Home / Rumah Tangga / Adikku Ingin Jadi Maduku / Laki-Laki Boleh Menikah Lebih Dari Satu Kali, kan?

Share

Laki-Laki Boleh Menikah Lebih Dari Satu Kali, kan?

Author: Evie Edha
last update Last Updated: 2024-09-25 12:55:42

"Apa maksud kamu, mas?" tanya Melisa yang sudah berhasil menguasai diri dari rasa terkejut. Dia menatap suaminya dengan bola mata melotot.

"Jangan sembarangan kalau bicara, Mas. Ini bukan hal sepele. Sadar kamu." Dia melanjutkan.

"Nak Okta. Kamu tenangkan diri dulu, kanga bertindak gegabah. Ini bukan keputusan yang asal ambil dan akan berlalu begitu saja. Ini akan mempengaruhi masa depan banyak orang," Bagus ikut berujar menasihati suami dari anak pertamanya itu.

Okta menghela napas dalam. Dia menatap mertua dan juga istrinya. "Pa, Mel. Aku sadar. Aku sadar benar dengan apa yang aku katakan." Dia memberi tahu.

"Mel. Coba kamu lihat adik kamu. Dia dalam keadaan lemah. Bukankah menyelamatkan nyawa itu termasuk hal kebaikan?" tanya Okta.

Melisa semakin menatap tidak percaya suaminya. Pandangan macam apa itu? "Apa-apaan itu, Mas? Kita bisa menyelamatkan nyawanya tanpa harus kamu menikahinya. Lagi pun dia sudah selamat, kan? Dokter juga mengatakan kalau dia sudah dalam keadaan baik meski lemas. Itu hanya efek dari kejadian tadi." Melisa tidak terima dengan apa yang dikatakan oleh suaminya.

"Mel. Kita tidak bisa menjamin ke depannya, Mel. Kita tidak bisa menjamin apakah kita sempat menyelamatkan Rani kalau dia mungkin saja melakukan hal seperti tadi." Okta sepertinya tetap kekeh pada keputusannya.

"Nak Okta. Coba pikirkan sekali lagi." Bagus kembali mengingatkan."

"Saya sudah memikirkan ini dengan baik, Pa." Okta meyakinkan papa mertuanya.

Melisa menggeleng. "Tidak, Mas. Tidak bisa. Kamu tidak bisa seenaknya saja mengambil keputusan ini. Aku istri kamu. Setidaknya kamu harus meminta persetujuan aku dulu." Dia tetap menolak. Memangnya siapa yang mau dimadu meski itu dengan adiknya sendiri?

Okta mengusap wajahnya kasar. "Mel. Ini untuk adik kamu loh. Setidaknya, dengan keputusan ini kita bisa menyelamatkan hidupnya." Dia seperti memaksa Melisa untuk menerima keputusannya itu.

"Kak Okta," panggil Rani dengan suara lirih.

Dia mendapat perhatian dari suami kakaknya itu. Dia menggeleng dengan senyuman tipis. "Tidak usah, Kak. Tidak perlu. Kakak tidak perlu melakukan itu. Bagaimanapun istri Kakak harus diprioritaskan," ujarnya kemudian.

Okta menggeleng. "Tidak, Ran. Kakak benar dengan apa yang kakak katakan tadi. Kamu jangan khawatir."

Riyanti yang melihat interaksi keduanya pun merasa ikut terenyuh. Dia menatap suami dan anak pertamanya. "Pa, Mel. Biarkan saja Okta menikahi Rani. Toh Rani adiknya Melisa, kan. Mama yakin rumah tangga mereka juga akan baik-baik saja ke depannya. Mama yakin Okta bisa adil dan Rani juga Melisa pasti bisa saling menyayangi satu sama lain seperti biasanya."

Baik Bagus dan Melisa terkjeut mendengar apa yang dikatakan oleh Riyanti. Mereka tidak percaya kalau perempuan itu akan menyetuhui ide gila Rani dan juga Okta.

