Home / Pernikahan / Adikku Ingin Jadi Maduku / Adikku Ingin Menjadi Madu

Share

Adikku Ingin Jadi Maduku
Adikku Ingin Jadi Maduku
Author: Evie Edha

Adikku Ingin Menjadi Madu

Author: Evie Edha
last update Last Updated: 2024-09-25 12:54:01

"Ada apa tiba-tiba Rani minta kami datang, Pa, Ma?" tanya Melisa ketika dia baru saja memasuki kediaman kedua orang tuanya. Padahal, beberapa hari lalu dia baru saja mengunjungi tempat ini sebagai kegiatan rutin dia dan sang suami mengunjungi rumah orang tuanya.

Kini, dia dan Okta harus datang kembali ke rumah ini. Keduanya menyalami tangan orang tua Melisa.

Melisa menatap pasangan paruh baya yang ada di hadapannya secara bergantian untuk mendapat jawaban. Namun, keduanya sama-sama menggeleng.

"Mama tidak tahu." Riyanti. Perempuan paruh baya itu menjawab.

"Papa juga."

Melisa pun akhirnya memilih duduk. "Sekarang dia di mana?" tanyanya kemudian.

"Tuh masih di kamar," ujar Riyanti sembari menunjuk kamar Rani menggunakan dagu.

Tak lama, Rani pun keluar dari kamarnya. "Eh. Kak Okta. Kak Melisa sudah datang."

Perempuan yang baru saja lulus dari kuliahnya beberapa minggu lalu itu mendekati semua anggota keluarga lalu ikut bergabung dengan mereka, duduk di kursi single tidak jauh dari keberadaan kakaknya.

"Ada apa kamu minta kami datang?" tanya Melisa kemudian pada sang adik.

Rani terlihat berpikir beberapa saat. "Ada yang ingin Rani omongin sama kalian," ujarnya kemudian sembari menatap ketiga orang yang ada di hadapannya satu persatu.

"Apa?"

"Em ... Rani mau ngomong sesuatu yang penting. Terutama sama Kak Melisa dan Kak Okta," ujar Rani dengan menunjuk kakak dan kakak iparnya.

Kerutan terlihat di kening Melisa. Dia sempat saling pandang dengan sang suami. "Ada apa?"

"Kak Melisa. Boleh nggak kalau aku jadi madu Kakak?" tanya Rani dengan kalimat yang jelas dan lugas. Lancar dia ucapkan dengan begitu mudah.

Untuk sesaat terjadi keheningan di ruangan itu. Hingga beberapa saat kemudian terdengar tawa dari Melisa karena merasa adiknya itu sedang membuat lelucon. Namun, hanya Melisa yang melakukan itu.

"Kamu ini, Ran. Malam-malam malah bikin lelucon. Sudah. Nggak lucu itu. Katakan. Ada apa kamu meminta kakak dan suami kakak ke sini," ujar Melisa di tengah tawanya.

"Ini waktunya santai, Rani. Waktu sebentar lagi semua orang mau istirahat tidur. Kamu ini aneh-aneh saja kalau mau buat jokes." Pak Bagus menggeleng melihat kelakuan putri keduanya itu.

Sedangkan kini tampak ekspresi kesal di wajah Rani. "Aku nggak bohong, Kak Mel, Kak Okta, Pa, Ma. Apa yang aku katakan tadi benar. Aku benar-benar ingin menjadi madunya Kak Melisa. Menjadi istri keduanya Kak Okta." Dia berujar dengan penuh penekanan.

Hal itu membuat tawa Melisa berhenti seketika. Dia menatap lamat-lamat ke arah Rani pun dengan semua yang ada di sana.

Rani kembali mengangguk penuh keyakinan terhadap kakaknya. "Iya, Kak. Benar. Aku ingin menjadi istri kedua Kak Okta." Dia mengulanginya lagi.

"Jangan gila kamu!" teriak Melisa tiba-tiba. Perempuan itu bahkan kini sudah berdiri dengan menatap marah sang adik.

"Rani. Kamu sadar dengan apa yang kamu katakan tadi?" tanya Bagus yang juga mulai terpancing emosinya.

"Sabar, Pa. Sabar." Riyanti mencoba menenangkan suaminya dengan mengelus pundak Bagus.

Rani kembali mengangguk di hadapan papanya. "Benar, Pa. Apa yang dikatakan Rani tadi benar. Rani sadar dengan apa yang Rani katakan tadi."

