Kegaduhan terjadi di dalam rumah besar yang terletak di sudut kompleks itu, bahkan terdengar benda-benda pecah juga menambah kesan ngeri keributan di dalamnya.
"Dasar melawan! Kemari kau biar aku hukum!" murka pria paruh baya yang sepertinya penghuni rumah itu.
Seorang pemuda di depannya mengukir senyum liciknya. "Jangan coba-coba menghalangiku, kau tidak sadar aku seperti ini itu karena ulahmu sendiri?!"
Dua orang perempuan yang ada disana terdiam membisu, mereka hanya meringis ketakutan karena tidak ada keberanian untuk melerai keduanya.
"Kalian hentikan!"
"Sudah cukup, kumohon berhenti..."
Kedua perempuan itu kembali terdiam saat pertengkaran dan perdebatan itu kian memanas.
"Kupikir aku tak tau kelakuan bejatmu?!"
Bugh!
Pria paruh baya itu memukul wajah pemuda yang dari tadi berdebat dengannya. Sontak hal ini membuat kedua perempuan tadi menjerit.
"Berani-beraninya kau!"
Lagi-lagi pemuda itu menyunggingkan bibirnya. "Kau takut aku membongkarnya bukan?!"
"Kau sudah salah faham!"
"Terserah kau! Mulai sekarang aku angkat kaki dari sini!"
Kemudian pergilah pemuda itu keluar dari rumah kemudian melajukan motornya dengan kecepatan penuh. Pria paruh baya itu hanya menyeru nama pemuda itu. Dalam hati, dirinya berharap supaya ia kembali.
.
..........~{Ai (untuk Leo)}~
Tepat pada hari kamis di SMA Aryabina, seorang pria berjalan dengan santai menuju ruang kelas paling bawah dari bangunan sekolah tiga lantai itu. Pria tersebut memasang wajah datar dan dingin membuat orang segan jika berpapasan dengannya. Cukup heran kenapa Ia berjalan dengan santainya padahal jam pelajaran pertama sudah dimulai hampir satu jam yang lalu.
"Merepotkan, buku bacaanku tertinggal," decak Leo.
Berjalan di koridor sekolah yang sepi memang menyejukan hati. Sengaja Leo memilih datang terlambat karena ingin merasakan ketenangan berjalan tanpa pekikan-pekikan para gadis di sekolahnya. Meskipun Leo tau, perbuatannya itu melanggar aturan dan tak baik ditiru. Hanya saja, Leo juga manusia jauh dari kata sempurna. Tak mungkin jika tidak pernah melakukan kesalahan sama sekali.
Terlihat seorang lelaki yang muncul dari lorong toilet, dirinya mendapati Leo yang baru saja datang dan hendak masuk ke kelas. Lelaki yang diketahui bernama Rega itu pun berakhir menyapa Leo.
"Leo? Santuy amat jam segini lo baru datang? Pak Ade Yedi udah mulai tuh."
Tidak menjawab, Leo memilih diam tidak merespon Rega. Tatapannya sangat terkesan datar, membuat segan orang yang melihatnya.
"Kok lo bisa lolos di penjagaan Pak Satpam sih?" tanya Rega kembali namun Leo tidak menjawabnya.
"Ajarin gue dong, cara gimana gak kena hukum pas telat. Biar gue gak cape pas datang ke kelas, soalnya sebelum berangkat kan gue punya bisnis, jadi..."
Tidak mendengarkan ocehan Rega, Leo memilih melanjutkan langkahnya.
... Suka cape kalo datang tuh, bisa gak WOY LEO! Gue lagi ngomong sama lo! Oi!" teriak Rega setelah perkataannya diabaikan Leo begitu saja.
"Budek apa gimana sih itu orang? Heran gue." Rega menggelengkan kepala lalu pergi menuju kelasnya.
Saat Leo berjalan di koridor dekat tangga perpustakaan, ia tidak sadar tengah diperhatikan oleh dua orang gadis yang tengah membawa tumpukan buku paket.
"Itu kan si Cool Prince, wahh pas banget berpapasan disini," ucap gadis berambut panjang dengan poni menyilang yang diketahui bernama Misa.
"Santai banget dia, padahal ini mau jam pelajaran kedua loh," imbuh seorang gadis yang memiliki rambut sebahu dengan nametag beruliskan Levi.