"Mama ngomong apa? Jangan gila!" teriak Bagus yang memarahi istrinya.

Riyanti menatap iba suaminya. "Pa. Mama tidak gila. Mama hanya ingin anak-anak mama bisa bahagia," ujarnya kemudian.

"Kebahagiaan mana yang Mama maksud?" tanya Melisa.

"Kebahagiaan Rani dan itu kehancuran aku maksud Mama?" Melisa bertanya dengan menunjuk dirinya sendiri.

Riyanti menggeleng dengan wajah sedih. "Tidak, Nak. Mama yakin kamu dan Rani akan sama-sama bahagia. Kalian sudah terbiasa berbagi bukan?"

"Ya tapi bukan suami, Ma," ujar Melisa kemudian. Air matanya sudah banjir saat ini.

"Mama dan Rani benar-benar sudah tidak waras." Bagus membentak istrinya.

"Pa. Mama yakin Melisa akan terbiasa nanti." Ternyata Riyanti juga kekeh untuk mendukung keputusan Okta dan juga Rani.

Melisa tetap menggeleng. "Tidak. Aku tidak mau!" Kali ini Melisa sedikit membentak. Setelahnya dia pun keluar dari ruangan itu.

"Melisa." Okta memanggil.

Dia menatap semua yang ada di sana. "Okta akan mengejar Melisa dulu. Okta janji, Okta akan buktikan ucapan Okta tadi," ujarnya penuh keyakinan. 

Bagus hanya mengalihkan pandangan ketika menantunya itu melewati dirinya.

Melisa tetap berlari keluar dari rumah sakit dengan derai air mata. Pamdangannya mengabur meski beberapa kali dia menghapusnya. Hingga beberapa saat kemudian dia tanpa sengaja menabrak seseorang.

"Maaf," ujar Melisa. Dia menunduk tanpa berani menoleh ke arah sosok yang dia tabrak. Melisa malu kalau ada yang melihatnya menangis. Padahal sudah sejak tadi sudah banyak orang yang melihat dia menangis.

"Melisa!"

Teriakan dari belakang membuat Melisa menoleh. Dia melihat suaminya yang mengejar dirinya. Dia pun lekas pergi begitu saja karena masih merasa marah pada pria itu.

Sedangkan sosok yang baru saja ditabrak Melisa tadi mengerutkan kening. "Melisa?" Dia juga menatap pria yang mengejar perempuan tadi.

Melisa menaiki taksi yang kebetulan berhenti di depan rumah sakit untuk mencari penumpang. "Jalan, Pak," ujarnya di sela tangis.

Setelah menunjukkan alamat yang dituju, dia langsung keluar dan berlari memasuki rumah yang selama ini dia tinggali. Melisa melihat keberadaan mama mertuanya di ruang tengah.

"Melisa? Kamu kenapa?" tanya Perempuan dengan rambut sebahu itu.

Melisa yang tidak bisa berkata-kata hanya menggeleng lalu menaiki tangga untuk menuju ke rumahnya. Dia membanting tas yang dia bawa ke atas ranjang lalu duduk di sana dan menangis.

"Mel," panggil seseorang yang dia kenali adalah suara mama mertuanya. Melisa masih menangis dengan bahu bergetar. Sakit di dadanya begitu sesak.

"Sayang." Kali ini terdengar suara suaminya.

"Ini kenapa? Kenapa Melisa menangis? Kalian ada masalah?" tanya mama mertuanya dengan memberondong.

"Ada sedikit masalah, Ma."

"Kamu ini. Sana selesaikan masalah kalian. Ada-ada saja sampai membuat istrinya nangis kejar gitu." 

"Iya, Ma." Tak lama, Melisa merasakan seseorang duduk di sampingnya. Dia yakin itu Okta. Melisa langsung menggeser duduknya.

"Mel. Tolong jangan nangis lagi. Aku sakit kalau melihat kamu menangis seperti ini," ujar Okta sembari mengangkat tangan berniat membelai kepala istrinya.

