Jam pelajaran pertama kelas sebelas MIA satu dimulai dengan guru bidang matematika yakni Bapak Ade Yedi. Sungguh pemandangan yang sangat memeningkan kepala saat membayangkan Bapak Ade dengan tulisan seperti prasasti menulis di papan tulis mengenai limit.
Semua siswa sangat tidak menantikan kehadirannya. Karena kalau ada guru yang memberikan jam kosong, maka kelas ini akan mengadakan acara sendiri.
Acara itu meliputi : Leo yang sendiri dengan lamunannya; Reynal, Aditia, dan Adril yang sibuk dengan game onlinenya; Azizan, Yana, Pirman, Rijpi, Abdul, Yadi yang sibuk dengan acara nikahan kelasnya; Wili, Elgi, Dedeh, Regina yang sibuk dengan konser nyanyi dan bandnya; Handa, Winda, Nurlela, Nurleli yang sibuk dengan selfi mereka; Anisa, Yani, Indri, Dina yang sibuk akan gosip mereka; Ayu dan Lina yang sibuk mengerjakan tugas sebagai anak paling rajin dikelasnya; Juga tak lupa dengan jajaran paling selatan kelas yang amat tersohor yakni Putri, Ayi, Yuyun, dan Aina yang sibuk akan mimpi mereka dengan tidur masing-masing di bangkunya.
Namun sayang, Pak Ade muncul tiba-tiba membuat anak-anak merana karena Pak Ade merusak acara mereka.
"Baiklah, Anak-anak sekarang kita ulangan," ucap Pak Ade
"Hah?"
"Kok dadakan Pak?"
"Belum siap."
"Pak jangan ulangan dong!"
"Pak beritahu dulu 'kek."
"Pak kan belum pendalaman."
"Yo demo yo demo."
"Takbir!"
"Allohu Akbar!"
Berberapa siswa memprotes Pak Ade yang mengadakan ulangan dadakan.
"Tidak menerima alasan apapun, Sekarang kita ulangan," ucap Pak Ade sambil membagikan kertas soal.
Setelah kertas dibagikan, Pak Ade pun memberi instruksi terlebih dahulu dengan pemberitahuannya. "Oke, isi soal itu selama 90 menit. Setelah 90 menit segera kumpulkan seadanya meski belum selesai pengisian. Bapak mau keluar dulu, ciptakan suasana kelas sehening mungkin dan jangan ribut. Selamat mengerjakan," jelas Pak Ade.
"Iya pak," jawaban melas dari para siswa.
Setelah Pak Ade keluar, Semua siswa kelas sebelas MIA satu mulai bereaksi mengisi soal dengan cara unik mereka.
"Woy nomer satu apa isinya?" seru Azizan si KM yang memulai kehebohan.
"Hitung kancing aja, cuma PG soal bagian satu mah," seru Rijpi.
"Pak Ade love love emmuachh," kata Wili Lebay.
"Homo apa gimana lo? Bilang lope ama sejenis." Elgi merinding.
"Hey gimana nih satu pun gak ada yang faham!" seru Nurlela.
Hampir semua siswa kisruh di kelas, kecuali Leo yang diam dan santai dari tadi mengisi soal ulangannya. Ia tidak mau terlibat dalam kegaduhan kelas, maka terpaksa ia kerjakan ulangannya.
"Hey gaes, aku udah nemu nih jawabannya!" seru Winda.
Otomatis, seluruh siswa mengerumuni meja Winda dan berniat mencopy jawabannya.
"Mana?" tanya Yani.
"Ini mah caranya bukan isinya he he he..." Winda hanya cengengesan.
"Yeeehh!" semuanya terdengar kecewa. Semua pun membubarkan kerumunannya dan kembali mencari jawabannya.
"Lo udah nemu isinya?" tanya Aditia pada Reynal.
"Belum, gue mau tanya aja sama Adril." Sembari menengok ke belakang dan berkata. "Dril, udah yang mana aja nih ngisinya?"
"Noh liat aja,"ucap Adril sambil memainkan game onlinenya.
"Weh, otak lu pinter juga ternyata," ucap Reynal. Tapi Reynal melihat belum ada satu pun yang di kerjakan. Reynal berkata lagi. "Lahh mana isinya?"
