Jam menunjukan waktu pulang sekolah. Leo mulai memarkirkan motor ninja putihnya itu dan langsung melaju keluar gerbang sekolah untuk pulang.
Setelah Leo pulang ke rumah, seperti biasanya Leo pasti duduk di kursi kamarnya dan menghadap komputer. Ia mulai mengetik di keybord mengikuti dengan tulisan yang ada dalam jurnalisnya.
Drrrttt...
Ponsel Leo berbunyi, segera ia meraihnya dan terlihat ada sebuah pesan yang masuk.
SMS?
Leo agak heran melihat ada pesan SMS yang masuk kedalam ponselnya. Tanpa pikir panjang lagi, dibuka lah pesannya itu.
1 Pesan Masuk
Dari : Nomor yang tidak dikenalAssalamualaikum
Maaf, pulpen milikmu tertinggal dan sekarang ada padaku.Terimakasih banyak ya :)Pulpen?
Leo cepat menyadari, ini adalah pesan dari Key si wanita yang ia temui di tangga lantai dua tadi.
Sebenarnya Leo tidak Ingat akan pulpen khusus yang ia simpan dibukunya itu, namun bukan itu yang kini menjadi pertanyaan besar dibenak Leo. Melainkan kata terimakasih dalam pesan singkat tersebut.Sadar hal itu membuat pikirannya bertanya dengan pertanyaan yang aneh-aneh, Ia pun membaringkan badannya diatas ranjang dan termenung memperhatikan atap kamar seperti biasanya. Namun ia dikejutkan dengan bunyi ponselnya yang berdering. Dilihatnya ada panggilan masuk dari temannya Aditia.
["Halo, Leo lo dimana? Lo dirumah 'kan?"]
"Hm."
["Gue Samper ya."]
"Kemana?"
["Biasa kita ngopi, tempatnya di cafe siang malam, itu si Reynal udah duluan tuh. Lo ikut ya!"]
"Nggak, kalian aja."
["Yaelah Leo, itu kasian si Reynal udah nungguin. Kita sengaja ngerencanain ini buat lo ikut. Ikut ya!"]
Leo terdiam dan berfikir. Merepotkan jika harus
["Leo, Ikut yah!"]
["Halo Leo?"]
["Lo disana kan?"]["OOEEYY LEO!"]"Hm."
["Ikut gak nih? ikut aja ya!"]
"Ya."
Panggilan berakhir, Leo pun mulai bersiap siap dan mengganti pakaiannya. Setelah siap, ia keluar dari kamarnya dan turun untuk meminta izin pada Bibinya.
"Wah, kamu kelihatan rapi. Mau kemana sore-sore gini?"
tanya Fira."Leo izin keluar sebentar."
"Kamu gak keluar sendiri 'kan?"
"Ada teman."
"Ya udah kamu jangan keluyuran dan pulang larut yah."
"Iya Bi."
Leo pun mencium tangan bibinya yang sudah seperti orang tuanya sendiri.
Kik kik!
Suara klakson motor Aditia yang ternyata sudah sampai dihalaman rumahnya. Leo pun keluar dan mulai menaiki motor ninja kesayangannya itu. Kemudian, motor Aditia melaju lebih dulu dan diikuti oleh Leo.
Fira terus melihat keponakan tercintanya itu yang melaju bersama temannya.
"Semoga ini awal perubahanmu Leo," gumam Fira.
****
"Akhirnya kalian datang juga, daritadi nungguin lama banget, mana sendiri lagi," gerutu Reynal.
"Iya maaf, emang gampang apa ngebujuk yang namanya Si Leo?" balas Aditia.
Leo hanya diam dan langsung duduk di kursi yang sudah tersedia.
"Nah, hari ini gue akan traktir kalian nihh, oke kalian mau apa?" tanya Reynal.
"Wey, banyak duit nih."
"Alhamdulilah lagi ada Rezeki nih, ayo kalian mau apa?"
"Gue mah Capuchino Latte aja deh."
"Oke, kalo lo mau apa nih Leo? Lo jangan nolak nih, harus solid dong."
Leo merespon Reynal dengan anggukannya saja. Menandakan ia tidak menolak tawaran temannya itu.
"Nah, lo mau apa?" tanya Reynal.
