Share

5. Talak 3

Penulis: Reski Muchu Kissky
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Namun Ruby yang terlanjur sakit hati karena putrinya disakiti tak mau mengasihani adiknya sendiri.

"Sudah Ruby, jangan pukuli adikmu lagi!" Lasmini menarik mundur menantunya karena ia tak tega melihat penganiayaan itu berlangsung lebih lama.

"Lepaskan aku!" Ruby memberontak.

"Cukup! Apa kamu belum puas membuat kepala anakku bocor? Lihat, sekarang dia sempoyongan!" Lasmini memarahi Ruby.

"Kalau mama nggak bisa menghentikan kejahatan mereka berarti yang harus turun tangan itu aku, kalau mama sakit hati melihat anak mama terluka begitu pula denganku!" Ruby membentak mertuanya.

"Kurang ajar ya kamu! Aku nggak akan pernah memaafkanmu!" Aril mencoba menyerang istrinya dengan tinjunya yang besar.

Beruntungnya Ruby bisa menghindar lalu ibu 3 anak itu memukul punggung suaminya hingga tubuh pria kejam itu tumbang ke lantai.

"Dengar ya laki-laki paling hina di muka bumi ini, mulai sekarang aku bukan istrimu lagi aku harap kamu mau memberikan aku talak tiga sekarang juga karena aku betul-betul jijik dan nggak sudi punya suami kejam seperti kamu!" Ruby berharap suaminya mau memutus hubungan mereka saat itu juga.

“Aku bersedia asal anak-anak tinggal denganku.” Aril meminta hak asuh karena ia tahu semua harta warisan ayahnya atas nama anak-anaknya.

“Tidak bisa! Aku nggak akan memberikannya sama kamu karena mereka nggak aman tinggal di dekatmu.” Ruby menolak karena ia tahu tujuan suaminya hanyalah harta.

“Aku nggak mungkin menyakiti anak kandungku, pokoknya mereka bertiga ikut aku karena Lisa lebih cocok menjadi Ibu mereka daripada kamu,” ucap Aril.

“Anak-anak dan Ruby akan tinggal di rumah ini.” Suara Rahman menggetarkan jantung putranya.

“Nggak bisa gitu pa soalnya yang minta cara Ruby bukan aku.” Aril menyurutkan istrinya.

“Papa mendukung Ruby karena perselingkuhan dan KDRT itu tidak dibenarkan, jadi kalau kamu tetap ingin bersama perempuan ini berarti kamu papa pecat dan semua fasilitas yang kamu pakai selama ini akan papa tarik termasuk kartu debit, kredit, rumah, motor dan mobil.” Keputusan Rahman sontak membuat Aril dan Lisa sesak nafas.

“Harusnya papa memihak aku karena aku adalah anak kandung papa satu-satunya,” ucap Aril.

“Mamamu sudah menceritakan semuanya jadi papa rasa lebih baik kamu dianggap nggak ada di dunia daripada membuat kerugian terus.” Keputusan Rahman makin membuat putranya gusar.

Aduh bagaimana ini? Kalau sampai mas Aril di buang itu artinya kamu berdua akan jadi gembel, batin Lisa.

“Aku akan tetap bekerja di perusahaan dan aku nggak mau menyerahkan semua fasilitas yang sudah papa kasih.” Aril membangkang pada ayahnya.

“Terserah kamu karena yang akan turun tangan membereskan segalanya adalah ajudan papa, setelah makan malam papa akan menelepon pak Wira agar segera melelang rumah dan kendaraan yang kamu pakai.” Rahman yang tegas membuat mental putranya ciut.

“Hah, gila! Padahal papa lihat sendiri kalau yang jadi korban itu aku dan Lisa kami berdua terluka karena Ruby tapi papa masih memihak perempuan jahanam!” Aril menunjuk kasar istrinya.

“Tutup mulutmu dan angkat kaki dari sini sekarang juga tapi sebelum pergi tinggalkan dompet cukup bawa ktp-mu saja,” ucap Rahman.

“Pa, jangan terlalu keras sama putra kita.” Lasmini yang iba malah memihak putranya.

“Diam kamu, kalau kamu nggak terima kamu bisa ikut pergi sama putramu.” Rahman mengancam istrinya.

Sontak Lasmini bungkam karena ia tak bisa meninggalkan suaminya yang bergelimang harta.

“Oh ya Ruby apa benar kamu ingin bercerai dengannya?” tanya Rahman.

“Iya pa.” Ruby menganggukkan kepala.

“Talak tiga Ruby sekarang juga,” titah Rahman.

“Papa nggak punya hak memisahkan aku dan Ruby Karana ini adalah pernikahan kami berdua,” ucap Aril.

