Share

Pasangan Selingkuh

Penulis: Evie Edha
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-25 12:56:20

"Kalian sudah baikan?" tanya Windi. Ibunya Okta. Ini adalah hari setelah Melisa dan Okta berdebat mengenai rencana pria itu yang akan menikahi Rani.

"Mereka bertengkar?" tanya pria paruh baya yang tak lain adalah papanya Okta.

"Ya kemarin." Windi mengangguk.

Okta tersenyum. "Maklumin saja, Pa, Ma. Namanya juga rumah tangga. Pasti ada perdebatan kecil sedikit. Ya nggak, Sayang?" tanya Okta pada Melisa.

"Tapi kita sudah baikan kok." Okta melanjutkan.

Sekedar informasinya saja, kedua orang tua Okta belum mengetahui rencana anak mereka yang ingin menikahi adik dari menantunya itu. Jujur saja Melisa merasa ragu untuk mengatakan pada keduanya karena kebanyakan, orang tua laki-laki pasti akan mendukung apa yang anak mereka lakukan.

"Benar itu, Melisa?" tanya Khalif, papanya Okta.

Melisa memaksakan senyum lalu mengangguk. "Iya, Pa, Ma. Kami sudah baikan kok."

Khalif mengangguk beberapa kali. "Syukurlah. Kalau Okta berbuat Saka sama kamu lagi, jangan ragu untuk mengatakannya pada papa. Saat itu juga, papa akan memecat dia sebagai anak," ujar pria itu dengan kekehan.

"Wah. Cinta papa sepertinya sudah beralih dari Okta ke Melisa nih." Okta memasang wajah yang dibuat sedih laku menggeleng kepala pelan.

"Bukannya beralih. Hanya saja, papa tidak suka kalau kamu menyakiti istri kamu. Sebagai seorang pria, seharusnya kita itu menjadi pelindung mereka. Bukan malah menjadi sumber kesedihan mereka. Apalagi kalau ini yang kamu sakiti istri kamu."

Khalif menggeleng pelan. "Papa bakalan benar-benar kecewa sama kamu," ujarnya kemudian.

Melisa tertegun. Dalam hati dia bertanya-tanya apakah benar jika suaminya berbuat salah atau menyakitkan dirinya, papa mertuanya akan mendukung dirinya? Melisa mengepalkan kedua tangan dengan hati yang merasa bimbang.

"Iya-iya, Pa. Ya sudah kalau begitu Okta berangkat kerja dulu." Dia pun bangkit dari tempat duduknya.

Hal yang sama dilakukan oleh Melisa. Perempuan itu juga bangkit dari tempat duduknya untuk mengantar sang suami. Dia tentu tidak ingin kedua mertuanya merasa curiga kalau sebenarnya mereka masih bertengkar. Lagi pun, itu sudah kewajiban Melisa sebagai seorang istri untuk mengantar suaminya.

Ketika keduanya sampai di depan rumah, seperti biasa Melisa akan mencium punggung tangan Okta.

Tatapan keduanya bertemu. "Jika aku mengatakan rencana kamu untuk menikahi Rani pada Papa dan Mama bagaimana?" tanya Melisa tiba-tiba. Dia menunggu reaksi suaminya. Jika marah, maka dia akan menggunakan ancaman itu agar Okta membatalkan rencananya.

Namun, harapan Melisa sirna. Okta yang mendengar pertanyaan itu malah menunjukkan senyum miringnya. "Kamu pikir, karena Papa mengatakan hal tadi, dia akan benar-benar berada di pihakmu?"

Okta malah terkekeh. "Bagaimanapun aku adalah anaknya. Mereka pasti akan mendukungku." Okta berujar kemudian.

Dia mengangkat tangan lalu mengacak rambut sang istri. "Jadikan istri yang baik, ya. Bagaimanapun kamu tetap istri pertamaku yang pastinya akan memegang peran penting dalam rumah tangga kita meski aku menikah lagi. Tenang saja." Setelah mengatakan hal itu, Okta pun pergi dengan mobilnya.

Melisa hanya menatap datar kepergian suaminya. Dia segera menghapus air mata yang akan jatuh. Tanpa kata, dia pun kembali memasuki rumah.

"Non. Makanan yang Non minta sudah siap," ujar Bi Wati asisten rumah tangga di kediaman ini. Dia meletakkan paperbag di meja makan.

