Lukman yang akan berziarah ke mahkam kekasihnya yang wafat karena bunuh diri pun meninggalkan Arimbi yang sedang merapikan kamarnya bersama David, seorang pemuda tampan bertubuh atletis seumuran Arimbi yang sejak perkenalannya dengan Lukman, telah membuat Lukman tidak menyukai lelaki tersebut karena bagi Lukman, lelaki itu tidak punya rasa hormat pada orang yang lebih tua.Walaupun, Lukman berat meninggalkan Arimbi bersama pacarnya, namun Lukman yang sudah cukup lama tidak berziarah ke mahkam Resti mau tak mau meninggalkan Arimbi bersama pacarnya di kos tersebut. Kalaupun hari itu, Lukman tidak meninggalkan Arimbi, besok saat ia pulang ke Jakarta, mereka pun akan bersama, terlebih mereka tinggal pada tempat kos yang sama. memanfaatkan kesempatan mengantar Arimbi ke Semarang sekalian mengunjungi mahkam Resti.Sementara itu, Arimbi masih merapikan barang bawaan dan baju-bajunya kala Aruna menghubunginya. Saat akan menjawab panggilan Aruna, Arimbi pun meminta pada David untuk tidak ber
Lukman yang tak tega melihat Arimbi memegang kakinya pun memintanya berdiri, “Bangun kamu! Harusnya kamu itu berpikir sebelum bertindak! Kalau sampai kamu hamil diluar nikah ... gimana dengan kerja keras ayah dan kakak-kakak kamu?!”“Iya Bang, Arim janji ... nggak akan seperti itu lagi. Hikss...,” tangis Arimbi kembali.“Rapikan pakaianmu!” tegas Lukman.“Tapi Bang ... Arim masih tetap bisa kuliah di Semarang kan, Bang?” tanya Arimbi seraya menghapus air matanya.“Ya! Kau rapikan saja dulu pakaiannya. Abang lagi carikan tempat kos lewat Online,” ucapnya. Terlihat, Arimbi menarik napas lega dan memasukkan kembali pakaiannya yang telah di lemari ke dalam koper.“Bang ... tadi kak Runa telepon,” cicit Arimbi saat merapikan pakaiannya kembali.“Kenapa kau tak beritahu Abang? Jam berapa?” tanya Lukman gusar.“Waktu Abang baru saja keluar. Arimbi bilang Abang sedang beli makanan,” jawab Arimbi.Setelah itu, terlihat Lukman menghubungi Aruna. Dan Arimbi yang belum mendengar kata-kata
Aruna yang saat itu masih di kantor, menceritakan hal yang dikatakan oleh suaminya pada Sari sahabatnya di kantor. Mereka pun membahas tentang ayam kampus yang banyak di beberapa kampus. Cerita seputar ayam kampus itu pun menjadi topik di bagian Customer Service sampai bagian teler. Terlebih saat itu jam telah menunjukkan pukul empat sore, dimana mereka saat ini tengah merapikan seluruh file yang berhubungan dengan nasabah dan sedang melakukan balancing.“Runa, laki elo So Sweet banget sih ... bener-bener suami idaman. Udah ngurusin adek elo, baik, bertanggung jawab dan moga aja sih kagak celamitan kayak lakinya si Dina, bagian accounting,” cicit Marni bergosip ria.“Emang napa sama lakinya Dina? Gue liat asyik-asyik aja mereka. Gue kan, temenan sama dia di sosmed,” tampik Inge teman akrab yang dulu satu bagian dengan Dina, tetapi karena Inge cantik jelita maka ia ditarik ke bagian Customer Service dan hubungan mereka pun merenggang.“Gue pikir elo tau masalah temen baik elo. Gue d
Ridwan yang kala itu izin bersama teman-temannya membuat skripsi, nyatanya hari itu tengah menjemput Tuti di tempat kerjanya, mantan pembantu rumah tangganya itu kini bekerja di rumah orang lain sebagai pembantu dari jam 7 pagi dan pulang pukul 5 sore. Hampir setiap hari Ridwan selalu menjemput Ridwan di tempat kerjanya, kadang menggunakan motor bahkan terkadang dijemput dengan mobil.Seperti hari ini, karena ada acara ulang tahun di rumah majikan Tuti maka, ia pun pulang agak terlambat dan Ridwan dengan sabar masih menunggunya dua blok rumah dari rumah majikan Tuti. Semua itu Ridwan lakukan karena rasa sayang yang mulai tumbuh di hatinya.Sampai akhirnya, sekitar jam enam lebih Tuti keluar dari rumah majikannya menemui Ridwan yang memarkir kendaraannya di dua blok dari rumah majikan Tuti. Hal itu dilakukan karena Tuti malu jika di jemput Ridwan menggunakan mobil, kecuali di jemput dengan motor, maka Tuti memperbolehkan Ridwan berada di dekat pagar tembok rumah majikannya.“Udah la