"Macha Latte."
Setelah Reynal memesan pesanannya, ia membuka perbincangan antara ketiganya.
"Gini nih, bentar lagi kan liburan akhir tahun, gimana kalau kita hunting-hunting ke luar kota?"
"Emang lo punya rencana mau kemana?" tanya Aditia.
"Kalau gue si maunya ke pantai aja gimana?"
"Ayo, lagi pula gak ada rencana nih liburan akhir tahun."
"Kalo menurut lo gimana Leo? Lo gak mau liat kita mohon-mohon supaya lo ikut kan? Came on, kita kan kawan bro!"
Leo diam sembari berfikir. Pasalnya, ia sangat kaku apabila mulai kembali beraktivitas di luar rumah setelah hampir dua tahun ia membatasi pergaulan.
"Ayo dong, kan ada kita. Masa lo gak percaya sama kawan sendiri?" ucap Aditia
Leo menghembuskan nafas berat. "Baiklah."
"Oke bagus, berarti kita cuma tinggal Persiapannya doang. Soal tiket dan penginapan, gue yang atur," ucap Reynal
"Oke bagus," ujar Aditia
"Lo mau kemana?" tanya Reynal saat melihat Leo beranjak pergi dari kursinya.
"Toilet."
Leo berjalan di salah satu lorong toilet yang di peruntukkan laki-laki dan masuk ke ke salah satu kamar keciLnya. Di dalam, Leo menyalakan krain air dan membasuh wajahnya, lalu termenung seraya memandangi bayangannya sendiri di cermin.
"Lupakanlah tragedi itu, jangan terus mengurung diri, sesekali kau bergaul di luar dan ubahlah perilakumu."
Kata-kata dari Bibinya terngiang pikirannya. Mungkin inilah yang di inginkan Bibinya, dirinya harus mulai bisa berteman dan bergaul dengan sesama. Sudah diputuskan, ini perintah Bibinya yang sudah dianggap orang tua sendiri, ia mau tidak mau harus ikut berlibur bersama kedua sahabatnya.
Leo mulai keluar dari lorong toilet dan hendak kembali. Karena Leo tidak fokus memperhatikan jalan, ia tak mendengar suara langkah kaki di lorong toilet perempuan sebelahnya.
Maka saat hendak berbelok, ia dikejutkan oleh seorang perempuan yang hendak berbelok juga. Mereka hampir bertabrakan, namun keduanya segera berhenti dan bergegas
melangkah mundur.
Perempuan itu adalah Key.
Mereka diam saling pandang sambil badan yang mematung. Mungkin ini kedua kalinya mereka saling berpapasan setelah di tangga dua sekolah. Mereka terlihat kaku saat itu, segera keduanya berusaha mengedarkan pandangan untuk menyembunyikan rasa kaku masing-masing. Jika yang pertama Leo yang pertama bicara, maka yang sekarang Key lah yang mengawalinya.
"Maaf, ini pulpenmu 'kan?" tanya gadis cantik itu dengan menyodorkan pulpen sambil agak menundukan kepala.
Leo sedikit terhentak, "Uhm." Leo berdeham. "Benar," balasnya lagi sambil menerima pulpen yang disodorkan Key.
"Maaf aku tak sengaja membawanya. Aku lupa memberitahumu hari itu."
Leo mengangguk. "Darimana kau tau nomorku?" tanyanya kembali.
"Aku tak sengaja membaca bukumu dan mencatat nomor ponselmu, maaf aku lancang telah membaca bukumu."
"Begitu." Kemudian Leo menyambung perkataannya, "Kau...?"
"Namaku Khansa, kau bisa panggil aku Key," tukas gadis itu sambil tersenyum. "Namamu Leo 'kan?" tanyanya kembali.
Leo mengangguk. "Benar."
Mereka akhirnya kembali terpaku saling menumbuk netra dan beradu tatap. Namun keduanya segera mengedarkan pandangan ke arah lain sesaat setelah saat saling pandang.
"Terimakasih, Leo."
Leo mengrenyitkan alisnya karena heran mendengar perkataan gadis itu.
"Untuk apa?" tanya Leo penasaran."Untuk segalanya."