Melisa mengangguk. "Terima kasih, Bi."

"Sama-sama, Non." Perempuan tua itu pun kembali ke dapur.

"Kamu mau menjenguk adik kamu?" tanya Windi pada sang menantu.

Melisa mengangguk. "Iya, Ma. Sebelum ke kantor rencananya Melisa mau menjenguk Rani dulu sama bawain makanan siapa tahu Mama belum makan."

"Mama juga belum menjenguk Rani. Nanti deh siangan mama mau ke sana." Windi berujar kemudian.

"Pakai sopir, Ma." Khalif memperingati istrinya.

"Iya, Pa."

Melisa tersenyum. "Kalau mama repot nggak usah ke sana juga nggak papa kok, Ma."

Windi mengibaskan tangan di udara. "Mama enggak repot kok."

"Ya sudah. Kalau begitu Melisa berangkat dulu." Tidak lupa dia menyalami tangan kedua mertuanya lalu berangkat.

Menjalankan mobil, kendaraan besi itu mulai menyusui jalanan aspal di pagi hari. Ketika akan sampai rumah sakit tempat adiknya dirawat, tanpa sengaja Melisa melihat sebuah mobil yang dia kenali.

"Itu bukannya mobil Mas Okta? Ngapain dia ada di sini? Ini, kan bukan jalan menuju kantornya?" tanya Melisa bingung.

"Apa jangan-jangan ...." Melisa menduga sesuatu. Dia pun memilih untuk mengikuti mobil suaminya. Benar saja, mobil Okta berbelok di rumah sakit tempat Rani dirawat.

"Apa dia akan bertemu Rani?" Perasaan Melisa mulai tak enak. Dia memang tidak mengatakan pada suaminya kalau akan datang ke rumah sakit.

Melisa menempatkan mobilnya sedikit jauh dari mobil Okta agar dia tidak ketahuan. Dia melihat suaminya masuk ke rumah sakit dengan membawa sesuatu.

Melisa buru-buru keluar dari mobil tak lupa membawa paper bag berisi makanan untuk sang mama. Dia terus melangkah mengikuti sang suami dan semakin yakin kalau Okta akan ke kamar Rani.

Tepat ketika sampai di depan kamar rawat Rani, Melisa terkejut mendengar kata-kata yang diucapkan oleh Rani. Kebetulan memang pintu Tidak tertutup sempurna.

"Ah sayangku akhirnya kamu datang juga. Kamu bawain yang aku minta?"

"Iya dong. Masa kamu ngidam aku nggak bawain? Bisa-bisa anak kita ileran nanti." Itu suara Okta.

Sontak saja kalimat barusan mampu membuat tubuh Melisa membeku seketiam. Dia membuka mata dan mukut lebar-lebar saking syoknya.

"Anak kita?" bisiknya lirih. Dia menutupi Mulut dengan tangan lalu menggeleng pelan.

"Apa maksudnya?" tanyanya lagi. "Apa. Apa mereka berselingkuh di belakang aku?"

"Ah kamu baik sekali."

Dari luar Melisa bisa melihat Rani yang memeluk suaminya dengan mesra. Seperti itu adalah hal biasa. Dari sana dia pun yakin kalau keduanya telah mengkhianati dirinya. Lalu, apa yang kemarin? Hanya drama?

"Baik? Aku masih marah, ya sama kamu karena kamu melakukan hal bodoh seperti kemarin. Bagaimana bisa kamu punya pikiran untuk menyayat pergelangan kamu? Kalau ada apa-apa bagaimana?"

Rani terlihat mengembungkan pipinya. "Ya habisnya kamu. Ditanya Kapan nikahi aku enggak jawab-jawab. Ya aku kesel. Keburu anak kita besar nanti. Makanya aku melakukan hal itu. Dan hasilnya, kita akan segera menikah bukan?" Kali ini dia memperlihatkan senyum lebarnya.

"Ya tapi jangan seperti itu juga, Sayang. Aku itu khawatir sama kamu."

Hati Melisa berdenyit melihat itu. "Jadi, selama ini mereka memiliki hubungan?" tanyanya lagi. Kali ini dia tak mampu lagi menahan air mata yang sejak tadi memaksa untuk keluar.

