Jantungnya berdetak kencang. Hansa menatap bibir ranum istrinya itu dengan keinginan tinggi untuk menciumnya. Bisakah dia? Istrinya tampak tidak menahannya. Karenanya bibir mereka menjadi lebih dekat. Semakin dekat dan...
'Sepuluh meter lagi belok kanan.'
Mereka berdua tersentak kaget mendengar suara dari google maps yang telah Hansa hidupkan kembali, hal pertama yang dia lakukan saat masuk ke mobil.
Rhea mendorong Hansa menjauh dan tubuhnya bergerak menjadi sangat dekat dengan sisi pintu. Dia menggigit bibirnya, sesuatu yang dia lakukan sewaktu gugup. Dia tidak berani memandang ke arahnya.
Hansa menahan diri untuk tidak meninju layar map di dasbor mobilnya. Merutuki suara dari sistem yang datang di waktu yang sangat tidak pas.
Sial! Hansa merindukan bibir itu, dan karena kejadian ini, dia yakin Rhea akan kembali membuat jarak dengannya.
Kenapa dia harus menghidupkan maps? Pikirnya kesal.
Dengan pikiran kacau balau dan kesal, di
Mereka berbalik dan mendapati seorang pemuda tengah berjalan cepat kearah mereka. Rhea dan Hansa saling berpandangan, jelas tidak ada dari mereka yang kenal dengan pemuda asing ini."Aku tidak sengaja memfoto kalian." Pemuda itu mengeluarkan ponselnya dan langsung mengarahkannya ke Hansa.Gambar dari ponsel pemuda itu menampilkan dirinya dan Rhea dalam posisi berpelukan. Itu difoto dari samping dan ekspresi tawa dan kaget di wajah Rhea dan cara dia memandangnya untuknya serta sinar sore yang berpendar di belakang mereka membuat Hansa mengagumi foto tersebut meski hanya dipotret lewat ponsel.Rhea ikut memberi perhatian terhadap foto yang dibuat."Bagus. Kau punya bakat memotret." Pujinya kepada pemuda itu.Pria itu tersipu malu mendengar pujian dari sang aktris. Sebenarnya dia hanya coba-coba mendapatkan sudut foto yang pas untuk memperindah feed akun media sosialnya, hingga kemudian dia mendapat momen yang pas dari dua pasangan yang tampak sempurn
"Ya, itu kesalahan. Benar, kesalahan." Rhea menggumamkan kalimat itu berkali-kali. Jantungnya berdetak kencang bahkan setelah dia mandi. Sekarang, dia sedang berada di salah satu kamar tamu yang rumah ini miliki. Dia mengungsi malam ini karena tidak ingin dia membuat kesalahan kembali. Kesalahan yang lebih besar.Ciuman itu salah. Jantung yang berdebar itu karena dia terkejut. Pikir Rhea dalam rangka meyakinkan dirinya sendiri.Dia mengacak-acak rambutnya kesal. "Kenapa aku melakukan itu?" Ratapnya. "-tidak, kenapa aku membiarkan dia melakukan itu?!"Rhea membenci situasi ini. Dia membenci kenapa setiap Hansa mulai menatapnya intens dari jarak dekat, jantungnya akan berdetak kencang. Dia membenci dirinya sendiri karena itu."Tenang Rhea, tenang." Dia bermonolog. "Kamu tidak boleh jatuh kedalam rayuan Hansa."Satu hal yang Rhea terakhir inginkan di hidupnya adalah kembali jatuh cinta ke orang yang salah. Hansa termasuk orang yang salah. Mau bagaiman