Hati Aruna yang dibaluri oleh perasaan curiga atas sebuah photo yang mirip dengannya, membuatnya tidur disaat jam telah menunjukkan pukul lima pagi, karena tengah malam hingga dini hari pikirannya menerawang jauh pada photo yang mirip dengannya. Hingga akhirnya keesokan harinya, Aruna kesiangan. Ia tetap terlelap dalam tidur walaupun, pembantu di rumah itu mengetuk pintu kamarnya.Tok ... Tok ... Tok ...“Non Aruna.., Non..., di panggil Ibu.” Seorang pembantu rumah tangga terus mengetuk dan membangunkannya. Namun, tampak Aruna sangat terlelah dalam tidurnya. Sampai akhirnya, Latifah sang mertua masuk ke dalam kamar Aruna dan membangunkannya saat jam telah menunjukkan pukul delapan pagi.“Aruna ... Runa,” panggil Latifah lembut seraya menepuk-nepuk punggung jemari tangannya.Aruna yang merasa ada menepuk tangannya pun memicingkan matanya. Alangkah terkejutnya, saat dilihat Latifah telah berada di kamarnya dan ia pun langsung terduduk dengan perasaan tak enak.“Ma-maaa,” sapanya
Akhirnya, waktu pun berjalan dengan cepatnya. Sekitar pukul 6 sore, Aruna pun pulang ke rumah. Disaat Aruna masuk ke dalam rumah dan melewati ruang keluarga, terlihat Latifah dan suaminya serta Lukman telah berada di ruang keluarga.“Baru pulang, Runa?” tanya Latifah menegur menantunya.Aruna terkejut mendengar sapaan dari mertuanya yang tidak ia lihat di ruang keluarga. Lalu, ia pun menoleh dan melihat mereka duduk pada sofa yang sama.“Iya Maa..,” jawab Aruna menoleh dan tersenyum tipis.“Runa, mandilah dulu biar badanmu segar. Setelah itu kita makan bersama. Mama tunggu,” pinta Latifah. Yang dilakukan Aruna hanya menganggukkan kepalanya dan masuk ke dalam kamarnya.Lukman yang melihat Aruna masuk ke dalam kamarnya pun, beranjak dari sofa mereka duduk. Namun, Latifah meraih tangan Lukman dan berkata, “Duduklah, biarkan istrimu mandi dan nanti kita akan bicarakan masalahmu di meja makan.”“Tapi Maa.., biar aku saja yang jelaskan ke Runa,” pinta Lukman.Tetapi, kembali kedua or
Tiga tahun kemudian, kesibukan di rumah Latifah sangat tampak ramai oleh sanak saudara yang akan melakukan lamaran pada Anisa, kekasih hati Ridwan, usai Ridwan dan Anisa telah selesai kuliah dan bekerja di sebuah perusahaan Ekspor-Impor.“Runa..., Sini ikut Mama..,” panggil Latifah pada menantunya.Aruna pun hanya mengikuti langkah dari mama mertuanya yang berjalan menuju kamarnya. Sesampai di dalam kamar, Latifah pun menyerahkan “Aruna, tolong kamu bawa seserahan emas-emas ini, Mama takut kalau orang lain yang bawa ada yang hilang. Mama cuma percaya sama kamu aja,” pinta Latifah memberikan seperangkat perhiasan dalam sebuah kotak dari kayu berukir berukuran 10 cm x 10 cm.“Ya, Maa...,” jawab Aruna membawa seserahan yang akan diberikan Anisa, kekasih Ridwan yang selama ini dipacari oleh Ridwan.Mereka pun keluar dari kamar Latifah. Setelah itu berbaur dengan keluarga besar Latifah yang juga membawakan beberapa seserahan untuk Anisa. Saat ini mereka tengah menunggu instruksi dari
Ridwan yang telah usai melakukan lamaran pada Anisa pun meminta izin pada mamanya untuk bisa keluar rumah, setelah sampai di rumah itu.“Maa..., saya mau keluar sebentar ya,” pinta Ridwan saat seluruh keluarga masih berada di rumahnya dengan mengobrol.“Alamak kau ini..., tak mengertikah kau...? kalau kau ini baru saja lamaran?” tanya Latifah seraya menggelengkan kepalanya.“Memang kenapa..., bukannya telah selesai semua acara?” tanya Ridwan yang telah berdiri mengambil kunci motornya.“Ridwan..., Duduk!” perintah Syamsudin ayahnya.“Ada apa lagi, ayah?” tanya Ridwan yang digiring masuk ke dalam ruang keluarga dan mereka bertiga duduk di sofa, dalam kondisi sanak keluarga masih ramai berkumpul di ruang santai, ruang tamu dan teras rumah serta beberapa ada di ruang keluarga sedang saling mengobrol satu dan lainnya.“Ridwan, Papa nggak ngasih kamu keluar dari hari Jumat sampai hari Selasa, karena menurut kepercayaan kami..., setiap orang yang baru saja bertukar cincin dan melamar