"Nggak waras kamu, Ran!" teriak Melisa lagi.

"Melisa. Tenang dulu." Riyanti kini mencoba untuk menenangkan Melisa.

"Mau tenang gimana, Bu? Apa yang Rani minta itu nggak wajar. Dia bukan meminta untuk dibelikan pakaian atau sepatu. Dia meminta suamiku," ujar Melisa dengan kekesalan.

"Kak. Aku nggak minta Kakak bercerai dengan Kak Okta kok. Aku hanya minta Kakak izinin aku untuk menjadi istri keduanya Kak Okta. Udah. Aku nggak minta seutuhnya, kita bisa berbagi." Rina berujar dengan begitu santai seolah apa yang dia minta untuk dibagi adalah hal biasa yang lazim untuk kakak beradik saling berbagi.

"Ran. Kamu itu---" Melisa seolah kehabisan kata-katanya dengan kejadian yang dia alami malam ini. Tiada hujan tiada angin tiba-tiba saja adiknya meminta untuk menjadi madunya?

Tatapan Melisa jatuh pada sang suami yang sejak tadi hanya diam saja. "Mas. Kamu ngomong dong jangan diam saja? Kamu setuju dengan apa yang dikatakan oleh Rani?" tanya Melisa yang merasa kesal sebab suaminya itu hanya diam saja.

Okta pun mendongak menatap wajah marah istrinya. Dia mengedikkan bahu lalu membuka kedua tangan. "Aku tidak tahu harus mengatakan apa, Sayang. Aku terlalu terkejut dengan semua ini."

Melisa mengentakkan kakinya kesal. Dia pun meraih tangan sang suami. "Lebih baik kita pulang sekarang. Aku pusing dengan tingkah gila adikku." Baru saja dia menarik suaminya, tetapi Rani kembali menahan dengan kata-katanya.

"Kak. Kakak belum menjawab pertanyaan aku loh. Aku menunggu jawaban ini, Kak."

"Sudah cukup, Rani!" teriak Bagus yang sejak tadi sudah muak dengan perkataan anak keduanya yang ngawur itu. Dia menatap tajam Rani dengan napas berat dan dada naik turun.

"Berhenti dan jangan mengeluarkan satu kata pun lagi." Dia berujar dengan menunjuk Rani. Ekspresinya jelas akan kemarahan.

Detik selanjutnya dia mengibaskan tangan ke arah Melisa dan juga Okta. "Sudah. Lebih baik kalian pulang saja. Jangan hiraukan adik kalian yang sudah ngawur ini. Dia ngelantur. Dia sudah tidak waras."

"Pa." Riyanti tampak tidak setuju dengan kata-kata suaminya mengenai anak keduanya itu.

"Memangnya ada yang salah dengan pertanyaan Rani, Pa?" tanya Rani kemudian.

"Rani sudah kamu diam dulu." Riyanti menginstruksi Rani.

Bola mata Bagus semakin melotot lebar mendengar pertanyaan Rani. "Masih kamu tanyakan? Jelas itu salah." Dia berujar penuh penekanan.

"Bagian mana yang salah?" Seolah menantang, Rani terus menjawab pertanyaan dari papanya.

"Rani memintanya baik-baik, Pa sama Kak Melisa. Bukan merebutnya selayaknya pelakor di luaran sana yang menikah dengan suami orang di belakang istrinya. Rani juga hanya meminta menjadi istri kedua, bukan perempuan serahkan yang minta memjadi istri satu-satunya Kak Okta dengan memintanya menceraikan Kak Melisa lebih dulu agar kami bisa menikah. Kami akan berbagi kok. Kam---"

Satu tamparan mendarat sempurna di wajah Rani dengan suara kulit bertemu kulit yang sangat nyaring. Hal itu membuat beberapa orang di sana melotot dan menganga.

"Pak." Riyanti segera berdiri di samping Rani dengan tatapan khawatir.

"Papa tidak menyekolahkan kamu tinggi-tinggi untuk menjadi perempuan yang menggoda suami orang! Perempuan yang mengganggunya rumah tangga orang apalagi istri kedua dan itu dari kakak kamu sendiri." Bagus berujar dengan kemarahan yang sangat memuncak.

Rani merasakan ngilu di pipinya. Untuk pertama kalinya, dia mendapat tamparan dari sang papa. Detik kemudian dia menatap Bagus dengan berani.

