Share

6. Pergi

Author: Evie Edha
last update Last Updated: 2024-10-05 13:00:58

"Apa yang Papa lakukan?" tanya Riyanti dengan rasa terkejut. Dia menatap suami dan juga putrinya secara bergantian.

Sedangkan Bagus tidak mempedulikan sang istri. Tatapannya masih tajam mengarah pada Rani yang kini menatap dirinya dengan mata membeliak dan tangan memegang pipi yang baru saja dia hadiahi sebuah tamparan.

Bagus mengangkat sedikit dagunya. "Sejak kapan aku mengajarimu menjadi perempuan murahan? Ha?" Dia bertanya dengan nada membentak.

"Katakan? Siapa yang mengajarimu menjadi wanita murahan?" Dia kembali bertanya.

Rani menatap papanya dengan kerutan kebingungan. Dia terkejut dengan kalimat barusan. "Apa maksud Papa?" tanyanya kemudian.

Begitu pun dengan Riyanti. Dia juga merasa terkejut dengan pertanyaan suaminya. Mendekati sang putri, dia memegangi kedua pundak Rani dan menatap suaminya. "Apa yang sudah Papa lakukan? Dan apa yang Papa katakan tadi? Kenapa Papa tiba-tiba datang lalu menampar Rani dan bertanya hal seperti itu?" tanya Riyanti yang tiba-tiba ikut merasa kesal sebab suaminya menanyakan hal yang menyakitkan hati.

Bagus masih menatap tajam Rani dan sang istri. "Lalu apa yang harus papa tanyakan kalau bukan bertanya seperti itu?" tanyanya kemudian.

"Katakan! Apa yang harus papa tanyakan kalau bukan bertanya mengenai itu?" Bagus mengulang kalimat pertanyaannya.

"Papa ini apa-apaan sih?" tanya Riyanti sedikit sewot.

"Apa papa harus bertanya bagaimana keadaan kandungan kamu? Begitu?" Bagus bisa melihat bola mata kedua perempuan di hadapannya semakin melotot lebar, bahkan keduanya saling tatap untuk beberapa saat.

"Atau papa harus bertanya sejak kapan dia menjadi simpanan Okta?" lanjut Bagus kemudian.

Semakin terkejutlah Rani dan Riyanti. "Papa," panggil Riyanti, dalam hati mereka bertanya-tanya apakah Bagus sudah mengetahui mengenai perselingkuhan Rani dan Okta?

Bagus mengangkat tangan ketika melihat istrinya yang membuka bibir, pertanda untuk Riyanti tetap diam karena dia tidak ingin mendengar penjelasan apa pun saat ini.

Bagus menggeleng pelan, gurat kekecewaan terlihat jelas di wajahnya saat ini. "Papa benar-benar tidak menyangka sama kamu Rani. Bisa-bisanya kamu berselingkuh dengan Okta. Dengan suami kakakmu sendiri?" tanyanya dengan Nada tinggi di akhir kata. Urat di leher menunjukkan jelas seberapa marahnya Bagus saat ini.

"Memalukan!" Maki Bagus pada Rani.

"Pa---"

"Dan kamu?" teriak Bagus memotong kalimat yang akan diucapkan istrinya. Pria itu kini menunjuk wajah Riyanti dengan kemarahan yang kembali tersulut mengingat istrinya menyembunyikan hal sebesar ini.

"Kamu sudah keterlaluan, Ma. Kamu menutupi kebusukan anak kamu yang menjadi selingkuhan ini! Kamu mendukung apa yang dia lakukan begitu?" Bagus berkacak pinggang.

"Kamu mendukung dia menjadi pelakor begitu? Iya?" Suara Bagus semakin meninggi.

'Keterlaluan!" Dada Bagus naik turun akibat kemarahan. Dia masih benar-benar tidak menyangka dengan apa yang sudah dilakukan pada dua orang ini.

Riyanti kini sangat yakin kalau suaminya telah mengetahui perselingkuhan Rani dan juga suami Melisa. Dia mencoba mendekati Bagus dengan menggapai tangannya. "Pa---"

"Kami menjalin hubungan karena kami saling mencintai, Pa." Tiba-tiba saja Rani yang sejak tadi diam membuka suaranya. Kalimat yang diucapkan perempuan itu mengatakan kebenaran atas perselingkuhannya.

