Segalanya tampak vivid. Dia mengintip dari balik jendela kereta kudanya hanya untuk menemukan deretan pohon yang berjejer disepanjang perjalanan yang terlihat tiada ujungnya. Matahari telah tenggelam, hanya menyisakan semburat jingga yang terlihat dari sela-sela batang pohon yang setiap saat tampak semakin berubah menjadi kelabu menyeramkan.
Suara-suara hewan penghuni hutan mulai terdengar. Dimulai dari bunyi jangkrik hingga burung gagak yang bertengger diantara rating pohon. Dia mulai menyesali keputusannya untuk memulai perjalanan di siang hari sehingga harus membelah rimba hutan saat malam.
Melakukan perjalanan di malam hari sangat riskan dan rawan. Menyusuri hutan yang sebulan lalu sempat terkenal karena penjambretan dan sarang penyamun tentu berada di diatas level yang berbeda. Seperti bunuh diri atau sengaja masuk mencari petaka. Dia sendiri tahu itu. Selain ancaman dari gerombolan bandit dia juga harus mewaspadai serangan hewan buas yang bisa tiba-tiba muncul dari segala sisi jalan dan menerkam iring-iringannya. Tapi pilihan lain apa yang dia punya? Ibundanya tengah sekarat di kediamanya dan dia mendapat firasat buruk bahwa kali ini dia akan kehilangan sosoknya selama-lamanya. Dia tidak ingin melewatkan diri untuk menemaninya sehingga dia nekat untuk melakukan perjalanan dadakan dari kuil Sang Hyang dan kembali menuju rumahnya.
'Untungnya aku memiliki dia.' pikirnya. Jika dia menjulurkan lehernya untuk melihat ke depan dia akan melihatnya tengah menunggangi kuda dengan gagah.
Rambutnya dikuncir tinggi untuk memudahkan gerak saat bertarung. Dia memakai pakaian tanpa lengan sehingga memamerkan otot kekarnya, hasil bertahun-tahun berkiprah menjadi ksatria. Pedang tersampir di sisi kiri tubuhnya. Dia hanya bisa melihatnya dari belakang, tapi dia membayangkan saat ini ekspresi pria itu sedang cemberut seolah-olah seseorang telah berbuat konyol didepannya.
'Arya' ia menyebut namanya.
Dia adalah seorang senopati kerajaan. Dan dia yakin, dalam beberapa tahun ke depan Arya akan mendapat gelar Mahapatih. Berada dibawah pengawalannya memberikan perasaan aman.
Lalu semuanya berjalan dengan cepat. Anak panah meluncur dari kegelapan malam dan menancap di pinggir jendela keretanya. Dia sangat terkejut untuk mengetahui dia hampir menemui kematian sehingga indranya mengabur. Hanya bisa mendengar sayu-sayup teriakan perintah Arya untuk melindunginya.
Gerombolan penjambret itu datang dan jumlahnya puluhan. Seperti sebuah kartel besar.
Dia kalah jumlah. Dia hanya membawa sepuluh pengawal termasuk kusir yang mengemudikan keretanya. Dentingan pedang itu beradu dan pertempuran tidak bisa dihindarkan. Dua dayangnya yang duduk disampingnya menahannya dan melindunginya. Pada akhirnya salah satu dari dayangnya terkena tancapan golok. Dia dan dayangnya yang lain menjerit ketakutan, dan sedetik kemudian hanya dia yang masih berafas didalam kereta.
Dia pasrah dan mencoba untuk menghadapi kematian yang akan segera memeluknya. Tapi kemudian jendela kereta yang telah rusak itu dirobohkan dengan paksa oleh sosok yang telah dikenalnya.
Arya memanggilnya untuk turun. Dia memanggil namanya.
Dia... Dia tidak tahu siapa dia.Rhea terbangun dengan keringat dingin yang menyelimuti tubuhnya. Nafasnya terengah-engah. Bayangan mimpinya masih tergambar jelas di ingatannya.Tuhan, dia hampir mati di mimpi dan mimpi itu sangat aneh. Itu berbeda dari mimpinya yang biasa. Tampak nyata, tampak seperti dia memang berada di tempat kejadian, tampak menunggu kematian.