Namun, lagi-lagi Melisa menghindari sentuhan dari suaminya. "Kamu sadar nggak sih, Mas kalau aku begini juga karena kamu. Aku marah sama keputusan sebelah pihak kamu." Dia mengepalkan tangannya kuat.

"Mel. Maaf. Aku hanya ingin menolong adik kamu. Itu saja." Okta berujar dengan suara lembut.

"Menolong tidak dengan cara seperti itu." Dia membentak.

"Kamu, kan tahu kalau dia seperti itu karena aku." Okta menatap sendu istrinya.

Melisa menatap Okta dengan tajam. "Jadi kalau ada perempuan yang mengatakan dia ingin menikah dengan kamu, lalu mau bunuh diri, kamu akan menerimanya? Begitu?"

"Bukan begitu ...." Okta sepertinya kehilangan kata-kata untuk menjelaskan.

Dia mengembuskan napas kasar. "Jadi kaku tetap tidak seuju?" tanyanya kemudian.

"Dari awal aku sudah katakan. Aku tidak setuju dan tidak akan pernah setuju dengan hal itu," ujar Melisa penuh dengan tekanan.

Okta mengangguk beberapa kali. "Baiklah. Maaf, Mel. Dengan atau tidak ada restu kamu, aku akan tetap menikahi Rani. Lagi pun, seorang pria diperbolehkan menikah lebih dari satu kali, kan? Empat kali malah. Dan aku tidak memerlukan izinmu untuk hal itu."

Melisa menatap suaminya dengan rasa kecewa dan tak percaya. "Kamu tegak, Mas?"

Okta bangkit lalu mengedikkan bahunya. "Kamu yang memaksaku mengatakan hal itu." Setelahnya dia pun berbalik pergi.

"Sudah. Aku mau ke kantor," ujarnya kemudian sembari menutup pintu kamar.

"Kamu jahat!" teriak Melisa dengan melemparkan bantal ke arah pintu. Dia menangis dengan meraung di sana. Beruntung kamar itu kedap suara sehingga yang di luar tidak mendengar tangisan Melisa.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sherly Monicamey
dia mamanya melisa bukan sih? kok tega
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   Pasangan Selingkuh

    "Kalian sudah baikan?" tanya Windi. Ibunya Okta. Ini adalah hari setelah Melisa dan Okta berdebat mengenai rencana pria itu yang akan menikahi Rani. "Mereka bertengkar?" tanya pria paruh baya yang tak lain adalah papanya Okta. "Ya kemarin." Windi mengangguk. Okta tersenyum. "Maklumin saja, Pa, Ma. Namanya juga rumah tangga. Pasti ada perdebatan kecil sedikit. Ya nggak, Sayang?" tanya Okta pada Melisa. "Tapi kita sudah baikan kok." Okta melanjutkan. Sekedar informasinya saja, kedua orang tua Okta belum mengetahui rencana anak mereka yang ingin menikahi adik dari menantunya itu. Jujur saja Melisa merasa ragu untuk mengatakan pada keduanya karena kebanyakan, orang tua laki-laki pasti akan mendukung apa yang anak mereka lakukan. "Benar itu, Melisa?" tanya Khalif, papanya Okta. Melisa memaksakan senyum lalu mengangguk. "Iya, Pa, Ma. Kami sudah baikan kok." Khalif mengangguk beberapa kali. "Syukurlah. Kalau Okta berbuat Saka sama kamu lagi, jangan ragu untuk mengatakannya pad

    Last Updated : 2024-09-25
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   Tamparan Untuk Rani