Riyanti yang mendengar itu melotot seketika, menatap tajam putrinya dan merutuki kebodohan Rani. "Rani! Diam!" Dia menegurnya.

"Apa, Ma? Biarkan saja aku bicara. Toh Papa sudah tahu semuanya. Apalagi yang harus kita tutup-tutupi?" Rani menatap mamanya penuh tanya.

Riyanti semakin melotot. Ingin sekali dia menoyor kepala Rani agar otak perempuan itu bisa encer sedikit.

"Kalian." Bagus menunjuk dua orang itu secara bergantian.

"Kalian benar-benar keterlaluan! Papa kecewa sama kalian!" Bagus langsung membalikkan badan dan pergi dari ruangan itu.

"Papa. Papa." Riyanti bermaksud mengejar sang suami, tetapi dia menyadari kalau itu terasa percuma.

"Kamu ini, Ran. Gimana sih?" Dia berujar kesal pada putrinya.

Sedangkan Rani yang masih santai memilih untuk kembali memakan jeruknya yang tersisa. "Sudahlah, Ma. Jangan dipikirkan lagi. Cepat atau lambat Papa dan Kak Melisa harus tahu juga, kan?"

Riyanti berdecak. Dia merasa bingung saat ini. Mendudukkan diri pada sofa, dia pun hanya bisa memegang ujung keningnya karena merasa pusing.

***

Melisa sudah sampai di kediaman Okta. Perempuan itu turun dari mobil dan berjalan ke arah pintu utama. Sebelum membuka pintu, Melisa tampak menarik napas dalam seolah menyiapkan diri untuk segala hal yang akan terjadi.

Setelah siap, Melisa pun memasuki rumah. Dia melihat suami dan kedua mertuanya sedang bersantai berada di ruang tengah.

"Itu Melisa," ujar Okta yang melihat kedatangan sang istri. Semua atensi pun terarah kepadanya.

"Kamu lembur, Sayang makanya baru pulang?" tanya Okta.

Melisa memang menghentikan langkah sebentar, tetapi dia hanya mengangguk lalu meninggalkan ruang tengah menuju kamar. Dia akan mengemasi pakaiannya lebih dulu.

Okta yang menatap gelagat aneh istrinya memilih langsung mengikuti Melisa. Memasuki kamar, dia mengerutkan kening kala melihat sang istri yang mulai mengemasi pakaian ke dalam koper.

"Melisa? Apa yang kamu lakukan?" tanya Okta. Dia mendekati sang istri.

Berdiri di ujung ranjang, dia menatap pergerakan istrinya yang mengambil pakaian dari dalam lemari dan memasukkannya ke dalam koper. Tak ada jawaban untuk pertanyaannya tadi. 

"Kamu ada tugas ke luar kota? Dan harus siap-siap sekarang?" tanyanya lagi dan tetap tidak mendapat jawaban.

Okta pun mulai kesal karena merasa diabaikan. "Sayang. Kamu masih kesal karena aku memiliki niatan menikahi Rani? Oh ayolah jangan kekanak-kenakan seperti ini dengan mendiamkan aku," ujarnya dengan kekehan.

Namun, tetap tidak ada jawaban sama sekali.

Okta mulai merasa aneh kala Melisa memasukkan semua pakaiannya. Dia pun mendekati sang istr, mengulurkan tangan lalu memegang pundak sang istri sembari bertanya. "Melisa apa yang ka---"

"Jangan sentuh aku!" teriak Melisa keras sembari menepis tangan Okta yang ingin memegang pundaknya.

Kini dia berbalik badan dan menatap tajam sang suami sembari mengacungkan jari telunjuk ke arah Okta. Dia menggeleng pelan. "Jangan sekali-kali menyentuhku dengan tangan kotormu yang sudah menjamah tubuh perempuan lain itu," ujarnya sekali lagi dengan air mata yang jatuh membasahi pipi.

Okta yang melihat keadaan Melisa pun merasa aneh. Dalam hati bertanya apakah semarah itu Melisa sampai ingin meninggalkan rumah? Dan apa pertanyaannya tadi? 

"Kamu ini kenapa sih? Marah-marah tidak jelas. Dan itu ...." Okta menunjuk ke arah koper sang istri.

"Untuk apa juga kamu memasukkan semua pakaian kamu ke dalam koper? Kamu mau pergi dari rumah ini?" tanya Okta kemudian.

