Aruna berjalan bersama ketiga temannya menuju mobil Lukman yang telah menunggu di parkir. Lukman yang melihat kedatangan dari ketiga wanita lain menuju ke mobilnya mengikuti langkah Aruna dari kaca spion segera keluar dari kursi pengemudi dan menyambut mereka dengan senyum yang merekah.Ketiga teman Aruna menyalami Lukman dan mengucapkan terima kasih atas oleh-oleh yang diberikan Lukman, lewat Aruna saat mereka berbasa-basi satu dan lainnya. Terlebih, Lukman juga termasuk nasabah prioritas di Bank tempat mereka bekerja.“Gimana nih, kabar pengantin baru.., kata Arun, ditunda dulu yaa punya momongannya.., biar puas pacaran dulu..,” ucap Yeni tersenyum memandang ke arah Aruna yang terlihat masih malu-malu kala ada di depan Lukman.“Nggak ditunda kok, Bu Yeni.., langsung aja biar di rumah ramai,” sahut Lukman cengengesan menanggapi pertanyaan Yeni yang ikut menyapa Lukman.“Wah.., nggak kompak dong yaa.., pasti Runa takut gemuk tuh, Pak Lukman,” sambung Sari menanggapi perbedaan kein
Mobil yang dikendarai oleh Lukman pun sampai di halaman rumah Aruna. Terlihat seorang remaja putri berlari membukakan pintu pagar berwarna biru. Di dalam mobil, Aruna tersenyum merekah kala dilihat, adik bungsunya membukakan pintu pagar tersebut. Walaupun kaca mobil tersebut rayban 60% Arumi tetap tersenyum padahal, ia tidak dapat melihat yang ada di dalam mobil tersebut.Sedangkan Aruna yang dapat melihat raut wajah Arumi yang semeringah melihat kedatangannya dengan membukakan pintu pagar, membuat hatinya begitu merindukannya. Walaupun dalam satu minggu minimal Aruna berkunjung ke rumah ayahnya, Darmawan. Tetapi rasa rindu pada adik-adiknya yang sejak kepulangan Ibunya semakin dekat, membawa Aruna setiap hari merindukan rumah sederhana itu dan penghuninya. “Rumi.., ini ada soto ayam.,.,” ucap Aruna memberikan bungkusan berisi soto ayam. “Belom makan, kan?”“Hehehehe..., iya Kak, belom makan. Terima kasih Kak Lukman, Kak Runa.”“Udah sana kamu makan aja dulu. Ajak yang lainya, b
Keesokan hari, ketika Lukman dan Aruna sarapan bersama Latifah dan Syamsudin, mereka pun membicarakan perihal rencana Lukman untuk ke Semarang. “Maa ... Hari ini saya akan ke Semarang mengantar Arimbi. Dia dapat Universitas di Semarang,” tutur Lukman disela-sela sarapan paginya. Latifah yang tahu kalau Lukman akan berziarah ke mahkam Resti hanya bisa menganggukkan kepalanya tanpa mengatakan apa pun pada Aruna. Latifah takut kalau Lukman belum pernah bercerita tentang Resti, calon istri Lukman yang wafat karena bunuh diri. Tepat pukul delapan pagi, Lukman dan Aruna pun diantar oleh Imam menuju rumah Darmawan untuk menjemput Arimbi. Tin... Tin... Suara klakson mobil Lukman berbunyi bersamaan dengan dibukakannya pintu pagar bersama dua buah koper berwarna merah berukuran sedang dan cover abu-abu berukuran kecil telah berada di teras rumah. Seluruh anggota keluarga berdiri di teras rumah saat Lukman dan Aruna keluar dari dalam mobil. Darmawan yang seharusnya telah ke kantor pun izin u
Lukman yang akan berziarah ke mahkam kekasihnya yang wafat karena bunuh diri pun meninggalkan Arimbi yang sedang merapikan kamarnya bersama David, seorang pemuda tampan bertubuh atletis seumuran Arimbi yang sejak perkenalannya dengan Lukman, telah membuat Lukman tidak menyukai lelaki tersebut karena bagi Lukman, lelaki itu tidak punya rasa hormat pada orang yang lebih tua.Walaupun, Lukman berat meninggalkan Arimbi bersama pacarnya, namun Lukman yang sudah cukup lama tidak berziarah ke mahkam Resti mau tak mau meninggalkan Arimbi bersama pacarnya di kos tersebut. Kalaupun hari itu, Lukman tidak meninggalkan Arimbi, besok saat ia pulang ke Jakarta, mereka pun akan bersama, terlebih mereka tinggal pada tempat kos yang sama. memanfaatkan kesempatan mengantar Arimbi ke Semarang sekalian mengunjungi mahkam Resti.Sementara itu, Arimbi masih merapikan barang bawaan dan baju-bajunya kala Aruna menghubunginya. Saat akan menjawab panggilan Aruna, Arimbi pun meminta pada David untuk tidak ber
