Share

2. Kejam

Lisa tertawa mendengar kata-kata kakaknya.

"Aku nggak takut, lagian yang salah itu kamu karena melahirkan sesar sehingga membuat perutmu ada bekas keloidnya. Andaikan kamu membeli obat bekas luka pastinya suamimu nggak akan mencintai aku!" Lisa tertawa getir.

“Jangan jadikan itu alibi untuk membenarkan perselingkuhan kalian!” pungkas Ruby.

"Memang cape ngomong sama orang bodoh." Lisa yang kesal menoleh ke arah iparnya.

"Buang dia ke sumur mas, habis itu kita tutup besok baru kita buka lagi, kalau dia belum sadar sama kekurangannya berarti sumur itu akan jadi kuburannya," ucap Lisa.

"Sepertinya hukuman itu memang cocok buat perempuan tolol seperti dia." Aril yang bengis sigap menyeret kaki ruby menuju sumur.

"Lepaskan aku!” Ruby memberontak karena ingin melarikan diri.

 “Diam jalang!” Aril yang naik pitam memutar kaki kanan istrinya hingga terdengar bunyi kretek.

 “Aaaa! sakit!” Ruby menjerit karena kakinya di buat terkilir oleh suaminya.

 “Berisik!” Aril memukul kaki istrinya yang terkilir.

Sejurus dengan itu ketiga putri mereka yang baru bangun siang menyaksikan penyiksaan itu.

Alhasil tangisan ketiganya pecah hingga membuat kepala Aril sakit.

 “Nawa mereka pergi!” titah Aril.

 “I-iya tuan.” Siska mencoba membawa ketiganya masuk ke dalam rumah namun Jihan si anak kedua berlari kencang lalu memeluk ibunya.

“Lepaskan mama, pa.” Jihan menatap nanar sang ayah.

 “Sayang, ayo masuk ke dalam nanti mama akan menyusulmu,” ucap Ruby.

 “Kita harus pergi sama-sama! Ayo kita ke rumah sakit, biar mama di obati.” Jihan ingin ibunya segera di tangani oleh. dokter..

 “Kamu nggak dengar mamamu ngomong apa, Jihan?” pekik Aril.

“Nggak mau! Papa jahat!” Jihan menolak.

“Masih kecil tapi sudah berani melawan sama orang tua! Kamu harus patuh karena semua yang kalian nikmati hasil kerja keras papa! Jadi kalau harus hormat sama papa bukan sama mamamu karena dia cuma ibu rumah tangga yang nggak bisa menghasilkan uang!” Aril berteriak lalu menghempaskan tangan putrinya.

"Mas!!!" Ruby yang ingin melindungi menggigit kaki suaminya.

“Sakit!” Aril yang makin kesetanan menginjak kepala istrinya.

Setelah itu Aril menunjuk kasar wajah putrinya.

"Hei, Jihan papa akan membuangmu bersama mamamu ke sumur!" Aril ingin menghukum putrinya bersama istrinya.

"Cukup Aril!" suara Lasmini membuat jantung Aril berdebar kencang.

 "Mama," ucap Aril.

"Jangan panggil aku mama karena aku nggak sudi punya anak psikopat seperti kamu!" kemudian Lasmini mendekat lalu menampar pipi anaknya di hadapan semua orang.

  Plak!

Sikap tegas Lasmini sontak membuat putranya malu.

"Aku cuma memberi pelajaran pada mereka karena sudah membuat aku kesal dan malu," ucap Aril.

  Plak!

Lasmini kembali menampar pipi putranya dengan sangat keras.

"Nggak usah banyak alasan, kamu pikir aku akan percaya? Kamu kira aku akan membelamu karena kamu anakku?" kemudian Lasmini geleng-geleng kepala.

"Fernando, bawa Ruby dan Jihan ke rumah sakit." Lasmini memerintah ajudannya.

"Baik nyonya." kemudian Fernando membantu Ruby berdiri.

Sejurus dengan itu semua orang melihat darah segar mengalir dari kedua kaki Ruby.

"Astaghfirullahaladzim." semua orang mengucap istighfar karena mereka mengerti kalau Ruby tengah keguguran.

