Home / Rumah Tangga / Adikku Ingin Jadi Maduku / Adikku Ingin Menjadi Madu

Share

Adikku Ingin Jadi Maduku
Adikku Ingin Jadi Maduku
Author: Evie Edha

Adikku Ingin Menjadi Madu

Author: Evie Edha
last update Huling Na-update: 2024-09-25 12:54:01

"Ada apa tiba-tiba Rani minta kami datang, Pa, Ma?" tanya Melisa ketika dia baru saja memasuki kediaman kedua orang tuanya. Padahal, beberapa hari lalu dia baru saja mengunjungi tempat ini sebagai kegiatan rutin dia dan sang suami mengunjungi rumah orang tuanya.

Kini, dia dan Okta harus datang kembali ke rumah ini. Keduanya menyalami tangan orang tua Melisa.

Melisa menatap pasangan paruh baya yang ada di hadapannya secara bergantian untuk mendapat jawaban. Namun, keduanya sama-sama menggeleng.

"Mama tidak tahu." Riyanti. Perempuan paruh baya itu menjawab.

"Papa juga."

Melisa pun akhirnya memilih duduk. "Sekarang dia di mana?" tanyanya kemudian.

"Tuh masih di kamar," ujar Riyanti sembari menunjuk kamar Rani menggunakan dagu.

Tak lama, Rani pun keluar dari kamarnya. "Eh. Kak Okta. Kak Melisa sudah datang."

Perempuan yang baru saja lulus dari kuliahnya beberapa minggu lalu itu mendekati semua anggota keluarga lalu ikut bergabung dengan mereka, duduk di kursi single tidak jauh dari keberadaan kakaknya.

"Ada apa kamu minta kami datang?" tanya Melisa kemudian pada sang adik.

Rani terlihat berpikir beberapa saat. "Ada yang ingin Rani omongin sama kalian," ujarnya kemudian sembari menatap ketiga orang yang ada di hadapannya satu persatu.

"Apa?"

"Em ... Rani mau ngomong sesuatu yang penting. Terutama sama Kak Melisa dan Kak Okta," ujar Rani dengan menunjuk kakak dan kakak iparnya.

Kerutan terlihat di kening Melisa. Dia sempat saling pandang dengan sang suami. "Ada apa?"

"Kak Melisa. Boleh nggak kalau aku jadi madu Kakak?" tanya Rani dengan kalimat yang jelas dan lugas. Lancar dia ucapkan dengan begitu mudah.

Untuk sesaat terjadi keheningan di ruangan itu. Hingga beberapa saat kemudian terdengar tawa dari Melisa karena merasa adiknya itu sedang membuat lelucon. Namun, hanya Melisa yang melakukan itu.

"Kamu ini, Ran. Malam-malam malah bikin lelucon. Sudah. Nggak lucu itu. Katakan. Ada apa kamu meminta kakak dan suami kakak ke sini," ujar Melisa di tengah tawanya.

"Ini waktunya santai, Rani. Waktu sebentar lagi semua orang mau istirahat tidur. Kamu ini aneh-aneh saja kalau mau buat jokes." Pak Bagus menggeleng melihat kelakuan putri keduanya itu.

Sedangkan kini tampak ekspresi kesal di wajah Rani. "Aku nggak bohong, Kak Mel, Kak Okta, Pa, Ma. Apa yang aku katakan tadi benar. Aku benar-benar ingin menjadi madunya Kak Melisa. Menjadi istri keduanya Kak Okta." Dia berujar dengan penuh penekanan.

Hal itu membuat tawa Melisa berhenti seketika. Dia menatap lamat-lamat ke arah Rani pun dengan semua yang ada di sana.

Rani kembali mengangguk penuh keyakinan terhadap kakaknya. "Iya, Kak. Benar. Aku ingin menjadi istri kedua Kak Okta." Dia mengulanginya lagi.