Dan siapa dia? Dia berperan seperti seorang putri atau semacamnya. Rhea tidak tahu. Dia tidak tahu namanya dalam mimpi itu. Arya, pria dalam mimpi itu memanggilnya. Yakin dia memanggil namanya. Tapi Rhea tidak bisa mendengarnya. Seolah dia memang tidak diperbolehkan untuk mengetahui namanya sendiri dalam mimpi.
"Sudahlah, itu hanya mimpi." Ia bergumam. Bangun tidur dia merasa lelah gara-gara mimpi yang aneh namun tidak bisa dipungkiri menarik.
Tangannya terulur mencari gelas di nakas sebelum tersadar bahwa dia tidak berada di apartemennya yang biasa. Alih-alih gelas, dia melihat naskah untuk dramanya mendatang.
Melihat judulnya, mimpi anehnya sepertinya bisa dimaklumi.
Dia akan memerankan drama kolosal sejarah kerajaan. Mimpinya barusan berada di setting yang sama. Mungkin dia terlalu bersemangat hingga terbawa mimpi. Dipikir-pikir itu masuk akal karena Rhea pernah memimpikan salah satu perannya.
Mengenai suaminya, Hansa sudah menghilang. Saat Rhea menyadari jam berapa dia terbangun, Hansa bisa dipastikan sudah berada di kantornya. Dia masih belum dan ragu akan karakter pria itu. Yang bisa Rhea lakukan hanyalah menghindarinya sebisa mungkin.
Rasa haus membuatnya beranjak dari kasurnya. Dia memakai sandal berbulu yang tersembunyi di tepi bawah ranjang sambil menguap, lalu dia turun menuju dapur.
Ketika dia berhasil menghabiskan dua gelas air putih sekaligus. Rhea baru menyadari keadaan sekeliling dan karena rumah Hansa berbentuk rumah tanpa sekat, dia bisa melihat ada orang asing yang bersandar di sofa.Rhea berjalan mendekatinya.
"Siapa kamu?" Tanyanya.
Pria yang tengah memunggunginya dan duduk dalam posisi santai sambil bermain gadget berbalik. Mereka saling memandang dan menganalisis satu sama lain.
"Ha?" Pria itu berdecak. "Kamu memang tidak secantik yang aku kira." Ejeknya.
Rhea mengangkat alisnya. Siapa pria yang terang-terangan mengejek wajahnya? Pria itu sendiri dimatanya tampak seperti seekor bajing, sok keren dan kekanakan.
"Aku Karna Adiwinata. Adik Hansa." Dia memperkenalkan diri dengan congkak.
"Adik?" Rhea mengejek.
Karna tergagap. "Adik sepupu." Dia mengakui.
Tapi bagaimana kalau dia cuma sepupu? Hansa sebatang kara dan dia hanya memiliki keluarganya sebagai keluarga. Hansa juga tidak mempermasalahkan dia berbuat sesukanya. Sedang aktris ini? Dia mengerutkan hidungnya dengan jijik. Berani-beraninya dia menjebak Hansa untuk menikahinya!
"Aku datang untuk melihat apa yang istimewa darimu tapi kurasa selain wajah rubah dan kelicikanmu kamu seorang sampah yang tidak layak untuk saudaraku." Katanya.
"Oh?"
Kemarahan Rhea mulai terkumpul dan hanya menunggu waktu untuk meledakkannya. Serius, dia ingin hidup tentram di hari pertamanya di rumah Hansa, tetapi tampaknya itu tidak akan terjadi karena sekarang dia harus berurusan dengan pria manja yang bermulut besar.
"Kamu bahkan tidak membalas. Kurasa kamu tahu nilai dirimu sendiri. Seorang sampah tetaplah sampah, berani bermimpi menjadi nyon-
Plak!!
Rhea sukses menampar pipi kirinya.
Karna memegangi pipinya, melotot tidak percaya bahwa dia telah ditampar. Dia menahan untuk tidak mengerang meski sekarang pipinya berdenyut denyut sakit. Sialan! Wanita ini memiliki tenaga yang besar.
"Kamu bitch!"
Plakk!!
Rhea menamparnya sekali lagi.
Mereka saling bersitegang. Akibat tamparan yang kedua kalinya Karna sedikit mundur ke belakang dan kakinya menyenggol kaki meja tamu, menciptakan decit ringan.
"Adik ipar sepupu." Rhea berbicara dengan penuh penekanan. "Kamu datang ke rumah pagi-pagi ini dan mengutuk pemilik rumah dan kamu berekspektasi tidak mendapat pukulan?"