Keduanya berhenti berjalan sesaat sesudah turun dari tangga perpustakaan, kemudian dengan lekat memandangi lelaki yang berjulukan Cool Prince yang tengah berjalan itu.
"Sini bukunya." Misa merebut tumpukan buku dari rekannya berniat menambah jumlah buku yang ia bawa.
"Gak keberatan, Sa?"
"Sstt! Gue ada ide," ujar Misa.
"Jangan Sa, gak bakalan berhasil. Orang itu mana peduli sama lo," cegah Levi.
"Kali ini pasti berhasil," gumam Misa penuh keyakinan kemudian pergi menghampiri Leo.
"Misa! Dengerin gue hey!" seru Levi, kemudian gadis itu mendecak kesal karena menanggapi kelakuan rekannya.
Leo dan Misa datang dari arah berlawanan. Pada saat mereka hampir berpapasan, Misa sengaja melakukan drama tersandung dan menjatuhkan tumpukan bukunya. Biar so sweet, kaya drama korea, pikirnya.
Bruuk.
"Aduh," ringis Misa seraya mengusap-usap pergelangan kakinya.
Buku itu berserakan menghalangi jalan Leo, membuat langkanya lagi-lagi terhenti. Ia juga melihat Misa yang duduk meringis di depannya.
Bukannya membantu, Leo malah terdiam seraya bergumam dalam hati, Gadis ini terjatuh, tetapi ia memikirkan dirinya dahulu tidak dengan bukunya. Dia malah meringis dan tidak meminta maaf.
Leo kemudian menghela nafas berat. Gadis ini hanya berpura-pura terjatuh. Ck, menghalangi jalanku saja, decak Leo membatin.
Tak berbicara sepatah kata pun, Leo melangkahi semua bukunya dan berlalu meninggalkan Misa yang memang meminta dibelas kasihani.
"Cool Prince...," rengek Misa yang melihat punggung Leo kian menjauh. Mengetahui Leo mengabaikannya, ia pun hanya berdecak kesal sambil duduk di lantai koridor.
"Gue bilang juga apa, keras kepala sih. Untung koridor sepi. kalo enggak, mau dikemanain muka lo?" ujar Levi yang datang merutuki Misa.
"Kan niatnya mau nurutin drakor, pura-pura jatuh terus ditolongin oppa-oppa. Kan sweet gitu," balas Misa.
"Ngimpi lo Sa, disini tuh Indonesia bukan Korea. Kalo mau ngehalu, jangan ketinggian, BEGO kesannya," sinis Levi pada Misa.
"Ih, kok lo malah marahin gue sih?"
"Ilangin kebiasaan lo ini Sa. Gue suka denger para cowok bilang mereka itu keganggu akibat kelakuan para cewek yang suka gelitik mereka," saran Levi.
"Kalo jujur, gue yang gak ngelakuin malah ikut malu sama mereka. Please Sa, gue tau lo cuma becanda. Tapi jangan kayak gini, kesannya lo murahan di depan cowok," sambungnya lagi.
"Yang kayak gue tadi kan banyak Lev, malahan banyak yang lebih parah juga. Kenapa lo sensi banget sih kalo gue yang lakuin?" tanya balik Misa.
"Karena lo temen gue dan gue berhak nasihatin elo. Inget Sa, lo boleh ngejar orang yang lo suka, tapi jangan sampe turunin harga diri lo sebagai cewek," jawab Levi.
"Iya-iya, gue minta maaf. Thanks udah ngasih tau. Lagipula pas udah tau Cool Prince cuek banget, gak jadi niat buat jadiin dia gebetan. Cuek bukan gue banget," ujar Misa.
"Udah, cepetan lo berdiri. Kita ke kelas sekarang, yang lainnya pasti udah pada nungguin bukunya."
"Iya-iya Lev."
Setelah membereskan semua bukunya, kedua gadis itu pergi menuju kelas mereka.
Leo berjalan menuju kelas sebelas MIA satu yang merupakan kelasnya. Ia melewat beberapa kelas termasuk kelas sebelas IIS tiga yang kala itu tengah belajar bahasa inggris. Hampir seluruh mata melirik Leo yang berjalan santai depan jendela padahal jam pelajaran sudah dimulai hampir satu jam berlalu.