"Jangan gila kamu!" teriak Melisa tiba-tiba. Perempuan itu bahkan kini sudah berdiri dengan menatap marah sang adik.

"Rani. Kamu sadar dengan apa yang kamu katakan tadi?" tanya Bagus yang juga mulai terpancing emosinya.

"Sabar, Pa. Sabar." Riyanti mencoba menenangkan suaminya dengan mengelus pundak Bagus.

Rani kembali mengangguk di hadapan papanya. "Benar, Pa. Apa yang dikatakan Rani tadi benar. Rani sadar dengan apa yang Rani katakan tadi."

"Nggak waras kamu, Ran!" teriak Melisa lagi.

"Melisa. Tenang dulu." Riyanti kini mencoba untuk menenangkan Melisa.

"Mau tenang gimana, Bu? Apa yang Rani minta itu nggak wajar. Dia bukan meminta untuk dibelikan pakaian atau sepatu. Dia meminta suamiku," ujar Melisa dengan kekesalan.

"Kak. Aku nggak minta Kakak bercerai dengan Kak Okta kok. Aku hanya minta Kakak izinin aku untuk menjadi istri keduanya Kak Okta. Udah. Aku nggak minta seutuhnya, kita bisa berbagi." Rina berujar dengan begitu santai seolah apa yang dia minta untuk dibagi adalah hal biasa yang lazim untuk kakak beradik saling berbagi.

"Ran. Kamu itu---" Melisa seolah kehabisan kata-katanya dengan kejadian yang dia alami malam ini. Tiada hujan tiada angin tiba-tiba saja adiknya meminta untuk menjadi madunya?

Tatapan Melisa jatuh pada sang suami yang sejak tadi hanya diam saja. "Mas. Kamu ngomong dong jangan diam saja? Kamu setuju dengan apa yang dikatakan oleh Rani?" tanya Melisa yang merasa kesal sebab suaminya itu hanya diam saja.

Okta pun mendongak menatap wajah marah istrinya. Dia mengedikkan bahu lalu membuka kedua tangan. "Aku tidak tahu harus mengatakan apa, Sayang. Aku terlalu terkejut dengan semua ini."

Melisa mengentakkan kakinya kesal. Dia pun meraih tangan sang suami. "Lebih baik kita pulang sekarang. Aku pusing dengan tingkah gila adikku." Baru saja dia menarik suaminya, tetapi Rani kembali menahan dengan kata-katanya.

"Kak. Kakak belum menjawab pertanyaan aku loh. Aku menunggu jawaban ini, Kak."

"Sudah cukup, Rani!" teriak Bagus yang sejak tadi sudah muak dengan perkataan anak keduanya yang ngawur itu. Dia menatap tajam Rani dengan napas berat dan dada naik turun.

"Berhenti dan jangan mengeluarkan satu kata pun lagi." Dia berujar dengan menunjuk Rani. Ekspresinya jelas akan kemarahan.

Detik selanjutnya dia mengibaskan tangan ke arah Melisa dan juga Okta. "Sudah. Lebih baik kalian pulang saja. Jangan hiraukan adik kalian yang sudah ngawur ini. Dia ngelantur. Dia sudah tidak waras."

"Pa." Riyanti tampak tidak setuju dengan kata-kata suaminya mengenai anak keduanya itu.

"Memangnya ada yang salah dengan pertanyaan Rani, Pa?" tanya Rani kemudian.

"Rani sudah kamu diam dulu." Riyanti menginstruksi Rani.

Bola mata Bagus semakin melotot lebar mendengar pertanyaan Rani. "Masih kamu tanyakan? Jelas itu salah." Dia berujar penuh penekanan.

"Bagian mana yang salah?" Seolah menantang, Rani terus menjawab pertanyaan dari papanya.