Senyum yang ditunjukan gadis itu membuat Leo sedikit tersihir. Tapi bukan itu yang Leo pikirkan kali ini melainkan ucapan terimakasihnya itu.
"Aku pergi. Senang bisa bertemu denganmu," ujar Key sembari menunjukan senyum simpulnya kemudian pergi meninggalkan Leo.
Leo hanya diam menanggapi perilaku Key dan terus memperhatikan Key yang sedang berjalan hingga memudar di penglihatannya.
****
Leo diam menanggapi pertanyaan temannya itu sambil duduk di kursinya. Pikirannya masih melayang mengingat kejadian yang terjadi di luar dugaannya tadi.
"Hah? Lo rajin-rajin amat si ke toilet pake bawa-bawa pulpen," nyinyir Reynal.
"Lo ngarang puisi di toilet apa gimana?" timpal Aditia
Spontan Leo memasukan pulpennya ke dalam saku bajunya. "Bukan apa-apa," jawab Leo.
"Yaudah. Nih minuman pesenan lo." Reynal menyodorkan secangkir latte pesanan Leo. "Gue heran kenapa lo suka banget macha?" tanyanya balik.
"Terinspirasi," balas Leo.
"Siapa yang inspirasi lo emang? Ampe selera macha juga lo ikutin," tanya Aditia.
"Seorang penulis sekaligus creator amatiran yang dulu terlahir sebagai pecundang. Dialah yang membuatku seperti ini," sahut Leo.
"Lo suka segi mananya emang?" tanya Reynal kembali.
"Ambisi pembuktiannya, termasuk seleranya," jawab Leo.
"Selera lo VIP banget deh, jangan-jangan cewek selera lo juga VIP nih," sambung Aditia.
"Lo mulai lagi nih Dit. Suka bener ngebahas cewek ," celetuk Reynal
"Bro, wajar dong. Kita lagi masanya muda nih."
"Efek jomlo lo atau gimana si?"
"Mungkin kali."
"Kasihan banget lo Dit."
"Tapi gue mau tiru senior gue nih, yang anti cewek tapi jadi idaman para cewek."
"Siapa senior lo emang?"
Mata Aditia melirik Leo.
"Maksud lo si Leo? ha ha ha... Cukup doanya aja gue mah, semoga lo bisa jadi most wanted umat hawa," kekeh Reynal.
Leo tidak sadar kedua temannya membincangkannya, karena pikirannya hanya memikirkan Key dan ucapan terimakasih itu. Pikirannya melayang kemana-mana, benaknya bertanya-tanya ada apa dengan perempuan yang bernama Key itu?
****
Seorang perempuan terus berdiri di depan cafe seraya memusatkan pandangannya pada Leo dan yang lainnya. Sesekali ia tersenyum saat memperhatikan ketiganya sampai akhirnya seseorang menepuk bahunya dsri belakang.
"Yuk kita pulang Key," ajak Sira --temannya Key.
Key mengangguk. Namun gadis itu dibuat keheranan karena Sira tiba-tiba diam mematung sambil memperhatikan ketiga pria yang sering disebut Trio Handsome itu.
"Kamu kenapa Sira?" tanya Key.
"Eh? E-Enggak," balas Sira sambil berjalan menjauhi cafe.
Merasa aneh, Key mengejar temannya itu kemudian mencengkram erat tangannya. "Ayo cerita! Aku tau kamu nyembunyiin sesuatu," desak Key.
Sira menghela nafas sambil kembali menoleh ke cafe. "Setiap aku liat orang itu, aku pasti inget temen aku, Key." Sira pun menunduk, "Orang itu mirip banget soalnya," gumam Sira.
"Orang itu?" Key menoleh melihat ke dalam cafe, "Siapa?" tanya Key.
"Rey."
"Maksudmu, Reynal Mahdi?"
Sira mengangguk. "Kita udah lama gak ketemu. Pas kelas sepuluh aku kira itu dia, aku sempet ingin tanya dia, cuma aku malu sebab sampe sekarang kita belum pernah sekelas. Tapi pas lagi pelantikan penegak, dia gak kenal aku. Yaudah, berarti aku salah orang kali," ujar Sira.
"Aku yakin kok, kamu dan temen kamu itu bertemu lagi," lanjut Key.
