"Yo Leo, mau ke kelas gak?"
Tak banyak bicara, Leo berjalan mendahului Aditia.
"Eh buset, tungguin oi!"
Saat Aditia hendak menyusul Leo, ia sempat tertahan karena seorang anggota penjaga UKS mencengkram tanganya.
"Kak Adit, boleh minta bantuan gak?" tanya seorang gadis yang mengenakan seragam serba putih itu.
"Ha? Ekhem." Aditia berdeham sejenak. "Bantuan apa?"
"Itu ada yang jatuh, bisa bantuin kita angkat tandunya gak? Kita kekurangan orang buat ngangkatnya," ucap salah seorangnya lagi.
"Mana orangnya?"
"Itu deket tangga mushola."
Aditia mengangguk. "Ayo cepet, kita bantuin," ucapnya sembari berlari ke arah mushola.
"Uh, Kak Adit cool banget," gumam salah seorang gadis penjaga UKS itu.
"Iya mana kece, baik lagi. Yuk kita bantuin Kak Adit." Kemudian para penjaga UKS pergi menyusul Aditia.
Sedangkan Leo berjalan sendiri hendak keluar dari UKS. Namun ada sesuatu yang membuat Leo berhenti melangkah. Ia dikejutkan dengan gadis berkerudung yang terbaring di salah satu ranjang UKS.
Leo berhenti dan terus memperhatikannya di balik gorden. Ia tau gadis itu adalah Key. Terbaring lemah dengan wajah yang pucat, membuat Leo keheranan dengan gadis itu.
Di tangga dan cafe, gadis itu terlihat seperti sosok yang ceria nan lembut. Namun di saat kemarin, Key terlihat seperti sosok gadis dingin, kuat, dan pemberani. Tetapi sekarang, kenapa ia terlihat seperti gadis yang lemah dan butuh naungan? Kini Leo semakin penasaran dengan sosok yang bernama Key ini.
"Leo?"
Seruan Aditia membuyarkan lamunan Leo. Pemuda itu hanya menoleh ke sumber suara yang muncul dari belakangnya.
"Lo bisa jagain dulu Bayu gak? Itu para petugas UKS nya sibuk minta obat sama bantuin orang jatuh dari tangga."
Awalnya Leo terdiam sejenak, tak lama kemudian ia mengangguk dan pergi menuju ruang istirahat Bayu.
****
"Kamu yakin udah baikan?" tanya Sira saat Key sudah sadar dari pingsannya."Gapapa Sira. Ish, apa-apaan juga ini?" Key melempar selimut yang menutupinya dan segera melompat turun dari ranjang.
"Dasar ya ini anak, gimana kalo kamu pingsan lagi?" tanya Sira.
"Ya jangan ngomong gitu dong Sira," rengek Key.
"Makanya banyakin istirahat," paksa Sira.
"Iya-iya, aku istirahatnya di kelas aja. Boleh ya," bujuk Key.
"Yaudah, tapi gapapa kamunya sendiri? Akunya ada kumpulan Dewan Bantara dulu."
"Alah lebay, pake dianter segala. Aku bisa sendiri juga," kekeh Key.
"Yaudah, aku pergi dulu ya. Awas kalo pingsan lagi, masa seorang Key lembek?" nyinyir Sira.
Key memutar bola matanya malas. "Iyaa Siraa."
Key mulai kembali ke kelas. Ia terlihat berjalan agak lunglai, ini disebabkan karena kondisinya yang belum sepenuhnya pulih. Tapi bagaimana pun juga ia tetap memaksa keluar UKS.
Sesampainya di kelas, Key duduk termenung di bangkunya. Ia masih merasakan pusing dan kunang-kunang di kepalanya. Maka ia memilih mengistirahatkannya di meja kelas.
"Duh kenapa kepalaku bisa pusing gini si? Mana nanti harus latihan jump shoot lagi, musti ekstra tenaganya," gerutu Key sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Sesekali ia memijat keningnya untuk meredakan pusingnya
"Yo Key!" seru Elang dari ambang pintu kemudian menghampiri Key dan duduk di bangku depannya. "Jadi gimana? Mau futsal lagi gak?"