"Tenang. Lagi pun aku sudah mempertimbangkan waktunya kok. Darah yang kemarin ada itu juga bukan darah aku. Kamu tenang saja, aku menambahkannya agar lebih terlihat dramatis saja kalau banyak." Rani tersenyum menunjukkan giginya.

"Dramatis-dramatis. Mama yang jantungan." Sosok Riyanti keluar dari titik buta.

Melisa semakin melotot tak percaya dengan apa yang dia lihat. Paperbag yang dia bawah terjatuh. "Jadi, selama ini mama juga tahu mereka ada hubungan?"

Melisa menggeleng pelan. Tanpa kata dia langsung pergi meninggalkan rumah sakit

Bab terkait

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   Tamparan Untuk Rani

    Melisa menangis sembari membawa mobilnya pergi dari rumah sakit. Dia tahu ini berbahaya, tetapi bertahan di sana pun tidak mungkin. Dia menghapus air mata di pipi secara kasar."Kalian jahat! Kalian pengkhianat!" teriak Melisa dengan keras sembari memukul kemudi. Dia tidak peduli kalau tangannya akan merasa kesakitan. Menutupi bibir dengan punggung tangan, dia menangis dengan tersedu-sedu.Melisa menggeleng pelan. "Kenapa Mama tega melakukan ini padaku?" tanyanya di sela tangis. Masih merasa terkejut dan kecewa karena melihat mamanya yang menutupi kebusukan adik dan juga suaminya.Tiba-tiba Melisa mengingat satu orang. "Papa," bisiknya. Perempuan itu menangis semakin kencang. Dalam hati dia menduga kalau mamanya tahu mengenai hal ini, pasti papanya juga mengetahui hal ini.Kedua tangan Melisa mencengkeram kemudi, dia semakin menangis kencang. "Kenapaa? Kenapa kalian jahat sekali?" tanyanya dengan berteriak.Perempuan yang tengah terluka hatinya itu melajukan mobil menuju kantor, tempa

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-25
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   6. Pergi

    "Apa yang Papa lakukan?" tanya Riyanti dengan rasa terkejut. Dia menatap suami dan juga putrinya secara bergantian.Sedangkan Bagus tidak mempedulikan sang istri. Tatapannya masih tajam mengarah pada Rani yang kini menatap dirinya dengan mata membeliak dan tangan memegang pipi yang baru saja dia hadiahi sebuah tamparan.Bagus mengangkat sedikit dagunya. "Sejak kapan aku mengajarimu menjadi perempuan murahan? Ha?" Dia bertanya dengan nada membentak."Katakan? Siapa yang mengajarimu menjadi wanita murahan?" Dia kembali bertanya.Rani menatap papanya dengan kerutan kebingungan. Dia terkejut dengan kalimat barusan. "Apa maksud Papa?" tanyanya kemudian.Begitu pun dengan Riyanti. Dia juga merasa terkejut dengan pertanyaan suaminya. Mendekati sang putri, dia memegangi kedua pundak Rani dan menatap suaminya. "Apa yang sudah Papa lakukan? Dan apa yang Papa katakan tadi? Kenapa Papa tiba-tiba datang lalu menampar Rani dan

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-05
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   7 Dilarang Mertua Pergi

    Okta sempat terkejut sesaat mendengar apa yang dikatakan Melisa. Namun, beberapa saat kemudian dia menunduk dan tak lama bahunya bergetar, terdengar suara tawa dari bibir pria itu. Melisa yang sudah dalam keadaan kembali menangis langsung menatap bingung sang suami yang kini malah tertawa. Dalam hati Melisa bertanya apakah suaminya ini sudah gila? Sedangkan Okta sendiri kini menatap Melisa kembali, masih dengan tawanya. "Oh. Ternyata kamu sudah tahu?" tanyanya kemudian. "Baguslah kalau kamu sudah tahu," lanjut Okta. Sedangkan Melisa malah merasa syok dengan sikap suaminya. Tidak ada rasa bersalah sedikit pun di wajah pria itu akan apa yang telah dia lakukan di belakangnya. "Sinting kamu," maki Melisa. "Memang sudah keputusan yang tepat kalau kita berpisah," lanjutnya yang mana Melisa langsung kembali memasukkan sisa pakaiannya. Kali ini Okta tidak lagi menghalangi niat Melisa untuk pergi. Terserah istrinya itu meminta apa saat ini. Toh semuanya sudah jelas kalau dia akan me