"Terserah apa kata Papa. Yang jelas, Rani mau menjadi istri keduanya Kak Okta. Titik." Setelah mengatakan hal itu, dia pun berlari menuju kamarnya.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sherly Monicamey
aish adik apa lah dia ini
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   Rani Bunuh Diri?

    Okta dan Melisa sudah berada di rumah mereka sendiri, lebih tepatnya di rumah kedua orang tua Okta. Sebelum menikah memang Okta mengatakan dia ingin keduanya tinggal di rumahnya karena tidak ada yang mengurus kedua orang tuanya. Okta dua bersaudara. Satu Adik laki-lakinya masih menempuh pendidikan di luar Negri yang pastinya tidak berada di rumah. Kalau pulang pun hanya sesaat saja. Melisa menyanggupi karena di rumahnya sudah ada Rani yang akan mengurus kedua orang tua mereka.Namun, kejadian hari ini benar-benar membiat dirinya merasa syok. Keduanya tengah berbaring di atas ranjang, menatap ke atas dengan pikiran yang bercabang."Kenapa kamu diam saja sejak tadi, Mas?" tanya Melisa pada suaminya. Dia tahu kalau Okta belum tidur sejak tadi.Terdengar helaan napas dalam dari Okta. Pria itu melipat tangan di atas perutnya. "Aku tidak tahu harus berkata apa, Melisa. Ini ... Ini terlalu mengejutkan bagiku," ujarnya kemudian.Melisa malah merasa aneh dengan suaminya ini yang sejak tadi te

    Last Updated : 2024-09-25
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   Laki-Laki Boleh Menikah Lebih Dari Satu Kali, kan?

    "Apa maksud kamu, mas?" tanya Melisa yang sudah berhasil menguasai diri dari rasa terkejut. Dia menatap suaminya dengan bola mata melotot."Jangan sembarangan kalau bicara, Mas. Ini bukan hal sepele. Sadar kamu." Dia melanjutkan."Nak Okta. Kamu tenangkan diri dulu, kanga bertindak gegabah. Ini bukan keputusan yang asal ambil dan akan berlalu begitu saja. Ini akan mempengaruhi masa depan banyak orang," Bagus ikut berujar menasihati suami dari anak pertamanya itu.Okta menghela napas dalam. Dia menatap mertua dan juga istrinya. "Pa, Mel. Aku sadar. Aku sadar benar dengan apa yang aku katakan." Dia memberi tahu."Mel. Coba kamu lihat adik kamu. Dia dalam keadaan lemah. Bukankah menyelamatkan nyawa itu termasuk hal kebaikan?" tanya Okta.Melisa semakin menatap tidak percaya suaminya. Pandangan macam apa itu? "Apa-apaan itu, Mas? Kita bisa menyelamatkan nyawanya tanpa harus kamu menikahinya. Lagi pun dia sudah selamat, kan? Dokter juga mengatakan kalau dia sudah dalam keadaan baik meski l

    Last Updated : 2024-09-25
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   Pasangan Selingkuh

    "Kalian sudah baikan?" tanya Windi. Ibunya Okta. Ini adalah hari setelah Melisa dan Okta berdebat mengenai rencana pria itu yang akan menikahi Rani. "Mereka bertengkar?" tanya pria paruh baya yang tak lain adalah papanya Okta. "Ya kemarin." Windi mengangguk. Okta tersenyum. "Maklumin saja, Pa, Ma. Namanya juga rumah tangga. Pasti ada perdebatan kecil sedikit. Ya nggak, Sayang?" tanya Okta pada Melisa. "Tapi kita sudah baikan kok." Okta melanjutkan. Sekedar informasinya saja, kedua orang tua Okta belum mengetahui rencana anak mereka yang ingin menikahi adik dari menantunya itu. Jujur saja Melisa merasa ragu untuk mengatakan pada keduanya karena kebanyakan, orang tua laki-laki pasti akan mendukung apa yang anak mereka lakukan. "Benar itu, Melisa?" tanya Khalif, papanya Okta. Melisa memaksakan senyum lalu mengangguk. "Iya, Pa, Ma. Kami sudah baikan kok." Khalif mengangguk beberapa kali. "Syukurlah. Kalau Okta berbuat Saka sama kamu lagi, jangan ragu untuk mengatakannya pad

    Last Updated : 2024-09-25
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   Tamparan Untuk Rani