"Ya." Hanya itu jawaban dari Melisa dan dia melanjutkan kembali aktivitasnya memindahkan pakaiannya.

"Kamu ini kenapa sih? Kalau kamu marah soal Rani, tidak perlu seperti ini." Dia mencoba mengeluarkan pakaian sang istri yang sudah masuk ke koper.

Namun, di luar dugaan Melisa yang melihat itu langsung melabuhkan sebuah tamparan pada Okta dengan sangat keras. Dia melakukannya dengan sekuat tenaga yang dia punya. Napasnya memburu dengan dada naik turun.

Tangan Melisa kembali menunjuk ke arah Okta. "Jangan, coba-coba menghentikan aku," ujarnya penuh penekanan.

Okta marah dengan hal itu. "Bisa tidak kita bicara baik-baik? Jangan seperti in---"

"Istri mana yang bisa baik-baik saja kalau suaminya sudah berselingkuh di belakangnya!" teriak Melisa keras karena dia sudah benar-benar merasa muak. Tidak peduli kalau mertuanya akan mendengar keributan ini.

Related chapters

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   7 Dilarang Mertua Pergi

    Okta sempat terkejut sesaat mendengar apa yang dikatakan Melisa. Namun, beberapa saat kemudian dia menunduk dan tak lama bahunya bergetar, terdengar suara tawa dari bibir pria itu. Melisa yang sudah dalam keadaan kembali menangis langsung menatap bingung sang suami yang kini malah tertawa. Dalam hati Melisa bertanya apakah suaminya ini sudah gila? Sedangkan Okta sendiri kini menatap Melisa kembali, masih dengan tawanya. "Oh. Ternyata kamu sudah tahu?" tanyanya kemudian. "Baguslah kalau kamu sudah tahu," lanjut Okta. Sedangkan Melisa malah merasa syok dengan sikap suaminya. Tidak ada rasa bersalah sedikit pun di wajah pria itu akan apa yang telah dia lakukan di belakangnya. "Sinting kamu," maki Melisa. "Memang sudah keputusan yang tepat kalau kita berpisah," lanjutnya yang mana Melisa langsung kembali memasukkan sisa pakaiannya. Kali ini Okta tidak lagi menghalangi niat Melisa untuk pergi. Terserah istrinya itu meminta apa saat ini. Toh semuanya sudah jelas kalau dia akan me

    Last Updated : 2024-10-06
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   8. Rani Anak Siapa

    Kemarahan Winda memuncak mendengar perkataan Okta. "Bagaimana bisa kamu menjalin hubungan dengan orang lain ketika kamu sudah beristri, Okta?" tanyanya dengan suara meninggi.Okta memegang pipinya yang terasa panas. Meski dia seorang lelaki, tak menutupi kenyataan bahwa dirinya juga merasa kesakitan dengan tamparan barusan.Dia menatap mamanya yang baru saja memberinya tamparan, ada rasa tidak percaya akan hal itu. "Ma. Aku dan Rani saling mencintai." Dia menjelaskan."Persetan dengan cinta yang kau agungkan sejak tadi. Jika kau masih memiliki istri, kenyataannya hanya nafsu yang kau dahulukan bersama perempuan tidak tahu diri itu." Winda berteriak dengan menunjuk ke arah luar rumah seolah yang dibicarakan ada di sana.Okta tidak setuju kala mendengar Rani yang disebuat sebagai perempuan tidak tahu diri oleh mamanya. "Ma. Jangan bicara seperti itu. Dia calon menantu mama juga," ujar Okta."Mama tidak sudi menjadik

    Last Updated : 2024-10-06
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   9. Menantu Kami Melisa

    "Papa benar-benar kecewa sama kamu, Okta! Bisa-bisanya. Bisa-bisanya kamu dan Rani ...." Bahkan Khalif saja tidak mampu mengatakan betapa bejatnya anaknya ini."Belajar dari siapa kamu ini, Okta? Papa tidak pernah mengajari kamu seperti ini!" bentaknya keras. Dia sampai menunjuk wajah putranya. Asal tahu saja kalau dia ingin memukul wajah Okta saat ini.Sedangkan Okta hanya bisa diam saja. Dia pikir, orang tuanya akan merasa bahagia dan langsung menerima Rani kalau dia mengatakan kehamilan perempuan itu. Tapi nyatanya malah membuat semua menjadi semakin runyam."Lihat apa yang sudah kamu lakukan? Kamu membuat semuanya berantakan. Hancur," ujar Khalif dengan berjalan mondar-mandir di depan anaknya. Tidak henti dia mengurut keningnya."Kam---" Kalimat yang akan dikatakan Khalif urung kala terdengar suara erangan dari arah ranjang. Khalif menoleh dan melihat istrinya yang mulai sadar dari pingsannya. Dia pun segera