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-06
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   8. Rani Anak Siapa

    Kemarahan Winda memuncak mendengar perkataan Okta. "Bagaimana bisa kamu menjalin hubungan dengan orang lain ketika kamu sudah beristri, Okta?" tanyanya dengan suara meninggi.Okta memegang pipinya yang terasa panas. Meski dia seorang lelaki, tak menutupi kenyataan bahwa dirinya juga merasa kesakitan dengan tamparan barusan.Dia menatap mamanya yang baru saja memberinya tamparan, ada rasa tidak percaya akan hal itu. "Ma. Aku dan Rani saling mencintai." Dia menjelaskan."Persetan dengan cinta yang kau agungkan sejak tadi. Jika kau masih memiliki istri, kenyataannya hanya nafsu yang kau dahulukan bersama perempuan tidak tahu diri itu." Winda berteriak dengan menunjuk ke arah luar rumah seolah yang dibicarakan ada di sana.Okta tidak setuju kala mendengar Rani yang disebuat sebagai perempuan tidak tahu diri oleh mamanya. "Ma. Jangan bicara seperti itu. Dia calon menantu mama juga," ujar Okta."Mama tidak sudi menjadik

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-06
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   9. Menantu Kami Melisa

    "Papa benar-benar kecewa sama kamu, Okta! Bisa-bisanya. Bisa-bisanya kamu dan Rani ...." Bahkan Khalif saja tidak mampu mengatakan betapa bejatnya anaknya ini."Belajar dari siapa kamu ini, Okta? Papa tidak pernah mengajari kamu seperti ini!" bentaknya keras. Dia sampai menunjuk wajah putranya. Asal tahu saja kalau dia ingin memukul wajah Okta saat ini.Sedangkan Okta hanya bisa diam saja. Dia pikir, orang tuanya akan merasa bahagia dan langsung menerima Rani kalau dia mengatakan kehamilan perempuan itu. Tapi nyatanya malah membuat semua menjadi semakin runyam."Lihat apa yang sudah kamu lakukan? Kamu membuat semuanya berantakan. Hancur," ujar Khalif dengan berjalan mondar-mandir di depan anaknya. Tidak henti dia mengurut keningnya."Kam---" Kalimat yang akan dikatakan Khalif urung kala terdengar suara erangan dari arah ranjang. Khalif menoleh dan melihat istrinya yang mulai sadar dari pingsannya. Dia pun segera

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-07
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   10. Cerita Masa Lalu

    Melisa terkejut dengan kedatangan papanya kembali malam ini. "Papa? Kok Papa balik lagi?" tanya Melisa."Ada yang ketinggalan?" Melisa kembali bertanya, tetapi Tidak ada jawaban.Dia menatap papanya dengan kerutan di kening kala melihat pria itu yang memasuki apartemennya dengan diam.Melisa menutup pintu kala tak ada jawaban dari sang papa. Dia ikut duduk di samping Bagus. "Pa. Ada apa?" tanya Melisa dengan menggenggam tangan papanya.Bagus menatap Melisa dengan sedih. "Tadi Okta dan orang tuanya datang ke rumah. Khalif dan Winda mencari keberadaan kamu. Mereka ingin menemui kamu.""Papa kasih tahu mereka Melisa di mana?" tanya Melisa cepat.Bagus menggeleng dan itu membuat Melisa mengembuskan napas penuh kelegaan. "Syukurlah." Dia mengusap dadanya pelan.Dia memerhatikan wajah sang papa dan melihat ada kegelisahan di sana. "Tapi kenapa Papa sepertinya sedih begitu? Papa merasa bersala

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-07
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   11. Okta Harus Jadi Milikku

