Deswita yang seumuran dengan Lukman pun masuk ke dalam rumah diikuti oleh kedua saudara sepupu Lukman yang lebih muda. Di dalam rumah, Deswita berbisik pada Rizal yang merupakan anak dari kakak Syamsudin, papanya Lukman. Sedangkan Deswita adalah anak dari kakak Latifah.“Lukman, ada yang mau Abang sampaikan. Kita ngobrol di lantai dua. Ayo Deswita, Delfira,” ajak Rizal usai Deswita melaporkan padanya mengenai ucapan Aruna.“Masalah apa ya, Bang?” tanya Lukman yang sempat mendengar terjadi percekcokan kecil antara Aruna dan Deswita.“Di atas aja kita bicaranya, biar nggak terganggu dengan obrolan orang-orang tua,” paksa Rizal yang telah menaiki empat undakan tangga di rumah itu.Melihat Deswita dan Delfira mengikuti langkah saudara sepupunya, Lukman pun akhirnya ikut menaiki tangga tersebut hingga mereka pun sampai di balkon.Karena di balkon hanya ada 2 kursi, maka Rizal dan Lukman pun berdiri sedangkan Deswita dan Delfira duduk di kursi yang terbuat besi berwarna putih dengan me
Genap pada saat 40 hari sejak meninggalnya Ridwan secara tragis, akhirnya, Latifah dengan kesadaran dan keikhlasannya melepas kepergian putra bungsunya. Seluruh keluarga besar Latifah dan Syamsudin pun berkumpul di rumah tersebut untuk menggelar doa bersama untuk Almarhum, pada saat jam menunjukkan pukul 9 pagi hingga berakhir pukul 11 siang. Usai melakukan acara berdoa bersama, seluruh keluarga menikmati makanan. Disaat itu, saudara kandung Latifah, orang tua dari Deswita berbincang serius. Yang awalnya mereka berbicara di ruang tengah sembari menikmati nasi kotak, kini mereka beranjak dari permadani yang mereka duduki, dan meninggalkan sanak saudara lainnya menuju kamar Latifah. Sesampai di kamar, kakak beradik itu pun duduk di sofa pada kamar Latifah. “Ifah, bukankah mantu kau itu sudah menikah selama 3 tahun lebih?” tanya Zubaedah. “Iya, Kak..., Aku sendiri bingung, kenapa pula Aruna tak kunjung hamil. Padahal semuanya baik-baik saja. Awalnya aku tak pening mikir kehamilan Arun
Lukman mengikuti langkah Aruna hingga sampai di dalam kamar. Di dalam kamar itu, terlihat Aruna sedang memasukkan pakaian ada sebuah koper. Lalu, Lukman memegang tangan Aruna, hingga membuat wanita cantik itu menghentikan aktivitasnya.“Aruna, tolong jangan pulang. Jangan tinggal aku seperti ini. Aku sangat mencintai kamu. Aruna, maafkan mama,” tutur Lukman lembut. Aruna yang sangat paham dan sadar kalau Lukman sangat baik dan sayang pada dirinya serta keluarganya sangat bingung atas dilema yang di hadapinya. Hatinya begitu hancur saat mertua yang selama ini ia bangga-banggakan di kantor dan di rumahnya, meminta bagian hati dan tubuh Lukman untuk wanita lain“Abang, hiks..., Aku harus bagaimana? Aku nggak mau Bang Lukman nikah lagi,” ucapnya seraya menangis dan memeluk tubuh Lukman yang berada di sebelahnya.“Runa, kamu adalah wanita yang sempurna bagiku. Tidak ada sedetikpun, aku berpikir untuk mendua. Tapi, Runa..., Bagaimana dengan mama? Aku juga takut disebut anak durhaka. S
Aruna dan Lukman yang menemui Latifah dan suaminya di ruang keluarga pun membeberkan apa yang diketahui oleh mereka. Namun, sejak Latifah mendengar Aruna bertengkar dengan Deswita, ia tidak lagi respek dan menyukai Aruna yang dianggap tidak punya sopan pada keluarga besarnya. “Lukman, apa pernah kau lihat sendiri dengan mata dan kepalamu?” tanya Latifah seraya melirik ke arah Aruna dengan raut wajah tak suka.“Memang sih, saya nggak lihat langsung, Maa,” jawab Lukman.Mendengar jawaban Lukman, Aruna yang pernah melihat dengan mata dan kepalanya sendiri saat Tuti dan almarhum melepas syahwat pun menjawab saat Latifah mendesaknya.“Gimana kau sendiri, Runa?” tanya Latifah menaikkan alisnya ke atas seolah menantang Aruna untuk berbicara lantang.“Maksud Mama?” tanya Aruna singkat.“Apa perlu aku tegaskan lagi? Bukankah kau yang membuka fitnah berzina pada almarhum putraku?!” tanya Latifah dengan suara meninggi.Mendengar hal itu, Aruna terlihat wajahnya bersemu merah.“Maa, saya
