Rhea mendengar suara Mia di belakang.
Bisik-bisik antar pelayan langsung menyebar, Rhea bisa menangkap apa yang mereka bicarakan adalah betapa selesai Rhea sekarang dan dia akan segera diusir Hansa.
Rhea tidak ambil pusing, dia menatap kepingan-kepingan vas yang berceceran di antara meja dan lantai, bercampur dengan darah Karna. Vas itu memang terlihat unik, tapi itu hanya sebuah vas.Tidak seperti Rhea, Karna sangat ketakutan melihat apa yang telah ia lakukan. Dia ingat dulu ada salah satu pelayan yang secara tidak sengaja menggores bagian leher vas hingga meninggalkan bekas dan Hansa langsung memecat pelayan yang malang itu. Menunjukkan bahwa Hansa sangat tidak menoleransi orang-orang yang merusakkan barang peinggalan orangtuanya dan sekarang dia memecahkan satu. Secara teknis dia tidak sengaja melakukannya dan itu karena Rhea. Ya, salahkan Rhea saja!
Rhea masih acuh tak acuh meski orang-orang disekelilingnya gempar hanya karena sebuah vas yang hancur. Dia dengan santai duduk di sofa tepat dimana didepan mereka vas itu dulunya berada. Rhea menyilangkan kakinya dengan santai.
"Obati lukanya." Perintahnya. Sebanyak dia ingin mencekik Karna sampai bocah itu kapok, dia tidak tahan melihat darah terus keluar dari luka-luka kecil di tangannya. Itu juga menjijikkan dan dia paling anti dengan darah berceceran.
Karna menolak dibantu oleh bi Darsa dan yang lainnya. Dia berjalan dengan tertatih-tatih karena itunya masih sakit dan duduk didepan Rhea yang mengawasi setiap gerak-geriknya.
Karna menyeringai penuh kemenangan. "Kamu telah menghancurkan vas yang salah." Ejeknya.
"Secara teknis, itu kamu." Rhea mengoreksi. Memandang lawan bicaranya yang memerah marah ketika mendengar balasannya.
"Lupakan. Lagipula itu hanya vas." Lanjutnya.
Sungguh Rhea tidak mengerti kenapa semua orang bereaksi berlebihan hanya karena vas yang hancur? Oke, dia baru tahu vas itu ternyata peninggalan ibu Hansa tetapi Hansa pasti bodoh jika memajang benda tersebut di tempat rawan seperti diatas meja tamu, jika memang vas itu sepenting yang para pelayan bisikkan.
"Hanya vas?!" Mia menyahuti dari belakang. Dia maju ke depan. "Kamu mungkin baru disini jadi tidak tahu apa-apa tentang rumah ini. Tetapi vas itu berharga bagi Hansa."
Ah, Mia. Rhea sudah tahu bahwa gadis itu hanya akan menambah drama di rumah ini. Dia berlagak seperti nyonya rumah dan tampaknya para pelayan menghormatinya lebih dari mereka menghormati dirinya. Rhea tidak gila hormat, tapi dia benci jika ada orang yang suka ikut campur dalam setiap hal.
"Ya, ya,ya." Rhea menggerakkan tangannya ke udara, yang selalu ia lakukan ketika bosan dan muak akan sesuatu. "Lalu apa?" Tantangnya.
"Kamu?!" Tunjuk Mia dengan menggunakan nada tinggi.
Mata Rhea menyipit dan berkilat berbahaya. Dia menatap tajam Mia yang membuat gadis itu langsung gugup karena telah kelepasan bicara.
"Aku bingung, bahkan sepagi ini kamu telah disini. Apa kamu ingin melamar menjadi pelayan?" Tanyanya dengan ejekan tersirat didalamnya.