“Ini keinginan istrimu,” ujar Rahman.

“Benar, talak 3 aku sekarang juga karena aku nggak mau hidup dengan laki-laki yang hampir menghabisi nyawaku bukan putriku.” Ruby memasak suaminya.

Kalau aku mengikuti kemauannya itu artinya aku akan jadi gembel, batin Aril.

“Ayo Aril!” Rahman mendesak putranya.

“Baik, Ruby aku beri kamu talak 1, talak dan talak 3.” akhirnya Aril menyelesaikan pernikahan mereka.

Bab terkait

  • Adikku Adalah Maut   6. Rencana Pembun*han.

    “Alhamdulillah.” Ruby merasa lega bisa lepas dari suaminya. “Oke karena semua sudah beres kalian berdua bisa pergi sekarang juga, masalah cerai ke pengadilan papa bisa mengurusnya sendiri yang penting sekarang kalian bukan suami istri lagi.” Kemudian Rahman memanggil dua security yang berjaga di depan pintu utama. “Pak Rudi dan pak Riko, tolong antar mereka berdua ke gerbang,” titah Rahman. Kemudian dua security waktu besar berdiri di belakang Lisa dan Aril. “Pak Rudi tolong ambil semua kartu debit dan kreditnya,” ucap Rahman. “Laksanakan tuan.” Rudi mengambil dompet dari saku celana bagian depan Aril. “Aku nggak akan memaafkan papa, aku pasti akan membahas kejahatan kalian semua.” ucap Aril dengan mata memerah menahan emosi. “Memangnya orang miskin sepertimu bisa melakukan apa?” Rahman meremehkan putranya. “Menghabisi nyawamu.” Aril mengungkapkan keinginannya. “Ditunggu jangan sampai berubah pikiran ya.” Rahman sama sekali tidak takut pada ancaman putranya. “Oke, lihat sa

  • Adikku Adalah Maut   7. Diusir

    “Gimana kalau kita nggak berhasil? Kita bisa masuk penjara loh, mas!” Lisa memberitahu resiko yang akan mereka terima. “Pasti berhasil karena kalau papa mati otomatis aku yang akan menguasai semuanya,” ujar Aril. “Mas yakin? Bukannya semua harta atas nama ketiga anakmu?” ucap Lisa. “Aku bisa menunggu pengacara untuk mengubahnya.” Aril berencana menyebut pengacara keluarga mereka. “Baiklah, aku mau membantu asal mas berjanji nggak akan pernah meninggalkan aku.” Lisa meminta hal itu karena ia yakin suatu saat Aril akan berpaling darinya. “Oke.” Aril menyanggupi permintaan kekasihnya. Setelah itu keduanya memesan taksi dengan tujuan berobat ke rumah sakit. *** Ruby yang ada di kamar merasa senang saat melihat ketiga putrinya tertidur lelap. “Alhamdulillah akhirnya kami bisa berkumpul kembali.” Ruby mengecup satu Persatu kening putrinya. Lalu di saat ia ingin istirahat tiba-tiba ibu mertuanya membuka pintu kamar. “Pokoknya kamu harus membujuk ayah mertuamu agar mene

  • Adikku Adalah Maut   8. Awal Petaka

    "Me-mereka sendiri yang mau pergi." Lasmini yang ketakutan tak berani jujur pada suaminya. "Mama benar pa, aku dan anak-anaklah yang mau pergi." Ruby tak ingin membongkar kebusukan mertuanya."Kamu boleh pergi tapi tidak dengan cucu-cucuku, kalau kamu sanggup berpisah dengan mereka silahkan angkat kaki dari rumah ini," ucap Rahman. "Saya nggak mungkin meninggalkan anak-anak saya disini, pa." Ruby tak ingin berpisah dengan ketiga putrinya. "Mungkin saja lagipula setelah pasangan suami istri bercerai yang paling bertanggung jawab mengurus anak-anaknya adalah dari pihak suami, berarti kamu nggak punya tanggung jawab atas ketiga putrimu lagi." Rahman yang tegas membuat menantunya tak berani melangkahkan kaki."Papa benar dan sebenarnya tadi mama juga sudah membujuk Ruby agar tetap disini sama kita walaupun sekarang dia bukan menantu kita lagi." Lasmini berpura-pura baik di hadapan suaminya."Nggak usah ngomong apa-apa karena aku tahu sama isi kepalamu."Rahman yang ketus membuat istrin

