29 juli
Kenangan kelam tiga tahun silam ...Tiga tahun yang lalu dimana masa itu Leo sedang menginjak kelas 2 SMP, Leo sering pulang terlambat karena ia mengikuti Pelatihan Beladiri Karate. setiap kali pulang, ia sering disambut oleh keluarga kecilnya tiada lain Ibu dan Kakak perempuannya. Meski tanpa sosok Ayah, keluarganya sangat harmonis. Leo sangat mencintai Ibu dan Kakaknya seperti cinta keduanya pada Leo.
Saat itu Leo pulang dari pelatihan Beladiri dengan luka lebam di pipinya. Melihat putranya pulang dengan pipi kirinya terluka, Ibu Leo segera mengobati Lukanya dengan mengoleskan semacam salep pada pipi Leo.
"Sebaiknya kamu jangan terlalu berlebihan dalam berlatih, ibu khawatir," ucap Ibunya.
"Kalau aku tidak sungguh-sungguh dalam berlatih, bagaimana aku bisa melindungi Ibu dan Kakak?" sahut Leo
Sang Ibu hanya tersenyum mendengar pernyataan anak laki-lakinya itu.
"Kamu tidak macam-macam 'kan dengan pipi kirimu itu?" tanya Kakaknya.
"Maksud Kakak?"
"Jangan-jangan di pipi kirimu itu bukan luka, melainkan bekas lipstik perempuan," sambung Kakaknya sambil tertawa kecil.
"Kakak! Jangan percaya sama kakak Bu, dia bohong, ini asli luka."
Ibu dan Kakaknya tertawa, melihat keduanya tertawa, Leo juga ikut tertawa. Jadilah di rumah itu keluarga yang penuh dengan keceriaan dan keharmonisan. Namun sayang, sosok Ayah tidak ada dalam keceriaan keluarga kecil Leo itu.
Seperti biasa nya Leo pulang kerumah terlambat karena pelatihan karatenya, Ia pulang agak malam dari biasanya. Namun sesampainya dirumah, Ia mendapati suasana rumah yang hening tidak seperti biasanya. Ia langsung masuk kedalam rumahnya dengan membuka pintu ruang utama. Setelah mengucap salam, Ia mendapati isi rumah sepi seperti tiada orang di dalamnya. Ia pun menyeru memanggil Ibu dan Kakanya.
Namun setelah ia mencari keduanya, Ia mendapati Ibunya yang tengah terikat dengan mulut dibungkam, ia juga terlihat berontak dari seseorang yang mencoba mengikatnya. Melihat hal itu, Leo spontan berlari menghampiri ibunya itu.
Namun, pria yang mengikat Ibunya itu langsung menghadangnya. Leo tidak mengenal wajahnya karena pria itu mengenakan penutup wajah serba hitam. Spontan hal ini membuat Leo mengeluarkan jurus bela diri karatenya. Leo mulai melancarkan serangannya untuk melumpuhkan penjahat itu.
Namun diluar dugaan, pria itu membawa dua rekannya sehingga Leo tersungkur karena tengkuknya dipukul kayu oleh penjahat yang muncul di belakangnya. Leo melihat sekelilingnya dengan pandangan yang buram sebelum Akhirnya ia pingsan.
Kakaknya yang tidak sadar dengan kegaduhan ini pun keluar dari kamarnya. Melihat Leo yang pingsan karena pukulan penjahat itu akhirnya meneriaki Adiknya. Namun saat Kakaknya akan menghampiri Leo, ia ditikam pisau penjahat lain yang muncul dari belakangnya itu.
Penjahat itu menusuk perut Kakaknya beberapa kali tikaman pisau. Sehingga Kakak Leo berakhir ambruk di lantai dengan bercak darah yang mengalir dari perutnya.