"Rani memintanya baik-baik, Pa sama Kak Melisa. Bukan merebutnya selayaknya pelakor di luaran sana yang menikah dengan suami orang di belakang istrinya. Rani juga hanya meminta menjadi istri kedua, bukan perempuan serahkan yang minta memjadi istri satu-satunya Kak Okta dengan memintanya menceraikan Kak Melisa lebih dulu agar kami bisa menikah. Kami akan berbagi kok. Kam---"

Satu tamparan mendarat sempurna di wajah Rani dengan suara kulit bertemu kulit yang sangat nyaring. Hal itu membuat beberapa orang di sana melotot dan menganga.

"Pak." Riyanti segera berdiri di samping Rani dengan tatapan khawatir.

"Papa tidak menyekolahkan kamu tinggi-tinggi untuk menjadi perempuan yang menggoda suami orang! Perempuan yang mengganggunya rumah tangga orang apalagi istri kedua dan itu dari kakak kamu sendiri." Bagus berujar dengan kemarahan yang sangat memuncak.

Rani merasakan ngilu di pipinya. Untuk pertama kalinya, dia mendapat tamparan dari sang papa. Detik kemudian dia menatap Bagus dengan berani.

"Terserah apa kata Papa. Yang jelas, Rani mau menjadi istri keduanya Kak Okta. Titik." Setelah mengatakan hal itu, dia pun berlari menuju kamarnya.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sherly Monicamey
aish adik apa lah dia ini
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   Rani Bunuh Diri?

    Okta dan Melisa sudah berada di rumah mereka sendiri, lebih tepatnya di rumah kedua orang tua Okta. Sebelum menikah memang Okta mengatakan dia ingin keduanya tinggal di rumahnya karena tidak ada yang mengurus kedua orang tuanya. Okta dua bersaudara. Satu Adik laki-lakinya masih menempuh pendidikan di luar Negri yang pastinya tidak berada di rumah. Kalau pulang pun hanya sesaat saja. Melisa menyanggupi karena di rumahnya sudah ada Rani yang akan mengurus kedua orang tua mereka.Namun, kejadian hari ini benar-benar membiat dirinya merasa syok. Keduanya tengah berbaring di atas ranjang, menatap ke atas dengan pikiran yang bercabang."Kenapa kamu diam saja sejak tadi, Mas?" tanya Melisa pada suaminya. Dia tahu kalau Okta belum tidur sejak tadi.Terdengar helaan napas dalam dari Okta. Pria itu melipat tangan di atas perutnya. "Aku tidak tahu harus berkata apa, Melisa. Ini ... Ini terlalu mengejutkan bagiku," ujarnya kemudian.Melisa malah merasa aneh dengan suaminya ini yang sejak tadi te

    Huling Na-update : 2024-09-25
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   Laki-Laki Boleh Menikah Lebih Dari Satu Kali, kan?

    "Apa maksud kamu, mas?" tanya Melisa yang sudah berhasil menguasai diri dari rasa terkejut. Dia menatap suaminya dengan bola mata melotot."Jangan sembarangan kalau bicara, Mas. Ini bukan hal sepele. Sadar kamu." Dia melanjutkan."Nak Okta. Kamu tenangkan diri dulu, kanga bertindak gegabah. Ini bukan keputusan yang asal ambil dan akan berlalu begitu saja. Ini akan mempengaruhi masa depan banyak orang," Bagus ikut berujar menasihati suami dari anak pertamanya itu.Okta menghela napas dalam. Dia menatap mertua dan juga istrinya. "Pa, Mel. Aku sadar. Aku sadar benar dengan apa yang aku katakan." Dia memberi tahu."Mel. Coba kamu lihat adik kamu. Dia dalam keadaan lemah. Bukankah menyelamatkan nyawa itu termasuk hal kebaikan?" tanya Okta.Melisa semakin menatap tidak percaya suaminya. Pandangan macam apa itu? "Apa-apaan itu, Mas? Kita bisa menyelamatkan nyawanya tanpa harus kamu menikahinya. Lagi pun dia sudah selamat, kan? Dokter juga mengatakan kalau dia sudah dalam keadaan baik meski l