"Akhirnya aku bisa melihatnya dari dekat." Kay berfangirling ria.Dia adalah pengagum pria tampan, dan menurutnya, Malik adalah aktor tertampan di Indonesia. Dia tidak pernah melihatnya dari dekat karena Malik berbeda agensi. Baru kali ini Rhea akhirnya bermain drama bersama aktor tersebut. Sehingga Kay senang bukan main ketika nama-nama pemeran dramanya mendatang diungkapkan.Rhea bisa mengerti kegilaan Kay akan selebriti tampan. Dia juga mengakui Malik memang memiliki ketampanan yang membuat sebagian besar perempuan menggila kepadanya. Itulah kenapa fanbase Malik juga merupakan yang paling ganas."Ada adegan kamu menciumnya." Asistennya menambahkan. "Aku begitu iri. Kak Jenna memang ahli menyeleksi naskah untukmu." Dia menyebut manager Rhea yang sekarang sedang cuti melahirkan tetapi tetap memantau mereka dari jauh."Pada akhirnya peranku bernasib mengenaskan di akhir drama." Rhea mengingatkan ending menyedihkan dari perannya."Setidaknya bukan d
Kafe itu berada di gang sempit. Tertutupi oleh gedung yang menjulang didepannya. Hampir semua pelanggannya berasal dari daerah lokal yang tahu lokasi kafenya. Pemiliknya adalah seorang wanita tua yang tidak memiliki ambisi untuk mengembangkan kafenya menjadi lebih besar, sehingga di jam-jam tertentu, tempat itu bisa menjadi sangat sepi karena tidak ada pelanggan yang datang.Rhea bukan orang lokal kawasan itu tetapi dia tahu kafe itu. Dia dikenalkan oleh Jenna, managernya yang dulunya tinggal didaerah itu. Dia bahkan telah dikenal sebagai pelanggan setia oleh pemilik kafe. Disamping tempat itu sebagian besar dalam keadaan sepi, racikan kopinya dan sandwichnya sangat enak dan sesuai dengan seleranya.Di kafe Sarang Hati itu, rata-rata para pelanggan yang satu waktu dengannya tidak menyadari keberadaannya. Mungkin dikarenakan persepsi bahwa selebriti rata-rata hang out ditempat terkenal dan fancy sedangkan kafe ini tidak memiliki kedua kriteria itu.Disinila
Suasana hatinya sedang tidak baik-baik saja. Faktanya dia tengah berduka, berkabung karena ibunya meninggalkannya. Firasatnya benar, penyakit kronis ibunda tercintanya itu sudah tidak bisa ditolong lagi bahkan oleh tabib istana sekalipun.Kini dia terduduk mangu di samping makam yang gundukan tanahnya masih basah. Bekas aliran air mata di wajahnya menjadi penanda betapa banyak air mata yang telah ia keluarkan. Dia sendirian. Dia telah mengusir enam dayang untuk menunggunya di kejauhan. Dia sedang tidak ingin di ganggu.Dia memakai cundik berlukiskan bunga melati pemberian ibunya hari ini. Sebagai pengingat atas cintanya yang tidak terbatas untuk anak perempuan satu-satunya. Ibunya adalah sosok wanita yang tegar dan kuat yang selalu membalas orang-orang yang mencoba mempermalukannya karena sebagai istri sah, dia tidak bisa melahirkan anak laki-laki sebagai penerus.Sekarang, setelah kepergiannya, dia merasakan kekosongan yang amat sangat. Tidak ada lagi ibunda ya
Kay melambaikan tangannya dengan semangat ketika melihat Rhea menatap sekeliling mencari mereka."Bagaimana bunganya?" Tanyanya langsung setelah Rhea menarik kursi terakhir yang tersedia di meja mereka."Berjalan bagus." Ucap Rhea.Dia tersenyum kearah dua sosok lain di kiri kanan meja. Nino dengan adik perempuannya, Camila."Kami kesini setelah Nino menghadiri pembukaan toko brand sponsornya di lantai dua." Terang Kay. "Ah, aku telah memesankan minumanmu."Rhea mengerang ketika pelayan membawa jus jeruk kearahnya. Itu membuat Kay dan Nino tertawa melihat reaksinya yang sesuai dugaan. Camila disisi lain masih menjaga citra dirinya didepan aktris papan atas yang biasa dia lihat di film-film yang ia tonton. Dia awalnya mengira Rhea akan menjadi orang pendiam dan menakutkan, tetapi melihat dia tertawa dan bercanda dengan suadaranya, citranya yang menakutkan di kepalanya langsung menghilang."Aku sudah berekspektasi kau akan memesankanku b