Ibu Leo yang menyaksikan hal itu histeris dan berontak untuk lepas dari tali yang mengikatnya. Namun penjahat itu tidak membiarkannya lepas, sehingga orang itu mengeluarkan senjata sejenis parang dan menebaskannya tepat dileher Ibunya Leo. Ibu Leo tersungkur ke lantai sesaat setelah lehernya ditebas dan darahnya berceceran diatas lantai. Leo yang berusaha untuk bangkit melihat ibu dan kakanya terluka akhirnya pingsan karena pukulan yang sangat keras pada tengkuknya.
****
Hari itu juga keluarga Leo dibawa kerumah sakit oleh ambulan setelah para warga penasaran oleh kegaduhan rumah itu. Setelah mengetahui tengah terjadi perampokan, akhirnya para warga berusaha memburu penjahatnya dan melapor pada polisi.
Keberuntungan masih menghampiri Leo karena penjahat tersebut kabur sebelum mereka membunuh Leo. Hanya saja, Sebagian besar harta dirumah itu telah dirampas oleh para penjahat itu.
Ketiganya segera dirawat intensif, Bibinya yang mengetahui tragedi ini spontan ke rumah sakit dan melihat keadaan Leo beserta Ibu dan Kakanya. Keadaan Leo baik-baik saja disana namun sayang lsuka Ibu dan Kakaknya cukup parah sehingga mereka tidak tertolong dan Akhirnya meninggal ...
****
Keesokan harinya setelah Leo keluar dari rumah sakit, Ia merasa terpukul karena kematian dua orang yang amat dicintainya. Ia terus menyalahkan dirinya sendiri yang tidak bisa melindungi keluarganya. Merasa percuma berlatih bela diri sedangkan ia tidak mampu mmelindungi ibu dan kakaknya, Ia mulai berhenti berlatih bela diri. Ia malu pada dirinya sendiri yang tidak mampu melindungi Ibu dan Kakaknya.
Suasana gerimis mengiringi pemakaman Ibu dan Kakaknya, langit ikut menangis bersama Leo. Leo hanya bisa berderai air mata melihat jasad Ibu dan Kakaknya mulai dikuburkan. Bibinya juga ikut menangis serta memeluk Leo dan berusaha menenangkan Leo.
****
Sepeninggal Ibu dan Kakaknya, Leo tinggal di kota tempat tinggal bibinya. Ia juga berusaha mencari Ayahnya disana. Bibinya iba melihat Leo yang kian hari selalu murung. Bibinya pun mengajaknya pergi keluar untuk jalan-jalan melepas kesedihan yang dipikul oleh Leo. Mengingat Ia ditinggal oleh dua orang yang disayanginya sedangkan Ayahnya tidak ada kabar setelah kematian Ibu dan Kakaknya.
Leo pun memutuskan untuk berjalan-jalan sendiri di malam hari untuk menikmati suasana malam kota yang baru saja ia singgahi itu. Hal ini ia lakukan untuk mengobati rasa luka yang ada dihatinya.
Baru saja Leo berniat mengobati Luka dihatinya, ia dikejutkan dengan sosok laki-laki yang turun dari sebuah mobil hitam dihalaman sebuah cafe yang tidak lain adalah Ayahnya. Ia sangat bahagia karena laki-laki yang ia temui itu adalah ayahnya. Ia bergegas menghampirinya Namun ada hal yang lebih mengejutkan.
Ayahnya keluar dari mobilnya bersama seorang perempuan. Leo amat terkejut setelah melihat ayahnya bermesraan dengan perempuan lain.
Setelah Leo mengamat-amati keduanya, perempuan itu ternyata adalah kekasih Ayahnya. Bisa dikatakan bahwa perempuan itu adalah istri baru Ayahnya. Perasaan Leo langsung bergejolak setelah melihat hal tersebut. Perasaan bahagia kini terhapus oleh perasaan marah dan benci yang menggunung kepada sosok yang kini ada di depannya.
Leo langsung menghampiri ayahnya dan memanggilnya kala itu juga. Ayahnya terkejut karena kedatangan Leo.
"Leo? S-sedang apa kau disini?"
Ayahnya bertanya dengan raut wajah yang panik.