    Melisa menangis sembari membawa mobilnya pergi dari rumah sakit. Dia tahu ini berbahaya, tetapi bertahan di sana pun tidak mungkin. Dia menghapus air mata di pipi secara kasar."Kalian jahat! Kalian pengkhianat!" teriak Melisa dengan keras sembari memukul kemudi. Dia tidak peduli kalau tangannya akan merasa kesakitan. Menutupi bibir dengan punggung tangan, dia menangis dengan tersedu-sedu.Melisa menggeleng pelan. "Kenapa Mama tega melakukan ini padaku?" tanyanya di sela tangis. Masih merasa terkejut dan kecewa karena melihat mamanya yang menutupi kebusukan adik dan juga suaminya.Tiba-tiba Melisa mengingat satu orang. "Papa," bisiknya. Perempuan itu menangis semakin kencang. Dalam hati dia menduga kalau mamanya tahu mengenai hal ini, pasti papanya juga mengetahui hal ini.Kedua tangan Melisa mencengkeram kemudi, dia semakin menangis kencang. "Kenapaa? Kenapa kalian jahat sekali?" tanyanya dengan berteriak.Perempuan yang tengah terluka hatinya itu melajukan mobil menuju kantor, tempa

    Last Updated : 2024-09-25
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   6. Pergi

    "Apa yang Papa lakukan?" tanya Riyanti dengan rasa terkejut. Dia menatap suami dan juga putrinya secara bergantian.Sedangkan Bagus tidak mempedulikan sang istri. Tatapannya masih tajam mengarah pada Rani yang kini menatap dirinya dengan mata membeliak dan tangan memegang pipi yang baru saja dia hadiahi sebuah tamparan.Bagus mengangkat sedikit dagunya. "Sejak kapan aku mengajarimu menjadi perempuan murahan? Ha?" Dia bertanya dengan nada membentak."Katakan? Siapa yang mengajarimu menjadi wanita murahan?" Dia kembali bertanya.Rani menatap papanya dengan kerutan kebingungan. Dia terkejut dengan kalimat barusan. "Apa maksud Papa?" tanyanya kemudian.Begitu pun dengan Riyanti. Dia juga merasa terkejut dengan pertanyaan suaminya. Mendekati sang putri, dia memegangi kedua pundak Rani dan menatap suaminya. "Apa yang sudah Papa lakukan? Dan apa yang Papa katakan tadi? Kenapa Papa tiba-tiba datang lalu menampar Rani dan

    Last Updated : 2024-10-05
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   7 Dilarang Mertua Pergi

    Okta sempat terkejut sesaat mendengar apa yang dikatakan Melisa. Namun, beberapa saat kemudian dia menunduk dan tak lama bahunya bergetar, terdengar suara tawa dari bibir pria itu. Melisa yang sudah dalam keadaan kembali menangis langsung menatap bingung sang suami yang kini malah tertawa. Dalam hati Melisa bertanya apakah suaminya ini sudah gila? Sedangkan Okta sendiri kini menatap Melisa kembali, masih dengan tawanya. "Oh. Ternyata kamu sudah tahu?" tanyanya kemudian. "Baguslah kalau kamu sudah tahu," lanjut Okta. Sedangkan Melisa malah merasa syok dengan sikap suaminya. Tidak ada rasa bersalah sedikit pun di wajah pria itu akan apa yang telah dia lakukan di belakangnya. "Sinting kamu," maki Melisa. "Memang sudah keputusan yang tepat kalau kita berpisah," lanjutnya yang mana Melisa langsung kembali memasukkan sisa pakaiannya. Kali ini Okta tidak lagi menghalangi niat Melisa untuk pergi. Terserah istrinya itu meminta apa saat ini. Toh semuanya sudah jelas kalau dia akan me

    Last Updated : 2024-10-06
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   8. Rani Anak Siapa