    Last Updated : 2024-10-07
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   10. Cerita Masa Lalu

    Melisa terkejut dengan kedatangan papanya kembali malam ini. "Papa? Kok Papa balik lagi?" tanya Melisa."Ada yang ketinggalan?" Melisa kembali bertanya, tetapi Tidak ada jawaban.Dia menatap papanya dengan kerutan di kening kala melihat pria itu yang memasuki apartemennya dengan diam.Melisa menutup pintu kala tak ada jawaban dari sang papa. Dia ikut duduk di samping Bagus. "Pa. Ada apa?" tanya Melisa dengan menggenggam tangan papanya.Bagus menatap Melisa dengan sedih. "Tadi Okta dan orang tuanya datang ke rumah. Khalif dan Winda mencari keberadaan kamu. Mereka ingin menemui kamu.""Papa kasih tahu mereka Melisa di mana?" tanya Melisa cepat.Bagus menggeleng dan itu membuat Melisa mengembuskan napas penuh kelegaan. "Syukurlah." Dia mengusap dadanya pelan.Dia memerhatikan wajah sang papa dan melihat ada kegelisahan di sana. "Tapi kenapa Papa sepertinya sedih begitu? Papa merasa bersala

    Last Updated : 2024-10-07
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   11. Okta Harus Jadi Milikku

    "Sekarang Rani harus mencari papa kandung Rani di mana, Ma?" tanya Rani pada sang mama. Keinginan menikahi Okta harus tertunda kembali karena tidak ada wali nikah untuk dirinya."Mana mama tahu, Ran. Mama sudah lama tidak bertemu dengan bapak kandung kamu itu." Bu Riyanti sendiri juga merasa bingung dengan hal ini. Jujur saja, dia tidak pernah berpikir sejauh ini ketika dia berpisah dulu. Apalagi ketika dirinya sudah menemukan Bagus, suami keduanya yang jauh lebih kaya dari suami pertamanya. Dia tak pernah lagi kepikiran tentang mantan suaminya."Mana papa kamu tidak pulang sejak tadi malam lagi. Entah di mana di berada sekarang," gerutu Riyanti. Sejak kepergian suaminya semalam, pria itu memang belum kembali pulang.Rani mengembuskan napas kasar. "Ih Mama. Ngapain juga nyari Papa. Toh Papa juga nggak bisa jadi wali nikah aku," ujar Rani dengan memberenggut kesal."Nikah, nikah, nikah saja yang kamu pikirkan itu." Riyanti meneg

    Last Updated : 2024-10-08
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   12. Sampah Bagi Melisa

    Seperti rencananya kemarin, Rani benar-benar mencari keberadaan bapaknya agar dia bisa segera menikah dengan Okta. Perempuan itu mendatangi alamat yang diberikan oleh sang mama. Niat hati ingin mengajak mamanya juga, tetapi Riyanti menolak hal itu.Alasannya, selain karena Riyanti tidak ingin bertemu dengan mantan suaminya lagi, dia juga masih ingin mencari keberadaan Bagus yang sudah beberapa hari ini tidak pulang.Mau bagaimanapun tawaran menggiurkan Rani kalau sudah menjadi istri Okta, tetap saja dia ingin bersama Bagus. Sudah ada cinta di hatinya untuk suaminya itu.Rani baru saja turun dari mobilnya yang susah mendapatkan parkir. Bola matanya melotot dan mulut menganga lebar melihat tempat yang ada di hadapannya."His. Ini beneran aku ke tempat seperti ini sendirian?" tanya Rani dengan ekspresi yang menunjukkan rasa jijik. Bagaimana tidak? Dia harus mendatangi pasar kumuh yang tidak pernah dia datangi sama sekali dalam hid

    Last Updated : 2024-10-08
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   13. Bujukan Yang Gagal