  • Adikku Adalah Maut   9. Pangkuan Hangat

    Ruby menganggukkan kepala lalu lanjut bertanya pada adiknya."Iya, apa yang kalian bicarakan?" Ruby ingin tahu topik obrolan keduanya. "Cuma soal kegiatan sekolahku, lagian waktu itu kami nggak sengaja bertemu di kolam, mas Aril datang saat aku lagi telponan sama temanku kak." Lisa menjelaskan segala pada kakaknya."Oh, gitu ya. Tapi sekali lagi kakak minta maaf karena udah nggak bisa tepat janji sama kamu," ucap Ruby."Maksud kamu apa, Ruby?" suara Aril mengejutkan keduanya."Kakak menyuruhku pergi mas, katanya aku nggak jadi pindah sekolah kesini." kemudian Lisa bangkit dari sofa lalu menggandeng lengan iparnya. "Apa alasannya? Kenapa kamu mengusir adikmu sendiri???" Aril yang terlihat kesal membuat istrinya bingung. "Aku pikir alasan mas cuek dan pasang muka masam padaku beberapa hari ini karena Lisa ada disini," ucap Ruby. "Omong kosong, mana mungkin aku nggak suka sama Lisa apalagi dia adalah adikmu, bilang saja kamu yang nggak nyaman dia ada disini." Aril yang manipulatif me

  • Adikku Adalah Maut   10. Menampar Adik Kandung

    Sesampainya keduanya di pinggir kolam renang Ruby kembali menghajar adiknya.Plak!"Bodoh! kamu pikir yang kamu lakukan tadi normal?" Ruby geleng-geleng kepala. "Tidak! Perbuatanmu murahan, siapapun yang melihatnya pasti akan berpikir kalau kamu dan suamiku punya hubungan gelap, aku heran kenapa kamu bersikap tolol kayak begini, padahal kamu cantik dan masih kelas XI SMA tapi kelakuanmu mirip seperti perempuan panggilan!" Ruby memarahi adiknya habis-habisan. Sementara Aril yang mendengar teriakan adik iparnya buru-buru menyusul ke kolam renang. “Ngapain kamu terus menekan dan memarahi adikmu? Aku lihat dari tadi kamu makin keterlaluan, hanya karena dia duduk di pangkuanku kamu malah ingin membunuhnya?" Aril memarahi istrinya di depan adik iparnya“Mas!” “Ssst! Panggil aku Aril,” ucap Aril."Kok gitu?" Ruby tak mengerti dengan maksud suaminya. "Pokoknya mulai sekarang kita saling panggil nama karena wajahmu sudah terlihat lebih tua dariku, walaupun kita beda 5 tahun tapi aku kelih

  • Adikku Adalah Maut   11. Adik Jahanam

    "Pasti kakak akan marah kalau tahu aku datang kesini," ucap Lisa. "Biarkan saja lagipula kamu adiknya, saudaranya adalah keluargaku juga, sebenarnya aku ingin sekali kamu tinggal disini agar kakakmu punya teman biar ada juga yang menjaga keponakanmu jujur aku kasihan sekali melihat kakakmu yang begadang setiap malam tapi aku nggak bisa membantu karena besoknya aku harus kerja.” penuturan Aril membuat Ruby berpikir kalau selama ini ia sudah salah faham pada keduanya. Apa mungkin aku yang terlalu cemburu? Tapi menurutku tindakan mereka tetap nggak bisa di bilang wajar karena Lisa bukan anak kecil, Lisa juga sudah kelas XI SMA andaikan dia SD aku masih memakluminya, batin Ruby. Ruby yang termenung disapa oleh adiknya yang tanpa sengaja melihatnya berdiri di mulut pintu dapur. “Kakak ngapain disitu? Sini gabung sama kami.” kata-kata sang adik cukup janggal di telinga Ruby. Kok dia memperlakukan aku seperti orang lain? sebenarnya aku yang terlalu sensitif atau memang dia yang

  • Adikku Adalah Maut   12. Racun

    "Ayo kita tidur, besok baru kita beli barangnya sama temanmu itu," ucap Aril."Iya mas," Lisa mengangguk setuju.Setelah itu keduanya tidur dengan posisi saling berpelukan.Pada keesokan harinya Lisa memesan racun Batrachotoxin pada temannya yang berprofesi sebagai apoteker."Bagaimana, barangnya bisa di pesan nggak?" tanya Aril."Iya mas, satu jam lagi mereka akan antar kesini," ucap Lisa."Bagus, aku juga sudah minta tolong sama orang rumah buat menaruh racun itu ke kopi papa," ujar Aril."Memangnya ada yang mau mas? Bukannya meraka semua berpihak sama om, Rahman?" Lisa kurang percaya dengan orang suruhan Aril."Tenang saja dia akan tepat janji dan nggak mungkin berkhianat padaku karena dia adalah art yang kukirim khusus buat memata-matai rumah orang tuaku," ucap Aril."Kapan mas mengirimnya kesana?" tanya Lisa lebih lanjut."Tadi pagi, aku minta dia dari yayasan art langgananku," ujar Aril."Baiklah, kalau gitu kita makan siang sekarang karena aku sudah lapar," ucap Lisa."Oke." ke