Lukman yang tak tega melihat Arimbi memegang kakinya pun memintanya berdiri, “Bangun kamu! Harusnya kamu itu berpikir sebelum bertindak! Kalau sampai kamu hamil diluar nikah ... gimana dengan kerja keras ayah dan kakak-kakak kamu?!”“Iya Bang, Arim janji ... nggak akan seperti itu lagi. Hikss...,” tangis Arimbi kembali.“Rapikan pakaianmu!” tegas Lukman.“Tapi Bang ... Arim masih tetap bisa kuliah di Semarang kan, Bang?” tanya Arimbi seraya menghapus air matanya.“Ya! Kau rapikan saja dulu pakaiannya. Abang lagi carikan tempat kos lewat Online,” ucapnya. Terlihat, Arimbi menarik napas lega dan memasukkan kembali pakaiannya yang telah di lemari ke dalam koper.“Bang ... tadi kak Runa telepon,” cicit Arimbi saat merapikan pakaiannya kembali.“Kenapa kau tak beritahu Abang? Jam berapa?” tanya Lukman gusar.“Waktu Abang baru saja keluar. Arimbi bilang Abang sedang beli makanan,” jawab Arimbi.Setelah itu, terlihat Lukman menghubungi Aruna. Dan Arimbi yang belum mendengar kata-kata
Aruna yang saat itu masih di kantor, menceritakan hal yang dikatakan oleh suaminya pada Sari sahabatnya di kantor. Mereka pun membahas tentang ayam kampus yang banyak di beberapa kampus. Cerita seputar ayam kampus itu pun menjadi topik di bagian Customer Service sampai bagian teler. Terlebih saat itu jam telah menunjukkan pukul empat sore, dimana mereka saat ini tengah merapikan seluruh file yang berhubungan dengan nasabah dan sedang melakukan balancing.“Runa, laki elo So Sweet banget sih ... bener-bener suami idaman. Udah ngurusin adek elo, baik, bertanggung jawab dan moga aja sih kagak celamitan kayak lakinya si Dina, bagian accounting,” cicit Marni bergosip ria.“Emang napa sama lakinya Dina? Gue liat asyik-asyik aja mereka. Gue kan, temenan sama dia di sosmed,” tampik Inge teman akrab yang dulu satu bagian dengan Dina, tetapi karena Inge cantik jelita maka ia ditarik ke bagian Customer Service dan hubungan mereka pun merenggang.“Gue pikir elo tau masalah temen baik elo. Gue d
Ridwan yang kala itu izin bersama teman-temannya membuat skripsi, nyatanya hari itu tengah menjemput Tuti di tempat kerjanya, mantan pembantu rumah tangganya itu kini bekerja di rumah orang lain sebagai pembantu dari jam 7 pagi dan pulang pukul 5 sore. Hampir setiap hari Ridwan selalu menjemput Ridwan di tempat kerjanya, kadang menggunakan motor bahkan terkadang dijemput dengan mobil.Seperti hari ini, karena ada acara ulang tahun di rumah majikan Tuti maka, ia pun pulang agak terlambat dan Ridwan dengan sabar masih menunggunya dua blok rumah dari rumah majikan Tuti. Semua itu Ridwan lakukan karena rasa sayang yang mulai tumbuh di hatinya.Sampai akhirnya, sekitar jam enam lebih Tuti keluar dari rumah majikannya menemui Ridwan yang memarkir kendaraannya di dua blok dari rumah majikan Tuti. Hal itu dilakukan karena Tuti malu jika di jemput Ridwan menggunakan mobil, kecuali di jemput dengan motor, maka Tuti memperbolehkan Ridwan berada di dekat pagar tembok rumah majikannya.“Udah la
Hati Aruna yang dibaluri oleh perasaan curiga atas sebuah photo yang mirip dengannya, membuatnya tidur disaat jam telah menunjukkan pukul lima pagi, karena tengah malam hingga dini hari pikirannya menerawang jauh pada photo yang mirip dengannya. Hingga akhirnya keesokan harinya, Aruna kesiangan. Ia tetap terlelap dalam tidur walaupun, pembantu di rumah itu mengetuk pintu kamarnya.Tok ... Tok ... Tok ...“Non Aruna.., Non..., di panggil Ibu.” Seorang pembantu rumah tangga terus mengetuk dan membangunkannya. Namun, tampak Aruna sangat terlelah dalam tidurnya. Sampai akhirnya, Latifah sang mertua masuk ke dalam kamar Aruna dan membangunkannya saat jam telah menunjukkan pukul delapan pagi.“Aruna ... Runa,” panggil Latifah lembut seraya menepuk-nepuk punggung jemari tangannya.Aruna yang merasa ada menepuk tangannya pun memicingkan matanya. Alangkah terkejutnya, saat dilihat Latifah telah berada di kamarnya dan ia pun langsung terduduk dengan perasaan tak enak.“Ma-maaa,” sapanya