    Kemarahan Winda memuncak mendengar perkataan Okta. "Bagaimana bisa kamu menjalin hubungan dengan orang lain ketika kamu sudah beristri, Okta?" tanyanya dengan suara meninggi.Okta memegang pipinya yang terasa panas. Meski dia seorang lelaki, tak menutupi kenyataan bahwa dirinya juga merasa kesakitan dengan tamparan barusan.Dia menatap mamanya yang baru saja memberinya tamparan, ada rasa tidak percaya akan hal itu. "Ma. Aku dan Rani saling mencintai." Dia menjelaskan."Persetan dengan cinta yang kau agungkan sejak tadi. Jika kau masih memiliki istri, kenyataannya hanya nafsu yang kau dahulukan bersama perempuan tidak tahu diri itu." Winda berteriak dengan menunjuk ke arah luar rumah seolah yang dibicarakan ada di sana.Okta tidak setuju kala mendengar Rani yang disebuat sebagai perempuan tidak tahu diri oleh mamanya. "Ma. Jangan bicara seperti itu. Dia calon menantu mama juga," ujar Okta."Mama tidak sudi menjadik

    Last Updated : 2024-10-06
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   9. Menantu Kami Melisa

    "Papa benar-benar kecewa sama kamu, Okta! Bisa-bisanya. Bisa-bisanya kamu dan Rani ...." Bahkan Khalif saja tidak mampu mengatakan betapa bejatnya anaknya ini."Belajar dari siapa kamu ini, Okta? Papa tidak pernah mengajari kamu seperti ini!" bentaknya keras. Dia sampai menunjuk wajah putranya. Asal tahu saja kalau dia ingin memukul wajah Okta saat ini.Sedangkan Okta hanya bisa diam saja. Dia pikir, orang tuanya akan merasa bahagia dan langsung menerima Rani kalau dia mengatakan kehamilan perempuan itu. Tapi nyatanya malah membuat semua menjadi semakin runyam."Lihat apa yang sudah kamu lakukan? Kamu membuat semuanya berantakan. Hancur," ujar Khalif dengan berjalan mondar-mandir di depan anaknya. Tidak henti dia mengurut keningnya."Kam---" Kalimat yang akan dikatakan Khalif urung kala terdengar suara erangan dari arah ranjang. Khalif menoleh dan melihat istrinya yang mulai sadar dari pingsannya. Dia pun segera

    Last Updated : 2024-10-07
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   10. Cerita Masa Lalu

    Melisa terkejut dengan kedatangan papanya kembali malam ini. "Papa? Kok Papa balik lagi?" tanya Melisa."Ada yang ketinggalan?" Melisa kembali bertanya, tetapi Tidak ada jawaban.Dia menatap papanya dengan kerutan di kening kala melihat pria itu yang memasuki apartemennya dengan diam.Melisa menutup pintu kala tak ada jawaban dari sang papa. Dia ikut duduk di samping Bagus. "Pa. Ada apa?" tanya Melisa dengan menggenggam tangan papanya.Bagus menatap Melisa dengan sedih. "Tadi Okta dan orang tuanya datang ke rumah. Khalif dan Winda mencari keberadaan kamu. Mereka ingin menemui kamu.""Papa kasih tahu mereka Melisa di mana?" tanya Melisa cepat.Bagus menggeleng dan itu membuat Melisa mengembuskan napas penuh kelegaan. "Syukurlah." Dia mengusap dadanya pelan.Dia memerhatikan wajah sang papa dan melihat ada kegelisahan di sana. "Tapi kenapa Papa sepertinya sedih begitu? Papa merasa bersala

    Last Updated : 2024-10-07
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   11. Okta Harus Jadi Milikku

    "Sekarang Rani harus mencari papa kandung Rani di mana, Ma?" tanya Rani pada sang mama. Keinginan menikahi Okta harus tertunda kembali karena tidak ada wali nikah untuk dirinya."Mana mama tahu, Ran. Mama sudah lama tidak bertemu dengan bapak kandung kamu itu." Bu Riyanti sendiri juga merasa bingung dengan hal ini. Jujur saja, dia tidak pernah berpikir sejauh ini ketika dia berpisah dulu. Apalagi ketika dirinya sudah menemukan Bagus, suami keduanya yang jauh lebih kaya dari suami pertamanya. Dia tak pernah lagi kepikiran tentang mantan suaminya."Mana papa kamu tidak pulang sejak tadi malam lagi. Entah di mana di berada sekarang," gerutu Riyanti. Sejak kepergian suaminya semalam, pria itu memang belum kembali pulang.Rani mengembuskan napas kasar. "Ih Mama. Ngapain juga nyari Papa. Toh Papa juga nggak bisa jadi wali nikah aku," ujar Rani dengan memberenggut kesal."Nikah, nikah, nikah saja yang kamu pikirkan itu." Riyanti meneg