" Seharusnya aku yang bertanya, kenapa Ayah disini? Jadi ini yang yang dilakukanmu selama ini?!"
Leo mulai marah.Ayah Leo terdiam, sedangkan istri barunya itu keheranan.
"Teganya kau menghianati Ibu. Ibu selalu sabar menunggumu yang katanya kau sibuk dengan pekerjaanmu itu, yang ternyata seperti inilah pekerjaan sibuk mu itu?!" Leo naik pitam.
"Sampai akhir hayatnya juga kau tidak pernah menghargainya, bahkan kematiannya sekalipun kau tidak menemuinya. Anak perempuanmu juga meninggal kau tidak menemui jasadnya. Ayah macam apa kau ini?!" Nada bicara Leo meninggi.
Melihat ayahnya diam saja, Leo tertawa sinis sambil berkata, "Sekarang terserah dirimu, silahkan nikmatilah hidup bersama istri barumu itu, karena aku tidak akan pernah menjadi serangga yang akan mengusik kehidupan barumu itu," desis Leo, dengan menatap tajam Ayahnya.
"Leo, dengarkan ayah dulu, ayah---"
"CUKUP!!!"
Leo memotong perkataan Ayahnya."Aku tidak sudi mempunyai Ayah seburuk dirimu, mulai sekarang jangan pernah temui diriku lagi karena mulai saat ini AKU BUKANLAH LAGI ANAKMU DAN KAU BUKAN LAGI AYAHKU!" murka Leo sambil meninggalkan Ayahnya di tepi jalan.
Leo langsung meninggalkan Ayahnya dengan perasaan yang campur aduk. Perasaan kesal, marah, benci, juga dendam bercampur aduk disana. hal ini membuat Leo membenci sebenci-bencinya pada sosok Ayahnya.
Kebenciannya ini lah yang perlahan mulai merubah kepribadian Leo, Leo menjadi anak yang tertutup dan jarang bergaul dengan orang lain. Ia menjadi orang pendiam dengan kebencian yang amat besar pada sosok Ayah.
Didalam hatinya hanyalah dipenuhi ambisi kebencian pada Ayahnya. Sehingga sosok Leo yang awal ceria dan pekerja keras menjadi sosok pria berdarah dingin yang dihatinya menumpuk kebencian kepada Ayahnya.
Di pagi hari yang masih hangat dengan sinar mentari, Leo datang ke sekolah lebih awal dari sebelumnya. Terlihat buku kecil yang ia sebut sebagai jurnalis pribadi itu dibawa untuk menjadi pegangan kesehariannya. Laki-laki yang satu ini memiliki hobby membaca buku, ditangannya selalu terlihat bermacam-macam buku saku setiap harinya. Kehabisan bahan bacaan, karena itulah pagi ini dirinya menyempatkan pergi ke perpustakaan yang berada di lantai tiga salah satu bangunan sekolahnya itu.Leo mengabaikan banyak sorotan mata yang tertuju padanya ketika ia mulai memasuki perpustakaan. Tidak ada yang berani bertanya padanya, yang ada laki-laki ini justru selalu mengabaikan berbagai sapaan orang lain.Alasannya sederhana, Leo hanya sebatas terkenal dengan sifatnya yang dingin gemar mengabaikan orang lain dan wajahnya yang kelewatan tampan --bukan karena otaknya yang jenius dan memiliki kemampuan menganalisa. Dirinya yang ti
Fira membuka pintu ruang utamanya, dilihatnya keponakan tercintanya pulang saat hari mulai menjelang malam. Leo masuk ke rumah dengan tas yang hanya digendong disebelah kanannya. "Tumben kamu pulangnya agak sore banget?" tanya Fira. "Tadi main basket Bi" jawab Leo. "Oh, ya?"Bibi fira tersenyum kala mendengar jawaban Keponakannya itu.Melihat mata bibinya berbinar, Leo keheranan dan bertanya, "Bibi kenapa?" "Nggak."Bibinya duduk disofa kemudian menyambungkan perkataannya. "Bibi gak keberatan jika kamu pulang terlambat karena aktif dalam kegiatan sekolah."Leo hanya diam menanggapi perkataan Bibinya. Kemudian seperti biasanya naik tangga menuju kamarnya. Saat ia sudah melangkahi beberapa anak tangga bibinya berkata lagi, "Lupakan saja tragedi itu, jangan terus mengurung diri. Sesekali kamu harus bergaul diluar sana d