    "Sekarang Rani harus mencari papa kandung Rani di mana, Ma?" tanya Rani pada sang mama. Keinginan menikahi Okta harus tertunda kembali karena tidak ada wali nikah untuk dirinya."Mana mama tahu, Ran. Mama sudah lama tidak bertemu dengan bapak kandung kamu itu." Bu Riyanti sendiri juga merasa bingung dengan hal ini. Jujur saja, dia tidak pernah berpikir sejauh ini ketika dia berpisah dulu. Apalagi ketika dirinya sudah menemukan Bagus, suami keduanya yang jauh lebih kaya dari suami pertamanya. Dia tak pernah lagi kepikiran tentang mantan suaminya."Mana papa kamu tidak pulang sejak tadi malam lagi. Entah di mana di berada sekarang," gerutu Riyanti. Sejak kepergian suaminya semalam, pria itu memang belum kembali pulang.Rani mengembuskan napas kasar. "Ih Mama. Ngapain juga nyari Papa. Toh Papa juga nggak bisa jadi wali nikah aku," ujar Rani dengan memberenggut kesal."Nikah, nikah, nikah saja yang kamu pikirkan itu." Riyanti meneg

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-08
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   12. Sampah Bagi Melisa

    Seperti rencananya kemarin, Rani benar-benar mencari keberadaan bapaknya agar dia bisa segera menikah dengan Okta. Perempuan itu mendatangi alamat yang diberikan oleh sang mama. Niat hati ingin mengajak mamanya juga, tetapi Riyanti menolak hal itu.Alasannya, selain karena Riyanti tidak ingin bertemu dengan mantan suaminya lagi, dia juga masih ingin mencari keberadaan Bagus yang sudah beberapa hari ini tidak pulang.Mau bagaimanapun tawaran menggiurkan Rani kalau sudah menjadi istri Okta, tetap saja dia ingin bersama Bagus. Sudah ada cinta di hatinya untuk suaminya itu.Rani baru saja turun dari mobilnya yang susah mendapatkan parkir. Bola matanya melotot dan mulut menganga lebar melihat tempat yang ada di hadapannya."His. Ini beneran aku ke tempat seperti ini sendirian?" tanya Rani dengan ekspresi yang menunjukkan rasa jijik. Bagaimana tidak? Dia harus mendatangi pasar kumuh yang tidak pernah dia datangi sama sekali dalam hid

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-08

Bab terbaru

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   70. Solusi Mengusir Okta

    Setelah hampir satu jam berlalu, akhirnya ruangan Melissa pun kembali bersih. Tidak ada lagi bunga, balon atau ucapan-ucapan penyemangat apalah itu yang mengganggu bagi Melissa."Ada-ada saja. Bikin pusing saja." Perempuan itu menggeleng pelan sembari berjalan menuju kursinya.Duduk di kursi kebesarannya, Melissa tampak berpikir beberapa saat. "Tidak bisa seperti ini. Dia benar-benar mengganggu. Aku sudah tidak nyaman," ujarnya dengan kesal.Melissa meraih gagang telepon dan menghubungi seseorang. "Pak. Tolong ke ruangan saya," ujar Melissa. Setelah mendapat persetujuan dari seseorang di seberang sana, Melissaol pun menutup kembali teleponnya lalu menyandarkan punggung pada sandaran kursi. Dia mengembuskan napas kasar.Tak lama, suara ketukan terdengar. "Masuk," ujarnya kemudian.Pintu terbuka, menampilkan sosok pria paruh baya yang tak lain adalah kepala HRD perusahaan ini. Pak Miko, yang bisa dikatakan salah satu orang terperc

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   69. Kejutan yang Memuakkan

    Lisa menatap foto mendiang Papa dan mamaya dengan senyuman merekah. Entahlah. Sejak tadi, dia senang melakukan hal itu. Dia membayangkan seandainya mereka ada di sini. Biasanya, seorang anak yang membayangkan hal itu mereka akan sedih. Namun, tidak dengan Lisa.Pak Bowo yang melihat itu mengerutkan kening. Dia pun ikut duduk di samping cucunya. "Kamu lagi apa?" tanyanya kemudian.Lisa menoleh lalu tersenyum. "Eh Kakek." Dia menggeleng. "Lisa hanya lagi lihatin foto Papa sama Mama," ujarnya jujur."Kamu kangen, ya?" tebak Pak Bowo dan melihat cucunya itu yang mengangguk.Lisa kembali menatap foto kedua orang tuanya. "Mama cantik ya, Kek? Papa juga tampan." Dia terkekeh geli."Em ... awas nanti kedengeran papa Argo, dia cemburu loh." Pak Bowo berujar.Tidak tahu saja kalau di sana ada Argo yang sedang mengawasi mereka dengan menyandarkan pundak pada dinding dan tangan yang dilihat di depan dada.Lisa tertawa keci