    Huling Na-update : 2024-09-25
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   Pasangan Selingkuh

    "Kalian sudah baikan?" tanya Windi. Ibunya Okta. Ini adalah hari setelah Melisa dan Okta berdebat mengenai rencana pria itu yang akan menikahi Rani. "Mereka bertengkar?" tanya pria paruh baya yang tak lain adalah papanya Okta. "Ya kemarin." Windi mengangguk. Okta tersenyum. "Maklumin saja, Pa, Ma. Namanya juga rumah tangga. Pasti ada perdebatan kecil sedikit. Ya nggak, Sayang?" tanya Okta pada Melisa. "Tapi kita sudah baikan kok." Okta melanjutkan. Sekedar informasinya saja, kedua orang tua Okta belum mengetahui rencana anak mereka yang ingin menikahi adik dari menantunya itu. Jujur saja Melisa merasa ragu untuk mengatakan pada keduanya karena kebanyakan, orang tua laki-laki pasti akan mendukung apa yang anak mereka lakukan. "Benar itu, Melisa?" tanya Khalif, papanya Okta. Melisa memaksakan senyum lalu mengangguk. "Iya, Pa, Ma. Kami sudah baikan kok." Khalif mengangguk beberapa kali. "Syukurlah. Kalau Okta berbuat Saka sama kamu lagi, jangan ragu untuk mengatakannya pad

    Huling Na-update : 2024-09-25
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   Tamparan Untuk Rani

    Melisa menangis sembari membawa mobilnya pergi dari rumah sakit. Dia tahu ini berbahaya, tetapi bertahan di sana pun tidak mungkin. Dia menghapus air mata di pipi secara kasar."Kalian jahat! Kalian pengkhianat!" teriak Melisa dengan keras sembari memukul kemudi. Dia tidak peduli kalau tangannya akan merasa kesakitan. Menutupi bibir dengan punggung tangan, dia menangis dengan tersedu-sedu.Melisa menggeleng pelan. "Kenapa Mama tega melakukan ini padaku?" tanyanya di sela tangis. Masih merasa terkejut dan kecewa karena melihat mamanya yang menutupi kebusukan adik dan juga suaminya.Tiba-tiba Melisa mengingat satu orang. "Papa," bisiknya. Perempuan itu menangis semakin kencang. Dalam hati dia menduga kalau mamanya tahu mengenai hal ini, pasti papanya juga mengetahui hal ini.Kedua tangan Melisa mencengkeram kemudi, dia semakin menangis kencang. "Kenapaa? Kenapa kalian jahat sekali?" tanyanya dengan berteriak.Perempuan yang tengah terluka hatinya itu melajukan mobil menuju kantor, tempa

    Huling Na-update : 2024-09-25
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   6. Pergi

    "Apa yang Papa lakukan?" tanya Riyanti dengan rasa terkejut. Dia menatap suami dan juga putrinya secara bergantian.Sedangkan Bagus tidak mempedulikan sang istri. Tatapannya masih tajam mengarah pada Rani yang kini menatap dirinya dengan mata membeliak dan tangan memegang pipi yang baru saja dia hadiahi sebuah tamparan.Bagus mengangkat sedikit dagunya. "Sejak kapan aku mengajarimu menjadi perempuan murahan? Ha?" Dia bertanya dengan nada membentak."Katakan? Siapa yang mengajarimu menjadi wanita murahan?" Dia kembali bertanya.Rani menatap papanya dengan kerutan kebingungan. Dia terkejut dengan kalimat barusan. "Apa maksud Papa?" tanyanya kemudian.Begitu pun dengan Riyanti. Dia juga merasa terkejut dengan pertanyaan suaminya. Mendekati sang putri, dia memegangi kedua pundak Rani dan menatap suaminya. "Apa yang sudah Papa lakukan? Dan apa yang Papa katakan tadi? Kenapa Papa tiba-tiba datang lalu menampar Rani dan