Adril pun berkata dengan mata tidak lepas dari handphonenya. "Bro, gue mah udah pasrah. Ngerjain gak ngerjain juga tetep segitu nilainya," tutur Adril
Reynal hanya menaikan sebelah alisnya melihat kelakuan Adril.
"Cobaan apa ini Ya Alloh?" Ayu bersandiwara.
"Kuatkanlah iman hambamu ini, supaya bisa mengerjakan ulangan ini," sambung Lina.
Kalau ada makanan di meja, mejanya yang ku makan Teroret, teroret, tereroreet...
Kalau ada ulangan di meja, maka ku angkat tangan
Ayeeeaaaahhh, hobaaaah
Saking pusing, Dedeh dan Regina malah gelar konser di kelas.
"WOOY! YANG UDAH NGISI ANA MINTA JAWABANNYA, ATAU MINTA DI DIKTE AJA!" Yuyun teriak pengumuman.
"Ini ada isinya!" seru Handa.
"Oke, Mantul," jawab Yuyun.
"Tapi hanya beberapa soal nih ketemunya," ucap Nurleli.
"Gapapa, daripada gak ngerjain," sahut Yani.
Hampir seluruh siswa berkerumun di meja Handa dan berniat meniru jawabannya. Namun Firman memprotes kelakuan seluruh temannya, "Hey kalian! Gimana ulangan kalian mau berkah kalo gini? Gak ada solusi lain selain nyontek gitu?"
"Udah Mang Iman, ikuti aja alurnya. Yang lain udah pada ngisi nomor satu nih," kata Abdul.
"Emang nomor satu isinya apaan?" tanya Firman.
"Negatif 26."
"Oo." Firman hanya menganggukan kepalanya.
Tiba-tiba Wili menyerukan pemberitahuan setelah membuka pintu dan melihat keluar.
"Ada Pak Ade guys, ada Pak Ade..."
Otomatis semua kisruh dan kembali ke tempat duduk masing-masing. karena takut terciduk kerjasama oleh Pak Ade.
Dan ternyata ...
Ternyata tidak ada seorang pun yang membuka pintu setelah semuanya duduk dengan rapi.
"Tapi Bo'ong," ucap Wili santai dengan wajah tanpa dosa.
"WILIIII!" gertak seisi kelas
"WILI, AWAS LU NANTI ANA PENGGAL ITU PALA!" teriak Yuyun.
"Sorry dorry setroberry semuanyah." Lagi-lagi Wili berkata Lebay
Dikala semuanya berniat mengerumuni meja Handa dan Nurleli lagi, Putri kembali menyerukan pemberitahuan.
"Hey, ada Pak Ade datang.""Ngerjain lagi? Sumpah gak lucu," nyinyir Anisa
"Asli ini mah." Putri meyakinkan.
Tiba-tiba gagang pintu bergerak, Pak Ade datang sungguhan. Anak-anak kembali kisruh duduk di meja masing-masing.
Pak Ade datang, semua siswa diam dan tidak ribut seperti tadi sebelum kedatangannya. Mereka diam tidak berkutik seperti semula. Pak Ade juga melebarkan pengawasannya di kelas.
"Ssst! Nda nomer sebelas isinya apa?" Ayi menyeru Handa Pelan.
"APA AYI? ISI NOMER SEBELAS?!"
seru Wili keras ditengah-tengah keheningan. Membuat seluruh ruangan termasuk Pak Ade memusatkan pandangan pada Ayi."Etdah, Wili awas aja lu!" Ayi hanya berdecak pelan karena kesal.
"Kalo ada yang tidak dimengerti silahkan angkat tangan dan tanyakan ke depan," ucap Pak Ade.
Tak lama kemudian, Leo mengangkat sebelah tangan kanannya.
"Oke Leonar, Apa yang ingin ditanyakan?" tanya Pak Ade.
"Sudah selesai Pak," jawab Leo.
"HAH?" kejut seisi kelas. Spontan Leo jadi pusat pandangan.
Leo berjalan kedepan dan menyerahkan lembar jawabannya. Pak Ade hanya ternganga sambil menerima lembar jawaban dari Leo. Setelah itu, ia terus memandangi Leo yang berjalan keluar dari kelas. Beberapa saat kemudian Pak Ade langsung memeriksa lembar jawaban Leo. "Benar-benar anak jenius," tutur Pak Ade.