    Melisa menangis sembari membawa mobilnya pergi dari rumah sakit. Dia tahu ini berbahaya, tetapi bertahan di sana pun tidak mungkin. Dia menghapus air mata di pipi secara kasar."Kalian jahat! Kalian pengkhianat!" teriak Melisa dengan keras sembari memukul kemudi. Dia tidak peduli kalau tangannya akan merasa kesakitan. Menutupi bibir dengan punggung tangan, dia menangis dengan tersedu-sedu.Melisa menggeleng pelan. "Kenapa Mama tega melakukan ini padaku?" tanyanya di sela tangis. Masih merasa terkejut dan kecewa karena melihat mamanya yang menutupi kebusukan adik dan juga suaminya.Tiba-tiba Melisa mengingat satu orang. "Papa," bisiknya. Perempuan itu menangis semakin kencang. Dalam hati dia menduga kalau mamanya tahu mengenai hal ini, pasti papanya juga mengetahui hal ini.Kedua tangan Melisa mencengkeram kemudi, dia semakin menangis kencang. "Kenapaa? Kenapa kalian jahat sekali?" tanyanya dengan berteriak.Perempuan yang tengah terluka hatinya itu melajukan mobil menuju kantor, tempa

    Last Updated : 2024-09-25
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   6. Pergi

    "Apa yang Papa lakukan?" tanya Riyanti dengan rasa terkejut. Dia menatap suami dan juga putrinya secara bergantian.Sedangkan Bagus tidak mempedulikan sang istri. Tatapannya masih tajam mengarah pada Rani yang kini menatap dirinya dengan mata membeliak dan tangan memegang pipi yang baru saja dia hadiahi sebuah tamparan.Bagus mengangkat sedikit dagunya. "Sejak kapan aku mengajarimu menjadi perempuan murahan? Ha?" Dia bertanya dengan nada membentak."Katakan? Siapa yang mengajarimu menjadi wanita murahan?" Dia kembali bertanya.Rani menatap papanya dengan kerutan kebingungan. Dia terkejut dengan kalimat barusan. "Apa maksud Papa?" tanyanya kemudian.Begitu pun dengan Riyanti. Dia juga merasa terkejut dengan pertanyaan suaminya. Mendekati sang putri, dia memegangi kedua pundak Rani dan menatap suaminya. "Apa yang sudah Papa lakukan? Dan apa yang Papa katakan tadi? Kenapa Papa tiba-tiba datang lalu menampar Rani dan

    Last Updated : 2024-10-05
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   7 Dilarang Mertua Pergi

    Okta sempat terkejut sesaat mendengar apa yang dikatakan Melisa. Namun, beberapa saat kemudian dia menunduk dan tak lama bahunya bergetar, terdengar suara tawa dari bibir pria itu. Melisa yang sudah dalam keadaan kembali menangis langsung menatap bingung sang suami yang kini malah tertawa. Dalam hati Melisa bertanya apakah suaminya ini sudah gila? Sedangkan Okta sendiri kini menatap Melisa kembali, masih dengan tawanya. "Oh. Ternyata kamu sudah tahu?" tanyanya kemudian. "Baguslah kalau kamu sudah tahu," lanjut Okta. Sedangkan Melisa malah merasa syok dengan sikap suaminya. Tidak ada rasa bersalah sedikit pun di wajah pria itu akan apa yang telah dia lakukan di belakangnya. "Sinting kamu," maki Melisa. "Memang sudah keputusan yang tepat kalau kita berpisah," lanjutnya yang mana Melisa langsung kembali memasukkan sisa pakaiannya. Kali ini Okta tidak lagi menghalangi niat Melisa untuk pergi. Terserah istrinya itu meminta apa saat ini. Toh semuanya sudah jelas kalau dia akan me

    Last Updated : 2024-10-06
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   8. Rani Anak Siapa

    Kemarahan Winda memuncak mendengar perkataan Okta. "Bagaimana bisa kamu menjalin hubungan dengan orang lain ketika kamu sudah beristri, Okta?" tanyanya dengan suara meninggi.Okta memegang pipinya yang terasa panas. Meski dia seorang lelaki, tak menutupi kenyataan bahwa dirinya juga merasa kesakitan dengan tamparan barusan.Dia menatap mamanya yang baru saja memberinya tamparan, ada rasa tidak percaya akan hal itu. "Ma. Aku dan Rani saling mencintai." Dia menjelaskan."Persetan dengan cinta yang kau agungkan sejak tadi. Jika kau masih memiliki istri, kenyataannya hanya nafsu yang kau dahulukan bersama perempuan tidak tahu diri itu." Winda berteriak dengan menunjuk ke arah luar rumah seolah yang dibicarakan ada di sana.Okta tidak setuju kala mendengar Rani yang disebuat sebagai perempuan tidak tahu diri oleh mamanya. "Ma. Jangan bicara seperti itu. Dia calon menantu mama juga," ujar Okta."Mama tidak sudi menjadik