    Last Updated : 2024-10-08

Latest chapter

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   107. Selesai

    Melissa yang mendapat laporan dari Irit pun merasa bingung. Perempuan itu mengerutkan kening pertanda berpikir. "Seingat aku ini bukanlah hari di mana aku dan dia harus mengecek lokasi pekerjaan."Namun, Argo menepuk pundaknya dan membuat mereka saling tetap. Argo meggangguk. "Temuilah dulu. Toh pekerjaan kita selesai bukan? Aku akan pulang lebih dulu," ujar pria itu kemudian.Melissa mengangguk. "Baikkah."Dia menatap Irin. "Minta saja dia masuk," ujar Melisa kemudian."Ya sudah. Kalau begitu aku pulang dulu," ujar Argo. pria itu berpamitan lalu keluar dari ruangan Melisa.Di depan ruangan, dia berpapasan dengan Kafka. Keduanya hanya saling mengangguk tanpa berbicara lalu melanjutkan langkah.Kafka sendiri langsung memasuki ruang Melissa. "Selamat siang.""Siang. Duduklah," ujar Melisaa dengan menunjuk ke arah kursi yang ada di hadapannya.Kafka pun mengangguk, pria itu duduk dan berhadapan dengan Melissa "Ada apa? Bukankah hari ini bukan jadwal kita untuk meninjau lokasi?" tanya Me

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   106

    Suasana ruangan tempat Melissa dirawat tampak akwward. kedatangan Keluarga Kafka membuat Tuan Bagus tidak menyukai hal itu. Namun, adanya campur tangan Kafka dalam menyelamatkan Melissa membuat pria tua itu tidak bisa mengusir mereka yang datang.Windi mendekati Melissa. Perempuan itu tersenyum tipis dan berdiri di samping brankar mantan menantunya. Dia meraih tangan Melissa dan menggenggamnya."Kabar kamu bagaimana?" tanya Windy dengan suara pelan.Melissa pun tersenyum tipis. "Baik, Tante."Windi yang mendengar itu sedikit merasa tercubit hatinya, karena rasa sakit ini. Beberapa waktu lalu Melisa masih memanggilnya dengan sebutan Mama, tapi kini tak ada lagi panggilan itu.Melissa sudah memanggilnya dengan sebutan Tante. Windi menarik nafas dalam. "Syukurlah," ujarnya kemudian.Namun, ada ekspresi sedih yang dipasang perempuan itu. "Maafkan Okta, ya sudah merepotkan kamu. Maaf kalau Okta sudah membuat kamu seperti ini," ujar perempuan itu. Dia mengelus punggung tangan Melissa yang s

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   105

    "Kami berhasil menyelamatkan Melissa dan saat ini Kak Okta sudah ditahan oleh polisi," ujar Kafka lebih jelas.Windi yang mendengar itu meremas tangannya. Ada rasa lega kalau Kafka mengatakan jika mereka berhasil menyelamatkan Melissa. Namun, ada rasa sedih juga ketika mendengar putra pertamanya kini sedang dalam penjara.Jujur saja dia merasa tidak tega terlepas bagaimana parahnya sikap anaknya itu selama ini."Mama sedih?" tanya Kafka yang melihat ekspresi mamanya.Windi langsung tersenyum sedikit samar. "Tidak," jawabnya kemudian. Meskipun perempuan itu mengatakan tidak, Kafka tahu benar bagaimana perasaan mamanya. Dia meraih tangan Windi dan menggenggamnya dengan erat."Kafka tahu Mama sayang sama Kak Okta. Sama seperti mama sayang pada Kafka. Kami tahu itu. Tapi, apa pun itu Kak Okta harus mendapatkan hukumannya. Dia harus menjalani itu semua. Itu adalah risiko dari apa yang sudah dia lakukan." Kafka mencoba menjelaskan."Iya Mama tahu," ujar Windi seperti seseorang yang frustas