Jam menunjukan waktu pulang sekolah. Leo mulai memarkirkan motor ninja putihnya itu dan langsung melaju keluar gerbang sekolah untuk pulang.Setelah Leo pulang ke rumah, seperti biasanya Leo pasti duduk di kursi kamarnya dan menghadap komputer. Ia mulai mengetik di keybord mengikuti dengan tulisan yang ada dalam jurnalisnya.Drrrttt...Ponsel Leo berbunyi, segera ia meraihnya dan terlihat ada sebuah pesan yang masuk.SMS?Leo agak heran melihat ada pesan SMS yang masuk kedalam ponselnya. Tanpa pikir panjang lagi, dibuka lah pesannya itu.1 Pesan MasukDari : Nomor yang tidak dikenalAssalamualaikumMaaf, pulpen milikmu tertinggal dan sekarang ada padaku.Terimakasih banyak ya :)
Seperti biasa Leo bersekolah keesokan harinya. Melupakan masalah yang kemarin Seolah-olah kejadian di cafe itu tidak terjadi. Hal yang hanya membuat pikirannya melayang-layang jika mengingatnya.Hari itu cuaca sedang bersahabat. Matahari mengeluarkan sinar benderangnya yang mengiringi para siswa siswi SMA Aryabina melakukan aktifitasnya. Termasuk laki-laki yang berjulukan The Cool Prince itu berjalan keluar dari perpustakaan. Ya, sosok Leo tidak bisa terlepas dari sebuah buku ditangannya. Itulah mengapa ia memiliki IQ yang tergolong otak jenius.Leo berjalan turun dari Lapangan basket menuju lapangan bawah yang kala itu terlihat club voli yang tengah mengadakan pelatihan tournament. Leo terlalu fokus pada bacaan yang ada pada bukunya tanpa melihat keadaan di sekelilingnya."Awaaas!"Terdengar seruan seseorang dari arah lapangan, akhirnya Leo menyadari sebuah bola voli me
Hari yang berawan itu mengiringi siswa siswi SMA Aryabina ,Leo dan dua sahabatnya itu terlihat sedang nongkrong di kantin. Perlahan, Leo mulai sering ikut kumpul bersama dua sejoli Reynal dan Aditia. "Rey, hari ini anter gue ke cod yuk!" "Hari ini Dit? Emang lo mau cod apaan?" "Privasi Rey, gue malu nyebutnya juga." "Kayaknya Hari ini gak bisa deh dit, Sepupu gue mau datang hari ini, Jadi gue mau nganter ibu ke stasiun." "Oh, gapapa lah kalo gitu." "Suruh anter sama si Leo aja tuh." "Gak ah, dia mah terlalu sibuk. Liat aja sekarang, sibuk sendiri noh."Sambil melirik ke arah Leo yang sedang asyik mengoperasikan ponselnya sambil mengunakan earphone. "Yaudah, berarti lo sendiri aja ya. Bukannya gue gak mau nihh." "Udah keseringan sendiri gue mah, Alone make me Stronger." "Yelah darah blastera
Seperti biasa, Leo pergi kesekolah keesokan harinya. Baru saja ia sampai ke gerbang, para wanita yang melihatnya antusias memanggil namanya. "Leo." "Kak Leo!" "Cool prince, pangeranku..." "Hai tampan!"Memang agak sedikit mengganggu di telinganya, Namun ia lebih suka tak acuh dan berlalu meninggalkan mereka.Minggu ini, adalah minggu terakhir Leo sekolah. Dikarenakan ia masih duduk di bangku kelas sebelas, maka minggu depan ia bisa menikmati liburan dikala kelas dua belas tengah ujian. "Pagi Leo," ucap Aditia sambil senyum mesem.Leo yang melihat hal itu spontan memutar bola matanya karena malas melihat pemandangan aneh saat mulai memasuki kelas. Leo langsung menuju bangkunya. Kemudian Aditia langsung pindah dan duduk di depan bangku Leo. "Walaaah, ada yang kepergok kasmaran nih."