Mia mengepalkan tangannya yang tersembunyi di saku bawah baju kemejanya. Dia benar-benar membenci Rhea. Membencinya karena Hansa menikahinya dan dengan jelas mengatakan bahwa dia adalah nyonya rumah yang baru. Mia mencintai pria itu. Dia berterimakasih kepada ibunya yang bekerja sebagai koki di rumahnya sehingga Mia bisa melihat Hansa dan mengenal rumah dengan alasan menemani ibunya bekerja. Dia telah mendapat tempat dan dihormati oleh para pelayan. Dia bahkan bisa dekat dengan Hansa dan terkadang mereka bertukar topik bersama. Impiannya sebagi istri laki-laki itu dan menjadi nyonya rumah hampir tercapai sampai kemudian berita pernikahan Hansa dan Rhea tiba.
Awalnya Mia tidak mempercayai berita itu. Demi apa Hansa rela menjadi pengantin pria pengganti dan menikahi seorang aktris antagonis yang tidak dia kenal? Tetapi seperti itulah kebenarannya dan Mia hampir menghancurkan seluruh barang-barang di kamarnya ketika berita itu terbukti nyata. Kemarin, dia harus mengendalikan dirinya dalam citra wanita berbudi luhur didepan Hansa. Menahan untuk tidak memandang Rhea dengan penuh kebencian. Sekarang, setelah insiden ini Mia masih tidak menyukai sikap Rhea yang terkesan meremehkan. Wanita seperti itu tidak layak untuk Hansa.
Dia hanya bisa mundur sekarang. Toh Rhea sudah tamat disini. Dia hanya tinggal menunggu Hansa yang akan mengusir Rhea. Pada waktu aktris itu terusir, dia akan menjadi orang yang akan menertawainya paling depan.
"Baiklah," Rhea meregangkan tubuhnya. Kesal, setelah kejadian mimpi aneh dia hanya ingin paginya berjalan dengan damai. Dia mengeluarkan ponselnya dan menecari nomor.
"Apa yang kamu lakukan?" Tanya Karna.
"Menelpon suamiku."
***
Gedung Prisma Group tampak menjulang megah di antara gedung-gedung pencakar langit lain disekelilingnya. Dan di lantai ke enam puluh, lantai teratas gedung tersebut hanya punya satu ruangan. Ruangan kantor pribadi bagi pimpinan tertinggi perusahaan, CEO Prisma.
Hansa Adiwinata tengah berkutat dengan pasal-pasal dalam kontrak kerja sama yang akan dilakukan dengan developer lain ketika ponselnya yang terletak di atas meja menyala dan bergetar, tanda sebuah panggilan masuk.
Dia melihat siapa pemanggilnya dan senyumnya muncul ketika melihat nama 'Istri' di layar.
"Halo sayang," sapanya dengan ceria.
"Aku memecahkan vasmu." Terdengar suara istrinya. Tanpa basa-basi membalas sapaannya dan langsung ke intinya.
Hansa terdiam sejenak. Vas yang pecah adalah masalah sepele dan Rhea tidak harus memberitahunya. Rhea bisa memecahkan semua vas yang dia mau dan ia dengan senang hati akan menawarkan membeli vas lain untuk istrinya hancurkan. Pokoknya, apapun yang Rhea lakukan, Hansa akan selalu mendukungnya.
"Minta bibi untuk membersihkan dengan baik pecahannya. Aku tidak ingin kamu terluka terkena serpihannya." Balasnya.
"Ini vas di atas meja tamu. Vas peninggalan ibumu."
"Lalu?" Dia tidak merasa ada yang aneh.
"Mereka bilang kamu sangat menyukai vas itu." Lanjut Rhea.
Hansa mengerutkan dahi, tampaknya ada semacam miskonsepsi tentang vas kaca berukiran ikan koi yang terletak di meja tamu. Kenapa para pelayan menyatakan dia sangat menyukai vas itu? Suka? Iya, sangat suka? Tidak. Lagipula itu hanya vas, meski itu peninggalan ibunya, Hansa tidak mengistimewakan vas itu. Jika dia, ia sudah pasti tidak akan memajangnya untuk publik dan akan menyimpannya di ruang yang memang dikhususkan untuk menyimpan beda-benda peninggalan orang tuanya.
"Itu hanya vas. Kamu bisa membeli yang baru atau menggantinya dengan sesuatu yang kamu sukai. Rumah itu sepenuhnya milikmu."