"Yaelah, Babang Leo gak denger apa tadi ana teriak-teriak minta jawaban?" Yuyun berdecak kesal.
"Itu si cool prince santuy amat ya, padahal tadi kita heboh," bisik Indri pada Dina.
"Orang kayak gitu mah prinsipnya 'diam itu emas' jadi hidupnya itu serba santuy," balas Dina
"Bukan cuma genius, si cool prince juga punya wajah dengan pahatan sempurna, pantes aja jadi viral di kalangan adik kelas."
"Bukan hanya adik kelas, katanya kakak kelas juga banyak yang nyosor sama dia mah."
"Woy dinaassalam, gerindri! Pelan aja ngomongnya. Orang lagi ulangan ini malah gosip-gosipan," tukas Anisa sambil memukul kursi Indri dan Dina.
"Eh, siapa yang lo panggil dinaassalam hah? Emangnya lagu Nisa Sabyun apa?" dengus Dina.
"Tau nih dipanggil gerindri lagi, emangnya bibir gue monyong kaya patuk garuda gitu? Gue aduin ntar ke pimpinan parpolnya," kecam Indri.
"Jajaran kanan paling depan! Apa yang tengah kalian bicarakan?" Pak Ade memergoki Indri dan Dina sedang Adu mulut dengan Anisa.
Mereka bertiga akhirnya diam dan kembali mengerjakan soal.
"Aduh gawat, baru diisi separo lagi, kemana lagi cari jawaban ya? Ah, liat jawaban Aina aja. 'Kan dia juga berjiwa santuy kaya babang Leo," ucap Yuyun sambil melirik teman sebangkunya.
"Gusti Ya Robi! Aina, lu santuy-santuy amat, dari tadi lu gak bangun? mana ini jawaban masih belum ada yang di isi lagi." Yuyun geleng kepala melihat teman sebangkunya tertidur pulas saat ulangan. Sesekali ia lihat Pak Ade karena takut temannya terpergoki tidur saat ulangan.
Pak Ade pun mulai berjalan keliling ruangan memantau para siswa yang tengah ulangan.
"Heh bangun, nanti kalo ketahuan Pak Ade bisa difoto terus ditempel mading, oeyy Aina? Ibil? Ebel? Etdah gak bangun dia, dasar Koala Ostrali." Yuyun berusaha membangunkan Aina yang tertidur pulas.
"Bisa gak sih lu jangan dulu ngimpi masuk ke negri dongeng sekarang? Kerjain dulu ini ulangan!" Yuyun menggaruk kepalanya karena bingung dengan kelakuan teman sebangkunya.
****
Leo keluar dari kelas, berjalan menikmati suasana sejuk tanpa kehebohan teman-temannya itu. Ia juga melihat anggota club voli sedang mengadakan latihan untuk tournament mendatang.
Tiba-tiba ...
Sebuah hantaman keras bola voli masuk menerobos tralis sekolah sehingga hampir menghantam kepala Leo yang tengah berjalan. Leo sangat cekatan, ia pun berhasil mengelak dari hantaman bola. Bola pun melesat dan menghantam kaca jendela kelas sebelas MIA satu.
Praang!
"AAAAA!"
teriak semua siswa kelas itu.Kaca jendela pun pecah dan hampir mengenai dua orang siswa yang duduk di bangku pojok.
"...AAA ASTAGFIRULLOH, DEMI SEBLAK CEU TUTTIN, MONYONG- MONYONG KAGET ANA YA ALLOH!" teriak Yuyun karena pecahan kaca jendela hampir mengenainya.
Semua siswa beranjak dari bangkunya masing-masing karena terkejut kaca jendelanya pecah. Kecuali anak yang duduk paling pojok yang masih tertidur.
"GUSTI! BANGUN BIL! SEMPET-SEMPETNYA LU TIDUR PULAS! ITU PALA UNTUNG GAK KENA KACA AMA BOLA!" teriak Yuyun.
Anak itu masih tertidur. Melihat itu, spontan semua temannya membangunkannya.
"AINA SALSABILAAA!" seru para siswa namun seruan itu belum mempan membangunkannya.
Azizan si KM amat geram dengan anggota kelasnya yang kelewatan santai, ia gulung-gulung bukunya dan melemparnya hingga mengenai kepala Aina.