    Huling Na-update : 2024-10-05
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   7 Dilarang Mertua Pergi

    Okta sempat terkejut sesaat mendengar apa yang dikatakan Melisa. Namun, beberapa saat kemudian dia menunduk dan tak lama bahunya bergetar, terdengar suara tawa dari bibir pria itu. Melisa yang sudah dalam keadaan kembali menangis langsung menatap bingung sang suami yang kini malah tertawa. Dalam hati Melisa bertanya apakah suaminya ini sudah gila? Sedangkan Okta sendiri kini menatap Melisa kembali, masih dengan tawanya. "Oh. Ternyata kamu sudah tahu?" tanyanya kemudian. "Baguslah kalau kamu sudah tahu," lanjut Okta. Sedangkan Melisa malah merasa syok dengan sikap suaminya. Tidak ada rasa bersalah sedikit pun di wajah pria itu akan apa yang telah dia lakukan di belakangnya. "Sinting kamu," maki Melisa. "Memang sudah keputusan yang tepat kalau kita berpisah," lanjutnya yang mana Melisa langsung kembali memasukkan sisa pakaiannya. Kali ini Okta tidak lagi menghalangi niat Melisa untuk pergi. Terserah istrinya itu meminta apa saat ini. Toh semuanya sudah jelas kalau dia akan me

    Huling Na-update : 2024-10-06
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   8. Rani Anak Siapa

    Kemarahan Winda memuncak mendengar perkataan Okta. "Bagaimana bisa kamu menjalin hubungan dengan orang lain ketika kamu sudah beristri, Okta?" tanyanya dengan suara meninggi.Okta memegang pipinya yang terasa panas. Meski dia seorang lelaki, tak menutupi kenyataan bahwa dirinya juga merasa kesakitan dengan tamparan barusan.Dia menatap mamanya yang baru saja memberinya tamparan, ada rasa tidak percaya akan hal itu. "Ma. Aku dan Rani saling mencintai." Dia menjelaskan."Persetan dengan cinta yang kau agungkan sejak tadi. Jika kau masih memiliki istri, kenyataannya hanya nafsu yang kau dahulukan bersama perempuan tidak tahu diri itu." Winda berteriak dengan menunjuk ke arah luar rumah seolah yang dibicarakan ada di sana.Okta tidak setuju kala mendengar Rani yang disebuat sebagai perempuan tidak tahu diri oleh mamanya. "Ma. Jangan bicara seperti itu. Dia calon menantu mama juga," ujar Okta."Mama tidak sudi menjadik

    Huling Na-update : 2024-10-06
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   9. Menantu Kami Melisa

    "Papa benar-benar kecewa sama kamu, Okta! Bisa-bisanya. Bisa-bisanya kamu dan Rani ...." Bahkan Khalif saja tidak mampu mengatakan betapa bejatnya anaknya ini."Belajar dari siapa kamu ini, Okta? Papa tidak pernah mengajari kamu seperti ini!" bentaknya keras. Dia sampai menunjuk wajah putranya. Asal tahu saja kalau dia ingin memukul wajah Okta saat ini.Sedangkan Okta hanya bisa diam saja. Dia pikir, orang tuanya akan merasa bahagia dan langsung menerima Rani kalau dia mengatakan kehamilan perempuan itu. Tapi nyatanya malah membuat semua menjadi semakin runyam."Lihat apa yang sudah kamu lakukan? Kamu membuat semuanya berantakan. Hancur," ujar Khalif dengan berjalan mondar-mandir di depan anaknya. Tidak henti dia mengurut keningnya."Kam---" Kalimat yang akan dikatakan Khalif urung kala terdengar suara erangan dari arah ranjang. Khalif menoleh dan melihat istrinya yang mulai sadar dari pingsannya. Dia pun segera

    Huling Na-update : 2024-10-07

Pinakabagong kabanata

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   89.