"Semoga aja, lagi pula wajar sih aku nganggap itu dia, soalnya udah lama juga gak ketemu," jawab Sira.
"Yaudah, mening kita pulang, yuk!" ajak Key yang mendapat anggukan dari Sira. Kedua gadis itu akhirnya pergi meninggalkan cafe dan pulang ke rumahnya masing-masing.
Seperti biasa Leo bersekolah keesokan harinya. Melupakan masalah yang kemarin Seolah-olah kejadian di cafe itu tidak terjadi. Hal yang hanya membuat pikirannya melayang-layang jika mengingatnya.Hari itu cuaca sedang bersahabat. Matahari mengeluarkan sinar benderangnya yang mengiringi para siswa siswi SMA Aryabina melakukan aktifitasnya. Termasuk laki-laki yang berjulukan The Cool Prince itu berjalan keluar dari perpustakaan. Ya, sosok Leo tidak bisa terlepas dari sebuah buku ditangannya. Itulah mengapa ia memiliki IQ yang tergolong otak jenius.Leo berjalan turun dari Lapangan basket menuju lapangan bawah yang kala itu terlihat club voli yang tengah mengadakan pelatihan tournament. Leo terlalu fokus pada bacaan yang ada pada bukunya tanpa melihat keadaan di sekelilingnya."Awaaas!"Terdengar seruan seseorang dari arah lapangan, akhirnya Leo menyadari sebuah bola voli me
Hari yang berawan itu mengiringi siswa siswi SMA Aryabina ,Leo dan dua sahabatnya itu terlihat sedang nongkrong di kantin. Perlahan, Leo mulai sering ikut kumpul bersama dua sejoli Reynal dan Aditia. "Rey, hari ini anter gue ke cod yuk!" "Hari ini Dit? Emang lo mau cod apaan?" "Privasi Rey, gue malu nyebutnya juga." "Kayaknya Hari ini gak bisa deh dit, Sepupu gue mau datang hari ini, Jadi gue mau nganter ibu ke stasiun." "Oh, gapapa lah kalo gitu." "Suruh anter sama si Leo aja tuh." "Gak ah, dia mah terlalu sibuk. Liat aja sekarang, sibuk sendiri noh."Sambil melirik ke arah Leo yang sedang asyik mengoperasikan ponselnya sambil mengunakan earphone. "Yaudah, berarti lo sendiri aja ya. Bukannya gue gak mau nihh." "Udah keseringan sendiri gue mah, Alone make me Stronger." "Yelah darah blastera
Seperti biasa, Leo pergi kesekolah keesokan harinya. Baru saja ia sampai ke gerbang, para wanita yang melihatnya antusias memanggil namanya. "Leo." "Kak Leo!" "Cool prince, pangeranku..." "Hai tampan!"Memang agak sedikit mengganggu di telinganya, Namun ia lebih suka tak acuh dan berlalu meninggalkan mereka.Minggu ini, adalah minggu terakhir Leo sekolah. Dikarenakan ia masih duduk di bangku kelas sebelas, maka minggu depan ia bisa menikmati liburan dikala kelas dua belas tengah ujian. "Pagi Leo," ucap Aditia sambil senyum mesem.Leo yang melihat hal itu spontan memutar bola matanya karena malas melihat pemandangan aneh saat mulai memasuki kelas. Leo langsung menuju bangkunya. Kemudian Aditia langsung pindah dan duduk di depan bangku Leo. "Walaaah, ada yang kepergok kasmaran nih."
"Yo Leo, mau ke kelas gak?"Tak banyak bicara, Leo berjalan mendahului Aditia. "Eh buset, tungguin oi!"Saat Aditia hendak menyusul Leo, ia sempat tertahan karena seorang anggota penjaga UKS mencengkram tanganya. "Kak Adit, boleh minta bantuan gak?" tanya seorang gadis yang mengenakan seragam serba putih itu. "Ha? Ekhem." Aditia berdeham sejenak. "Bantuan apa?" "Itu ada yang jatuh, bisa bantuin kita angkat tandunya gak? Kita kekurangan orang buat ngangkatnya," ucap salah seorangnya lagi. "Mana orangnya?" "Itu deket tangga mushola."Aditia mengangguk. "Ayo cepet, kita bantuin," ucapnya sembari berlari ke arah mushola. "Uh, Kak Adit cool banget," gumam salah seorang gadis penjaga UKS itu. "Iya mana kece, baik lagi. Yuk kita bantuin Kak Adit." Kemudian para penjaga UKS pergi menyusul Aditia.