Aina pun terkejut dan akhirnya bangun, matanya masih merah efek bangun tidur. "Lah, kok aku jadi dikelas? Tadi kan aku lagi nulis novel," ucapnya bertanya-tanya sambil mengucek matanya.
"Nulis novel aja, matamu tuh kait," cibir Yana
"Hooaam, apaan si? Ganggu bae orang lagi ngejar mimpi." Aina menggeliat dengan mata yang masih sedikit tertutup.
Aina akhirnya membuka lebar matanya dan terkejut melihat pecahan kaca berserakan di dekat kakinya.
"Lah, kenapa ni kaca kapan pecah?" tanya Aina keheranan.
Yuyun menepuk keningnya.
"Lu kemana aja? Orang lain udah di Eropa ini masih mimpi disini," kata Azizan.
"Bentar, tadi alur ceritanya sampai mana ya? Ampe ketiduran gara-gara mikir alur sambil riset," ucapnya sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Gapapalah, aku selipin iklan dulu di tengah alur. Itung-itung hiburanlah dikit," sambungnya.
"Lu ngomong apaan Bil? Eling woy! Ini kaca hampir kena pala lu. Ntar pala lu peang baru tau!" geram yuyun.
"Ni otak puyeng Yun, gara-gara mikirin episode baru Animasi Dunia Ara ama bikin chapter baru di novel," jawab Aina.
"O iya semalem aku udah update Animasi Dunia Ara episode baru di you tube, jangan lupa subrek ya! Atau bisa liat di i*******m juga ya di @dunia_araa yah! Jangan lupa share yah Yun!" Dengan agak kurang ajarnya Aina malah menjadikan kesempatan ini sebagai promosi.
"Lu mending enyah deh, bisa-bisa nanti lu ambil alih ni tokoh utamanya," sembur Yuyun.
Pak Ade pun segera keluar dan mencari tahu siapa yang telah memecahkan kaca jendela di saat dirinya mengadakan ulangan di kelas.
****
Leo langsung mencari arah datang hantaman bola. Dilihatnya, semua club voli tengah berdiri mematung karena melihat kaca jendela yang pecah, salah satu diantaranya adalah Key. Gadis itu berdiri seraya menutup mulutnya, Leo terus memperhatikan ekspresinya yang terlihat amat shock. Dari seluruh club voli, Leo hanya memerhatikan Key. Key juga menatap Leo dengan penuh kecemasan.
"Siapa yang memecahkan kaca ini?!" Suara Pak Ade cetar membahana di lapangan.
Semua club voli terdiam. Sedangkan seluruh siswa kelas sebelas MIA satu juga ikut rebung keluar kelas.
"Katakan siapa? Atau Bapak hukum kalian semua!" ancam Pak Ade.
Setelah beberapa saat mereka terdiam, akhirnya adapun seseorang yang mengaku.
"Saya Pak."
Pak Ade geleng kepala karena setengah percaya kalau pelakunya adalah seorang gadis cantik yang bernama Key.
"Kamu ternyata. Sekarang ikut bapak ke kantor. Biar para guru rundingkan apa hukuman untuk kamu," ucap Pak Ade.
Leo terus menatap Key yang hanya menunduk, sesekali Key juga membalas tatapan Leo sambil mengikuti Pak Ade berjalan ke kantor.
"Gila, itu cewek punya tangan baja atau gimana? Spikenya keras banget sampai kaca juga remuk noh." Aditia geleng kepala mengetahui pelakunya adalah Key.
"Hebat banget tu cewek, kalau pukulan bolanya kena kepala bisa geger otak tuh," imbuh Reynal.
"Ehh, Masuk-masuk kita kan masih ulangan," ajak Nurlela.
Semua siswa kelas sebelas MIA satu pun masuk ke kelas kecuali Leo. Mereka melanjutkan diskusi untuk kembali mengisi ulangan matematika. Sebelum mengisi, mereka membereskan pecahan kaca yang berserakan di kelas.
Firman sebagai murid paling religius di kelasnya akhirnya buka suara.
"Hey kalian, insaf semuanya. Istigfar, kalian udah nyontek sekelas tadi.""Lambemu Mang Iman, lu juga ikutan!" ketus Yana.