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   104

    Kejadian itu begitu tiba-tiba dan mengejutkan semua orang. Kini, semua mata tertuju pada dua pria yang kali ini sedang beradu mekanik. Okta yang sempat mengambil pisau kecil dari saku celananya sempat melukai lengan pria yang tidak dikenal dan mencampuri urusannya itu."Lisa," panggil Argo lirih. Dia pun berlari cepat untuk mendekati Melissa."Melissa," panggil Argo sekali lagi ketika berada di samping perempuan itu."Argo," panggil Melissa dengan suara takut. Perempuan itu langsung memeluk Argo dengan erat."Aku takut," ujarnya kemudian.Argo membelai kepala Melissa dengan lembut. "Tenang. Kamu tenang, ya. Kamu sudah aman sekarang," ujarnya kemudian."Bawa dia menjauh," ujar Kafka menatap Argo.Argo pun mengangguk. "Ayo kita menjauh dari tempat ini," ujarnya pada Melissa.Melissa pun mengangguk lalu mengikuti langkah Argo untuk berada di tempat yang aman.Kafka yang melihat itu hanya tersenyum sendu. Sedih pastinya, karena dia melihat kemesraan antara Argo dan juga Melissa. Namun, di

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   103

    "Diam!" bentak Okta kemudian. Dia merasa kesal karena mobilnya tidak bisa dikendalikan.Dan kini Melissa yang sudah sadar. "Apa yang kamu lakukan, Okta? Apa yang terjadi?" tanya Melissa bertubi-tubi. Dia tidak peduli jika Okta marah dan memintanya untuk diam.Hingga sebuah sirine dia dengar. Melissa langsung mengalihkan pandangan ke luar jendela kaca mobil. Dia melihat beberapa mobil polisi yang terparkir tidak jauh dari keberadaan mobilnya. "Polisi," ujarnya penuh dengan rasa senang.Dia merasa bahwa dirinya akan selamat dari tragedi ini. Melisa pun mencoba untuk membuka pintu mobil yang tertutup. Namun, tidak bisa. "Buka pintunya, Okta," ujar Melissa kemudian dengan mencoba, terus mencoba disertai tatapannya yang begitu tajam ke arah Okta."Tidak. Kamu tidak boleh ke mana-mana. Kamu harus tetap sama aku," ujar Okta Yang sepertinya tidak tahu jika nasibnya sudah berakhir."Kamu sudah terkepung Okta. Kamu tidak bisa lari. Lebih baik menyerah saja. Kamu tidak melihat begitu banyak poli

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   102

    Okta langsung membanting ponsel miliknya k atas ranjang. Dia pun bangkit dari duduknya sembari meraih tangan Melissa. "Ayo," ujarnya dengan ekspresi yang menunjukkan kepanikan.Melisaa yang tida tahu apa yang terjadi pun menatap Okta dengan bingung. "Ayo?" tanyanya kemudian."Iya ayo. Cepat kita pergi." Okta kembali berujar. Kali ini dengan sedikit menarik tangan Melissa.Melisaa yang masih belum paham pun tetap pada posisinya. "Pergi? Pergi ke mana? Makanannya kan belum habis," ujar Melissa dengan menunjuk ke arah mangkuk miliknya yang masih teleihat banyak.Okta menggeram kesal. "Hah! Itu kita bisa beli lagi nanti. Yang penting ayo kita pergi sekarang," ujar Okta yang semakin terlihat panik."Ngapain sih buru-buru banget?" Melissa menatap curiga Okta. Hingga sesuatu terlintas di kepalanya."Nanti lah." Dia menarik tangannya yang dipegang Okta. "Nikmatin dulu aja makanannya. Udah dari pagi belum makan, sekarang makan malah disuruh cepet-cepet. Mending kalau udah habis. Lah ini masih

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   101.