    Riyanti marah pada putri sambungnya ini. Secara tidak langsung, Melisa baru saja menyebut kalau Rani adalah tempat sampah yang menampung pria yang sudah dibuang dan tidak diharapkan oleh Melisa.Riyanti berdiri menatap tajam Melisa dengan napas memburu. "Tega kamu mengatakan itu tentang adik kamu?""Tega Mama menyembunyikan perselingkuhan Rani dengan calon mantan suamiku," balas Melisa dengan nada rendah penuh penekanan. Dia membalas tatapan perempuan yang sudah membesarkan dirinya itu dengan tajam.Melisa tidak masalah kalau Riyanti adalah bukan mama kandungnya, asal perempuan itu juga menyayanginya, Melisa pun akan berbuat sama. Namun, mengetahui apa yang telah Riyanti lakukan di belakangnya, sungguh kecewa dia."Itu artinya Mama mendukung apa yang dilakukan oleh Rani," lanjut Melisa.Riyanti menunduk, kedua tangannya terkepal kuat di sisi tubuh seperti menahan sebuah gejolak yang sulit dia artikan. "Mama tidak---" Kalimat yang akan dia

    Last Updated : 2024-10-09
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   14. Mempermalukan Diri Sendiri

    Rani berdiri di hadapan Toto, papa kandungnya yang dia cari beberapa hari ini. Keduanya sudah menyingkir dari beberapa preman yang berada di bawah naungan Toto.Pria tua itu menyalakan korek lalu menyulut rokok yang ada di tangannya. Dia menghisap sebentar lalu mengembuskan asap putih ke udara. Dia menatap Rani dengan tatapan memicing. "Ada apa nyari gue?" tanya Toto kemudian."Saya anak Anda. Salah kalau saya nyari Anda?" tanya Rani kemudian.Toto malah menunjukkan senyum sinisnya. Dia kembali menghisap rokok dan mengembuskan asapnya. "Setelah bertahun-tahun Yanti membawa lo dan nggak biarin gue ketemu lo, sekarang lo nyari gue? Mak lo itu tahu apa nggak? Jangan-jangan nggak tahu lagi. Kalau nggak mending lo pulang sono. Daripada nanti kena marah," ujar Toto dengan santai. Dia seperti mentertawakan keadaan saat ini."Mama tahu kok kalau saya mencari Anda. Malahan saya tahu pasar ini juga dari Mama," ujar Rani. Perempuan itu melipat tangan di depa

    Last Updated : 2024-10-09

Latest chapter

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   70. Solusi Mengusir Okta

    Setelah hampir satu jam berlalu, akhirnya ruangan Melissa pun kembali bersih. Tidak ada lagi bunga, balon atau ucapan-ucapan penyemangat apalah itu yang mengganggu bagi Melissa."Ada-ada saja. Bikin pusing saja." Perempuan itu menggeleng pelan sembari berjalan menuju kursinya.Duduk di kursi kebesarannya, Melissa tampak berpikir beberapa saat. "Tidak bisa seperti ini. Dia benar-benar mengganggu. Aku sudah tidak nyaman," ujarnya dengan kesal.Melissa meraih gagang telepon dan menghubungi seseorang. "Pak. Tolong ke ruangan saya," ujar Melissa. Setelah mendapat persetujuan dari seseorang di seberang sana, Melissaol pun menutup kembali teleponnya lalu menyandarkan punggung pada sandaran kursi. Dia mengembuskan napas kasar.Tak lama, suara ketukan terdengar. "Masuk," ujarnya kemudian.Pintu terbuka, menampilkan sosok pria paruh baya yang tak lain adalah kepala HRD perusahaan ini. Pak Miko, yang bisa dikatakan salah satu orang terperc

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   69. Kejutan yang Memuakkan

    Lisa menatap foto mendiang Papa dan mamaya dengan senyuman merekah. Entahlah. Sejak tadi, dia senang melakukan hal itu. Dia membayangkan seandainya mereka ada di sini. Biasanya, seorang anak yang membayangkan hal itu mereka akan sedih. Namun, tidak dengan Lisa.Pak Bowo yang melihat itu mengerutkan kening. Dia pun ikut duduk di samping cucunya. "Kamu lagi apa?" tanyanya kemudian.Lisa menoleh lalu tersenyum. "Eh Kakek." Dia menggeleng. "Lisa hanya lagi lihatin foto Papa sama Mama," ujarnya jujur."Kamu kangen, ya?" tebak Pak Bowo dan melihat cucunya itu yang mengangguk.Lisa kembali menatap foto kedua orang tuanya. "Mama cantik ya, Kek? Papa juga tampan." Dia terkekeh geli."Em ... awas nanti kedengeran papa Argo, dia cemburu loh." Pak Bowo berujar.Tidak tahu saja kalau di sana ada Argo yang sedang mengawasi mereka dengan menyandarkan pundak pada dinding dan tangan yang dilihat di depan dada.Lisa tertawa keci