"Ya kan saya menyerukan kebaikan pada kalian. Inilah gambaran azab bagi kelas yang laknat kaya kelas kita ini. Kaca jendela pecah menjadi teguran buat kita karena nyontek pas ulangan. Kita musti syukuran juga, karena gak ada korban jiwa. Segitu si Aina lagi enaknya tiduran disana, tapi dia gak kena pecahan kacanya."
Semua murid di sebelas MIA satu pun menganggukan kepalanya. Perkataan Firman ada benarnya, mereka hanya menatap satu sama lain. Kejadian ini merupakan tamparan dan harus dijadikan renungan.
"Yo semuanya, kita beristigfar sama-sama," seru Firman mengomando.
Astagfirulloh Robbal Baroya,
Astagfirulloh Minal Khotoya...Semua murid serempak menggemakan istigfar di kelasnya. sampai-sampai guru, dan murid di kelas lain yang mendengarnya ikut terenyuh atas tobatnya kelas sebelas MIA satu.
Bapak Ade yang tengah berjalan sempat berhenti sejenak saat mendengar lantunan istigfar.
"Bagus. Mereka menjadi banyak berzikir saat mengerjakan ulangan saya. Lain kali saya akan berikan terus ulangan supaya mereka terus berzikir," gumam Pak Ade terkekeh pelan.
Ting TingSuara bel berbunyi yang menandakan pulang. Di saat anak yang lain keluar gerbang dan sibuk mengeluarkan kendaraan mereka, tidak dengan anak yang hemat berbicara seperti Leo, ia justru tidak langsung pulang. Ia pergi ke rooftop sekolah dan berdiam diri disana."Leo, mau pulang gak?" tanya Reynal yang sengaja menyusul Leo ke rooftop sekolah."Duluan aja," balas Leo."O ya, gue pinjem buku lo ya!" sahut Aditia."Hmm," jawab Leo."Oke duluan ya." Reynal dan Aditia berlalu meninggalkan Leo sendiri.
Hari itu Leo bersama dua sahabatnya yakni Reynal dan Aditia tengah bermain basket karena jadwal pelajaran hari itu adalah Pendidikan Jasmani."Dit, ganti baju yuk! Bentar lagi pelajaran Kimia. Takutnya marah Bu Lasmi kalo telat," ajak Reynal pada Aditia."Oh iya, lupa gue. Leo! Ganti baju! sekarang bagian pelajaran Bu Lasmi nih." Aditia berdalih menyeru Leo.Mendengar hal itu, Leo pun berhenti memainkan bola basketnya dan mulai menghampiri keduanya."Bentar dulu, ini kembaliin dulu bola basketnya ke ruang fasilitas, nanti baru ganti baju," sahut Reynal."Oke ayo," balas Aditia.
Gebrugh!Ceklek.Pintu gudang sekolahpun mendadak tertutup, dan terdengar juga suara sayup orang yang menguncinya."Hey, tunggu jangan dikunci! Di dalam masih ada orang, hey!" Key berlari kearah pintu yang terkunci sambil menyeru seseorang yang telah menguncinya berdua bersama Leo."Pak? Pak Mandor? Buka Pak pintunya jangan dikunci ada orang di dalam!" Seruan Key dari dalam gudang.Tidak salah lagi, siapa lagi orang yang bertugas mengunci semua pintu selain Pak Mandor?"Pak? Buka Pak!" Key terus berteriak berharap Pak Mandor masih ada di area gudang.
Gebrugh. Pintu gudang sekolah akhirnya terbuka. Dan ternyata ... Dugh. Saking kerasnya Key mencoba membobol grendel kunci, dorongannya sampai overdosis hingga ia menabrak tihang yang berdiri di depan gudang. "Aduh!" Key terpental kembali dan langsung tergeletak di lantai. Leo tak kuasa menahan geli di hatinya setelah melihat kelakuan Key, ia beberapa kali terlihat senyum kecil namun ia mencoba menahan senyumannya itu.