"Hey!" seru guru bahasa inggris Mr. Nana.
"Apa yang kalian lihat hah?!" tanya Mr. Nana sambil melihat keluar jendela. Dilihatnya Leo sedang berjalan santai saat ia terlambat datang.
"Sudah jam berapa ini?! Masih ada anak yang baru mau masuk kelas?! Dasar pemalas! Kalian jangan ikuti tabi'atnya, anak seperti itu tidak pantas dijadikan contoh. Mengerti?!"
"iya pak," jawab murid-murid
"Bagus, mari kita lanjutkan,"
ucap Mr. Nana sembari membalikan badannya untuk kembali melanjutkan penjelasnya sambil menulis di papan tulis.Sesaat setelah Mr. Nana membalikan badan untuk menulis, hampir seluruh siswa siswi kelas tersebut beranjak dari bangkunya menuju jendela untuk mengintip si Cool Prince yang kala itu tengah berjalan.
Berjalan tegap dengan pakaian yang rapi, wangi farfumnya sungguh membuatnya memancarkan aura wibawa bak pangeran negri dongeng. Membuat seluruh siswa kelas IIS tiga tak bisa melepaskan pandangannya dari jendela terutama kaum perempuan.
"Lihat, Itu si Cool Prince ganteng maksimal sumpah."
" Omg, calon suami gue itu."
"Ya ampun artis Korea ala Indonesia ini mah."
"Udah tampan, cool lagi, perfect banget ini mah idaman."
"Aaaah!" pekik kecil para siswi yang sedang mengintip di jendela
Berbeda dengan perbincangan para perempuan yang seperti mengaguminya, yang laki-laki justru sebaliknya.
"Alaahhh, punya tampang segitu doang udah logay tingkat dewa."
"Bro, logay tu apa?"
"Loba gaya, Ceng (banyak gaya), gue juga yang guanteng kuadrat melebih artis Korea gak gitu-gitu amat."
"Bro dirumah gak ada kaca?"
"Ada lah! Kenapa emang?"
"Nanti matiin lampu pas malem, nah lo terawang pake lilin ke kaca dirumah lo, nanti ada tuh penampakan yang ngaku-ngaku artis korea."
"Etdah, gue sumpel mulut lo baru tau."
Mr. Nana yang terus menulis didepan kelas curiga dengan kelakuan murid murid dikelasnya, ia pun langsung menoleh belakang untuk melihat apa yang dilakukan murid-muridnya.
Namun saat ia menoleh ke belakang, Murid-murid dengan rapi duduk ditempat duduknya dan tertib belajar. Mr.Nana lega karena kecurigaannya itu cuma prasangka belaka, ia pun kembali menulis materi lagi di papan tulis.
Saat Leo tengah berjalan, salah seorang pria yang mengenakan seragam kedinasan dengan nametag yang bertuliskan Rendra Diwangsa pun menghadang arah jalan Leo.
"Leo? Ternyata kau bersekolah disini," sapa Pak Rendra.
Leo sempat membeliakkan matanya kemudian berucap, "Bukankah anda..." Leo mengantungkan ucapannya.
"Ya, dulu saya adalah tangan kanan Ayahmu. Tapi sekarang tidak." Leo hanya diam merespon perkataan Pak Rendra tadi.
"Kau sudah bertemu dengan Ayahmu?" tanya Pak Rendra kembali.
Leo tetap diam meski ia ditanya oleh pria paruh baya itu.
"Jadi begitu, aku mengerti." Rendra pun memegang pundak Leo. "Anak yang malang, saya pasti akan membantumu. Kau jangan khawatir."
Leo menunduk, dia sedikit mengepalkan tangannya jika mengingat-ngingat sosok Ayah.
"Kau bersabar dulu, saya akan coba menuntaskan semuanya setelah saya kembali dari Singapura nanti." Perkataan Rendra tadi sebagai penutup perbicangan diantara keduanya.