Rhea sengaja meloudspeaker balasan Hansa sehingga bisa didengar oleh semua orang di ruangan. Dia mematikan sambungan telepon dan tersenyum penuh kemenangan."Tampaknya vas itu tidak seistimewa yang kalian pikir." Ejeknya.
Mereka semua tampak malu, bahkan Karna secara jelas menghembuskan nafas lega. Meski begitu, Rhea tidak akan membiarkannya melenggang keluar masuk rumahnya. Dia tidak sudi memiliki tamu yang kurang ajar terhadapnya.
"Sekarang,.." dia melihat sekeliling untuk mencari satpam rumah yang ikut melihat drama pagi hari.
"Penjaga, bawa dia keluar." Dia menunjuk tepat kearah Karna. "Antar dia kembali ke rumahnya sendiri dan mulai sekarang dia dilarang masuk tanpa pemberitahuan terlebih dahulu."Karna berdiri sebelum kedua satpam itu menariknya. Dia menatap Rhea dengan penuh kebencian.
Lihat saja, pikirnya. Lihat siapa yang akan menang dalam permainan ini!
"Lihat, dia memberikan aku kuasa penuh atas rumah ini." Rhea bersolek penuh kemenangan. Karna tersenyum kecut, lalu menggelandang pergi.Para pelayan saling berkomunikasi dalam diam. Tampaknya berita yang beredar di sudut-sudut rumah tentang majikannya sangat mencintai Rhea itu benar. Para pelayan berusia muda diam-diam iri dengan si aktris yang berhasil menaklukkan seorang Hansa Adiwinata."Jadi, aku menginginkan semua pegawai di rumah ini untuk berkumpul satu jam kemudian. Diluar." Perintahnya.Mereka mengangguk.Rhea menatap Mia yang masih berdiri di sudut. "Kau," tunjuknya. "Jika kau begitu tidak punya kesibukan hingga selalu kesini, kau bisa mulai menulis surat lamaranmu."Dia berdiri dan menepuk-nepuk piyamanya dalam rangka untuk meluruskan."Bersihkan kekacauan ini."Pada akhirnya dia memanggil Rani dan Sinta untuk memindahkan pakaian di kopernya ke lemari. Itu juga membuat Rhea baru sadar kalau lemari pakaian
"Atau... Cinta dari kehidupan sebelumnya?"Hansa menegang ditempatnya. Dia selalu berpikir bahwa sepupunya orang yang berpikiran pendek tetapi tampaknya dia salah. Sepupunya gila."Sekarang kau mengucapkan hal-hal yang tidak masuk akal." Ia membalas."Memang tidak masuk akal!" Karna menyetujui. "Tapi menikahi Rhea juga langkah yang tidak masuk akal!" Pungkasnya.Sekarang setelah diucapkan, Karna merasa ucapannya memang keterlaluan. "Sudahlah, kamu tampaknya memang sedang di mabuk cinta."Dia beranjak berdiri untuk pergi, tapi sebelumnya dia memberi nasehat, "Hanya mau mengingatkan, hati-hati dengan cinta, karena deritanya tiada akhir."Mungkin Rhea entah bagaimana bisa menaklukkan hati baja Hansa. Mungkin, Hansa memang entah karena eror di otaknya atau tekanan pekerjaan sehingga menjadi rada sinting sehingga jatuh cinta pada pandangan pertama kepada Rhea yang memakai gaun pengantin. Semua kemungkinan itu tetap tidak mengubah bahwa Hans