Malam itu terlihat Aditia tengah asyik memainkan ponselnya di sebuah caffe menunggu Leo dan Aditia yang belum muncul. Brak! "Ya Alloh," ujar Aditia yang terkejut karena tiba-tiba Leo datang dan memukul meja yang ada di hadapannya. Terlihat juga Leo menatapnya dengan sorotan tajam yang mematikan. "Kenapa nih?" tanya Aditia yang keheranan melihat tingkah Leo. Leo memicingkan mataya. "Kau orangnya?" "Selow selow, maksudnya gimana nih?" "Kau yang menulis tulisan itu!" desis Leo. Aditia langsung tertawa terbahak-bahak mendengar pernyataan Leo. "Acieee, lo pasti kebaperan ya gue nulis itu," goda Aditia. "Kalo enggak, mana mungkin lo marah cuma gara-gara gue nulis itu." "Jangan-jangan lo ngira kalo Key yang nulis tulisan itu ya, Acieee ---" "Diam! atau kubunuh kau!" d
Aditia kembali ke dalam cafe dan kembali duduk di kursinya. Dilihatnya hanya ada Reynal dan Leo, ia pun bertanya-tanya"Lahh, sepupu lo belum datang juga Rey?" "Ini juga masih ditunggu. Heran, kemana dulu itu anak? Gara-gara lo juga nih, kelamaan di toilet." "Lah? Kok jadi gue?" Aditia keheranan. "Tadi gue mau cari Fayla keluar, tapi mana mungkin gue tinggalin Leo sendiri disini, yaudah gue harus nunggu lo balik. Eh, ternyata lu lama gak balik-balik kayak ditelen bumi," celoteh Reynal "Ya maaf, soalnya tadi di toilet gue debat sama cewek," tutur Aditia "Hah? Yang bener aja, yang ada lo gombalin tu cewek." Reynal sesikit tertawa mendengarnya. "Asli bukan palsu Rey, tadi ada cewek kerudungan yang ngintip gue lagi kencing," "Yaelah Dit, mana mungkin ada cewek mau ngintip lo di toilet cowok. Apalagi lo bilang ni cewek kerudungan, ngaco l
Bel pulang sekolah berbunyi. Key menelusuri koridor sekolah yang mulai sepi dengan kedua kaki yang gemetar dan jantung yang berdebar-debar. Karena hari ini ia akan berbicara serius dengan sosok yang ia kagumi. Key tidak pernah seperti ini sebelumnya. Hanya satu alasan kenapa ia sangat mengagumi sosok yang bernama Leonar itu. Leo adalah orang pertama yang memuji karangan tulisannya. Seandainya Leo tidak memuji karangan Key waktu itu, Mungkin mereka tidak akan saling kenal saat ini. Sepertinya gudang sekolah adalah markas pertemuan mereka dan pulang sekolah adalah waktu mereka untuk melakukan pertemuan itu. Saat Key hampir sampai, terlihat Leo yang tengah bersandar di dinding pinggir gudang. Key tidak bisa membohongi dirinya, lelaki itu benar-benar terlihat tampan. Dengan tas yang disoren di sebelah bahunya, beserta kedua tangan yang dimasukan kedalam saku celananya. Lalu berdiri sebelah dengan kaki kanan yang disandar li
Reynal kemudian berjalan pelan menghampiri ketiga perempuan itu sambil tidak melepaskan pandangannya dari Sira. Sedangkan Sira sendiri hanya mencoba membuang muka ke arah lain. Namun, Reynal hanya diam saat sudah berhadapan langsung dengan ketiga perempuan itu. "Lah? Kok pada diem? Dogy ama meong gak mau salaman gitu?" ucap Fayla sambil melirik Reynal dan Sira yang dari tadi hanya saling diam. Reynal kemudian menyodorkan tangan isyarat mengajak Sira bersalaman, kemudian Sira juga menjabat tangan Reynal dan keduanya berakhir salaman tanpa sepatah kata pun. Key yang melihat itu mendadak tersenyum, ia teringat akan pertemuannya dengan Leo saat pertama kali di tangga lantai dua. Keduanya kaku saat hendak bicara, ternyata hal serupa bisa terjadi pada sahabatnya Sira. "Ekhem! Ciee pada malu-malu, biasanya kan pada berantem mulu," ujar Fayla yang memecahkan keheningan diantara mereka. Key juga terlihat senyum