    "Kamu ini ngapain sih di sini? Udah di rumah saja istirahat," ujar Pak Bowo ketika melihat kedatangan Tuan Bagus."Hei. Kau ini. Dijenguk kawan bukannya seneng aku malah mau diusir. Aku, kan hanya ingin membantumu. Menemani kamu karena aku tahu Argo harus mengawasi usaha kalian," ujar Tuan bagus dengan lagak yang dia buat sombong."Iya tidak, Ta?" tanya Tuan Bagus menatap calon menantunya itu."Sebenarnya nggak papa ditinggal juga kok, Om. Kan tinggal hubungin pegawai saja." Argo berujar sopan."Tuh, kan." Pak Bowo tertawa.Tuan Bagus mencebikkan bibir. Dia mengibaskan tangan ke udara. "Ya anggap saja aku kesepian di rumah dan sedang mencari teman ngobrol. Gampang, kan." Dia menarik kursi yang ada di samping brankar lalu duduk di sana."Gimana perkembangan kasusnya?" tanyanya kemudian.Argo menggeleng. "Kami belum mendapatkan kabar dari polisi. Mungkin mereka masih menginterogasi para penghuni kontrakan." Dia menjelaskan.Ruan Bagus tampak berpikir. Dia pun mengangguk kemudian. "Hah.

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   88

    "Mama kenapa sih, Ma?" tanya Khalif ketika melihat istrinya yang terus melamun. Dia duduk di samping Windi lalu merangkul pundak istrinya itu dengan senyuman tipis.Windi menarik napasnya dalam sampai bahunya naik perlahan lalu mengembuskan dengan berbarengan pundaknya yang urun. "Ya mikirin apa lagi, Pa kalau bukan lamaran mama yang ditolak sama Tuan Bagus karena dia sudah menjodohkan Melissa dengan orang lain," jawabnya malas.Khalif mengangguk dan paham kekecewaan sang istri. Dia mengelus pundak Windi dengan lembut. "Sudahlah, Ma. Mungkin Melissa dan Kafka itu memang tidak berjodoh. Janganlah dipaksa terus menerus.""Mama ini tidak memaksa, Pa. Mama ini hanya sedang berusaha." Windi berujar dengan penuh penekanan."Berusaha untuk mencarikan jodoh terbaik untuk anak kita. Dan Melissa menurut mama itu yang paling pas dan cocok," lanjut Windi."Ya kalau bukan jodohnya mau gimana, Ma? Mau diapain juga tidak akan bisa bersama kalau Tuhan tidak berkehendak. Dan, jika Tuhan memang mentakd

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   87.

    Mendapat tawaran dari Melissa untuk tinggal di rumahnya, tentu saja Lisa langsung mengiyakan hal itu. Daripada tidur di rumah sendirian, atau tidur di rumah sakit lagi dan itu tidak membuatmu nyaman, lebih baik tidur di rumah calon mamanya kan?"Sekarang, Lisa cuci muka, cuci kaki dan gosok gigi, ya." Melissa berujar ketika mereka sudah bersiap untuk tidur.Lisa pun mengangguk dan kduanya menuju kamar mandi untuk melakukan ritual itu. Setelah beberapa saat selesai, mereka pun siap untuk mengistirahatkan diri.Melissa membenahi selimut Lisa. "Jangan lupa berdoa sebelum tidur," ujarnya dengan senyuman.Lisa mengangguk dan melakukan apa yang diminta Melissa. Setelahnyamerekapun mulai merebahkan diri. "Terima kasih, Tante Lisa." Gadis itu berujar.Melissa mengangguk. "Sama-sama." Dia pikir setelah itu Lisaakan langsung tidur. Akan tetapi gadis kecil itu masih membuka matanya."Kamu kenapa? Kok masih belum tidur?" tanyanya kemudian.Lisa menatap Melissa dengan takut-takut. "Lisa mau tanya,

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   86.