Key hanya tersenyum kecil kemudian menggelengkan kepalanya mengisyaratkan tidak.
"Gue penasaran nih, apa sebenernya tujuan lo sampai ikut latihan sama club futsal kemarin? Kalo cuma ngelatih fisik doang, di club voli kan juga ada." Pertanyaan Elang membuat Key terdiam sejenak.
"Aku suka futsal," jawab Key setelah beberapa saat.
"Oo." Elang mengangguk. "Tapi bener nih gak ada alesan lain? Soalnya yang lain pada nyangka lo kalah taruhan sama gue."
"Biarkan penggosip angkat suara sampai berbusa," ujar Key.
"Hahaha, bener juga lo. Ntar mereka kaget sendiri kalo tau club futsal sama voli doang yang ngisi event bulan ini."
"Kaget?"
"Soalnya mereka ngira club kita ini gak akur dan bersaing demi jadi golden club penyumbang penghargaan terbanyak ke sekolah. Padahalkan semua club juga banyak nyumbangin piala."
"Bener juga."
"Nah kalo lo mau futsal lagi, tinggal bilang aja sama gue. Anggap aja gue itu manager lo. Soalnya lo sekarang tenar berkat gue, siapa tau gue juga ikut tenar, hahaha." Elang tertawa renyah sambil pergi dari hadapan Key.
Sesaat setelah Elang pergi, Key merasakan tidak enak badan. Tiba-tiba ia merasa mual, maka ia pun bergegas menuju tolilet dan muntah disana.
"Harusnya aku gak begadang kalo siangnya fisik berat. Nyesel aku, kayaknya masuk angin lagi nih," gerutu Key kembali sambil membasuh tangan di westapel.
Key berjalan keluar toilet. Namun pada saat ia akan berbelok melewati dinding, ia tidak menyadari ada seseorang yang datang dari arah berlawanan, membuat mereka saling menabrak.
Key hampir jatuh karena hal itu, namun seorang laki-laki meraih tangannya dan akhirnya tidak jadi terjatuh.
"Eh sorry-sorry, gue gak sengaja, gak lihat tadi," ucap Rega, anak yang dijuluki gitaris band itu.
Key hanya diam, kemudian keduanya mematung melihat satu sama lain.
"Loh? Key?"
Key hanya membalas dengan senyum kecilnya saja.
"Akhirnya kita ketemu juga. Jadi gimana? Lo terima gak?"
"Apanya?"
"I-itu, tawaran gue hari itu."
Key mengrenyitkan dahinya. "Yang mana?"
Mendengar hal itu, Rega menarik nafas karena geram dengan Key yang gagal faham maksudnya. Dia juga terlihat merapatkan bibirnya. "Lo mau gak jadi pacar gue?"
"Oh." Key pun akhirnya mengerti sambil menganggukan kepala. "Kayak gitu tuh kurang Ga," sambungnya lagi.
"Kurang? Apanya yang kurang?"
"Kalo mau nembak cewek buat dijadiin yang ke delapan, rasanya gak mempan deh."
Segitu tenarnya ya gue jadi Fakboy? batin Rega.
"Mending pikirin aja cara lain yang gak biasa, nanti kamu baru tembak tuh si cewek," saran Key pada Rega. "O ya, ngomong-ngomong cewek yang ke delapan siapa nih?"
Rega menepuk keningnya. Ini emang telat mikir apa beneran gak peka sih? Udah jelas-jelas gue nembak dia.
"Bagus sih jadi Fakboy, jadi kamu bakalan tau mana cewek yang bagus. Kamu kan populer Ga, banyak cewek yang pasti nerima kamu. Cuma ati-ati aja." Key menepuk bahu Rega, "Kurma suka kenyataan loh." Kemudian Key meninggalkan Rega yang masih berdiri disana.