Leo terlihat membereskan pakaiannya untuk ia kemas dalam koper. Dari pagi Leo hanya sibuk sendiri di kamar. Mempersiapkan matang-matang keberangkatannya besok lusa. Arlinda hanya tersenyum saat mendapati putranya sangat bersemangat untuk berangkat ke pesantren. "Sudah beres berkemasnya?" tanya Arlinda yang membuat Leo menoleh ke belakang. "Belum," ujar Leo sambil tersenyum. "O ya, ada yang ingin ketemu sama kamu loh," balas Ibunya. Leo pun mengrengitkan dahinya. "Siapa, Bu?" Arlinda pun tersenyum sambil menoleh ke belakangnya. Ia membawa dua orang laki-laki seumuran Leo. Arlinda pun mempersilahkan dua orang itu masuk ke kamar Leo. "Silahkan kalian temani El, Tante tinggal disini ya," ucap Arlinda pada dua orang laki-laki itu dan berakhir meninggalkan mereka. Bola mata Leo terbuka lebar, mendapati dua orang lelaki yang ada di depannya kini adalah
"El?""El sudah sadar.""Alhamdulilah..."Terdengar patah kata syukur memenuhi ruangan yang terlihat asing bagi Leo. Beberapa orang terdengar suka cita mengelilingi dirinya.Leo merasakan tubuhnya yang sepertinya tengah berbaring, dirinya hendak bangun, namun seluruh tubuhnya masih lemas. Entah kenapa tiba-tiba ia susah berbicara, selang oksigen juga masih mengurung hidungnya yang semakin mempersulitnya bicara.Apa yang terjadi? Dimana aku?Leo masih belum mengerti keadaanya sekarang. Yang ia lakukan sekarang ini hanyalah mengedarkan bola matanya melihat sekitarannya.Tiba-tiba dua orang perempuan memeluknya. Yang satu memeluk tubuhnya dan yang satu terus menciumi keningnya sambil terus menangis. Ked
Satu minggu berlalu setelah kematian Khansa. Leo memberanikan keluar rumah untuk berziarah ke makam gadisnya.Waktu satu minggu terbilang cukup untuk membuatnya kembali pulih dari kesedihannya itu. Leo memutuskan untuk menjadi sesorang yang tegar dan tidak mudah putus asa. Ia masih memiliki masa depan yang harus dipikirkan, terlebih usianya terbilang masih belia. Masih panjang perjalanan yang harus ia tempuh.Setibanya disana, ia mendapati kuburan Khansa yang masih terlihat baru. Ia pun berjongkok sembari mengelus-elus batu nisannya. Sesekali Leo tersenyum getir sambil melihat batu nisan yang bertuliskan Khansa Arima Iriana itu."Hey, aku kemari. Maaf baru kali ini." Leo berbicara sambil menaburkan taburan kelopak bunga diatas pemakaman Khansa.Segera ia membacakan surah-surah Al-Qur'an dikhususkan untuk almarhumah yakni Yasin, Al-Waqi'ah dan Al-
Key, adalah anak yang tidak tau sama sekali siapa, dimana, bagaimana orang tua kandungnya. Besar di panti asuhan membuatnya selalu menyebut dirinya buta dan tuli akan Ayah Ibunya.Sampai krisis moneter panti asuhan melanda dirinya dan anak-anak lainnya. Mendorong Key kecil harus dewasa sebelum waktunya. Ia pun bergelut dengan dunia yang sebenarnya, mencari uang dengan mengamen di jalanan.Hingga sampailah Key duduk dibangku kelas empat SD, hasilnya mengamen tidak cukup untuk membiayai sekolahnya. Maka Key mendobrak sisi baik dalam dirinya, titik hitam mulai menguasai hatinya. Hingga ia berakhir masuk ke dunia kegelapan dengan menjadi seorang pencuri dan pencopet.Jungkir balik dalam dunia hitam telah Key rasakan berulang kali. Rasa sakit seolah-olah menjadi temannya, sisi baik sudah ia sirnakan dalam dirinya. Hanya satu yang ia tuju yakni demi kehidupan yang memadai. Bermodalkan teman-teman jalanannya, Key mampu memb
Dua hari berlalu setelah pemakaman Khansa. Leo masih mengurung di kamar dengan pipi terus menitikan air mata. Sampai-sampai kantung matanya mulai terlihat gelap karena teus menerus menangis. Badannya lemah dan rambutnya kusut, dua hari ini hanya ia habiskan untuk menyandar di pintu sembari melamun. Tangan kanannya masih memegangi buku diary peninggalan Khansa. "Non Khansa berpesan sebelum kondisinya kritis. Ia meminta Bibi untuk menyerahkan tas, buku, dan laptop sama Aden. Terima ya Den, ini permintaan terakhir non Khansa." Perkataan Bi Arin terngiang di pikirannya. Leo sama sekali belum melihat isi tasnya, itu