"Yo Leo, mau ke kelas gak?"Tak banyak bicara, Leo berjalan mendahului Aditia. "Eh buset, tungguin oi!"Saat Aditia hendak menyusul Leo, ia sempat tertahan karena seorang anggota penjaga UKS mencengkram tanganya. "Kak Adit, boleh minta bantuan gak?" tanya seorang gadis yang mengenakan seragam serba putih itu. "Ha? Ekhem." Aditia berdeham sejenak. "Bantuan apa?" "Itu ada yang jatuh, bisa bantuin kita angkat tandunya gak? Kita kekurangan orang buat ngangkatnya," ucap salah seorangnya lagi. "Mana orangnya?" "Itu deket tangga mushola."Aditia mengangguk. "Ayo cepet, kita bantuin," ucapnya sembari berlari ke arah mushola. "Uh, Kak Adit cool banget," gumam salah seorang gadis penjaga UKS itu. "Iya mana kece, baik lagi. Yuk kita bantuin Kak Adit." Kemudian para penjaga UKS pergi menyusul Aditia.
Jam pelajaran pertama kelas sebelas MIA satu dimulai dengan guru bidang matematika yakni Bapak Ade Yedi. Sungguh pemandangan yang sangat memeningkan kepala saat membayangkan Bapak Ade dengan tulisan seperti prasasti menulis di papan tulis mengenai limit.Semua siswa sangat tidak menantikan kehadirannya. Karena kalau ada guru yang memberikan jam kosong, maka kelas ini akan mengadakan acara sendiri.Acara itu meliputi : Leo yang sendiri dengan lamunannya; Reynal, Aditia, dan Adril yang sibuk dengan game onlinenya; Azizan, Yana, Pirman, Rijpi, Abdul, Yadi yang sibuk dengan acara nikahan kelasnya; Wili, Elgi, Dedeh, Regina yang sibuk dengan konser nyanyi dan bandnya; Handa, Winda, Nurlela, Nurleli yang sibuk dengan selfi mereka; Anisa, Yani, Indri, Dina yang sibuk akan gosip mereka; Ayu dan Lina yang sibuk mengerjakan tugas sebagai anak paling rajin dikelasnya; Juga tak lupa dengan jajaran paling selatan kelas yang amat tersohor yakni Putri, Ayi, Yuyun,
Leo terlihat membereskan pakaiannya untuk ia kemas dalam koper. Dari pagi Leo hanya sibuk sendiri di kamar. Mempersiapkan matang-matang keberangkatannya besok lusa. Arlinda hanya tersenyum saat mendapati putranya sangat bersemangat untuk berangkat ke pesantren. "Sudah beres berkemasnya?" tanya Arlinda yang membuat Leo menoleh ke belakang. "Belum," ujar Leo sambil tersenyum. "O ya, ada yang ingin ketemu sama kamu loh," balas Ibunya. Leo pun mengrengitkan dahinya. "Siapa, Bu?" Arlinda pun tersenyum sambil menoleh ke belakangnya. Ia membawa dua orang laki-laki seumuran Leo. Arlinda pun mempersilahkan dua orang itu masuk ke kamar Leo. "Silahkan kalian temani El, Tante tinggal disini ya," ucap Arlinda pada dua orang laki-laki itu dan berakhir meninggalkan mereka. Bola mata Leo terbuka lebar, mendapati dua orang lelaki yang ada di depannya kini adalah
"El?""El sudah sadar.""Alhamdulilah..."Terdengar patah kata syukur memenuhi ruangan yang terlihat asing bagi Leo. Beberapa orang terdengar suka cita mengelilingi dirinya.Leo merasakan tubuhnya yang sepertinya tengah berbaring, dirinya hendak bangun, namun seluruh tubuhnya masih lemas. Entah kenapa tiba-tiba ia susah berbicara, selang oksigen juga masih mengurung hidungnya yang semakin mempersulitnya bicara.Apa yang terjadi? Dimana aku?Leo masih belum mengerti keadaanya sekarang. Yang ia lakukan sekarang ini hanyalah mengedarkan bola matanya melihat sekitarannya.Tiba-tiba dua orang perempuan memeluknya. Yang satu memeluk tubuhnya dan yang satu terus menciumi keningnya sambil terus menangis. Ked