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   68. Keputusan Bersama

    Malam itu, mereka mengadakan acara barbeque di halaman depan villa. Cuaca sedang baik, langit cerah bertabur bintang, menciptakan suasana yang sempurna untuk makan malam di luar ruangan."Untung saja langitnya cerah. Tidak hujan." Pak Bowo menatap langit dengan perasaan senang.Tuan Bagus mengangguk. "Iya. Kita bisa mengadakan acara ini di halaman.""Tenang, Kek. Lisa sudah minta sama Tuhan agar malam ini tidak hujan. Makanya dikasih terang," ujar Lisa dengan lucu yang mana langsung mengundang tawa semuanya."Bnarkah?" tanya Pak Bowo."Iya dong." Lisa langsung tertawa ketika kakeknya menggelitiki. Dia meminta ampun.Mereka tidak hanya membakar daging, tetapi juga sosis dan beberapa makanan lainnya. Semangat dan kebahagiaan menyelimuti mereka, membuat suasana semakin meriah. Tawa dan canda terdengar di antara suara api yang menyala dan aroma masakan yang menggugah selera.Lisa tampak bersemangat, membantu membalik daging

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   67. Belanja Bersama

    Argo, Melissa, dan Lisa pergi ke pasar untuk membeli bahan makanan yang akan mereka gunakan untuk acara makan di villa nanti. Argo melihat belanjaan sudah banyak. Dia pun mencabik alih dari tangan Melissa."Ada yang mau dibeli lagi?" tanyanya kemudia.Melissa mengangguk. "Iya. Daging dan ikan." Dia menjawan."Ya sudah. Ayo kita cari penjualnya," ujar Argo. Dia berjalan dengan kantung belanjaan di tangan kanan dan kiri. Sedangkan Melissa menggadeng tangan Lisa."Kamu perlu bantuan tidak?" tanya Melissa pada Argo yang merasa tidak rega karenalriaitu membawa semua belanjaan mereka.Argo menggeleng. "Aman." Mereka pun membeli ikan, daging ayam dan terakhir daging sapi. Ketika mereka tiba di kios penjual daging, Lisa dengan penuh semangat meminta kepada papanya. "Pa. Beli dagingnya yang banyak, ya. Lisa ingin barbeque di depan villa nanti malam," ujar gadis itu kemudian.Argo pun menuruti permintaan putri kecilnya. "Apa yang

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   66. Alasan Nama yang Sama

    Okta membuka pintu apartemennya dengan kasar, suara gebrakan nyaring ketika dia kembali membantingnya untuk menutup. "Akh! Sialan!" teriakannya keras. Dia melepaskan jaketnya dengan kasar lalu membuangnya sembarangan.Napasnya memburu, otot-otot dalam lehernya masih terlihat jelas akibat kemarahan yang dia rasakan saat ini. Atas insiden yanalg baru saja dia alami di rumah mantan mertuanya dulu."Kurang ajar. Berani-beraninya mereka memperlakukan aku seperti itu," ujarnya marah. Dia mengusap hidungnya yang tiba-tiba merasa gatal."Aku datang dengan niat baik, mereka malah mengusirku seperti sampah. Enak saja." Dia membanting tubuhnya pada sofa sembari menatap lurus ke depan dengan tajam."Mereka memang orang yang sombong. Seenaknya mengusir aku dari sana." Dia terus menggerutu tiada henti. Padahal, hal itu terjadi juga bukan karena tidak ada alasan, tetapi karena mereka sudah merasa muak dengan Okta.Dia yang bersalah, tetapi dia yang mera

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   65. Insiden Pagi Hari.