Leo merebahkan tubuhnya di kamar lamanya. Hari ini adalah hari yang amat lelah baginya setelah menyaksikan rekonstruksi kasus Riana. Berusaha mengubur ingatannya tentang pembunuhan keluarganya itu, Leo mengistirahatkan diri hari ini. Merasa dahaga karena cuaca cukup panas, Leo beranjak ke dapur untuk mencari minuman segar. Maka diambilah jus lemon di lemari pendingin. Bersandar di jendela dapur sambil memandangi suasana kebun memanglah menghijaukan pandangan. Seteguk jus lemon yang dingin mengalir di tenggorokan dengan nikmatnya, sangat cocok diminum sebagai pemuas dahaga. Terbuai dengan suasana, tak sengaja Leo menyenggol lemari gelas di belakangnya. Senggolannya cukup keras membuat salah satu gelas jatuh dan pecah di tangan kirinya. Leo meringis karena pecahan itu melukai tangannya membuat darah segar menggenang di pergelangan tangannya. Bukan
Setelah pengakuan mengejutkan dari Khansa, sedikit demi sedikit mereka mulai menghilangkan kecanggungannya masing-masing. Hal ini berbeda dari ekspetasi Khansa bahwa Leo akan kecewa dan menghindarinya, nyatanya pengakuan itu malah membuat mereka semakin dekat.Dua hari setelahnya Leo terus menemani Khansa di rumah sakit dan tak jarang untuk menghiburnya dengan jalan-jalan keluar. Sempat terlintas di benak Leo, kenapa Khansa masih harus menjalankan perawatan? Padahal dirinya dan gadis itu masuk rumah sakit pada hari yang sama.Semua itu terpikirkan karena Leo tidak sabar untuk mengajak Khansa jalan-jalan dan kembali duduk meneduh di pinggir danau seperti dulu lagi.Kali sekarang Leo mengajak dua sahabatnya, Reynal dan Aditia juga menjenguknya. Namun ada rasa tak enak di benak Leo saat Khansa tidak berbicara padanya sama sekali, menimang Leo tidak menjenguk Khansa akhir-akhir ini karena disibukkan dengan urusan pengadilan Ri
Leo meracau di kamarnya. Ia bingung dengan sifat Khansa yang berubah akhir-akhir ini. Kondisinya kian membaik pasca dia pingsan di taman, hanya saja pihak rumah sakit belum membolehkan Khansa untuk pulang dan masih harus menjalankan perawatan beberapa hari lagi. Lelaki itu sudah beberapa kali menjenguk Khansa. Namun Leo dibuat heran bahkan bingung sendiri dengan sikap gadis itu. Khansa belum pernah menjawab setiap pertanyaan yang Leo tanyakan. Jangankan menjawab, Gadis itu bahkan tidak berbicara sama sekali dengannya. Tetapi Leo tidak menyerah, sekali lagi ia akan pergi menemuinya. Mungkin menanyakan baik-baik kenapa dirinya akhir-akhir ini sifatnya berubah. Jika harus meminta maaf karena kesalahan besarnya, Leo siap melakukannya. Lagi pula tragedi itu terjadi karena dirinya. Singkat cerita Leo sampai di rumah sakit. Ia melihat Bi Arin bersama Echa tengah membawa Khansa jalan-jalan keluar ruangan. Mata gadis itu masih t
"Leo? Leo!" "Bertahan bro." "Lo pasti kuat." "Sadar Leo." "Jangan tinggalin Bibi, Leo." Seruan itu memaksa Leo untuk membuka matanya. Atap putih dan tiang infus menjadi benda pertama yang lihat. Matanya pun kembali beredar dengan benak bertanya-tanya, dimana ini? Rumah sakit. Badannya masih terasa lemas. Bukan hanya itu, sakit dan pegal nyaris menyebar di sekujur tubuhnya. Leo hendak bangun sebelum akhirnya ia menyadari bahwa dirinya tengah terbaring di sebuah ranjang yang dikelilingi banyak orang. "Leo, akhirnya kamu sadar juga," ucap Fira penuh haru seraya menggenggam tangan Keponakannya itu. "Alhamdulilah, lo gapapa kan?" tan