Satu minggu berlalu setelah kematian Khansa. Leo memberanikan keluar rumah untuk berziarah ke makam gadisnya.Waktu satu minggu terbilang cukup untuk membuatnya kembali pulih dari kesedihannya itu. Leo memutuskan untuk menjadi sesorang yang tegar dan tidak mudah putus asa. Ia masih memiliki masa depan yang harus dipikirkan, terlebih usianya terbilang masih belia. Masih panjang perjalanan yang harus ia tempuh.Setibanya disana, ia mendapati kuburan Khansa yang masih terlihat baru. Ia pun berjongkok sembari mengelus-elus batu nisannya. Sesekali Leo tersenyum getir sambil melihat batu nisan yang bertuliskan Khansa Arima Iriana itu."Hey, aku kemari. Maaf baru kali ini." Leo berbicara sambil menaburkan taburan kelopak bunga diatas pemakaman Khansa.Segera ia membacakan surah-surah Al-Qur'an dikhususkan untuk almarhumah yakni Yasin, Al-Waqi'ah dan Al-
Key, adalah anak yang tidak tau sama sekali siapa, dimana, bagaimana orang tua kandungnya. Besar di panti asuhan membuatnya selalu menyebut dirinya buta dan tuli akan Ayah Ibunya.Sampai krisis moneter panti asuhan melanda dirinya dan anak-anak lainnya. Mendorong Key kecil harus dewasa sebelum waktunya. Ia pun bergelut dengan dunia yang sebenarnya, mencari uang dengan mengamen di jalanan.Hingga sampailah Key duduk dibangku kelas empat SD, hasilnya mengamen tidak cukup untuk membiayai sekolahnya. Maka Key mendobrak sisi baik dalam dirinya, titik hitam mulai menguasai hatinya. Hingga ia berakhir masuk ke dunia kegelapan dengan menjadi seorang pencuri dan pencopet.Jungkir balik dalam dunia hitam telah Key rasakan berulang kali. Rasa sakit seolah-olah menjadi temannya, sisi baik sudah ia sirnakan dalam dirinya. Hanya satu yang ia tuju yakni demi kehidupan yang memadai. Bermodalkan teman-teman jalanannya, Key mampu memb
Dua hari berlalu setelah pemakaman Khansa. Leo masih mengurung di kamar dengan pipi terus menitikan air mata. Sampai-sampai kantung matanya mulai terlihat gelap karena teus menerus menangis. Badannya lemah dan rambutnya kusut, dua hari ini hanya ia habiskan untuk menyandar di pintu sembari melamun. Tangan kanannya masih memegangi buku diary peninggalan Khansa. "Non Khansa berpesan sebelum kondisinya kritis. Ia meminta Bibi untuk menyerahkan tas, buku, dan laptop sama Aden. Terima ya Den, ini permintaan terakhir non Khansa." Perkataan Bi Arin terngiang di pikirannya. Leo sama sekali belum melihat isi tasnya, itu