"Ya Tuhan!" Lasmini yang marah dengan sigap mendatangi Lisa yang berdiri tak jauh darinya.

"Ini semua pasti gara-gara kamu!" kemudian Lasmini menampar berulang kali wajah kiri dan kanan Lisa.

Plak plak!

"Mama, hentikan!" Aril membentak ibunya lalu mendorongnya agar menjauh dari sang kekasih hati.

"Kamu berani menyentuhku demi perempuan hina ini?" Lasmini menunjuk kasar wajah Lisa.

Sialan! Mentang-mentang dari barisan mertua kelakuannya malah seperti Dajjal, batin Lisa.

"Aku membelanya karena cuma Lisa yang mengerti di dunia ini!" ucap Aril dengan Lantang hingga di dengar oleh istrinya.

"Fernando, Citra, cepat bawa mereka ke rumah sakit." Lasmini mengulangi perintahnya.

 "Siap nyonya." sahut Citra dan Fernando lalu beranjak pergi

“Ayo kita bicara di dalam." Lasmini masuk ke rumah dan menuju ruang tamu.

"Oke." kemudian Aril mengikuti langkah kaki ibunya.

Sesampainya di ruang tamu Aril dan ibunya duduk saling berhadapan di atas sofa.

"Mama perlu diskusi sama kamu," ujar Lasmini.

"Soal apa?" tanya Aril.

"Kasusnya sudah jelas tapi kamu masih bertanya sama mama." Lasmini yang kesal menatap marah pada putranya.

"Aku sudah dewasa dan apapun yang terjadi di rumah tanggaku itu adalah urusanku," ucap Aril.

"Kamu boleh mengatakan apapun asal kamu nggak bekerja di perusahaan papamu dan ini terakhir kali kamu menyakiti istri dan anak-anakmu, kalau sampai kamu mengulanginya lagi mama akan melaporkannya sama papa biar namamu di coret dari surat harta warisan?" ujar Lasmini.

"Baiklah." Aril yang bosan diancam lama-lama tidak takut dengan apapun yang dikatakan ibunya karena selama ini tak ada satupun yang terjadi jika ia membuat kesalahan.

"Mama anggap kamu paham dan satu lagi putuskan hubunganmu dengan l***e itu! Mama nggak suka kamu memakai dia karena kamu adalah suami kakaknya!" Lasmini berharap putranya mau mendengarkannya.

"Lebih baik aku nggak melihat wajah mama selamanya daripada harus kehilangan Lisa." respon Aril yang di luar dugaan membuat ibunya mengambil tindakan tegas.

"Oke, kalau kamu nggak mau menuruti apa yang mama katakan, berarti karirmu akan segera berakhir di Sanjaya Corp!" ucap Lasmini.

"Kalau mama berani mengganggu gugat posisiku aku nggak akan memaafkan mama dan papa." Aril mengancam balik ibunya.

"Fine, jangan menyesal kalau pada akhirnya kamu hancur gara-gara pel**ur itu!" ucap Lasmini.

"Iya! Sana pergi!" pekik Aril.

Sementara Lisa yang mendengarkan percakapan keduanya merasa senang karena sang kekasih lebih memilih dirinya ketimbang ibu kandung yang telah melahirkannya ke dunia.

Bagus! Aku makin cinta sama kamu, mas! Pokoknya kita harus menumpas siapapun yang ingin menghalangi pernikahan kita berdua, batin Lisa.

"Baik, kita lihat saja bagaimana nasibmu nanti, biasanya orang yang menentang orang tua hidupnya pasti akan sengsara!" setelah itu Lasmini beranjak dari rumah putranya.

"Syukurlah dia sudah pergi, aku benar-benar muak melihat wajahnya." Aril yang pusing meletakkan leher belakangnya ke punggung sofa.

"Mas." Lisa yang telah berpakaian rapi duduk di sebelah kekasihnya.

"Tadi aku mendengar percakapanmu dengan tante dan aku rasa mas sudah keterlaluan karena melawan sama orang tua, menurutku mas minta maaf sama tante karena bagaimanapun dia adalah orang yang telah membesarkan kamu mas." Lisa pura-pura baik agar sang kekasih makin menyayanginya.

 "Biarkan saja," ucap Aril.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status