Di kelas sebelas MIA satu, siswa siswinya sedang belajar Matematika. Tiba-tiba pintu kelas terbuka, maka suasana berubah saat itu. Ditengah-tengah suasana yang hening itu, Leo masuk dengan kata pembuka yang hanya ucapan salam kemudian lewat kedepan kelas dan duduk langsung di bangkunya.Semua orang heran melihatnya, bagaimana ia masuk? Padahal gerbang sudah dikunci karena jam pelajaran sudah dimulai. Mungkin itulah anugrah untuk seorang yang jenius, Leo juga bisa lepas dari hukuman para satpam penjaga gerbang.Bapak Ade pun otomatis menghentikan pengajarannya, Ia menghampiri Leo yang sudah duduk dibangkunya dan mengajukan beberapa pertanyaan. "Leonar! Kamu kenapa baru datang?!" Pak Ade menyambut Leo dengan tatapan introgasi.Leo cuma menjabat tangan Pak Ade dan menciumnya sebagai salam darinya serta melepaskannya lagi.Pak Ade y
29 juliKenangan kelam tiga tahun silam ...Tiga tahun yang lalu dimana masa itu Leo sedang menginjak kelas 2 SMP, Leo sering pulang terlambat karena ia mengikuti Pelatihan Beladiri Karate. setiap kali pulang, ia sering disambut oleh keluarga kecilnya tiada lain Ibu dan Kakak perempuannya. Meski tanpa sosok Ayah, keluarganya sangat harmonis. Leo sangat mencintai Ibu dan Kakaknya seperti cinta keduanya pada Leo.Saat itu Leo pulang dari pelatihan Beladiri dengan luka lebam di pipinya. Melihat putranya pulang dengan pipi kirinya terluka, Ibu Leo segera mengobati Lukanya dengan mengoleskan semacam salep pada pipi Leo. "Sebaiknya kamu jangan terlalu berlebihan dalam berlatih, ibu khawatir," ucap Ibunya. "Kalau aku tidak sungguh-sungguh dalam berlatih, bagaimana aku bisa melindungi Ibu dan Kakak?" sahut LeoSang Ibu h
Di pagi hari yang masih hangat dengan sinar mentari, Leo datang ke sekolah lebih awal dari sebelumnya. Terlihat buku kecil yang ia sebut sebagai jurnalis pribadi itu dibawa untuk menjadi pegangan kesehariannya. Laki-laki yang satu ini memiliki hobby membaca buku, ditangannya selalu terlihat bermacam-macam buku saku setiap harinya. Kehabisan bahan bacaan, karena itulah pagi ini dirinya menyempatkan pergi ke perpustakaan yang berada di lantai tiga salah satu bangunan sekolahnya itu.Leo mengabaikan banyak sorotan mata yang tertuju padanya ketika ia mulai memasuki perpustakaan. Tidak ada yang berani bertanya padanya, yang ada laki-laki ini justru selalu mengabaikan berbagai sapaan orang lain.Alasannya sederhana, Leo hanya sebatas terkenal dengan sifatnya yang dingin gemar mengabaikan orang lain dan wajahnya yang kelewatan tampan --bukan karena otaknya yang jenius dan memiliki kemampuan menganalisa. Dirinya yang ti
Fira membuka pintu ruang utamanya, dilihatnya keponakan tercintanya pulang saat hari mulai menjelang malam. Leo masuk ke rumah dengan tas yang hanya digendong disebelah kanannya. "Tumben kamu pulangnya agak sore banget?" tanya Fira. "Tadi main basket Bi" jawab Leo. "Oh, ya?"Bibi fira tersenyum kala mendengar jawaban Keponakannya itu.Melihat mata bibinya berbinar, Leo keheranan dan bertanya, "Bibi kenapa?" "Nggak."Bibinya duduk disofa kemudian menyambungkan perkataannya. "Bibi gak keberatan jika kamu pulang terlambat karena aktif dalam kegiatan sekolah."Leo hanya diam menanggapi perkataan Bibinya. Kemudian seperti biasanya naik tangga menuju kamarnya. Saat ia sudah melangkahi beberapa anak tangga bibinya berkata lagi, "Lupakan saja tragedi itu, jangan terus mengurung diri. Sesekali kamu harus bergaul diluar sana d