    Melissa juga tampak terkejut dengan keberadaan Okta di sini, meski di dalam hatinya, dia sudah bisa menebak alasan kedatangan Okta. Lelaki itu masih belum menyerah setelah semua yang terjadi. Hanya saja dia tidak menyangka kalau Okta berani untuk datang kemari.Sedangkan Okta yang mendapat pertanyaan bernada marah itu malah menunjukkan senyumnya. Dia mengulurkan tangan pada Tuan Bagus. "Pa."Sayangnya, Tuan Bagus sudah enggan pada mantan menantinya itu. Dia pun menepis tangan Okta dengan kasar. Okta sempat terkejut, tetapi di memaklumi itu. Iyalah. Dia yang salah. "Saya datang untuk bertemu dengan Melissa, Pa," jawab Okta dengan suara mantap, meski dalam hatinya dia merasakan tekanan besar dari tatapan tajam Tuan Bagus."Tidak ada yang perlu kau bicarakan dengannya lagi! Pergi dari sini sebelum aku menyuruh satpam mengusirmu!" bentak Tuan Bagus tanpa basa-basi dengan menunjuk ke arah luar rumah.Arga yang menyadari keadaan tidak kondusif

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   64. Membujuk Lisa

    Matahari siang itu mulai meredup ketika Arga tiba di sekolah untuk menjemput Lisa. Sepertinya langit akan menjatuhkan air asin dalam jumlah yang banyak. Dia pun menunggu di depan gerbang seperti biasanya.Selalu menjadi pusat perhatian wali murid lainnya karena rata-rata adalah para ibu rumah tangga, hanya dia pria dewasa di sini. Itu sudah menjadi hal biasa bagi Argo.Kadang beberapa dari mereka berani menawari Arga untuk menjadi menantu mereka.Tak lama, Argo melihat Lisa berlari menghampirinya dengan tas ransel kecil yang hampir lebih besar dari tubuh mungilnya. Wajahnya berseri-seri penuh antusiasme seperti biasa, membuat Arga tersenyum lebar."Halo, Papa!" sapa Lisa riang, memeluk lengan Arga begitu mereka berjalan menuju mobil."Hai juga, Sayang." Dia mengusap kepala Lisa dengan senyuman."Kita pulang sekarang?" tanyanya kemudian. Dia melebarkan senyum ketika melihat Lisa mngangguk.Arga langsung menggadeng tangan

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   63. Rencana Liburan

    Senja mulai turun perlahan ketika Pak Bowo tiba di kediaman Tuan Bagus. Rumah besar bergaya kolonial itu dikelilingi taman yang terawat rapi, dengan pohon-pohon rindang yang menambah kesan tenang. Pak Bowo disambut oleh seorang pelayan yang membawanya ke ruang kerja Tuan Bagus, tempat pertemuan penting itu akan berlangsung.Tuan Bagus duduk di balik meja kayu mahoni besar, dikelilingi tumpukan dokumen yang tertata rapi. Wajahnya menunjukkan kewibawaan, namun kali ini ada sorot antusias yang berbeda di matanya saat melihat kedatangan sahabat lamanya."Bowo, akhirnya kau datang juga. Duduklah," ucap Tuan Bagus sambil menunjuk kursi di seberang meja.Pak Bowo tersenyum hangat dan duduk. "Bagus. Ada apa? Tumben sekali kau memintaku datang seperti ini. Biasanya kau hanya mengajak mampir ketika kita selesai memancing."Tuan Bagus tertawa pelan. "Kau benar. Aku ingin membahas sesuatu yang lebih pribadi. Tentang anak-anak kita, Arga dan Melissa."

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   62. Saran Dari Riyanti

    Melissa duduk di ruang kerjanya, menatap kosong ke arah meja. Pikirannya masih melayang pada percakapannya dengan sang ayah tadi pagi. Kata-kata beliau masih terngiang di telinganya, membuat hatinya resah. Ia menatap foto mendiang mamanya yang terletak di sudut meja, jemarinya menyentuh bingkai foto itu dengan lembut."Ma, aku harus bagaimana?" bisiknya pelan. "Papa bilang aku harus mulai memikirkan masa depanku ... Tapi aku belum siap. Aku tidak tahu apakah ini benar atau hanya perasaan sesaat."Melissa menarik napas dalam, seolah berharap udara yang dihirupnya bisa membawa serta kegundahan hatinya."Seandainya Mama masih ada, pasti Mama bisa memberiku saran terbaik," lanjutnya dengan suara lirih.Sebenarnya, dia ingin mendatangi Riyanti dan meminta saran mengenai hal ini. Hanya saja, dia juga masih merasa ragu untuk melakukan ini."Hai. Papa bikin aku banyak pikiran aja deh." Dia menumpu dagu pada lipatan tangan.Melissa begitu

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status