"Karma Key, karma. Iya sekarang gue udah insaf karena lo," ucap Rega. Seumur-umur gue baru pertama kali, nemu cewek kayak dia.
"Kalo gue gini terus, sampai kapan pun para cewek kagak bakalan percaya, sekalipun gue ngomong serius." Rega pun menarik nafas berat. "Fiks, si Key nampar gue buat insaf ini mah."
Nama Key mulai heboh di SMA Aryabina setelah ia ikut futsal bersama club futsal Elang dan berhasil mencetak 4 gol. Meski banyak yang mengira itu taruhan, nyatanya bukan. Key punya alasan tersendiri untuk ikut futsal itu.
Karena hal itu pula, key sering disebut gadis tomboy. Sikapnya yang cuek dan datar juga memperkuat image nya sebagai gadis tomboy. Bukan hanya itu saja, ia tidak cerewet seperti wanita pada umumnya.
Berbeda dari pandangan sosok Leo. Leo memandang bahwa gadis itu sepertinya tidak tomboy, terungkap saat beberapa kali mereka bertemu. Dan hari itu juga, mereka di haruskan untuk bertemu lagi. Leo yang tengah berjalan dari UKS menuju kelas itu dikejutkan oleh Key yang keluar dari persimpangan Toilet dan UKS.
Leo menghentikan langkahnya, melihat gadis itu dengan seksama. Key yang tengah memperbaiki kerudung itu amat terkejut saat ia menoleh ke arah kanannya. Dilihatnya Leo diam memperhatikannya.
Key awalnya sedikit terkejut dengan kehadiran Leo, namun ia berhasil mengendalikan dirinya. Akhirnya ia menunjukan senyum kecut pada Leo. Setelah itu Key berbelok ke arah kirinya dan berjalan agak cepat dengan tujuan masuk ke kelasnya.
Leo menajamkan pandangan karena sikap perempuan itu. Senyum apa itu? Apakah gadis itu meremehkannya? Gadis itu selalu terlihat berbeda-beda di setiap pertemuan dengannya. Leo ingin menganalisis seperti apa sosok asli gadis itu? Leo mulai penasaran dengannya.
"Oeyy!"
Leo menoleh ke sebelah kirinya karena teguran itu. Dilihatnya Aditia sudah ada di sampingnya. Mata leo terbuka sempurna karena terkejut melihat Aditia.
"Malah malang jalan lo, Katanya mau ke kelas."
Leo hanya diam.
"Ini anak liatin apa sih?" tanya Aditia sambil mengikuti arah pandang Leo.
Yang terlihat di penglihatan aditia hanyalah Key yang tengah berjalan menuju kelas.
"Oalaaahh. Ketahuan lo Leo, gue bilang juga apa, pasti lo diem-diem suka sama si Key, a cieee..."
Leo tidak menghiraukan ucapan Aditia.
"Cepet deketin dia nanti keburu kesambet orang lagi, Buruan...!"
oceh Aditia sambil menyenggol kecil Leo dengan bahunya.Karena hal itu, Leo memutar bola matanya karena risi dengan ulah Aditia.
"Gini Leo, Caranya ngedeketin cewek itu gini : Pertama, lo kasih kesukaan para cewek seperti coklat, bunga...,
Leo sama sekali tidak mendengarkan apa yang dikatakan Aditia. Ia hanya acuh dan fokus pada Key yang masuk ke kelas. Setelah Key hilang jejaknya dari pandangan Leo, Leo mulai berjalan ke kelas.
"...Nahh, pasti dia luluh sama Lo, ayo taklukin dia Leo!"
Aditia yang dari tadi mengoceh baru tersadar bahwa Leo meninggalkannya dan membuatnya berbicara sendiri layaknya orang gila.
"Oeeyy, Leo! Kebiasaan lo ninggalin gue," seru Aditia sambil berlari menyusul Leo.