Jam menunjukan waktu pulang sekolah. Leo mulai memarkirkan motor ninja putihnya itu dan langsung melaju keluar gerbang sekolah untuk pulang.Setelah Leo pulang ke rumah, seperti biasanya Leo pasti duduk di kursi kamarnya dan menghadap komputer. Ia mulai mengetik di keybord mengikuti dengan tulisan yang ada dalam jurnalisnya.Drrrttt...Ponsel Leo berbunyi, segera ia meraihnya dan terlihat ada sebuah pesan yang masuk.SMS?Leo agak heran melihat ada pesan SMS yang masuk kedalam ponselnya. Tanpa pikir panjang lagi, dibuka lah pesannya itu.1 Pesan MasukDari : Nomor yang tidak dikenalAssalamualaikumMaaf, pulpen milikmu tertinggal dan sekarang ada padaku.Terimakasih banyak ya :)
Seperti biasa Leo bersekolah keesokan harinya. Melupakan masalah yang kemarin Seolah-olah kejadian di cafe itu tidak terjadi. Hal yang hanya membuat pikirannya melayang-layang jika mengingatnya.Hari itu cuaca sedang bersahabat. Matahari mengeluarkan sinar benderangnya yang mengiringi para siswa siswi SMA Aryabina melakukan aktifitasnya. Termasuk laki-laki yang berjulukan The Cool Prince itu berjalan keluar dari perpustakaan. Ya, sosok Leo tidak bisa terlepas dari sebuah buku ditangannya. Itulah mengapa ia memiliki IQ yang tergolong otak jenius.Leo berjalan turun dari Lapangan basket menuju lapangan bawah yang kala itu terlihat club voli yang tengah mengadakan pelatihan tournament. Leo terlalu fokus pada bacaan yang ada pada bukunya tanpa melihat keadaan di sekelilingnya."Awaaas!"Terdengar seruan seseorang dari arah lapangan, akhirnya Leo menyadari sebuah bola voli me
Hari yang berawan itu mengiringi siswa siswi SMA Aryabina ,Leo dan dua sahabatnya itu terlihat sedang nongkrong di kantin. Perlahan, Leo mulai sering ikut kumpul bersama dua sejoli Reynal dan Aditia. "Rey, hari ini anter gue ke cod yuk!" "Hari ini Dit? Emang lo mau cod apaan?" "Privasi Rey, gue malu nyebutnya juga." "Kayaknya Hari ini gak bisa deh dit, Sepupu gue mau datang hari ini, Jadi gue mau nganter ibu ke stasiun." "Oh, gapapa lah kalo gitu." "Suruh anter sama si Leo aja tuh." "Gak ah, dia mah terlalu sibuk. Liat aja sekarang, sibuk sendiri noh."Sambil melirik ke arah Leo yang sedang asyik mengoperasikan ponselnya sambil mengunakan earphone. "Yaudah, berarti lo sendiri aja ya. Bukannya gue gak mau nihh." "Udah keseringan sendiri gue mah, Alone make me Stronger." "Yelah darah blastera
Seperti biasa, Leo pergi kesekolah keesokan harinya. Baru saja ia sampai ke gerbang, para wanita yang melihatnya antusias memanggil namanya. "Leo." "Kak Leo!" "Cool prince, pangeranku..." "Hai tampan!"Memang agak sedikit mengganggu di telinganya, Namun ia lebih suka tak acuh dan berlalu meninggalkan mereka.Minggu ini, adalah minggu terakhir Leo sekolah. Dikarenakan ia masih duduk di bangku kelas sebelas, maka minggu depan ia bisa menikmati liburan dikala kelas dua belas tengah ujian. "Pagi Leo," ucap Aditia sambil senyum mesem.Leo yang melihat hal itu spontan memutar bola matanya karena malas melihat pemandangan aneh saat mulai memasuki kelas. Leo langsung menuju bangkunya. Kemudian Aditia langsung pindah dan duduk di depan bangku Leo. "Walaaah, ada yang kepergok kasmaran nih."