    Last Updated : 2024-10-06
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   9. Menantu Kami Melisa

    "Papa benar-benar kecewa sama kamu, Okta! Bisa-bisanya. Bisa-bisanya kamu dan Rani ...." Bahkan Khalif saja tidak mampu mengatakan betapa bejatnya anaknya ini."Belajar dari siapa kamu ini, Okta? Papa tidak pernah mengajari kamu seperti ini!" bentaknya keras. Dia sampai menunjuk wajah putranya. Asal tahu saja kalau dia ingin memukul wajah Okta saat ini.Sedangkan Okta hanya bisa diam saja. Dia pikir, orang tuanya akan merasa bahagia dan langsung menerima Rani kalau dia mengatakan kehamilan perempuan itu. Tapi nyatanya malah membuat semua menjadi semakin runyam."Lihat apa yang sudah kamu lakukan? Kamu membuat semuanya berantakan. Hancur," ujar Khalif dengan berjalan mondar-mandir di depan anaknya. Tidak henti dia mengurut keningnya."Kam---" Kalimat yang akan dikatakan Khalif urung kala terdengar suara erangan dari arah ranjang. Khalif menoleh dan melihat istrinya yang mulai sadar dari pingsannya. Dia pun segera

    Last Updated : 2024-10-07

Latest chapter

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   46. Berpisah

    Melissa menatap sedih ke arah kamar Rina. Dia melihat adik tirinya itu tengah memasukkan semua pakaian ke dalam koper. Padahal, baru beberapa hari lalu dia mengeluarkannya dari koper dan menatanya di lemari.Melissa pun memasuki kamar Rina. Perempuan itu duduk di tepi ranjang dan menatap adik tirinya dengan sedih.Rina yang melihat itu pun tersenyum tipis. "Ada apa, Kak? Kenapa wajah Kakak seperti itu ekspresinya?" tanyanya kemudian."Kamu benar mau pergi juga?" tanya Melissa dengan sedih.Rani masih menunjukkan senyum tipis. Dia mengangguk beberapa kali. "Iya, Kak. Aku tidak mungkin membiarkan Mama tinggal sendirian di luar sana." Dia menjelaskan.Apa yang dikatakan oleh Rani ada benarnya. Setelah memutuskan keluar dari rumah setelah persetujuan berpisah, Riyanti akan mencari tempat tinggal lain. Jadi, mana mungkin Rani membiarkan Riyanti tinggal sendirian."Kalian nanti tinggal di mana?" tanya Melissa. "Atau tinggal di apartemen kakak saja?" Dia mencoba menawarkan. Dia meraih tangan

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   45. Orang Tua Berpisah

    "Kamu melamar aku?" tanya Melisa pada Kafka dengan kerutan di kening.Kafka masih menatap Melissa dengan santai. "Tidak ada seserahan yang aku bawa. Jadi, ini bukan lamaran. Hanya ajakan nikah saja. Itu pun kalau kamu mau." Pria itu menjawab begitu santai seolah kalau dia ditolak pun, dia tidak merasa masalah.Melisa kini malah merasa bingung. Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal karena tidak tahu harus menjawab atau menanggapi perkataan Kafka yang tadi bagaimana.Kafka yang menyadari sikap Melissa pun mulai paham. "Tidak usah terlalu dipikirkan. Anggap saja angin lalu. Toh kamu juga baru menjadi janda. Jangan terlalu keras memikirkannya."Melisa tersenyum sungkan pada Kafka. Dia bersyukur kalau pria ini mengerti apa yang dia pikirkan. "Tapi kamu tidak akan memutus kerja sama antara perusahaan kita, kan?" tanyanya kemudian.Kafka tersenyum miring. "Ini dunia kerja, Melisa. Bukan dunia permainan yang mana jika salah satu pemain merasa patah hati, maka dia akan berhenti bermain."Di

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   44. Ini Lamaran?