Jam pelajaran pertama kelas sebelas MIA satu dimulai dengan guru bidang matematika yakni Bapak Ade Yedi. Sungguh pemandangan yang sangat memeningkan kepala saat membayangkan Bapak Ade dengan tulisan seperti prasasti menulis di papan tulis mengenai limit.Semua siswa sangat tidak menantikan kehadirannya. Karena kalau ada guru yang memberikan jam kosong, maka kelas ini akan mengadakan acara sendiri.Acara itu meliputi : Leo yang sendiri dengan lamunannya; Reynal, Aditia, dan Adril yang sibuk dengan game onlinenya; Azizan, Yana, Pirman, Rijpi, Abdul, Yadi yang sibuk dengan acara nikahan kelasnya; Wili, Elgi, Dedeh, Regina yang sibuk dengan konser nyanyi dan bandnya; Handa, Winda, Nurlela, Nurleli yang sibuk dengan selfi mereka; Anisa, Yani, Indri, Dina yang sibuk akan gosip mereka; Ayu dan Lina yang sibuk mengerjakan tugas sebagai anak paling rajin dikelasnya; Juga tak lupa dengan jajaran paling selatan kelas yang amat tersohor yakni Putri, Ayi, Yuyun,
Ting TingSuara bel berbunyi yang menandakan pulang. Di saat anak yang lain keluar gerbang dan sibuk mengeluarkan kendaraan mereka, tidak dengan anak yang hemat berbicara seperti Leo, ia justru tidak langsung pulang. Ia pergi ke rooftop sekolah dan berdiam diri disana."Leo, mau pulang gak?" tanya Reynal yang sengaja menyusul Leo ke rooftop sekolah."Duluan aja," balas Leo."O ya, gue pinjem buku lo ya!" sahut Aditia."Hmm," jawab Leo."Oke duluan ya." Reynal dan Aditia berlalu meninggalkan Leo sendiri.
Hari itu Leo bersama dua sahabatnya yakni Reynal dan Aditia tengah bermain basket karena jadwal pelajaran hari itu adalah Pendidikan Jasmani."Dit, ganti baju yuk! Bentar lagi pelajaran Kimia. Takutnya marah Bu Lasmi kalo telat," ajak Reynal pada Aditia."Oh iya, lupa gue. Leo! Ganti baju! sekarang bagian pelajaran Bu Lasmi nih." Aditia berdalih menyeru Leo.Mendengar hal itu, Leo pun berhenti memainkan bola basketnya dan mulai menghampiri keduanya."Bentar dulu, ini kembaliin dulu bola basketnya ke ruang fasilitas, nanti baru ganti baju," sahut Reynal."Oke ayo," balas Aditia.
Gebrugh!Ceklek.Pintu gudang sekolahpun mendadak tertutup, dan terdengar juga suara sayup orang yang menguncinya."Hey, tunggu jangan dikunci! Di dalam masih ada orang, hey!" Key berlari kearah pintu yang terkunci sambil menyeru seseorang yang telah menguncinya berdua bersama Leo."Pak? Pak Mandor? Buka Pak pintunya jangan dikunci ada orang di dalam!" Seruan Key dari dalam gudang.Tidak salah lagi, siapa lagi orang yang bertugas mengunci semua pintu selain Pak Mandor?"Pak? Buka Pak!" Key terus berteriak berharap Pak Mandor masih ada di area gudang.
Gebrugh. Pintu gudang sekolah akhirnya terbuka. Dan ternyata ... Dugh. Saking kerasnya Key mencoba membobol grendel kunci, dorongannya sampai overdosis hingga ia menabrak tihang yang berdiri di depan gudang. "Aduh!" Key terpental kembali dan langsung tergeletak di lantai. Leo tak kuasa menahan geli di hatinya setelah melihat kelakuan Key, ia beberapa kali terlihat senyum kecil namun ia mencoba menahan senyumannya itu.