"Pemilik rumah? Berani-beraninya sundal seperti kamu menjadi pemilik rumah ini?! Hansa pasti akan memceraikanmu dalam seminggu ini!"
Rhea tertawa histeris mendengar amukan Karna. Tangannya mencoba memegangi dadanya untuk menekan tawa, baru menyadari dia masih memakai gaun malam satin birunya.
"Dasar gila!" Karna mengumpatinya.
Tanpa aba-aba Rhea menarik rambut Karna. Itu mudah karena tinggi mereka hanya selisih sekitar satu inchi. Dia menarik dengan keras, kuku palsu panjangnya sangat bermanfaat untuk melakukan pekerjaan ini hingga membuat Karna berteriak dan membalas dengan meraih rambut Rhea sebagai gantinya.
Para pelayan mulai mendekat mendengar teriakan di ruang tamu dan hanya bisa berdiri di belakang, terlalu takut untuk ikut campur dalam masalah dua orang didepan mereka. Yang satu istri majikannya dan nyonya rumah yang baru, satunya adalah sepupu majikannya.
Rhea mencengkeram sekuat tenaga. Menghiraukan rasa sakit di rambutnya yang dijambak oleh Karna. Matanya melirik ke titik vital dan dengan secepat kilat dia mengarahkan tendangan ke pangkal paha Karna.
Prang!
Karna mengerang kesakitan. Merasakan rasa sakit yang amat sangat di alat vitalnya membuatnya kehilangan keseimbangan dan berakhir dengan terjatuh ke belakang dan menyenggol vas kaca yang letaknya diatas meja. Rasa sakitya bertambah. Selain dari bagian bawah tubuhnya, sekarang pelipisya lebam terkea goresan sudut meja yang tajam dan tanganya menekan pecahan kaca hingga berdarah.
Rhea hanya menatapnya tanpa ada niat untuk menolongnya. Para pelayan terkejut dan Bi Darsa dengan yang lainnya mengintervensi dan menolong Karna.
"Itu..itu vas kesukaan Hansa." Mia berkata panik. Meski dalam hatinya dia terseyum senang penuh kemenangan
Tamatlah rimayat Rhea. Hansa sangat meyukai vas itu karena itu salah satu peninggalan ibunya dan sekarang Rhea memecahkannya. Dia tidak sabar untuk melihatnya segera diusir dari rumah. Pikirnya dengan penuh kemenangan.
Rhea mendengar suara Mia di belakang. Bisik-bisik antar pelayan langsung menyebar, Rhea bisa menangkap apa yang mereka bicarakan adalah betapa selesai Rhea sekarang dan dia akan segera diusir Hansa.Rhea tidak ambil pusing, dia menatap kepingan-kepingan vas yang berceceran di antara meja dan lantai, bercampur dengan darah Karna. Vas itu memang terlihat unik, tapi itu hanya sebuah vas. Tidak seperti Rhea, Karna sangat ketakutan melihat apa yang telah ia lakukan. Dia ingat dulu ada salah satu pelayan yang secara tidak sengaja menggores bagian leher vas hingga meninggalkan bekas dan Hansa langsung memecat pelayan yang malang itu. Menunjukkan bahwa Hansa sangat tidak menoleransi orang-orang yang merusakkan barang peinggalan orangtuanya dan sekarang dia memecahkan satu. Secara teknis dia tidak sengaja melakukannya dan itu karena Rhea. Ya, salahkan Rhea saja! Rhea masih acuh tak acuh meski orang-orang disekelilingnya gempar hanya karena sebuah vas yang hancur. D
"Lihat, dia memberikan aku kuasa penuh atas rumah ini." Rhea bersolek penuh kemenangan. Karna tersenyum kecut, lalu menggelandang pergi.Para pelayan saling berkomunikasi dalam diam. Tampaknya berita yang beredar di sudut-sudut rumah tentang majikannya sangat mencintai Rhea itu benar. Para pelayan berusia muda diam-diam iri dengan si aktris yang berhasil menaklukkan seorang Hansa Adiwinata."Jadi, aku menginginkan semua pegawai di rumah ini untuk berkumpul satu jam kemudian. Diluar." Perintahnya.Mereka mengangguk.Rhea menatap Mia yang masih berdiri di sudut. "Kau," tunjuknya. "Jika kau begitu tidak punya kesibukan hingga selalu kesini, kau bisa mulai menulis surat lamaranmu."Dia berdiri dan menepuk-nepuk piyamanya dalam rangka untuk meluruskan."Bersihkan kekacauan ini."Pada akhirnya dia memanggil Rani dan Sinta untuk memindahkan pakaian di kopernya ke lemari. Itu juga membuat Rhea baru sadar kalau lemari pakaian