    Okta memasuki kediaman orang tuanya dengan wajah ditekuk. Semua penyesalan akan apa yang telah dia lakukan tiada guna, membuat dia kehilangan semuanya.Khalif dan sang istri yang melihat kedatangan Okta pun mengerutkan keningnya. "Dia kenapa, Ma?" tanya Khalif pada Windi.Windi yang sedang asyik memakan keripik menggeleng dan mengedikkan bahunya. "Tidak tahu, Pa."Okta berjalan mendekati kedua orang tuanya. Dia menatap pasangan suami istri itu yang menunjukkan ekspresi bingung. Okta pun langsung duduk di kursi single yang ada di dekat kedua orang tuanya. "Pa, Ma," panggilnya kemudian.Khalif dan Windi saling tatap beberapa saat lalu kembali menatap ke arah Okta. ''Apa?" tanya Khalif."Aku mau cerai." Satu kalimat singkat dari Okta yang mampu mengejutkan Khalif dan Windi."Apa?" tanya Windi."Kau gila?" maki Khalif. "Baru menikah kau sudah ingin bercerai lagi? Kau benar-benar sudah tidak waras?" Dia menggeleng pelan sembari berdecak. Tak habis pikir dengan kelakuan anaknya yang satu i

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   43. Cerai Lagi?

    "Kau gila!" tanya Melissa tak habis pikir. "Kau sinting? Kau tidak waras atau bagaimana?" Dia kembali bertanya, merasa tidak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Okta.Begitu mudahnya meminta hak dalam perusahaannya setelah apa yang pria itu lakukan padanya. Yang benar saja. Melissa tertawa. Dia menjentikkan jarinya di depan wajah Okta beberapa kali. "Hei bangun. Bangun. Ini sudah pagi. Waktunya sudah bangun. Jangan terus bermimpi," ujar Melissa memberitahu."Bagaimana mungkin kamu meminta sesuatu yang pastinya tidak mungkin aku berikan? Bahkan jika kamu masih menjadi suamiku pun, aku juga tidak akan melakukan itu, Mas. Apalagi setelah apa yang kamu lakukan padaku," ujar perempuan itu dengan menunjuk dadanya menggunakan kedua tangan.Apa yang dikatakan Melisa membuat Rani sempat merasa tidak enak. Karena bagaimanapun dia juga turut andil dalam hancurnya rumah tangga mereka.Melissa yang mengerti menatap Rani, dia mengangkat tangan. "Aku tidak bermaksud, Ran. Maaf."Rani

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   42. Keputusan Bagus

    Melissa membawakan minuman untuk papanya yang kini sedang duduk di kursi taman samping rumah mereka. Melissa melihat ada sesuatu yang berbeda dengan sang papa sejak pulang dari rumah sakit menjenguk Rani."Papa kenapa?" tanya Melissa kemudian. Dia duduk di samping papanya lalu memberikan minuman hangat itu untuk Bagus.Bagus menerima miuman dari putrinya itu. "Terima kasih,'' ujarnya kemudian.Melissa mengangguk. Dia tersenyum sembari memerhatikan sang papa yang meneguk minumannya. "Papa kenapa? Papa ada masalah?" tanyanya kemudian.Bagus menggeleng dengan senyuman tipis. "Tidak. Papa tidak ada masalah," ujarnya kemudian.Melissa sedikit mengubah posisi duduknya untuk menghadap ke arah sang papa. Dia memiringkan kepalanya sedikit. "Pa. Jangan bohong sama Melisa. Melissa tahu ada sesuatu yang sedang papa pikirkan. Ayo katakan dan jangan ditutupi lagi dari Melissa. Melissa tidak mau apa yang menjadi beban pikiran Papa kali ini akan membuat kesehataan Papa menurun nanti,'' ujarnya merayu

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   41. Amukan Okta Pada Rani