"Kenapa kamu seperti ini?"Rhea memutar tubuhnya dan mendapati wajahnya berhadapan dengan dada bidang Hansa karena jarak tubuh mereka yang begitu dekat.Karena perbedaan tinggi dua puluh sentimeter, Rhea harus mendongak agar bisa menatap wajah suaminya. Rhea ingin melangkah mundur untuk memperlebar jarak, tetapi tubuh belakangnya telah menekan pinggiran marmer dingin."Bisakah kau membuatkanku segelas susu?" Tanya Hansa. Sadar bahwa Rhea tampak tidak nyaman, dia memutuskan untuk mundur selangkah."O-oke." Jawab Rhea, bingung dengan pertanyaan tidak terduga.Dia segera mengambil gelas lain di rak dan bekerja membuat dua gelas susu hangat untuk dia sendiri dan Hansa. Dia melirik kearah laki-laki itu yang sekarang tengah berdiri di belakangnya, tengah mengawasi dirinya. Diamati seperti itu, membuatnya sedikit gugup. Rhea juga melihat bahwa suaminya itu telah memakai setelan piyama tidur.Rhea mengambil nampan hitam dari laci bawah lalu meletakk
Seluruh orang di ruangan terkesiap melihat kejadian yang terjadi. Rhea masih terduduk di kursinya, mata coklat madunya menatap dadanya yang kini tercetak noda hitam kecoklatan yang menjijikkan. Dia juga merasakan panas di kulitnya."Maaf, aku tidak sengaja. Maafkan aku."Rhea menghiraukannya. Dia masih terpaku dan mencoba untuk mendinginkan emosinya agar tidak melakukan hal-hal yang dia akan sesali nanti, marah-marah misalnya. Dia tidak ingin tampil di headline berita lagi dalam citra negatif."Rhea kau tidak apa-apa?"Kay langsung secepat kilat mendatangi Rhea dan bersimpuh didepannya. "Tisu, mana tisu?" Ia bertanya dalam keadaan panik dan menoleh ke sekeliling untuk meminta yang lainnya membantunya mencari benda itu."Ini."Tak diduga, Malik lah yang langsung bertindak mencari sekotak tisu dan menyerahkannya. Kay menatapnya terkejut tetapi sedetik kemudian mereka langsung bekerja sama mencoba membersihkan tumpahan kopi di baju
Rhea menatap dirinya di cermin. Jelas dia sedang tidak dalam keadaan baik. Rambutnya kusut karena ia sendiri lupa kapan menyisir rambut. Pelupuk matanya sedikit bengkak karena habis menangis satu malam. Rhea tidak menyukai tampilannya.Dia melewatkan sarapan bersama pagi ini karena ingin menghindari ibunya. Dia juga akan keluar rumah hari ini, pergi ke tempat baru yang akan ia tuju mengikuti seberapa jauh dia bisa mengendarai mobilnya. Sendirian, tanpa memberitahu Kay atau siapapun. Dia ingin menghilang sejenak, menenangkan diri, dan berpikir mengenai masa depannya yang baru.Dia memakai jaket dengan kaos putih dibaliknya dan ripped jeans yang ia beli beberapa tahun yang lalu yang untungnya masih muat. Dia memakai pakaian yang seadanya yang masih tertinggal di lemarinya.Ketika dia keluar, dia berpapasan dengan Eda.Adiknya bertanya, "Mau kemana?""Pergi." Balasnya singkat.Eda menatapnya selama beberapa detik sebelum mengangguk, lalu pergi.