"Atau... Cinta dari kehidupan sebelumnya?"Hansa menegang ditempatnya. Dia selalu berpikir bahwa sepupunya orang yang berpikiran pendek tetapi tampaknya dia salah. Sepupunya gila."Sekarang kau mengucapkan hal-hal yang tidak masuk akal." Ia membalas."Memang tidak masuk akal!" Karna menyetujui. "Tapi menikahi Rhea juga langkah yang tidak masuk akal!" Pungkasnya.Sekarang setelah diucapkan, Karna merasa ucapannya memang keterlaluan. "Sudahlah, kamu tampaknya memang sedang di mabuk cinta."Dia beranjak berdiri untuk pergi, tapi sebelumnya dia memberi nasehat, "Hanya mau mengingatkan, hati-hati dengan cinta, karena deritanya tiada akhir."Mungkin Rhea entah bagaimana bisa menaklukkan hati baja Hansa. Mungkin, Hansa memang entah karena eror di otaknya atau tekanan pekerjaan sehingga menjadi rada sinting sehingga jatuh cinta pada pandangan pertama kepada Rhea yang memakai gaun pengantin. Semua kemungkinan itu tetap tidak mengubah bahwa Hans
"Berhenti disini."Meski bingung, Jeremy menghentikan mobilnya. Dia selalu memarkir mobilnya tepat di depan rumah Hansa untuk mengantar jemput Tuannya itu. Tapi dia tetap mematuhi perintah yang diucapkan Tuannya meski akhir-akhir ini banyak permintaan aneh.Hansa segera keluar dan menyuruh Jeremy memakirkan mobilnya ke tempat biasa. Bukan tanpa alasan dia meminta turun disini. Dia melihat istrinya tengah bermain dengan anjingnya dan Hansa berniat untuk langsung menemuinya.Dia melepaskan jasnya dan melampirkannya ke tangan kirinya. Semakin dia dekat dengan mereka, dia bisa mulai mendengar tawa kecil Rhea yang tengah bersenang-senang melempar boneka tulang untuk diambil anjingnya."Bersenang-senang?" Ia menghampiri.Rhea menoleh kearahnya, "Little White Sangat pintar." Beritahunya.Little White?Anjing itu menginterupsi mereka dengan menempel ke kaki Rhea dan menjatuhkan mainannya. Menatapnya dengan ekor bergoyang-goyang, meminta
Tangannya ditarik paksa.Dia tidak punya waktu untuk berduka mengenai kehilangan dua pelayan setianya. Arya memaksanya untuk turun dari keretanya yang telah rusak, merangsek kedepan sambil mengayunkan pedang ke arah musuh yang mendekati mereka.Kakinya tidak sengaja tersandung sesuatu dan saat dia melihat kebawah, dia berteriak. Dibawahnya ada kepala manusia yang terpenggal. Tubuhnya bergetar hebat. Dia sangat ketakutan sekarang."Tolong pejamkan matamu putri." Perintah Arya yang langsung dipatuhinya.Arya menggendongnya. Dia bisa merasakan cengkraman kuat di lengannya. Tubuhnya berjengit ketika mendengar dentingan pedang yang terdengar keras di lakukan didekatnyaDia berdoa. Berdoa kepada Sang Hyang Widhi untuk selamat dari kematian hari ini. Berdoa agar Arya mendapat kekuatan untuk bisa menghalau para perampok bengis itu.Dia merasa tubuhnya ditempatkan ke sesuatu. Dia membuka matanya dan melihat bahwa dia telah berada di atas kuda m