"Berhenti disini."Meski bingung, Jeremy menghentikan mobilnya. Dia selalu memarkir mobilnya tepat di depan rumah Hansa untuk mengantar jemput Tuannya itu. Tapi dia tetap mematuhi perintah yang diucapkan Tuannya meski akhir-akhir ini banyak permintaan aneh.Hansa segera keluar dan menyuruh Jeremy memakirkan mobilnya ke tempat biasa. Bukan tanpa alasan dia meminta turun disini. Dia melihat istrinya tengah bermain dengan anjingnya dan Hansa berniat untuk langsung menemuinya.Dia melepaskan jasnya dan melampirkannya ke tangan kirinya. Semakin dia dekat dengan mereka, dia bisa mulai mendengar tawa kecil Rhea yang tengah bersenang-senang melempar boneka tulang untuk diambil anjingnya."Bersenang-senang?" Ia menghampiri.Rhea menoleh kearahnya, "Little White Sangat pintar." Beritahunya.Little White?Anjing itu menginterupsi mereka dengan menempel ke kaki Rhea dan menjatuhkan mainannya. Menatapnya dengan ekor bergoyang-goyang, meminta
Tangannya ditarik paksa.Dia tidak punya waktu untuk berduka mengenai kehilangan dua pelayan setianya. Arya memaksanya untuk turun dari keretanya yang telah rusak, merangsek kedepan sambil mengayunkan pedang ke arah musuh yang mendekati mereka.Kakinya tidak sengaja tersandung sesuatu dan saat dia melihat kebawah, dia berteriak. Dibawahnya ada kepala manusia yang terpenggal. Tubuhnya bergetar hebat. Dia sangat ketakutan sekarang."Tolong pejamkan matamu putri." Perintah Arya yang langsung dipatuhinya.Arya menggendongnya. Dia bisa merasakan cengkraman kuat di lengannya. Tubuhnya berjengit ketika mendengar dentingan pedang yang terdengar keras di lakukan didekatnyaDia berdoa. Berdoa kepada Sang Hyang Widhi untuk selamat dari kematian hari ini. Berdoa agar Arya mendapat kekuatan untuk bisa menghalau para perampok bengis itu.Dia merasa tubuhnya ditempatkan ke sesuatu. Dia membuka matanya dan melihat bahwa dia telah berada di atas kuda m
Rhea bertatapan dengan mata penolongnya. Dia segera membawanya masuk ke dalam gedung yang dengan kaca satu arah membuat para wartawan tidak bisa membidik mereka."Terimakasih." Rhea sangat terbantu akan pertolongan Sebastian.Mereka saling kenal satu sama lain. Rhea dan Sebastian adalah aktris dan aktor utama agensi. Sebastian bergabung tak lama setelah dia menandatangani kontrak. Mereka sekarang adalah ikon agensi Eureka dan dekat dengan CEO nya. Meski begitu, jalan karir mereka berbeda. Rhea dikenal sebagai pemeran ketiga yang selalu antagonis dan anti hero. Sedangkan Sebastian memiliki karir meroket dengan menjadi pemeran pria utama."Mereka menggila sejak kemarin." Ucap Sebastian.Mereka berjalan beriringan. Meski mereka jarang bertemu dalam proyek film, sudah bukan rahasia bagi orang dalam agensi bahwa mereka berteman satu sama lain. Pertemanan senior kata mereka. Sebastian sendiri kemarin menghadiri pernikahan Rhea dan meski terkejut dengan ke
"Sudah sampai."Kay mematikan mesin mobilnya. Dibelakang, Rhea melepaskan seatbeltnya. Tidak lupa kembali memakai kacamata hitam andalannya dan tas jinjing di tangan kirinya."Tidak ingin kutemani masuk?" Kay memastikan kembali.Gedung didepannya ini adalah salah satu gedung terbesar di ibukota. Seluruh gedung telah dibeli dan digunakan seluruhnya oleh Prisma Group yang memiliki banyak anak perusahaan."Tidak usah. Tinggal masuk saja. Hansa bilang dia telah mengutus Jeremy untuk tur perusahaan." Rhea tertawa sendiri di bagian 'tur perusahaan'."Benar, tur perusahaan." Kay didepan mengangguk-angguk iri."Besok jangan lupa ada wawancara. Aku harus membawamu ke salon rambut terlebih dahulu." Kay mengingatkan."Okay." Balas Rhea sambil dengan melakukan gerakan tangan.Seperti yang Hansa janjikan. Jeremy telah menunggunya di pintu masuk. Rhea belum mengenal Jeremy, yang dia tahu, pria itu asisten kepercayaan Hansa."Mar