Dua hari setelah dia bangun dari koma dan dinyatakan sehat, dia akhirnya bisa meninggalkan rumah sakit. Rhea senang dengan hal itu karena dia tidak menyukai berlama-lama tinggal di ruangan dengan alat-alat kesehatan dan bau obat yang menguar di setiap dindingnya.Berbeda dengan sikap penuh bunga yang ditampilkan Rhea. Christina menampilkan aura sebaliknya. Bukan karena dia tidak suka anaknya sembuh, Christina bahkan hampir gila ketika menunggui Rhea agar terbangun dari komanya yang berjalan selama sepuluh hari. Hanya saja, dia sebal dan ingin mulutnya gatal untuk memarahi anak sulungnya itu yang sekarang duduk di kursi belakang mobil suaminya dengan Edward disampingnya.Rhea tidak seharusnya pulang kerumahnya. Dia harusnya pulang bersama Hansa, bukan bersama mereka.Christina sebagai ibu sudah menyadari hubungan Rhea dengan suaminya sedang kisruh alias tidak sedang baik-baik saja. Itu membuatnya bingung, dia hanya tidak mengerti jalan pikiran anaknya yang sepert
Hansa seketika mematung. Dia sangat terkejut dengan perkataan Rhea yang tiba-tiba mengungkit soal perceraian. Tangannya berhenti bergerak dan dia menatap Rhea yang sekarang tengah memalingkan muka dan menolak menatapnya.Kedua mertuanya yang berdiri disampingnya juga sangat terkejut atas perkataan Rhea. Bagaimana tidak? Kalimat pertama yang diucapkan Rhea selepas terbangun dari komanya adalah meminta perceraian didepan suaminya yang merawatnya dengan baik ketika dia tenggelam dalam koma."Rhea, apa kau sadar apa yang kau katakan?" Christina bertanya dengan penuh kehati-hatian. Dia melirik menantunya yang wajahnya langsung berubah drastis dari kebahagiaan menjadi penuh tanda tanya.Rhea menolak untuk melihat mereka. Matanya menunduk dan lebih memilih melihat selang infus yang menyalurkan nutrisi ke tubuhnya."Kalian keluar saja. Aku ingin sendirian bersama Hansa." Ucapnya enggan.Christina ingin mendebat namun tangan Theodorus yang menyentuh bahunya
Rhea terduduk saking tidak bisa berdirinya dia setelah mengetahui akhir kisah dari Sekar yang ada dalam mimpinya. Itu bukan kisah yang akan dia harapkan. Rhea tidak pernah menebak Sekar akan berakhir mati di tangan Arya, juga tidak pernah menebak kehidupan pernikahan Sekar akan lebih sering terselimuti duri dibanding bahagia.Tanpa sadar air mata telah mengalir dari kedua matanya yang ia tujukan kepada Sekar yang masih duduk didepannya."Sekarang kamu telah tahu ceritaku." Sekar menatap Rhea dengan pandangan yang tak terbaca.Itu membuat Rhea semakin tidak mengerti kenapa dia harus memiliki pengalaman seperti ini. Dia sendiri tidak tahu dia masih hidup atau mati, dan sekarang dia sedang berhadapan dengan tokoh di mimpinya. Rasa-rasanya Rhea sudah tahu seperti apa keterkaitan antara mereka berdua tetapi dia mencoba untuk tidak berpikir kearah itu."Jatuh cinta membuat kita bodoh bukan?" Tanya Sekar, melanjutkan kisahnya dengan
Tepat hari minggu pertama sejak istana berduka atas kematian permaisuri, alun-alun kota ramai dengan berbagai kalangan yang kesemuanya punya satu tujuan. Melihat perang tanding antara rajanya dengan patihnya hingga salah satu diantara mereka mati.Mereka semua sudah tahu mengenai berita cinta segitiga diantara raja ratu dan patihnya. Rakyat biasa mengira itu hanyalah rumor yang dibuat untuk mencoreng nama permaisuri. Namun sekarang melihat dua pria itu bertanding yang kabarnya berhubungan dengan kematian Sekar membuat mereka tertarik mendengar gosip lebih dalam lagi.Pertandingan masih akan dimulai di sore hari namun saat siang alun-alun sudah padat dengan orang. Para pejabat kerajaan sudah berdiri di poskonya masing-masing. Terbagi menjadi dua kubu. Kubu pendukung Ayudhipa dan kubu pendukung Arya yang rata-rata dari prajurit bekas perang terakhir.Ketika matahari mulai tergelincir dari puncaknya, rombongan Aryalah yang pertama kali muncul. Dia