    Argo menatap Tuan Bagus. "Irin baru saja menghubungi saya, Om. Dia mengatakan satpam yang kemarin bertugas menjaga pos melihat kedatangan Okta yang katanya ingin mengambil uang pesangon. Tapi mereka baru sadar tidak pernah melihat Okta keluar dari perusahaan. Dugaan Argo, bisa saja yang mengendarai mobil Melissa ketika pergi dari perusahaan adalah Okta," jelasnya tanpa ada yang ditutupi karena rasanya itu percuma.Sebab Tuan Bagus bukanlah orang yang mudah dibohongi."Jadi menurutmu Okta menjebak Melisa?" tanya dengan mengepalkan tangan.Argo mengangguk dan menggeleng sedikit. Terlihat rumit. "Entahlah. Ini susah dijelaskan tapi saya yakin dia yang melakukan semua ini. Dan saya juga yakin dia juga yang membawa mobil Melissa.""Jadi, menurutmu Melissa dibawa ke mana sama dia?" tanya Tuan Bagus.Argo menggeleng. "Saya juga belum tahu, Om. Tapi yang jelas dia ingin membawa Melisa jauh dari kita karena yang kita tahu Okta sangat menginginkan Melisa bersamanya," ujarnya kemudian.Tuhan Bag

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   100

    Kepulangan Argo Malam ini terasa sangat berat. Aplagi dia yang belum bisa menemukan Melisa dan tidak tahu harus mengatakan apa pada Tuan bagus. Mengingat bagaimana kondisi pria itu saat ini sepertinya tidak boleh mendengarkan hal-hal buruk tentang apapun.Argo memasuki rumah, dia langsung disambut oleh tawa Lisa yang berlari ke arah dirinya dan memeluk pria itu. "Papa baru pulang?" tanya Lisa dengan suara khas anak kecilnya.Argo tersenyum, lebih tepatnya memaksakan senyum. Pria itu mengangguk di depan Lisa. "Ya. Papa baru pulang.""Pasti papa lelah," ucapnya kemudian."Kamu tahu saja." Argo menyentil hidung Lisa lalu keduanya tertawa bersama."Gimana, Pa? Papa sudah menemukan Mama?' tanya Lisa kemudian.Dia tahu betul kalau kepergian Argo hari ini adalah untuk mencari Melisa. Argo yang mendapat pertanyaan seperti itu hanya bisa mengembuskan napas kasarnya. "Maaf, Sayang. Papa belum bisa menemukan Mama," ujarnya penuh penyesalan.Lisa yang sebelumnya penuh senyuman ini melunturkan sen

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   99

    Melissa melotot melihat keberadaan Okta di hadapannya. erempuan itu menata benci mantan suaminya yang telah menculik dirinya."Di mana aku?" tanya Melisa dengan suara keras. Dia masih berusaha untuk melepaskan tangannya meski saat ini sudah merasakan sakit.Okta yang melihat itu malah tersenyum. "Jangan teriak-teriak. Nanti suara kamu jadi serak terus tenggorokan kamu jadi sakit," ujar Okta. Pria itu menutup kembali pintu lalu mendekati Melissa dan duduk di samping mantan istrinya itu.Dia menatap Melissa yang masih terus berusaha untuk melepaskan diri dari ikatan yang dia buat. Okta hanya tersenyum miring. Dia meletakkan bungkusan makanan yang baru saja dia beli di atas meja samping ranjang."Kamu jangan bergerak seperti itu. Nanti tangan kamu lecet." Kali ini Okta mengulurkan tangan dan melihat tangan Melissa yang masih terikat."Tuh lihat. Pergelangan tangan kamu sudah memerah. Kalau kamu terus seperti ini, nanti benar-benar luka," ujar pria itu penuh perhatian.Mungkin jika Okta m

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status