Rhea bertatapan dengan mata penolongnya. Dia segera membawanya masuk ke dalam gedung yang dengan kaca satu arah membuat para wartawan tidak bisa membidik mereka."Terimakasih." Rhea sangat terbantu akan pertolongan Sebastian.Mereka saling kenal satu sama lain. Rhea dan Sebastian adalah aktris dan aktor utama agensi. Sebastian bergabung tak lama setelah dia menandatangani kontrak. Mereka sekarang adalah ikon agensi Eureka dan dekat dengan CEO nya. Meski begitu, jalan karir mereka berbeda. Rhea dikenal sebagai pemeran ketiga yang selalu antagonis dan anti hero. Sedangkan Sebastian memiliki karir meroket dengan menjadi pemeran pria utama."Mereka menggila sejak kemarin." Ucap Sebastian.Mereka berjalan beriringan. Meski mereka jarang bertemu dalam proyek film, sudah bukan rahasia bagi orang dalam agensi bahwa mereka berteman satu sama lain. Pertemanan senior kata mereka. Sebastian sendiri kemarin menghadiri pernikahan Rhea dan meski terkejut dengan ke
"Sudah sampai."Kay mematikan mesin mobilnya. Dibelakang, Rhea melepaskan seatbeltnya. Tidak lupa kembali memakai kacamata hitam andalannya dan tas jinjing di tangan kirinya."Tidak ingin kutemani masuk?" Kay memastikan kembali.Gedung didepannya ini adalah salah satu gedung terbesar di ibukota. Seluruh gedung telah dibeli dan digunakan seluruhnya oleh Prisma Group yang memiliki banyak anak perusahaan."Tidak usah. Tinggal masuk saja. Hansa bilang dia telah mengutus Jeremy untuk tur perusahaan." Rhea tertawa sendiri di bagian 'tur perusahaan'."Benar, tur perusahaan." Kay didepan mengangguk-angguk iri."Besok jangan lupa ada wawancara. Aku harus membawamu ke salon rambut terlebih dahulu." Kay mengingatkan."Okay." Balas Rhea sambil dengan melakukan gerakan tangan.Seperti yang Hansa janjikan. Jeremy telah menunggunya di pintu masuk. Rhea belum mengenal Jeremy, yang dia tahu, pria itu asisten kepercayaan Hansa."Mar
Jantungnya berdetak kencang. Hansa menatap bibir ranum istrinya itu dengan keinginan tinggi untuk menciumnya. Bisakah dia? Istrinya tampak tidak menahannya. Karenanya bibir mereka menjadi lebih dekat. Semakin dekat dan...'Sepuluh meter lagi belok kanan.'Mereka berdua tersentak kaget mendengar suara dari google maps yang telah Hansa hidupkan kembali, hal pertama yang dia lakukan saat masuk ke mobil.Rhea mendorong Hansa menjauh dan tubuhnya bergerak menjadi sangat dekat dengan sisi pintu. Dia menggigit bibirnya, sesuatu yang dia lakukan sewaktu gugup. Dia tidak berani memandang ke arahnya.Hansa menahan diri untuk tidak meninju layar map di dasbor mobilnya. Merutuki suara dari sistem yang datang di waktu yang sangat tidak pas.Sial! Hansa merindukan bibir itu, dan karena kejadian ini, dia yakin Rhea akan kembali membuat jarak dengannya.Kenapa dia harus menghidupkan maps? Pikirnya kesal.Dengan pikiran kacau balau dan kesal, di
Rhea menatap dirinya di cermin. Jelas dia sedang tidak dalam keadaan baik. Rambutnya kusut karena ia sendiri lupa kapan menyisir rambut. Pelupuk matanya sedikit bengkak karena habis menangis satu malam. Rhea tidak menyukai tampilannya.Dia melewatkan sarapan bersama pagi ini karena ingin menghindari ibunya. Dia juga akan keluar rumah hari ini, pergi ke tempat baru yang akan ia tuju mengikuti seberapa jauh dia bisa mengendarai mobilnya. Sendirian, tanpa memberitahu Kay atau siapapun. Dia ingin menghilang sejenak, menenangkan diri, dan berpikir mengenai masa depannya yang baru.Dia memakai jaket dengan kaos putih dibaliknya dan ripped jeans yang ia beli beberapa tahun yang lalu yang untungnya masih muat. Dia memakai pakaian yang seadanya yang masih tertinggal di lemarinya.Ketika dia keluar, dia berpapasan dengan Eda.Adiknya bertanya, "Mau kemana?""Pergi." Balasnya singkat.Eda menatapnya selama beberapa detik sebelum mengangguk, lalu pergi.