Jantungnya berdetak kencang. Hansa menatap bibir ranum istrinya itu dengan keinginan tinggi untuk menciumnya. Bisakah dia? Istrinya tampak tidak menahannya. Karenanya bibir mereka menjadi lebih dekat. Semakin dekat dan...'Sepuluh meter lagi belok kanan.'Mereka berdua tersentak kaget mendengar suara dari google maps yang telah Hansa hidupkan kembali, hal pertama yang dia lakukan saat masuk ke mobil.Rhea mendorong Hansa menjauh dan tubuhnya bergerak menjadi sangat dekat dengan sisi pintu. Dia menggigit bibirnya, sesuatu yang dia lakukan sewaktu gugup. Dia tidak berani memandang ke arahnya.Hansa menahan diri untuk tidak meninju layar map di dasbor mobilnya. Merutuki suara dari sistem yang datang di waktu yang sangat tidak pas.Sial! Hansa merindukan bibir itu, dan karena kejadian ini, dia yakin Rhea akan kembali membuat jarak dengannya.Kenapa dia harus menghidupkan maps? Pikirnya kesal.Dengan pikiran kacau balau dan kesal, di
Mereka berbalik dan mendapati seorang pemuda tengah berjalan cepat kearah mereka. Rhea dan Hansa saling berpandangan, jelas tidak ada dari mereka yang kenal dengan pemuda asing ini."Aku tidak sengaja memfoto kalian." Pemuda itu mengeluarkan ponselnya dan langsung mengarahkannya ke Hansa.Gambar dari ponsel pemuda itu menampilkan dirinya dan Rhea dalam posisi berpelukan. Itu difoto dari samping dan ekspresi tawa dan kaget di wajah Rhea dan cara dia memandangnya untuknya serta sinar sore yang berpendar di belakang mereka membuat Hansa mengagumi foto tersebut meski hanya dipotret lewat ponsel.Rhea ikut memberi perhatian terhadap foto yang dibuat."Bagus. Kau punya bakat memotret." Pujinya kepada pemuda itu.Pria itu tersipu malu mendengar pujian dari sang aktris. Sebenarnya dia hanya coba-coba mendapatkan sudut foto yang pas untuk memperindah feed akun media sosialnya, hingga kemudian dia mendapat momen yang pas dari dua pasangan yang tampak sempurn
Rhea menatap dirinya di cermin. Jelas dia sedang tidak dalam keadaan baik. Rambutnya kusut karena ia sendiri lupa kapan menyisir rambut. Pelupuk matanya sedikit bengkak karena habis menangis satu malam. Rhea tidak menyukai tampilannya.Dia melewatkan sarapan bersama pagi ini karena ingin menghindari ibunya. Dia juga akan keluar rumah hari ini, pergi ke tempat baru yang akan ia tuju mengikuti seberapa jauh dia bisa mengendarai mobilnya. Sendirian, tanpa memberitahu Kay atau siapapun. Dia ingin menghilang sejenak, menenangkan diri, dan berpikir mengenai masa depannya yang baru.Dia memakai jaket dengan kaos putih dibaliknya dan ripped jeans yang ia beli beberapa tahun yang lalu yang untungnya masih muat. Dia memakai pakaian yang seadanya yang masih tertinggal di lemarinya.Ketika dia keluar, dia berpapasan dengan Eda.Adiknya bertanya, "Mau kemana?""Pergi." Balasnya singkat.Eda menatapnya selama beberapa detik sebelum mengangguk, lalu pergi.