Jam pelajaran pertama kelas sebelas MIA satu dimulai dengan guru bidang matematika yakni Bapak Ade Yedi. Sungguh pemandangan yang sangat memeningkan kepala saat membayangkan Bapak Ade dengan tulisan seperti prasasti menulis di papan tulis mengenai limit.Semua siswa sangat tidak menantikan kehadirannya. Karena kalau ada guru yang memberikan jam kosong, maka kelas ini akan mengadakan acara sendiri.Acara itu meliputi : Leo yang sendiri dengan lamunannya; Reynal, Aditia, dan Adril yang sibuk dengan game onlinenya; Azizan, Yana, Pirman, Rijpi, Abdul, Yadi yang sibuk dengan acara nikahan kelasnya; Wili, Elgi, Dedeh, Regina yang sibuk dengan konser nyanyi dan bandnya; Handa, Winda, Nurlela, Nurleli yang sibuk dengan selfi mereka; Anisa, Yani, Indri, Dina yang sibuk akan gosip mereka; Ayu dan Lina yang sibuk mengerjakan tugas sebagai anak paling rajin dikelasnya; Juga tak lupa dengan jajaran paling selatan kelas yang amat tersohor yakni Putri, Ayi, Yuyun,
Ting TingSuara bel berbunyi yang menandakan pulang. Di saat anak yang lain keluar gerbang dan sibuk mengeluarkan kendaraan mereka, tidak dengan anak yang hemat berbicara seperti Leo, ia justru tidak langsung pulang. Ia pergi ke rooftop sekolah dan berdiam diri disana."Leo, mau pulang gak?" tanya Reynal yang sengaja menyusul Leo ke rooftop sekolah."Duluan aja," balas Leo."O ya, gue pinjem buku lo ya!" sahut Aditia."Hmm," jawab Leo."Oke duluan ya." Reynal dan Aditia berlalu meninggalkan Leo sendiri.
Hari itu Leo bersama dua sahabatnya yakni Reynal dan Aditia tengah bermain basket karena jadwal pelajaran hari itu adalah Pendidikan Jasmani."Dit, ganti baju yuk! Bentar lagi pelajaran Kimia. Takutnya marah Bu Lasmi kalo telat," ajak Reynal pada Aditia."Oh iya, lupa gue. Leo! Ganti baju! sekarang bagian pelajaran Bu Lasmi nih." Aditia berdalih menyeru Leo.Mendengar hal itu, Leo pun berhenti memainkan bola basketnya dan mulai menghampiri keduanya."Bentar dulu, ini kembaliin dulu bola basketnya ke ruang fasilitas, nanti baru ganti baju," sahut Reynal."Oke ayo," balas Aditia.
Gebrugh!Ceklek.Pintu gudang sekolahpun mendadak tertutup, dan terdengar juga suara sayup orang yang menguncinya."Hey, tunggu jangan dikunci! Di dalam masih ada orang, hey!" Key berlari kearah pintu yang terkunci sambil menyeru seseorang yang telah menguncinya berdua bersama Leo."Pak? Pak Mandor? Buka Pak pintunya jangan dikunci ada orang di dalam!" Seruan Key dari dalam gudang.Tidak salah lagi, siapa lagi orang yang bertugas mengunci semua pintu selain Pak Mandor?"Pak? Buka Pak!" Key terus berteriak berharap Pak Mandor masih ada di area gudang.