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   68. Keputusan Bersama

    Malam itu, mereka mengadakan acara barbeque di halaman depan villa. Cuaca sedang baik, langit cerah bertabur bintang, menciptakan suasana yang sempurna untuk makan malam di luar ruangan."Untung saja langitnya cerah. Tidak hujan." Pak Bowo menatap langit dengan perasaan senang.Tuan Bagus mengangguk. "Iya. Kita bisa mengadakan acara ini di halaman.""Tenang, Kek. Lisa sudah minta sama Tuhan agar malam ini tidak hujan. Makanya dikasih terang," ujar Lisa dengan lucu yang mana langsung mengundang tawa semuanya."Bnarkah?" tanya Pak Bowo."Iya dong." Lisa langsung tertawa ketika kakeknya menggelitiki. Dia meminta ampun.Mereka tidak hanya membakar daging, tetapi juga sosis dan beberapa makanan lainnya. Semangat dan kebahagiaan menyelimuti mereka, membuat suasana semakin meriah. Tawa dan canda terdengar di antara suara api yang menyala dan aroma masakan yang menggugah selera.Lisa tampak bersemangat, membantu membalik daging

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   67. Belanja Bersama

    Argo, Melissa, dan Lisa pergi ke pasar untuk membeli bahan makanan yang akan mereka gunakan untuk acara makan di villa nanti. Argo melihat belanjaan sudah banyak. Dia pun mencabik alih dari tangan Melissa."Ada yang mau dibeli lagi?" tanyanya kemudia.Melissa mengangguk. "Iya. Daging dan ikan." Dia menjawan."Ya sudah. Ayo kita cari penjualnya," ujar Argo. Dia berjalan dengan kantung belanjaan di tangan kanan dan kiri. Sedangkan Melissa menggadeng tangan Lisa."Kamu perlu bantuan tidak?" tanya Melissa pada Argo yang merasa tidak rega karenalriaitu membawa semua belanjaan mereka.Argo menggeleng. "Aman." Mereka pun membeli ikan, daging ayam dan terakhir daging sapi. Ketika mereka tiba di kios penjual daging, Lisa dengan penuh semangat meminta kepada papanya. "Pa. Beli dagingnya yang banyak, ya. Lisa ingin barbeque di depan villa nanti malam," ujar gadis itu kemudian.Argo pun menuruti permintaan putri kecilnya. "Apa yang

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   66. Alasan Nama yang Sama

    Okta membuka pintu apartemennya dengan kasar, suara gebrakan nyaring ketika dia kembali membantingnya untuk menutup. "Akh! Sialan!" teriakannya keras. Dia melepaskan jaketnya dengan kasar lalu membuangnya sembarangan.Napasnya memburu, otot-otot dalam lehernya masih terlihat jelas akibat kemarahan yang dia rasakan saat ini. Atas insiden yanalg baru saja dia alami di rumah mantan mertuanya dulu."Kurang ajar. Berani-beraninya mereka memperlakukan aku seperti itu," ujarnya marah. Dia mengusap hidungnya yang tiba-tiba merasa gatal."Aku datang dengan niat baik, mereka malah mengusirku seperti sampah. Enak saja." Dia membanting tubuhnya pada sofa sembari menatap lurus ke depan dengan tajam."Mereka memang orang yang sombong. Seenaknya mengusir aku dari sana." Dia terus menggerutu tiada henti. Padahal, hal itu terjadi juga bukan karena tidak ada alasan, tetapi karena mereka sudah merasa muak dengan Okta.Dia yang bersalah, tetapi dia yang mera

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   65. Insiden Pagi Hari.