Dua hari setelah dia bangun dari koma dan dinyatakan sehat, dia akhirnya bisa meninggalkan rumah sakit. Rhea senang dengan hal itu karena dia tidak menyukai berlama-lama tinggal di ruangan dengan alat-alat kesehatan dan bau obat yang menguar di setiap dindingnya.Berbeda dengan sikap penuh bunga yang ditampilkan Rhea. Christina menampilkan aura sebaliknya. Bukan karena dia tidak suka anaknya sembuh, Christina bahkan hampir gila ketika menunggui Rhea agar terbangun dari komanya yang berjalan selama sepuluh hari. Hanya saja, dia sebal dan ingin mulutnya gatal untuk memarahi anak sulungnya itu yang sekarang duduk di kursi belakang mobil suaminya dengan Edward disampingnya.Rhea tidak seharusnya pulang kerumahnya. Dia harusnya pulang bersama Hansa, bukan bersama mereka.Christina sebagai ibu sudah menyadari hubungan Rhea dengan suaminya sedang kisruh alias tidak sedang baik-baik saja. Itu membuatnya bingung, dia hanya tidak mengerti jalan pikiran anaknya yang sepert
Hansa seketika mematung. Dia sangat terkejut dengan perkataan Rhea yang tiba-tiba mengungkit soal perceraian. Tangannya berhenti bergerak dan dia menatap Rhea yang sekarang tengah memalingkan muka dan menolak menatapnya.Kedua mertuanya yang berdiri disampingnya juga sangat terkejut atas perkataan Rhea. Bagaimana tidak? Kalimat pertama yang diucapkan Rhea selepas terbangun dari komanya adalah meminta perceraian didepan suaminya yang merawatnya dengan baik ketika dia tenggelam dalam koma."Rhea, apa kau sadar apa yang kau katakan?" Christina bertanya dengan penuh kehati-hatian. Dia melirik menantunya yang wajahnya langsung berubah drastis dari kebahagiaan menjadi penuh tanda tanya.Rhea menolak untuk melihat mereka. Matanya menunduk dan lebih memilih melihat selang infus yang menyalurkan nutrisi ke tubuhnya."Kalian keluar saja. Aku ingin sendirian bersama Hansa." Ucapnya enggan.Christina ingin mendebat namun tangan Theodorus yang menyentuh bahunya
Rhea terduduk saking tidak bisa berdirinya dia setelah mengetahui akhir kisah dari Sekar yang ada dalam mimpinya. Itu bukan kisah yang akan dia harapkan. Rhea tidak pernah menebak Sekar akan berakhir mati di tangan Arya, juga tidak pernah menebak kehidupan pernikahan Sekar akan lebih sering terselimuti duri dibanding bahagia.Tanpa sadar air mata telah mengalir dari kedua matanya yang ia tujukan kepada Sekar yang masih duduk didepannya."Sekarang kamu telah tahu ceritaku." Sekar menatap Rhea dengan pandangan yang tak terbaca.Itu membuat Rhea semakin tidak mengerti kenapa dia harus memiliki pengalaman seperti ini. Dia sendiri tidak tahu dia masih hidup atau mati, dan sekarang dia sedang berhadapan dengan tokoh di mimpinya. Rasa-rasanya Rhea sudah tahu seperti apa keterkaitan antara mereka berdua tetapi dia mencoba untuk tidak berpikir kearah itu."Jatuh cinta membuat kita bodoh bukan?" Tanya Sekar, melanjutkan kisahnya dengan
Tepat hari minggu pertama sejak istana berduka atas kematian permaisuri, alun-alun kota ramai dengan berbagai kalangan yang kesemuanya punya satu tujuan. Melihat perang tanding antara rajanya dengan patihnya hingga salah satu diantara mereka mati.Mereka semua sudah tahu mengenai berita cinta segitiga diantara raja ratu dan patihnya. Rakyat biasa mengira itu hanyalah rumor yang dibuat untuk mencoreng nama permaisuri. Namun sekarang melihat dua pria itu bertanding yang kabarnya berhubungan dengan kematian Sekar membuat mereka tertarik mendengar gosip lebih dalam lagi.Pertandingan masih akan dimulai di sore hari namun saat siang alun-alun sudah padat dengan orang. Para pejabat kerajaan sudah berdiri di poskonya masing-masing. Terbagi menjadi dua kubu. Kubu pendukung Ayudhipa dan kubu pendukung Arya yang rata-rata dari prajurit bekas perang terakhir.Ketika matahari mulai tergelincir dari puncaknya, rombongan Aryalah yang pertama kali muncul. Dia