Arya langsung melepaskan gagang pedangnya. Seluruh tubuhnya gemetar ketika menyadari apa yang baru saja ia lakukan."Tidak," bisiknya.Dia terduduk lemas ditanah. Matanya menatap siapa yang ia hunus dengan pandangan tidak percaya.Ini semua tidak ada dalam rencananya.Ayudhipa lah yang ingin dia bunuh. Bukan perempuan yang dicintainya yang sekarang tengah berbaring di tanah didepannya dengan darah bersimbah di perutnya."Sekar!" Teriak Ayudhipa.Pria itu menatap pedang yang menancap di perut Sekar dengan ketakutan. Dia segera bersimpuh dan memangkunya."Rwanda!" Teriaknya. Memanggil bawahannya yang izin buang air kecil.Senopati muda itu datang tergopoh-gopoh mendengar teriakan rajanya. Matanya melihat kejadian didepannya dan keterkejutan serta ketakutan terlihat di matanya."Panggil tabib! Cepat!" Perintah Ayudhipa. Suaranya bergetar karena menahan tangis. Matanya telah berkac
Laksita memberitahunya kabar. Kabar yang membuat dia langsung menebaskan pedangnya ke kumpulan bambu didepannya saking inginnya untuk membunuh seseorang. Tidak peduli dia tengah dilihat oleh pasukannya dibelakangnya.Mereka telah memenangkan pertarungan berdarah selama lima bulan sejak dia diutus memimpin wilayah barat. Arya telah mengerahkan seluruh kemampuan mengatur strateginya untuk menaklukkan pasukan koalisi tiga kadipaten paling barat yang ternyata lebih tangguh dari prediksinya. Lalu apa yang dia dapatkan? Hukuman mati dari raja menantinya di ibukota dengan tuduhan perselingkuhan yang tidak pernah dia lakukan bersama Sekar."Tenang Arya, kami disini berada disisimu." Ucap salah satu senopatinya yang segera diangguki yang lain.Namun itu tak menyurutkan kemarahan Arya yang ditujukan kepada rajanya."Bagaimana keadaan permaisuri?" Tanyanya kepada Laksita yang memang tidak ikut dengannya ke perang terakhir.
Sekar jelas-jelas sangat terkejut dan tersinggung dengan tuduhan yang Ayushita arahkan kepadanya. Bagaimana tidak? Dia tidak peduli dan sama sekali tidak ikut campur dengan kehamilan Ayushita sejak awal. Jika bukan karena adat pun dia tak akan mengunjungi selir itu. Kemarin pun dia datang hanya untuk kunjungan singkat. Kegilaan apa yang tengah Ayushita miliki hingga berani menuduhnya seperti itu?"Jaga ucapanmu selir Ayushita. Kau tahu sendiri aku tidak pernah berhubungan denganmu selain kemarin, itupun kau tahu sendiri aku melakukan apa di rumahmu." Balasnya dengan penuh penekanan.Tuduhan semacam ini hanya akan memunculkan rumor yang semakin menyudutkannya."Sebelum kedatanganmu, bayiku sehat-sehat saja. Tapi gara-gara kamu, aku harus kehilangan anakku!" Balas Ayushita histeris. Dia masih menangis terisak dengan tangan memegangi perutnya. Disampingnya seorang dayangnya tengah mencoba menenangkannya."Yang Mulia, kamu harus bersik
Bulan-bulan berlalu seperti lintasan sekejap mata. Kediaman Sekar masih tertutup dan tampak terlihat dingin dibanding rumah-rumah lainnya. Dia lebih suka tinggal di pendopo belakang rumahnya sambil menyesap teh dan melihat senja berakhir.Hubungannya dengan Ayudhipa masih renggang, sesekali dia menerima pria itu datang dan bermalam di rumahnya tapi hubungan mereka tidak sebagus sebelum mereka menikah.Hari ini dia akan menemui salah satu selir. Kehamilan selir Ayushita telah berusia lima bulan dan sesuai adat istiadat, sang permaisuri harus mengunjunginya dan memberi berkat ke bayi itu. Karena sesuai legalitas, setiap anak yang dilahirkan selir akan menjadi milik permaisuri dan anak itu akan memanggil permaisuri dengan sebutan 'ibunda'.Sekar memakai pakaian resminya yang berwarna merah. Dia naik tandu untuk pergi ke kediaman selir yang dituju dengan sepuluh dayang dan kasimnya yang mengikuti dari belakang."Salam Kanjeng Ratu." Serempak