Leo merebahkan tubuhnya di kamar lamanya. Hari ini adalah hari yang amat lelah baginya setelah menyaksikan rekonstruksi kasus Riana. Berusaha mengubur ingatannya tentang pembunuhan keluarganya itu, Leo mengistirahatkan diri hari ini. Merasa dahaga karena cuaca cukup panas, Leo beranjak ke dapur untuk mencari minuman segar. Maka diambilah jus lemon di lemari pendingin. Bersandar di jendela dapur sambil memandangi suasana kebun memanglah menghijaukan pandangan. Seteguk jus lemon yang dingin mengalir di tenggorokan dengan nikmatnya, sangat cocok diminum sebagai pemuas dahaga. Terbuai dengan suasana, tak sengaja Leo menyenggol lemari gelas di belakangnya. Senggolannya cukup keras membuat salah satu gelas jatuh dan pecah di tangan kirinya. Leo meringis karena pecahan itu melukai tangannya membuat darah segar menggenang di pergelangan tangannya. Bukan
Setelah pengakuan mengejutkan dari Khansa, sedikit demi sedikit mereka mulai menghilangkan kecanggungannya masing-masing. Hal ini berbeda dari ekspetasi Khansa bahwa Leo akan kecewa dan menghindarinya, nyatanya pengakuan itu malah membuat mereka semakin dekat.Dua hari setelahnya Leo terus menemani Khansa di rumah sakit dan tak jarang untuk menghiburnya dengan jalan-jalan keluar. Sempat terlintas di benak Leo, kenapa Khansa masih harus menjalankan perawatan? Padahal dirinya dan gadis itu masuk rumah sakit pada hari yang sama.Semua itu terpikirkan karena Leo tidak sabar untuk mengajak Khansa jalan-jalan dan kembali duduk meneduh di pinggir danau seperti dulu lagi.Kali sekarang Leo mengajak dua sahabatnya, Reynal dan Aditia juga menjenguknya. Namun ada rasa tak enak di benak Leo saat Khansa tidak berbicara padanya sama sekali, menimang Leo tidak menjenguk Khansa akhir-akhir ini karena disibukkan dengan urusan pengadilan Ri
Leo meracau di kamarnya. Ia bingung dengan sifat Khansa yang berubah akhir-akhir ini. Kondisinya kian membaik pasca dia pingsan di taman, hanya saja pihak rumah sakit belum membolehkan Khansa untuk pulang dan masih harus menjalankan perawatan beberapa hari lagi. Lelaki itu sudah beberapa kali menjenguk Khansa. Namun Leo dibuat heran bahkan bingung sendiri dengan sikap gadis itu. Khansa belum pernah menjawab setiap pertanyaan yang Leo tanyakan. Jangankan menjawab, Gadis itu bahkan tidak berbicara sama sekali dengannya. Tetapi Leo tidak menyerah, sekali lagi ia akan pergi menemuinya. Mungkin menanyakan baik-baik kenapa dirinya akhir-akhir ini sifatnya berubah. Jika harus meminta maaf karena kesalahan besarnya, Leo siap melakukannya. Lagi pula tragedi itu terjadi karena dirinya. Singkat cerita Leo sampai di rumah sakit. Ia melihat Bi Arin bersama Echa tengah membawa Khansa jalan-jalan keluar ruangan. Mata gadis itu masih t
"Leo? Leo!" "Bertahan bro." "Lo pasti kuat." "Sadar Leo." "Jangan tinggalin Bibi, Leo." Seruan itu memaksa Leo untuk membuka matanya. Atap putih dan tiang infus menjadi benda pertama yang lihat. Matanya pun kembali beredar dengan benak bertanya-tanya, dimana ini? Rumah sakit. Badannya masih terasa lemas. Bukan hanya itu, sakit dan pegal nyaris menyebar di sekujur tubuhnya. Leo hendak bangun sebelum akhirnya ia menyadari bahwa dirinya tengah terbaring di sebuah ranjang yang dikelilingi banyak orang. "Leo, akhirnya kamu sadar juga," ucap Fira penuh haru seraya menggenggam tangan Keponakannya itu. "Alhamdulilah, lo gapapa kan?" tan