Arya langsung melepaskan gagang pedangnya. Seluruh tubuhnya gemetar ketika menyadari apa yang baru saja ia lakukan."Tidak," bisiknya.Dia terduduk lemas ditanah. Matanya menatap siapa yang ia hunus dengan pandangan tidak percaya.Ini semua tidak ada dalam rencananya.Ayudhipa lah yang ingin dia bunuh. Bukan perempuan yang dicintainya yang sekarang tengah berbaring di tanah didepannya dengan darah bersimbah di perutnya."Sekar!" Teriak Ayudhipa.Pria itu menatap pedang yang menancap di perut Sekar dengan ketakutan. Dia segera bersimpuh dan memangkunya."Rwanda!" Teriaknya. Memanggil bawahannya yang izin buang air kecil.Senopati muda itu datang tergopoh-gopoh mendengar teriakan rajanya. Matanya melihat kejadian didepannya dan keterkejutan serta ketakutan terlihat di matanya."Panggil tabib! Cepat!" Perintah Ayudhipa. Suaranya bergetar karena menahan tangis. Matanya telah berkac
Laksita memberitahunya kabar. Kabar yang membuat dia langsung menebaskan pedangnya ke kumpulan bambu didepannya saking inginnya untuk membunuh seseorang. Tidak peduli dia tengah dilihat oleh pasukannya dibelakangnya.Mereka telah memenangkan pertarungan berdarah selama lima bulan sejak dia diutus memimpin wilayah barat. Arya telah mengerahkan seluruh kemampuan mengatur strateginya untuk menaklukkan pasukan koalisi tiga kadipaten paling barat yang ternyata lebih tangguh dari prediksinya. Lalu apa yang dia dapatkan? Hukuman mati dari raja menantinya di ibukota dengan tuduhan perselingkuhan yang tidak pernah dia lakukan bersama Sekar."Tenang Arya, kami disini berada disisimu." Ucap salah satu senopatinya yang segera diangguki yang lain.Namun itu tak menyurutkan kemarahan Arya yang ditujukan kepada rajanya."Bagaimana keadaan permaisuri?" Tanyanya kepada Laksita yang memang tidak ikut dengannya ke perang terakhir.
Sekar jelas-jelas sangat terkejut dan tersinggung dengan tuduhan yang Ayushita arahkan kepadanya. Bagaimana tidak? Dia tidak peduli dan sama sekali tidak ikut campur dengan kehamilan Ayushita sejak awal. Jika bukan karena adat pun dia tak akan mengunjungi selir itu. Kemarin pun dia datang hanya untuk kunjungan singkat. Kegilaan apa yang tengah Ayushita miliki hingga berani menuduhnya seperti itu?"Jaga ucapanmu selir Ayushita. Kau tahu sendiri aku tidak pernah berhubungan denganmu selain kemarin, itupun kau tahu sendiri aku melakukan apa di rumahmu." Balasnya dengan penuh penekanan.Tuduhan semacam ini hanya akan memunculkan rumor yang semakin menyudutkannya."Sebelum kedatanganmu, bayiku sehat-sehat saja. Tapi gara-gara kamu, aku harus kehilangan anakku!" Balas Ayushita histeris. Dia masih menangis terisak dengan tangan memegangi perutnya. Disampingnya seorang dayangnya tengah mencoba menenangkannya."Yang Mulia, kamu harus bersik
Bulan-bulan berlalu seperti lintasan sekejap mata. Kediaman Sekar masih tertutup dan tampak terlihat dingin dibanding rumah-rumah lainnya. Dia lebih suka tinggal di pendopo belakang rumahnya sambil menyesap teh dan melihat senja berakhir.Hubungannya dengan Ayudhipa masih renggang, sesekali dia menerima pria itu datang dan bermalam di rumahnya tapi hubungan mereka tidak sebagus sebelum mereka menikah.Hari ini dia akan menemui salah satu selir. Kehamilan selir Ayushita telah berusia lima bulan dan sesuai adat istiadat, sang permaisuri harus mengunjunginya dan memberi berkat ke bayi itu. Karena sesuai legalitas, setiap anak yang dilahirkan selir akan menjadi milik permaisuri dan anak itu akan memanggil permaisuri dengan sebutan 'ibunda'.Sekar memakai pakaian resminya yang berwarna merah. Dia naik tandu untuk pergi ke kediaman selir yang dituju dengan sepuluh dayang dan kasimnya yang mengikuti dari belakang."Salam Kanjeng Ratu." Serempak