Leo terlihat membereskan pakaiannya untuk ia kemas dalam koper. Dari pagi Leo hanya sibuk sendiri di kamar. Mempersiapkan matang-matang keberangkatannya besok lusa. Arlinda hanya tersenyum saat mendapati putranya sangat bersemangat untuk berangkat ke pesantren. "Sudah beres berkemasnya?" tanya Arlinda yang membuat Leo menoleh ke belakang. "Belum," ujar Leo sambil tersenyum. "O ya, ada yang ingin ketemu sama kamu loh," balas Ibunya. Leo pun mengrengitkan dahinya. "Siapa, Bu?" Arlinda pun tersenyum sambil menoleh ke belakangnya. Ia membawa dua orang laki-laki seumuran Leo. Arlinda pun mempersilahkan dua orang itu masuk ke kamar Leo. "Silahkan kalian temani El, Tante tinggal disini ya," ucap Arlinda pada dua orang laki-laki itu dan berakhir meninggalkan mereka. Bola mata Leo terbuka lebar, mendapati dua orang lelaki yang ada di depannya kini adalah
"El?""El sudah sadar.""Alhamdulilah..."Terdengar patah kata syukur memenuhi ruangan yang terlihat asing bagi Leo. Beberapa orang terdengar suka cita mengelilingi dirinya.Leo merasakan tubuhnya yang sepertinya tengah berbaring, dirinya hendak bangun, namun seluruh tubuhnya masih lemas. Entah kenapa tiba-tiba ia susah berbicara, selang oksigen juga masih mengurung hidungnya yang semakin mempersulitnya bicara.Apa yang terjadi? Dimana aku?Leo masih belum mengerti keadaanya sekarang. Yang ia lakukan sekarang ini hanyalah mengedarkan bola matanya melihat sekitarannya.Tiba-tiba dua orang perempuan memeluknya. Yang satu memeluk tubuhnya dan yang satu terus menciumi keningnya sambil terus menangis. Ked
Satu minggu berlalu setelah kematian Khansa. Leo memberanikan keluar rumah untuk berziarah ke makam gadisnya.Waktu satu minggu terbilang cukup untuk membuatnya kembali pulih dari kesedihannya itu. Leo memutuskan untuk menjadi sesorang yang tegar dan tidak mudah putus asa. Ia masih memiliki masa depan yang harus dipikirkan, terlebih usianya terbilang masih belia. Masih panjang perjalanan yang harus ia tempuh.Setibanya disana, ia mendapati kuburan Khansa yang masih terlihat baru. Ia pun berjongkok sembari mengelus-elus batu nisannya. Sesekali Leo tersenyum getir sambil melihat batu nisan yang bertuliskan Khansa Arima Iriana itu."Hey, aku kemari. Maaf baru kali ini." Leo berbicara sambil menaburkan taburan kelopak bunga diatas pemakaman Khansa.Segera ia membacakan surah-surah Al-Qur'an dikhususkan untuk almarhumah yakni Yasin, Al-Waqi'ah dan Al-
Key, adalah anak yang tidak tau sama sekali siapa, dimana, bagaimana orang tua kandungnya. Besar di panti asuhan membuatnya selalu menyebut dirinya buta dan tuli akan Ayah Ibunya.Sampai krisis moneter panti asuhan melanda dirinya dan anak-anak lainnya. Mendorong Key kecil harus dewasa sebelum waktunya. Ia pun bergelut dengan dunia yang sebenarnya, mencari uang dengan mengamen di jalanan.Hingga sampailah Key duduk dibangku kelas empat SD, hasilnya mengamen tidak cukup untuk membiayai sekolahnya. Maka Key mendobrak sisi baik dalam dirinya, titik hitam mulai menguasai hatinya. Hingga ia berakhir masuk ke dunia kegelapan dengan menjadi seorang pencuri dan pencopet.Jungkir balik dalam dunia hitam telah Key rasakan berulang kali. Rasa sakit seolah-olah menjadi temannya, sisi baik sudah ia sirnakan dalam dirinya. Hanya satu yang ia tuju yakni demi kehidupan yang memadai. Bermodalkan teman-teman jalanannya, Key mampu memb
Dua hari berlalu setelah pemakaman Khansa. Leo masih mengurung di kamar dengan pipi terus menitikan air mata. Sampai-sampai kantung matanya mulai terlihat gelap karena teus menerus menangis. Badannya lemah dan rambutnya kusut, dua hari ini hanya ia habiskan untuk menyandar di pintu sembari melamun. Tangan kanannya masih memegangi buku diary peninggalan Khansa. "Non Khansa berpesan sebelum kondisinya kritis. Ia meminta Bibi untuk menyerahkan tas, buku, dan laptop sama Aden. Terima ya Den, ini permintaan terakhir non Khansa." Perkataan Bi Arin terngiang di pikirannya. Leo sama sekali belum melihat isi tasnya, itu