Lukman pun melepas pelukan Arimbi dan masuk ke dalam kamar kos adik iparnya. Tercium olehnya bau alkohol dari dalam kamar Arimbi. Kemudian, Lukman memandang Arimbi yang tengah berjalan mengambilkan minuman dari dalam kulkas.Kamar berukuran 4 meter x 4 meter itu berisi tempat tidur ukuran 180 cm x 200 cm. Satu sofa panjang yang bisa digunakan sebagai tempat tidur pula. Sebuah kulkas, televisi serta meja kecil di sebelah sofa dengan lantai berisi permadani berwarna merah.“Abang mau duduk di sofa apa di lantai?” tanya Arimbi sembari menyerahkan minuman berenergi.“Di lantai aja, juga ada permadaninya.”Diraihnya minuman berenergi. Lalu, Lukman berkata, “Kok di dalam kamar ini bau alkohol?” tanya Lukman seraya membuka minuman berenergi tanpa ada rasa curiga sedikit pun pada adik iparnya.“Uhm..., Itu Bang, kemarin teman-teman alumni kampus ke kos. Ada yang minum alkohol,” ucap Arimbi menatap wajah Lukman yang mengamati mimik wajahnya.Usai menikmati minuman energi, Lukman pun berk
Saat Lukman keluar kamar mandi, dilihat Arimbi tengah duduk di sofa seraya menikmati nasi kuning yang dibelinya dengan segelas teh hangat yang diletakan pada meja kecil di samping sofa.“Bang, sini duduk makan nasi kuningnya dan ini kopinya,” panggil Arimbi saat melihat Lukman keluar dari kamar mandi. Lalu, wanita muda cantik itu pun, menggeser duduknya seraya meraih gelas teh hangat miliknya yang kini diletakkan di atas lantai beralas permadani.Dengan menarik napas lega, Lukman yang telah melepaskan cairan hasratnya usai melihat penampilan Arimbi yang super seksi pun, duduk di sofa menyeruput kopi yang ada di meja kecil dan menikmati nasi kuning yang dibeli iparnya tanpa bicara.“Enak nasi kuningnya, Bang?” tanya Arimbi yang tahu kalau pandangan Lukman berusaha jauh dari lekuk tubuhnya.“Enak,” jawabnya singkat tanpa memandang ke arah Arimbi.“Bang, memang ada bisnis apa di Semarang? Aduh! Tehnya tumpah,” ujar Arimbi saat sedang bicara sambil meminum teh hangatnya dan sebagian
Lukman yang kini telah terjerat dalam permainan liar Arimbi, semakin merasakan kesulitan untuk melepaskan diri dari iparnya. Terlebih kini mereka telah melakukan hubungan suami istri tanpa bisa lagi Lukman menolak kehadiran Arimbi. Bukan karena cinta namun lebih kepada fantasi nafsu sebagai selingan atas kekisruhan, kebosanan dan tekanan dalam rumah tangganya yang kian demikian kuat.Seperti di hari kedua di pagi buta ini. Arimbi yang maniak membuka boxer yang digunakan Lukman tanpa sepengetahuan pemiliknya. Wanita muda cantik itu, mengeluarkan rudal milik Lukman yang masih tertidur lelap.Diciumi rudal milik kakak iparnya. Kemudian dijilatnya perlahan bagian kepala rudal tersebut. Lalu, lidah Arimbi kini mulai menjilati rudal tersebut hingga menjilati kedua buah di bawah rudal tersebut sekalian menjilati bagian selangkangannya dengan mengolesi bagian tersebut dengan madu.Yang terdengar hanya bunyi decap dari bibir Arimbi saat menikmati rasa manis dari rudal hingga selangkangan Lu
Usai Arimbi dan Lukman terkapar dan tertidur pulas, Arimbi terbangun sekitar pukul satu siang. Sontak saja, Arimbi yang melihat panggilan Aruna berulang kali membuat jantungnya berdebar kuat. Maka, gadis cantik nan seksi itu pun, membangunkan Lukman yang masih dalam posisi telanjang bulat.“Bang! Abang bangun..., Kak Runa telepon,” ucapnya menggoyang-goyangkan tubuh Lukman.Lukman yang awalnya mengerjapkan matanya pun, tersentak kaget kala mendengar nama Aruna diucapkan oleh Arimbi.“Apa? Aruna?!” tanyanya mengusap kasar wajahnya dengan panik.“Udah mati panggilannya Bang. Tapi, gimana ini, sampai berkali-kali. Pasti telepon ke Abang juga berkali-kali.” Raut wajah Arimbi terpancar rasa kuatir akan terciumnya hubungan terlarang diantara mereka.Sejenak mereka terdiam. Lalu, Lukman bersuara, “Sekarang, pakai rapikan penampilanmu. Nggak usah mandi, cuci muka aja. Abang juga pakai pakaian bagus. Nanti, kita akan video call Kak Aruna. Bilang aja, kita habis ke Mal dan ponsel lupa diba