    Suara klakson langsung berbunyi keras setelah mobil milik Melissa berhenti. Beberapa mobil di belakangnya berhenti dengan jarak yang sangat dekat.Melissa dan Tuan Bagus sama-sama menoleh. "Mel. Kamu ini." Tuan Bagus memperingati."Maaf-maaf." Melissa segera menjalankan kembali mobilnya."Kamu ini ada-ada saja, Mel." Tuan Bagus menggeleng pelan."Lagian Papa bikin aku terkejut aja." Melissa mengerucutkan bibirnya. Dia tetap memfokuskan pandangan lurus ke depan."Maksud ucapan Papa tadi apa?" tanyanya kemudian."Ya Tante Windi tadi?" tanya Tuan Bagus dan dia melihat putrinya yang mengangguk."Ya seperti yang kamu dengar tadi. Tante Windi tadi datang ke rumah dan dia mengatakan niatnya kalau dia ingin kamu menjadi menantunya lagi," ujar Tuan Bagus."Katanya, kamu ingin dinikahkan dengan Kafka," lanjutnya kemudian.Melissa yang mendengar hal itu menggeleng pelan. "Astaga. Asli. Mel nggak pernah bayangin hal ini, Pa.""Sama." Tuan Bagus berujar."Lalu Papa bilang apa sama Tante Windi?" ta

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   85. Kedatangan Mantan Besan

    "Ayo, Jarot. Mandi yang bersih ya, Jar. Biar seger," uja Tuan Bagus. Pria itu tengah menyemprot air pada burung peliharaannya. Pagi ini adalah waktu yang pas untuk mandi."Abis mandi nanti, kamu latihan lagi berkicau. Biar suara kamu tetap merdu dan semakin merdu," lanjut Tuan Bagus. Dia menatap senang empat ekor burung yang dia miliki."Ini, Tuan camilannya," ujar asisten rumah tangga Tuan Bagus.Tuan Bagus menoleh. "Terima kasih, Bi." Dia mengangguk. Duduk di gazebo dia mulai menikmati lapis legit yang baru saja dia dapatkan semampu menatap burung-burung miliknya yang sedang dijemur."Buka usaha jual beli burung sepertinya asyik," ujarnya kemudian.Beberapa saat kemudian, asisten rumah tangganya kembali mendekat. Dia berdiri di depan Tuan Bagus sembari menunduk untuk memberitahukan sesuatu."Tuan, maaf. Ada nyonya Windi datang dan ingin bertemu." Dia berujar.Tuak Bagus langsung mengerutkan kening mendengar perkataan asisten rumah tangganya. "Windi? Mau apa dia?" tanyanya kemudian.

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   84.

    Malam telah larut ketika Argo mengantar Melissa pulang. Jalanan sepi, hanya sesekali kendaraan melintas dengan lampu yang menyorot redup. Mobil Argo berhenti tepat di depan rumah besar milik Tuan Bagus. Melissa menghela napas lega, lalu menoleh ke arah Argo. "Makasih ya, Go, udah nganterin aku pulang. Maaf jadi ngerepotin."Argo tersenyum tipis, "Harusnya aku yang berterima kasih sama kamu. Kamu sudah repot hari ini karena aku. Bantu di panti---""Itu, kan memang kegiatan yang rencananya dirutinin sama kita," ujar Melissa memotong kalimat Argo. Keduanya terkekeh bersama.Argo mengangguk. "Ya. Tapi nggak hanya itu aja. Misal tadi kamu ikut ke sekolahan dan membantu Lisa. Secara tidak langsung kamu membersihkan namanya," ujar Argo.Melissa mendengus. "Aku hanya tidak suka bullying."Argo mengangguk. "Ya. Untuk itu aku berterima kasih.""Ya udah sama-sama.""Yuk aku antar sampai depan rumah. Aku mau sekalian pamit sama Om Bagus. Boleh, kan?" tanya Argo.Melissa mengangguk. "Ya haruslah.