    Okta keluar dari klinik setelah mendapat perawaran. Tubuhnya terasa remuk akibat pukulan dan tendangan beberapa preman tadi. Salah sendiri.Sepanjang perjalanan, para pedagang pasar menatap ke arahnya sembari berbisik. Tentu mereka tahu apa yang terjadi padanya. Apa yang tidak diketahui penghuni pasar jika itu tentang Toto?"Masnya nggak papa?" tanya salah satu pedagang pasar yang merasa kasihan melihat Okta"Saya masih hidup. Jadi saya nggak papa." Sayangnya Toto malah memberikan respon yang tidak terlalu baik pada pedagang itu.Pedagang itu pun melotot. "Ye. Nih orang. Jadi ngerti kenapa Toto sampe mukulin dia," ujarnya kemudian."Hu ... nyesel tanya tadi." Dia melanjutkan.Sedangkan Okta sendiri tidak menanggapi ha itu. Ptia itu tetap pergi meninggalkan pasar menuju mobilnya. Di sela rasa sakit yang dia rasakan, Okta menyandarkan punggung pada sandaran kursi lalu memejamkan matanya sesaat."Akh! Sial! Bukannya puas malah bonyok." Dia memukul kemudi yang ada di hadapannya. Namun, be

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   40. Kunjungan Okta Ke Pasar

    Duduk di dalam apartemennnya dengan keadaan gelap gulita tanpa membuka tirai yang akan membantu cahaya matahari untuk mentinari ke dalam, Okta duduk di sofa ditemani sebotol minuman.Pandangan pria itu lurus dan tampak kosong. Sesekali tangannya bergerak mendekatkan ujung botol ke arah bibir lalu meneguk isinya. Bola matanya yang memerah menandakan kalau pria itu baru saja meluapkan emosi. Menangis, berteriak, sedih tertawa dan marah bersatu menjadi satu.Okta sedang kesal saat ini. Pria itu merasa menjadi sosok yang bodoh karena telah ditipu habis-habisan oleh Rani. Perempuan yang baru dia nikahi beberapa minggu terakhir ini telah menjebaknya ke dalam sebuah masalah yang sudah membuat hidupnya hancur berantakan."Sialan!" teriak Okta dengan melempar botol yang ada di tangannya. Isinya memang sudah tidak ada. Itu mengapa dia berani melemparnya hingga bentuk botol itu sudah tidak beraturan. Terpecah berai di lantai membentuk serpihan-serpihan."Dia telah membohongiku," ujarnya geram de

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   39. Maaf

    Rani sudah mulai sadar setelah hampir setengah hari terelaap akibat pengaruh dari obat tidur.. Hari sudaah sangat larut ketika dia membuka mata.. takk ada laagi teriakan atau kemaaraahan karena ketika dia bangun, tida ada seorng pun yang ada di dekatnya.Entah di mana suaaminya itu. Namun, itu lebih baik ketimbang dia harus melihaat wajah okta. Orang yang telah menyebaabkan diaa kehilangaan calon anaknya. Hanya berdia diri, Rani duduk dengan menatap lurus ke arah luar jendela di mana dia bisamelihat orang-orang lalu lalang di koridorr rumah akit bagian lauar yang berbatasan langsung dengaan tamaan rumaah sakit.Bahkan suara pintu terbuka pun tak membuat FRani mengaalihkan pandangannya sedikit pun. Riyanti, yang baru saja keluar membeli makaanaan baru kembali. Dia terkejut mendapati putrinya sudah sadar dan kini sudah duduk di brankarnya.''Rani,'' panggilnya panik. Riyanti memperceat langkah mendekaati brankar putrinya, bahkan dia melempar begitu ssaja bungkusan makanaan yang diaa ba

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   38. Kemarahan Rani dan Kenyataan

    "Kamu pembunuh!" teriak Rani penuh dengan kemarahan. Dia menatap tajam Okta yang berjarak tidak jauh darinya. Sorot matanya menunjukkan kebencian dan juga kesedihan yang telah menjadi satu dalam dirinya."Kamu sudah membunuh anakku!" teriak Rani sekali lagi. Kali ini dengan menunjuk ke arah Okta. Tangisnya pecah, air mata yang sejak tadi menumpuk di pelupuk mata kini telah jatuh membasahi pipi. Suara tangis Rani mulai terdengar, Rani mulai sesenggukan.Kebenaran mengenaai calon anaknya yang tidak bisa diselamatkan membuatnya patah dan berantakan. "Anakku, Ma," ujarnya pilu.Riyanti yang terkejut dengan reaksi putrinya masih menatap bingung dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Rani. Namun, mau bertanya pun rasanya ini bukan waktu yang tepat.Perempuan itu segera mendekati putrinya lalu memeluk Rani di mana Rani juga langsung membalas pelukannya. Terdengar tangis yang semakin keras dan menyayat dari Rani. "Sayang." Dia membelai kepala putrinya.Riyanti yang sempat berhenti menangis

DMCA.com Protection Status