Dua hari setelah dia bangun dari koma dan dinyatakan sehat, dia akhirnya bisa meninggalkan rumah sakit. Rhea senang dengan hal itu karena dia tidak menyukai berlama-lama tinggal di ruangan dengan alat-alat kesehatan dan bau obat yang menguar di setiap dindingnya.Berbeda dengan sikap penuh bunga yang ditampilkan Rhea. Christina menampilkan aura sebaliknya. Bukan karena dia tidak suka anaknya sembuh, Christina bahkan hampir gila ketika menunggui Rhea agar terbangun dari komanya yang berjalan selama sepuluh hari. Hanya saja, dia sebal dan ingin mulutnya gatal untuk memarahi anak sulungnya itu yang sekarang duduk di kursi belakang mobil suaminya dengan Edward disampingnya.Rhea tidak seharusnya pulang kerumahnya. Dia harusnya pulang bersama Hansa, bukan bersama mereka.Christina sebagai ibu sudah menyadari hubungan Rhea dengan suaminya sedang kisruh alias tidak sedang baik-baik saja. Itu membuatnya bingung, dia hanya tidak mengerti jalan pikiran anaknya yang sepert
Hansa seketika mematung. Dia sangat terkejut dengan perkataan Rhea yang tiba-tiba mengungkit soal perceraian. Tangannya berhenti bergerak dan dia menatap Rhea yang sekarang tengah memalingkan muka dan menolak menatapnya.Kedua mertuanya yang berdiri disampingnya juga sangat terkejut atas perkataan Rhea. Bagaimana tidak? Kalimat pertama yang diucapkan Rhea selepas terbangun dari komanya adalah meminta perceraian didepan suaminya yang merawatnya dengan baik ketika dia tenggelam dalam koma."Rhea, apa kau sadar apa yang kau katakan?" Christina bertanya dengan penuh kehati-hatian. Dia melirik menantunya yang wajahnya langsung berubah drastis dari kebahagiaan menjadi penuh tanda tanya.Rhea menolak untuk melihat mereka. Matanya menunduk dan lebih memilih melihat selang infus yang menyalurkan nutrisi ke tubuhnya."Kalian keluar saja. Aku ingin sendirian bersama Hansa." Ucapnya enggan.Christina ingin mendebat namun tangan Theodorus yang menyentuh bahunya
Rhea terduduk saking tidak bisa berdirinya dia setelah mengetahui akhir kisah dari Sekar yang ada dalam mimpinya. Itu bukan kisah yang akan dia harapkan. Rhea tidak pernah menebak Sekar akan berakhir mati di tangan Arya, juga tidak pernah menebak kehidupan pernikahan Sekar akan lebih sering terselimuti duri dibanding bahagia.Tanpa sadar air mata telah mengalir dari kedua matanya yang ia tujukan kepada Sekar yang masih duduk didepannya."Sekarang kamu telah tahu ceritaku." Sekar menatap Rhea dengan pandangan yang tak terbaca.Itu membuat Rhea semakin tidak mengerti kenapa dia harus memiliki pengalaman seperti ini. Dia sendiri tidak tahu dia masih hidup atau mati, dan sekarang dia sedang berhadapan dengan tokoh di mimpinya. Rasa-rasanya Rhea sudah tahu seperti apa keterkaitan antara mereka berdua tetapi dia mencoba untuk tidak berpikir kearah itu."Jatuh cinta membuat kita bodoh bukan?" Tanya Sekar, melanjutkan kisahnya dengan
Tepat hari minggu pertama sejak istana berduka atas kematian permaisuri, alun-alun kota ramai dengan berbagai kalangan yang kesemuanya punya satu tujuan. Melihat perang tanding antara rajanya dengan patihnya hingga salah satu diantara mereka mati.Mereka semua sudah tahu mengenai berita cinta segitiga diantara raja ratu dan patihnya. Rakyat biasa mengira itu hanyalah rumor yang dibuat untuk mencoreng nama permaisuri. Namun sekarang melihat dua pria itu bertanding yang kabarnya berhubungan dengan kematian Sekar membuat mereka tertarik mendengar gosip lebih dalam lagi.Pertandingan masih akan dimulai di sore hari namun saat siang alun-alun sudah padat dengan orang. Para pejabat kerajaan sudah berdiri di poskonya masing-masing. Terbagi menjadi dua kubu. Kubu pendukung Ayudhipa dan kubu pendukung Arya yang rata-rata dari prajurit bekas perang terakhir.Ketika matahari mulai tergelincir dari puncaknya, rombongan Aryalah yang pertama kali muncul. Dia
