan junior dengan bahagia. Kerinduannya atas sosok bayi mungil menghiasi kehidupannya bisa terobati dengan kehadiran Ridwan junior.Sesampai di luar pintu stasiun, Lukman terlihat melambaikan tangannya. Aruna langsung mengendong anak lelaki berusia 2 tahun dengan perasaan bahagia, diikuti oleh Tuti di belakangnya. Setelah itu, Aruna masuk ke dalam mobil bagian depan dan Tuti duduk di bagian belakang.“Ayo, Ridwan salam dulu sama ayah,” pinta Aruna pada anak kecil itu.Ridwan junior pun, mencium tangan Lukman. Dengan gemas Lukman pun mencium kedua pipi anak lelaki kecil itu.“Ibuu..., ini ayah?” tanya Ridwan yang sangat pintar berkata-kata.“Iya, ini ayah Lukman. Abang dari ayah Ridwan,” ujar Tuti tersenyum kepada anak lelaki kecil yang hanya bisa mengangguk-angguk tanpa mengerti maksud dari perkataan Tuti.Lukm
Aruna yang keluar dari rumah menggunakan ojek, akhirnya turun pada sebuah mini market jalan keluar perumahan Latifah. Setelah itu, Aruna masuk ke dalam mini market untuk membeli beberapa camilan sembari menghubungi seseorang dalam sambungan teleponnya.“Mas Rudi lagi dimana?” tanya Aruna.“Aku di rumah mama lagi sama anakku. Kamu sendiri dimana? Udah di rumah ayahmu?” Rudi balik bertanya pada Aruna.“Aku lagi di mini market dekat kompleks perumahan mertuaku. Kayaknya aku nggak ke rumah ayah. Boleh aku numpang nginap di apartemenmu?” tanya Aruna kembali.“Pasti boleh dong sayang. Ya udah sekarang aku akan jemput kamu. Dan kita akan bersama-sama ke apartemen. Tapi, kamu nggak lagi menstruasi, kan? Nanti malah aku rugi jemput kamu ke sana, malah nggak bisa di pakai. Hehehehehe. Soalnya aku kangen sama kamu,” rayu Rudi dalam sambungan telepon.“Iya sama, aku juga kangen sama Mas Rudi..., nanti aku mau cerita banyak sama Mas Rudi. Ya udah sekarang aku tunggu yaa..., sampai ketemu,” sambut