Leo terlihat membereskan pakaiannya untuk ia kemas dalam koper. Dari pagi Leo hanya sibuk sendiri di kamar. Mempersiapkan matang-matang keberangkatannya besok lusa. Arlinda hanya tersenyum saat mendapati putranya sangat bersemangat untuk berangkat ke pesantren. "Sudah beres berkemasnya?" tanya Arlinda yang membuat Leo menoleh ke belakang. "Belum," ujar Leo sambil tersenyum. "O ya, ada yang ingin ketemu sama kamu loh," balas Ibunya. Leo pun mengrengitkan dahinya. "Siapa, Bu?" Arlinda pun tersenyum sambil menoleh ke belakangnya. Ia membawa dua orang laki-laki seumuran Leo. Arlinda pun mempersilahkan dua orang itu masuk ke kamar Leo. "Silahkan kalian temani El, Tante tinggal disini ya," ucap Arlinda pada dua orang laki-laki itu dan berakhir meninggalkan mereka. Bola mata Leo terbuka lebar, mendapati dua orang lelaki yang ada di depannya kini adalah
"El?""El sudah sadar.""Alhamdulilah..."Terdengar patah kata syukur memenuhi ruangan yang terlihat asing bagi Leo. Beberapa orang terdengar suka cita mengelilingi dirinya.Leo merasakan tubuhnya yang sepertinya tengah berbaring, dirinya hendak bangun, namun seluruh tubuhnya masih lemas. Entah kenapa tiba-tiba ia susah berbicara, selang oksigen juga masih mengurung hidungnya yang semakin mempersulitnya bicara.Apa yang terjadi? Dimana aku?Leo masih belum mengerti keadaanya sekarang. Yang ia lakukan sekarang ini hanyalah mengedarkan bola matanya melihat sekitarannya.Tiba-tiba dua orang perempuan memeluknya. Yang satu memeluk tubuhnya dan yang satu terus menciumi keningnya sambil terus menangis. Ked
Satu minggu berlalu setelah kematian Khansa. Leo memberanikan keluar rumah untuk berziarah ke makam gadisnya.Waktu satu minggu terbilang cukup untuk membuatnya kembali pulih dari kesedihannya itu. Leo memutuskan untuk menjadi sesorang yang tegar dan tidak mudah putus asa. Ia masih memiliki masa depan yang harus dipikirkan, terlebih usianya terbilang masih belia. Masih panjang perjalanan yang harus ia tempuh.Setibanya disana, ia mendapati kuburan Khansa yang masih terlihat baru. Ia pun berjongkok sembari mengelus-elus batu nisannya. Sesekali Leo tersenyum getir sambil melihat batu nisan yang bertuliskan Khansa Arima Iriana itu."Hey, aku kemari. Maaf baru kali ini." Leo berbicara sambil menaburkan taburan kelopak bunga diatas pemakaman Khansa.Segera ia membacakan surah-surah Al-Qur'an dikhususkan untuk almarhumah yakni Yasin, Al-Waqi'ah dan Al-
Key, adalah anak yang tidak tau sama sekali siapa, dimana, bagaimana orang tua kandungnya. Besar di panti asuhan membuatnya selalu menyebut dirinya buta dan tuli akan Ayah Ibunya.Sampai krisis moneter panti asuhan melanda dirinya dan anak-anak lainnya. Mendorong Key kecil harus dewasa sebelum waktunya. Ia pun bergelut dengan dunia yang sebenarnya, mencari uang dengan mengamen di jalanan.Hingga sampailah Key duduk dibangku kelas empat SD, hasilnya mengamen tidak cukup untuk membiayai sekolahnya. Maka Key mendobrak sisi baik dalam dirinya, titik hitam mulai menguasai hatinya. Hingga ia berakhir masuk ke dunia kegelapan dengan menjadi seorang pencuri dan pencopet.Jungkir balik dalam dunia hitam telah Key rasakan berulang kali. Rasa sakit seolah-olah menjadi temannya, sisi baik sudah ia sirnakan dalam dirinya. Hanya satu yang ia tuju yakni demi kehidupan yang memadai. Bermodalkan teman-teman jalanannya, Key mampu memb
Dua hari berlalu setelah pemakaman Khansa. Leo masih mengurung di kamar dengan pipi terus menitikan air mata. Sampai-sampai kantung matanya mulai terlihat gelap karena teus menerus menangis. Badannya lemah dan rambutnya kusut, dua hari ini hanya ia habiskan untuk menyandar di pintu sembari melamun. Tangan kanannya masih memegangi buku diary peninggalan Khansa. "Non Khansa berpesan sebelum kondisinya kritis. Ia meminta Bibi untuk menyerahkan tas, buku, dan laptop sama Aden. Terima ya Den, ini permintaan terakhir non Khansa." Perkataan Bi Arin terngiang di pikirannya. Leo sama sekali belum melihat isi tasnya, itu