    Melissa juga tampak terkejut dengan keberadaan Okta di sini, meski di dalam hatinya, dia sudah bisa menebak alasan kedatangan Okta. Lelaki itu masih belum menyerah setelah semua yang terjadi. Hanya saja dia tidak menyangka kalau Okta berani untuk datang kemari.Sedangkan Okta yang mendapat pertanyaan bernada marah itu malah menunjukkan senyumnya. Dia mengulurkan tangan pada Tuan Bagus. "Pa."Sayangnya, Tuan Bagus sudah enggan pada mantan menantinya itu. Dia pun menepis tangan Okta dengan kasar. Okta sempat terkejut, tetapi di memaklumi itu. Iyalah. Dia yang salah. "Saya datang untuk bertemu dengan Melissa, Pa," jawab Okta dengan suara mantap, meski dalam hatinya dia merasakan tekanan besar dari tatapan tajam Tuan Bagus."Tidak ada yang perlu kau bicarakan dengannya lagi! Pergi dari sini sebelum aku menyuruh satpam mengusirmu!" bentak Tuan Bagus tanpa basa-basi dengan menunjuk ke arah luar rumah.Arga yang menyadari keadaan tidak kondusif

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   64. Membujuk Lisa

    Matahari siang itu mulai meredup ketika Arga tiba di sekolah untuk menjemput Lisa. Sepertinya langit akan menjatuhkan air asin dalam jumlah yang banyak. Dia pun menunggu di depan gerbang seperti biasanya.Selalu menjadi pusat perhatian wali murid lainnya karena rata-rata adalah para ibu rumah tangga, hanya dia pria dewasa di sini. Itu sudah menjadi hal biasa bagi Argo.Kadang beberapa dari mereka berani menawari Arga untuk menjadi menantu mereka.Tak lama, Argo melihat Lisa berlari menghampirinya dengan tas ransel kecil yang hampir lebih besar dari tubuh mungilnya. Wajahnya berseri-seri penuh antusiasme seperti biasa, membuat Arga tersenyum lebar."Halo, Papa!" sapa Lisa riang, memeluk lengan Arga begitu mereka berjalan menuju mobil."Hai juga, Sayang." Dia mengusap kepala Lisa dengan senyuman."Kita pulang sekarang?" tanyanya kemudian. Dia melebarkan senyum ketika melihat Lisa mngangguk.Arga langsung menggadeng tangan

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   63. Rencana Liburan

    Senja mulai turun perlahan ketika Pak Bowo tiba di kediaman Tuan Bagus. Rumah besar bergaya kolonial itu dikelilingi taman yang terawat rapi, dengan pohon-pohon rindang yang menambah kesan tenang. Pak Bowo disambut oleh seorang pelayan yang membawanya ke ruang kerja Tuan Bagus, tempat pertemuan penting itu akan berlangsung.Tuan Bagus duduk di balik meja kayu mahoni besar, dikelilingi tumpukan dokumen yang tertata rapi. Wajahnya menunjukkan kewibawaan, namun kali ini ada sorot antusias yang berbeda di matanya saat melihat kedatangan sahabat lamanya."Bowo, akhirnya kau datang juga. Duduklah," ucap Tuan Bagus sambil menunjuk kursi di seberang meja.Pak Bowo tersenyum hangat dan duduk. "Bagus. Ada apa? Tumben sekali kau memintaku datang seperti ini. Biasanya kau hanya mengajak mampir ketika kita selesai memancing."Tuan Bagus tertawa pelan. "Kau benar. Aku ingin membahas sesuatu yang lebih pribadi. Tentang anak-anak kita, Arga dan Melissa."

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   62. Saran Dari Riyanti

    Melissa duduk di ruang kerjanya, menatap kosong ke arah meja. Pikirannya masih melayang pada percakapannya dengan sang ayah tadi pagi. Kata-kata beliau masih terngiang di telinganya, membuat hatinya resah. Ia menatap foto mendiang mamanya yang terletak di sudut meja, jemarinya menyentuh bingkai foto itu dengan lembut."Ma, aku harus bagaimana?" bisiknya pelan. "Papa bilang aku harus mulai memikirkan masa depanku ... Tapi aku belum siap. Aku tidak tahu apakah ini benar atau hanya perasaan sesaat."Melissa menarik napas dalam, seolah berharap udara yang dihirupnya bisa membawa serta kegundahan hatinya."Seandainya Mama masih ada, pasti Mama bisa memberiku saran terbaik," lanjutnya dengan suara lirih.Sebenarnya, dia ingin mendatangi Riyanti dan meminta saran mengenai hal ini. Hanya saja, dia juga masih merasa ragu untuk melakukan ini."Hai. Papa bikin aku banyak pikiran aja deh." Dia menumpu dagu pada lipatan tangan.Melissa begitu

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status