Leo merebahkan tubuhnya di kamar lamanya. Hari ini adalah hari yang amat lelah baginya setelah menyaksikan rekonstruksi kasus Riana. Berusaha mengubur ingatannya tentang pembunuhan keluarganya itu, Leo mengistirahatkan diri hari ini. Merasa dahaga karena cuaca cukup panas, Leo beranjak ke dapur untuk mencari minuman segar. Maka diambilah jus lemon di lemari pendingin. Bersandar di jendela dapur sambil memandangi suasana kebun memanglah menghijaukan pandangan. Seteguk jus lemon yang dingin mengalir di tenggorokan dengan nikmatnya, sangat cocok diminum sebagai pemuas dahaga. Terbuai dengan suasana, tak sengaja Leo menyenggol lemari gelas di belakangnya. Senggolannya cukup keras membuat salah satu gelas jatuh dan pecah di tangan kirinya. Leo meringis karena pecahan itu melukai tangannya membuat darah segar menggenang di pergelangan tangannya. Bukan
Setelah pengakuan mengejutkan dari Khansa, sedikit demi sedikit mereka mulai menghilangkan kecanggungannya masing-masing. Hal ini berbeda dari ekspetasi Khansa bahwa Leo akan kecewa dan menghindarinya, nyatanya pengakuan itu malah membuat mereka semakin dekat.Dua hari setelahnya Leo terus menemani Khansa di rumah sakit dan tak jarang untuk menghiburnya dengan jalan-jalan keluar. Sempat terlintas di benak Leo, kenapa Khansa masih harus menjalankan perawatan? Padahal dirinya dan gadis itu masuk rumah sakit pada hari yang sama.Semua itu terpikirkan karena Leo tidak sabar untuk mengajak Khansa jalan-jalan dan kembali duduk meneduh di pinggir danau seperti dulu lagi.Kali sekarang Leo mengajak dua sahabatnya, Reynal dan Aditia juga menjenguknya. Namun ada rasa tak enak di benak Leo saat Khansa tidak berbicara padanya sama sekali, menimang Leo tidak menjenguk Khansa akhir-akhir ini karena disibukkan dengan urusan pengadilan Ri
Leo meracau di kamarnya. Ia bingung dengan sifat Khansa yang berubah akhir-akhir ini. Kondisinya kian membaik pasca dia pingsan di taman, hanya saja pihak rumah sakit belum membolehkan Khansa untuk pulang dan masih harus menjalankan perawatan beberapa hari lagi. Lelaki itu sudah beberapa kali menjenguk Khansa. Namun Leo dibuat heran bahkan bingung sendiri dengan sikap gadis itu. Khansa belum pernah menjawab setiap pertanyaan yang Leo tanyakan. Jangankan menjawab, Gadis itu bahkan tidak berbicara sama sekali dengannya. Tetapi Leo tidak menyerah, sekali lagi ia akan pergi menemuinya. Mungkin menanyakan baik-baik kenapa dirinya akhir-akhir ini sifatnya berubah. Jika harus meminta maaf karena kesalahan besarnya, Leo siap melakukannya. Lagi pula tragedi itu terjadi karena dirinya. Singkat cerita Leo sampai di rumah sakit. Ia melihat Bi Arin bersama Echa tengah membawa Khansa jalan-jalan keluar ruangan. Mata gadis itu masih t
"Leo? Leo!" "Bertahan bro." "Lo pasti kuat." "Sadar Leo." "Jangan tinggalin Bibi, Leo." Seruan itu memaksa Leo untuk membuka matanya. Atap putih dan tiang infus menjadi benda pertama yang lihat. Matanya pun kembali beredar dengan benak bertanya-tanya, dimana ini? Rumah sakit. Badannya masih terasa lemas. Bukan hanya itu, sakit dan pegal nyaris menyebar di sekujur tubuhnya. Leo hendak bangun sebelum akhirnya ia menyadari bahwa dirinya tengah terbaring di sebuah ranjang yang dikelilingi banyak orang. "Leo, akhirnya kamu sadar juga," ucap Fira penuh haru seraya menggenggam tangan Keponakannya itu. "Alhamdulilah, lo gapapa kan?" tan