Arya langsung melepaskan gagang pedangnya. Seluruh tubuhnya gemetar ketika menyadari apa yang baru saja ia lakukan."Tidak," bisiknya.Dia terduduk lemas ditanah. Matanya menatap siapa yang ia hunus dengan pandangan tidak percaya.Ini semua tidak ada dalam rencananya.Ayudhipa lah yang ingin dia bunuh. Bukan perempuan yang dicintainya yang sekarang tengah berbaring di tanah didepannya dengan darah bersimbah di perutnya."Sekar!" Teriak Ayudhipa.Pria itu menatap pedang yang menancap di perut Sekar dengan ketakutan. Dia segera bersimpuh dan memangkunya."Rwanda!" Teriaknya. Memanggil bawahannya yang izin buang air kecil.Senopati muda itu datang tergopoh-gopoh mendengar teriakan rajanya. Matanya melihat kejadian didepannya dan keterkejutan serta ketakutan terlihat di matanya."Panggil tabib! Cepat!" Perintah Ayudhipa. Suaranya bergetar karena menahan tangis. Matanya telah berkac
Laksita memberitahunya kabar. Kabar yang membuat dia langsung menebaskan pedangnya ke kumpulan bambu didepannya saking inginnya untuk membunuh seseorang. Tidak peduli dia tengah dilihat oleh pasukannya dibelakangnya.Mereka telah memenangkan pertarungan berdarah selama lima bulan sejak dia diutus memimpin wilayah barat. Arya telah mengerahkan seluruh kemampuan mengatur strateginya untuk menaklukkan pasukan koalisi tiga kadipaten paling barat yang ternyata lebih tangguh dari prediksinya. Lalu apa yang dia dapatkan? Hukuman mati dari raja menantinya di ibukota dengan tuduhan perselingkuhan yang tidak pernah dia lakukan bersama Sekar."Tenang Arya, kami disini berada disisimu." Ucap salah satu senopatinya yang segera diangguki yang lain.Namun itu tak menyurutkan kemarahan Arya yang ditujukan kepada rajanya."Bagaimana keadaan permaisuri?" Tanyanya kepada Laksita yang memang tidak ikut dengannya ke perang terakhir.
Sekar jelas-jelas sangat terkejut dan tersinggung dengan tuduhan yang Ayushita arahkan kepadanya. Bagaimana tidak? Dia tidak peduli dan sama sekali tidak ikut campur dengan kehamilan Ayushita sejak awal. Jika bukan karena adat pun dia tak akan mengunjungi selir itu. Kemarin pun dia datang hanya untuk kunjungan singkat. Kegilaan apa yang tengah Ayushita miliki hingga berani menuduhnya seperti itu?"Jaga ucapanmu selir Ayushita. Kau tahu sendiri aku tidak pernah berhubungan denganmu selain kemarin, itupun kau tahu sendiri aku melakukan apa di rumahmu." Balasnya dengan penuh penekanan.Tuduhan semacam ini hanya akan memunculkan rumor yang semakin menyudutkannya."Sebelum kedatanganmu, bayiku sehat-sehat saja. Tapi gara-gara kamu, aku harus kehilangan anakku!" Balas Ayushita histeris. Dia masih menangis terisak dengan tangan memegangi perutnya. Disampingnya seorang dayangnya tengah mencoba menenangkannya."Yang Mulia, kamu harus bersik
Bulan-bulan berlalu seperti lintasan sekejap mata. Kediaman Sekar masih tertutup dan tampak terlihat dingin dibanding rumah-rumah lainnya. Dia lebih suka tinggal di pendopo belakang rumahnya sambil menyesap teh dan melihat senja berakhir.Hubungannya dengan Ayudhipa masih renggang, sesekali dia menerima pria itu datang dan bermalam di rumahnya tapi hubungan mereka tidak sebagus sebelum mereka menikah.Hari ini dia akan menemui salah satu selir. Kehamilan selir Ayushita telah berusia lima bulan dan sesuai adat istiadat, sang permaisuri harus mengunjunginya dan memberi berkat ke bayi itu. Karena sesuai legalitas, setiap anak yang dilahirkan selir akan menjadi milik permaisuri dan anak itu akan memanggil permaisuri dengan sebutan 'ibunda'.Sekar memakai pakaian resminya yang berwarna merah. Dia naik tandu untuk pergi ke kediaman selir yang dituju dengan sepuluh dayang dan kasimnya yang mengikuti dari belakang."Salam Kanjeng Ratu." Serempak