Leo merebahkan tubuhnya di kamar lamanya. Hari ini adalah hari yang amat lelah baginya setelah menyaksikan rekonstruksi kasus Riana. Berusaha mengubur ingatannya tentang pembunuhan keluarganya itu, Leo mengistirahatkan diri hari ini. Merasa dahaga karena cuaca cukup panas, Leo beranjak ke dapur untuk mencari minuman segar. Maka diambilah jus lemon di lemari pendingin. Bersandar di jendela dapur sambil memandangi suasana kebun memanglah menghijaukan pandangan. Seteguk jus lemon yang dingin mengalir di tenggorokan dengan nikmatnya, sangat cocok diminum sebagai pemuas dahaga. Terbuai dengan suasana, tak sengaja Leo menyenggol lemari gelas di belakangnya. Senggolannya cukup keras membuat salah satu gelas jatuh dan pecah di tangan kirinya. Leo meringis karena pecahan itu melukai tangannya membuat darah segar menggenang di pergelangan tangannya. Bukan
Setelah pengakuan mengejutkan dari Khansa, sedikit demi sedikit mereka mulai menghilangkan kecanggungannya masing-masing. Hal ini berbeda dari ekspetasi Khansa bahwa Leo akan kecewa dan menghindarinya, nyatanya pengakuan itu malah membuat mereka semakin dekat.Dua hari setelahnya Leo terus menemani Khansa di rumah sakit dan tak jarang untuk menghiburnya dengan jalan-jalan keluar. Sempat terlintas di benak Leo, kenapa Khansa masih harus menjalankan perawatan? Padahal dirinya dan gadis itu masuk rumah sakit pada hari yang sama.Semua itu terpikirkan karena Leo tidak sabar untuk mengajak Khansa jalan-jalan dan kembali duduk meneduh di pinggir danau seperti dulu lagi.Kali sekarang Leo mengajak dua sahabatnya, Reynal dan Aditia juga menjenguknya. Namun ada rasa tak enak di benak Leo saat Khansa tidak berbicara padanya sama sekali, menimang Leo tidak menjenguk Khansa akhir-akhir ini karena disibukkan dengan urusan pengadilan Ri
Leo meracau di kamarnya. Ia bingung dengan sifat Khansa yang berubah akhir-akhir ini. Kondisinya kian membaik pasca dia pingsan di taman, hanya saja pihak rumah sakit belum membolehkan Khansa untuk pulang dan masih harus menjalankan perawatan beberapa hari lagi. Lelaki itu sudah beberapa kali menjenguk Khansa. Namun Leo dibuat heran bahkan bingung sendiri dengan sikap gadis itu. Khansa belum pernah menjawab setiap pertanyaan yang Leo tanyakan. Jangankan menjawab, Gadis itu bahkan tidak berbicara sama sekali dengannya. Tetapi Leo tidak menyerah, sekali lagi ia akan pergi menemuinya. Mungkin menanyakan baik-baik kenapa dirinya akhir-akhir ini sifatnya berubah. Jika harus meminta maaf karena kesalahan besarnya, Leo siap melakukannya. Lagi pula tragedi itu terjadi karena dirinya. Singkat cerita Leo sampai di rumah sakit. Ia melihat Bi Arin bersama Echa tengah membawa Khansa jalan-jalan keluar ruangan. Mata gadis itu masih t
"Leo? Leo!" "Bertahan bro." "Lo pasti kuat." "Sadar Leo." "Jangan tinggalin Bibi, Leo." Seruan itu memaksa Leo untuk membuka matanya. Atap putih dan tiang infus menjadi benda pertama yang lihat. Matanya pun kembali beredar dengan benak bertanya-tanya, dimana ini? Rumah sakit. Badannya masih terasa lemas. Bukan hanya itu, sakit dan pegal nyaris menyebar di sekujur tubuhnya. Leo hendak bangun sebelum akhirnya ia menyadari bahwa dirinya tengah terbaring di sebuah ranjang yang dikelilingi banyak orang. "Leo, akhirnya kamu sadar juga," ucap Fira penuh haru seraya menggenggam tangan Keponakannya itu. "Alhamdulilah, lo gapapa kan?" tan