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   83. Mencari Pelaku

    Sambil menunggu hasil pemeriksaan, Pak Bowo duduk di ranjang rumah sakit, menatap kosong ke langit-langit. Ia masih mencoba mengingat apa yang sebenarnya terjadi. Apakah ada kendaraan lain yang menabraknya? Atau apakah sopirnya kehilangan kendali? Pikirannya dipenuhi pertanyaan.Beberapa saat kemudian, seorang dokter masuk ke ruangannya. "Pak Bowo, kondisi Anda cukup stabil. Hanya ada luka ringan di dahi dan sedikit benturan di kepala. Tapi kami sarankan Anda tetap beristirahat.""Bagaimana dengan sopir saya, Pak Dokter?" tanya Pak Bowo cemas.Dokter itu menarik napas sebelum menjawab, "Pak Herman mengalami cedera di bagian kepala, tapi saat ini kondisinya stabil. Kami masih melakukan observasi lebih lanjut untuk memastikan tidak ada pendarahan internal."Pak Bowo menghela napas lega, meskipun masih ada kekhawatiran di hatinya. Ia menatap keluar jendela rumah sakit, melihat lalu lintas yang kembali normal. Seakan kejadian beberapa jam lalu hanyalah mimpi buruk yang hampir merenggut ny

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   82. Kabar Buruk

    Okta menggeram dalam hati. Amarahnya semakin membara sejak ia dipecat. Baginya, ini bukan sekadar kehilangan pekerjaan, melainkan penghinaan yang tak bisa ia terima begitu saja. Dan semuanya bermula dari satu nama: Argo. Jika bukan karena pria itu, hidupnya tidak akan berantakan. Dan kini, hanya ada satu tujuan dalam pikirannya—membalas dendam.Dendam itu semakin berkobar ketika mengingat perjodohan Melissa dan Argo. Okta tak bisa menerimanya. Rasa cinta yang ia miliki berubah menjadi obsesi berbahaya. Ia merasa dunia telah merampas haknya dan kini saatnya ia mengambil kembali apa yang seharusnya menjadi miliknya.Hari itu, Okta mulai bergerak. Ia menelusuri rumah Argo dengan penuh kehati-hatian. Awalnya, ia hanya ingin mengawasi, mencari celah untuk melancarkan aksinya. Namun, di luar dugaan, ia justru melihat seseorang yang mungkin lebih mudah dijadikan target awal—Pak Bowo.Pak Bowo, pria berusia lima puluhan tahun itu, adalah papanya Argo, informasi ya

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   81. Pesan Terakhir Dari Istri Mantan Kekasih

    Argo terdiam mendengar pertanyaan dari Melissa. Pria itu menunduk menatap lantai lalu tersenyum miring. "Untuk saat ini, aku tidak memiliki hal untuk membela diri. Kamu boleh menganggapnya apa, terserah. Karena itu juga hak kamu. Aku tidak bisa melarang."Argo menatap Melissa. "Sudah aku katakan sejak tadi. Aku memang ingin kamu tahu ini agar semuanya tidak terlambat. Bagaimana tanggapan kamu setelahnya, aku akan menerima semua yang kamu putuskan."Melissa mendongak, dia menarik napas dalam dan mencoba untuk menenangkan dirinya setelah menemukan hal-hal yang benar-benar membuat dirinya merasa terkejut.Melissa kembali menatap Argo lalu bertanya, "Jadi, pertemuan antara papaku dan papa kamu adalah sebuah kesengajaan untuk menjalankan kembali rencana kalian yang sebelumnya?" Melisa bertanya dengan menaikkan salah satu alisnya.Argo yang mendengar itu terkekeh, tak lama dia malah tertawa. "Aku memang mengatakan bahwa terserah kamu akan menganggapnya apa tentang semua ini. Tapi satu hal y

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status