Malam itu terlihat Aditia tengah asyik memainkan ponselnya di sebuah caffe menunggu Leo dan Aditia yang belum muncul. Brak! "Ya Alloh," ujar Aditia yang terkejut karena tiba-tiba Leo datang dan memukul meja yang ada di hadapannya. Terlihat juga Leo menatapnya dengan sorotan tajam yang mematikan. "Kenapa nih?" tanya Aditia yang keheranan melihat tingkah Leo. Leo memicingkan mataya. "Kau orangnya?" "Selow selow, maksudnya gimana nih?" "Kau yang menulis tulisan itu!" desis Leo. Aditia langsung tertawa terbahak-bahak mendengar pernyataan Leo. "Acieee, lo pasti kebaperan ya gue nulis itu," goda Aditia. "Kalo enggak, mana mungkin lo marah cuma gara-gara gue nulis itu." "Jangan-jangan lo ngira kalo Key yang nulis tulisan itu ya, Acieee ---" "Diam! atau kubunuh kau!" d
Aditia kembali ke dalam cafe dan kembali duduk di kursinya. Dilihatnya hanya ada Reynal dan Leo, ia pun bertanya-tanya"Lahh, sepupu lo belum datang juga Rey?" "Ini juga masih ditunggu. Heran, kemana dulu itu anak? Gara-gara lo juga nih, kelamaan di toilet." "Lah? Kok jadi gue?" Aditia keheranan. "Tadi gue mau cari Fayla keluar, tapi mana mungkin gue tinggalin Leo sendiri disini, yaudah gue harus nunggu lo balik. Eh, ternyata lu lama gak balik-balik kayak ditelen bumi," celoteh Reynal "Ya maaf, soalnya tadi di toilet gue debat sama cewek," tutur Aditia "Hah? Yang bener aja, yang ada lo gombalin tu cewek." Reynal sesikit tertawa mendengarnya. "Asli bukan palsu Rey, tadi ada cewek kerudungan yang ngintip gue lagi kencing," "Yaelah Dit, mana mungkin ada cewek mau ngintip lo di toilet cowok. Apalagi lo bilang ni cewek kerudungan, ngaco l
Bel pulang sekolah berbunyi. Key menelusuri koridor sekolah yang mulai sepi dengan kedua kaki yang gemetar dan jantung yang berdebar-debar. Karena hari ini ia akan berbicara serius dengan sosok yang ia kagumi. Key tidak pernah seperti ini sebelumnya. Hanya satu alasan kenapa ia sangat mengagumi sosok yang bernama Leonar itu. Leo adalah orang pertama yang memuji karangan tulisannya. Seandainya Leo tidak memuji karangan Key waktu itu, Mungkin mereka tidak akan saling kenal saat ini. Sepertinya gudang sekolah adalah markas pertemuan mereka dan pulang sekolah adalah waktu mereka untuk melakukan pertemuan itu. Saat Key hampir sampai, terlihat Leo yang tengah bersandar di dinding pinggir gudang. Key tidak bisa membohongi dirinya, lelaki itu benar-benar terlihat tampan. Dengan tas yang disoren di sebelah bahunya, beserta kedua tangan yang dimasukan kedalam saku celananya. Lalu berdiri sebelah dengan kaki kanan yang disandar li
Leo terlihat membereskan pakaiannya untuk ia kemas dalam koper. Dari pagi Leo hanya sibuk sendiri di kamar. Mempersiapkan matang-matang keberangkatannya besok lusa. Arlinda hanya tersenyum saat mendapati putranya sangat bersemangat untuk berangkat ke pesantren. "Sudah beres berkemasnya?" tanya Arlinda yang membuat Leo menoleh ke belakang. "Belum," ujar Leo sambil tersenyum. "O ya, ada yang ingin ketemu sama kamu loh," balas Ibunya. Leo pun mengrengitkan dahinya. "Siapa, Bu?" Arlinda pun tersenyum sambil menoleh ke belakangnya. Ia membawa dua orang laki-laki seumuran Leo. Arlinda pun mempersilahkan dua orang itu masuk ke kamar Leo. "Silahkan kalian temani El, Tante tinggal disini ya," ucap Arlinda pada dua orang laki-laki itu dan berakhir meninggalkan mereka. Bola mata Leo terbuka lebar, mendapati dua orang lelaki yang ada di depannya kini adalah
"El?""El sudah sadar.""Alhamdulilah..."Terdengar patah kata syukur memenuhi ruangan yang terlihat asing bagi Leo. Beberapa orang terdengar suka cita mengelilingi dirinya.Leo merasakan tubuhnya yang sepertinya tengah berbaring, dirinya hendak bangun, namun seluruh tubuhnya masih lemas. Entah kenapa tiba-tiba ia susah berbicara, selang oksigen juga masih mengurung hidungnya yang semakin mempersulitnya bicara.Apa yang terjadi? Dimana aku?Leo masih belum mengerti keadaanya sekarang. Yang ia lakukan sekarang ini hanyalah mengedarkan bola matanya melihat sekitarannya.Tiba-tiba dua orang perempuan memeluknya. Yang satu memeluk tubuhnya dan yang satu terus menciumi keningnya sambil terus menangis. Ked
Satu minggu berlalu setelah kematian Khansa. Leo memberanikan keluar rumah untuk berziarah ke makam gadisnya.Waktu satu minggu terbilang cukup untuk membuatnya kembali pulih dari kesedihannya itu. Leo memutuskan untuk menjadi sesorang yang tegar dan tidak mudah putus asa. Ia masih memiliki masa depan yang harus dipikirkan, terlebih usianya terbilang masih belia. Masih panjang perjalanan yang harus ia tempuh.Setibanya disana, ia mendapati kuburan Khansa yang masih terlihat baru. Ia pun berjongkok sembari mengelus-elus batu nisannya. Sesekali Leo tersenyum getir sambil melihat batu nisan yang bertuliskan Khansa Arima Iriana itu."Hey, aku kemari. Maaf baru kali ini." Leo berbicara sambil menaburkan taburan kelopak bunga diatas pemakaman Khansa.Segera ia membacakan surah-surah Al-Qur'an dikhususkan untuk almarhumah yakni Yasin, Al-Waqi'ah dan Al-
Key, adalah anak yang tidak tau sama sekali siapa, dimana, bagaimana orang tua kandungnya. Besar di panti asuhan membuatnya selalu menyebut dirinya buta dan tuli akan Ayah Ibunya.Sampai krisis moneter panti asuhan melanda dirinya dan anak-anak lainnya. Mendorong Key kecil harus dewasa sebelum waktunya. Ia pun bergelut dengan dunia yang sebenarnya, mencari uang dengan mengamen di jalanan.Hingga sampailah Key duduk dibangku kelas empat SD, hasilnya mengamen tidak cukup untuk membiayai sekolahnya. Maka Key mendobrak sisi baik dalam dirinya, titik hitam mulai menguasai hatinya. Hingga ia berakhir masuk ke dunia kegelapan dengan menjadi seorang pencuri dan pencopet.Jungkir balik dalam dunia hitam telah Key rasakan berulang kali. Rasa sakit seolah-olah menjadi temannya, sisi baik sudah ia sirnakan dalam dirinya. Hanya satu yang ia tuju yakni demi kehidupan yang memadai. Bermodalkan teman-teman jalanannya, Key mampu memb
Dua hari berlalu setelah pemakaman Khansa. Leo masih mengurung di kamar dengan pipi terus menitikan air mata. Sampai-sampai kantung matanya mulai terlihat gelap karena teus menerus menangis. Badannya lemah dan rambutnya kusut, dua hari ini hanya ia habiskan untuk menyandar di pintu sembari melamun. Tangan kanannya masih memegangi buku diary peninggalan Khansa. "Non Khansa berpesan sebelum kondisinya kritis. Ia meminta Bibi untuk menyerahkan tas, buku, dan laptop sama Aden. Terima ya Den, ini permintaan terakhir non Khansa." Perkataan Bi Arin terngiang di pikirannya. Leo sama sekali belum melihat isi tasnya, itu
Leo merebahkan tubuhnya di kamar lamanya. Hari ini adalah hari yang amat lelah baginya setelah menyaksikan rekonstruksi kasus Riana. Berusaha mengubur ingatannya tentang pembunuhan keluarganya itu, Leo mengistirahatkan diri hari ini. Merasa dahaga karena cuaca cukup panas, Leo beranjak ke dapur untuk mencari minuman segar. Maka diambilah jus lemon di lemari pendingin. Bersandar di jendela dapur sambil memandangi suasana kebun memanglah menghijaukan pandangan. Seteguk jus lemon yang dingin mengalir di tenggorokan dengan nikmatnya, sangat cocok diminum sebagai pemuas dahaga. Terbuai dengan suasana, tak sengaja Leo menyenggol lemari gelas di belakangnya. Senggolannya cukup keras membuat salah satu gelas jatuh dan pecah di tangan kirinya. Leo meringis karena pecahan itu melukai tangannya membuat darah segar menggenang di pergelangan tangannya. Bukan
Setelah pengakuan mengejutkan dari Khansa, sedikit demi sedikit mereka mulai menghilangkan kecanggungannya masing-masing. Hal ini berbeda dari ekspetasi Khansa bahwa Leo akan kecewa dan menghindarinya, nyatanya pengakuan itu malah membuat mereka semakin dekat.Dua hari setelahnya Leo terus menemani Khansa di rumah sakit dan tak jarang untuk menghiburnya dengan jalan-jalan keluar. Sempat terlintas di benak Leo, kenapa Khansa masih harus menjalankan perawatan? Padahal dirinya dan gadis itu masuk rumah sakit pada hari yang sama.Semua itu terpikirkan karena Leo tidak sabar untuk mengajak Khansa jalan-jalan dan kembali duduk meneduh di pinggir danau seperti dulu lagi.Kali sekarang Leo mengajak dua sahabatnya, Reynal dan Aditia juga menjenguknya. Namun ada rasa tak enak di benak Leo saat Khansa tidak berbicara padanya sama sekali, menimang Leo tidak menjenguk Khansa akhir-akhir ini karena disibukkan dengan urusan pengadilan Ri
Leo meracau di kamarnya. Ia bingung dengan sifat Khansa yang berubah akhir-akhir ini. Kondisinya kian membaik pasca dia pingsan di taman, hanya saja pihak rumah sakit belum membolehkan Khansa untuk pulang dan masih harus menjalankan perawatan beberapa hari lagi. Lelaki itu sudah beberapa kali menjenguk Khansa. Namun Leo dibuat heran bahkan bingung sendiri dengan sikap gadis itu. Khansa belum pernah menjawab setiap pertanyaan yang Leo tanyakan. Jangankan menjawab, Gadis itu bahkan tidak berbicara sama sekali dengannya. Tetapi Leo tidak menyerah, sekali lagi ia akan pergi menemuinya. Mungkin menanyakan baik-baik kenapa dirinya akhir-akhir ini sifatnya berubah. Jika harus meminta maaf karena kesalahan besarnya, Leo siap melakukannya. Lagi pula tragedi itu terjadi karena dirinya. Singkat cerita Leo sampai di rumah sakit. Ia melihat Bi Arin bersama Echa tengah membawa Khansa jalan-jalan keluar ruangan. Mata gadis itu masih t
"Leo? Leo!" "Bertahan bro." "Lo pasti kuat." "Sadar Leo." "Jangan tinggalin Bibi, Leo." Seruan itu memaksa Leo untuk membuka matanya. Atap putih dan tiang infus menjadi benda pertama yang lihat. Matanya pun kembali beredar dengan benak bertanya-tanya, dimana ini? Rumah sakit. Badannya masih terasa lemas. Bukan hanya itu, sakit dan pegal nyaris menyebar di sekujur tubuhnya. Leo hendak bangun sebelum akhirnya ia menyadari bahwa dirinya tengah terbaring di sebuah ranjang yang dikelilingi banyak orang. "Leo, akhirnya kamu sadar juga," ucap Fira penuh haru seraya menggenggam tangan Keponakannya itu. "Alhamdulilah, lo gapapa kan?" tan