  • Adikku Adalah Maut   13. Di Usir

    "Tuan sudah nggak ada, nyonya." ucap Sumanto dengan suara bergetar"Ya, Tuhan! Nggak mungkin, kamu jangan bercanda sama saya ya!" Lasmini tidak percaya dengan apa yang di katakan Sumanto."Serius nyonya, sekarang kita harus bagaimana? Apa kita tetap bawa tuan ke rumah sakit?" tanya Sumanto."Nggak usah." Aril yang baru datang melarang rencana Sumanto."Kenapa tuan? Tuan besar meninggal tiba-tiba padahal tadi masih baik-baik saja," ucap Sumanto."Papa memang punya penyakit jantung, dari pada repot-repot ke rumah sakit lebih baik kalian siapkan kasur di depan biar aku hubungi pak RT buat memberi tahu kalau papa meninggal." kemudian Aril menghubungi RT setempat dan memberitahu kabar duka tersebut."Gimana nyonya?" Sumanto menanyakan pendapat Lasmini."Ya sudah ikuti apa kata Aril saja." Lasmini yang berduka tak dapat berpikir jernih.Ia juga mempasrahkan segalanya karena hanya Aril anaknya satu-satunya."Papa angkat ke depan pak Sumanto, terus yang lain siapkan kasur karena sebentar lagi

Bab terbaru

  • Adikku Adalah Maut   13. Di Usir

    "Tuan sudah nggak ada, nyonya." ucap Sumanto dengan suara bergetar"Ya, Tuhan! Nggak mungkin, kamu jangan bercanda sama saya ya!" Lasmini tidak percaya dengan apa yang di katakan Sumanto."Serius nyonya, sekarang kita harus bagaimana? Apa kita tetap bawa tuan ke rumah sakit?" tanya Sumanto."Nggak usah." Aril yang baru datang melarang rencana Sumanto."Kenapa tuan? Tuan besar meninggal tiba-tiba padahal tadi masih baik-baik saja," ucap Sumanto."Papa memang punya penyakit jantung, dari pada repot-repot ke rumah sakit lebih baik kalian siapkan kasur di depan biar aku hubungi pak RT buat memberi tahu kalau papa meninggal." kemudian Aril menghubungi RT setempat dan memberitahu kabar duka tersebut."Gimana nyonya?" Sumanto menanyakan pendapat Lasmini."Ya sudah ikuti apa kata Aril saja." Lasmini yang berduka tak dapat berpikir jernih.Ia juga mempasrahkan segalanya karena hanya Aril anaknya satu-satunya."Papa angkat ke depan pak Sumanto, terus yang lain siapkan kasur karena sebentar lagi

  • Adikku Adalah Maut   12. Racun

    "Ayo kita tidur, besok baru kita beli barangnya sama temanmu itu," ucap Aril."Iya mas," Lisa mengangguk setuju.Setelah itu keduanya tidur dengan posisi saling berpelukan.Pada keesokan harinya Lisa memesan racun Batrachotoxin pada temannya yang berprofesi sebagai apoteker."Bagaimana, barangnya bisa di pesan nggak?" tanya Aril."Iya mas, satu jam lagi mereka akan antar kesini," ucap Lisa."Bagus, aku juga sudah minta tolong sama orang rumah buat menaruh racun itu ke kopi papa," ujar Aril."Memangnya ada yang mau mas? Bukannya meraka semua berpihak sama om, Rahman?" Lisa kurang percaya dengan orang suruhan Aril."Tenang saja dia akan tepat janji dan nggak mungkin berkhianat padaku karena dia adalah art yang kukirim khusus buat memata-matai rumah orang tuaku," ucap Aril."Kapan mas mengirimnya kesana?" tanya Lisa lebih lanjut."Tadi pagi, aku minta dia dari yayasan art langgananku," ujar Aril."Baiklah, kalau gitu kita makan siang sekarang karena aku sudah lapar," ucap Lisa."Oke." ke

  • Adikku Adalah Maut   11. Adik Jahanam

    "Pasti kakak akan marah kalau tahu aku datang kesini," ucap Lisa. "Biarkan saja lagipula kamu adiknya, saudaranya adalah keluargaku juga, sebenarnya aku ingin sekali kamu tinggal disini agar kakakmu punya teman biar ada juga yang menjaga keponakanmu jujur aku kasihan sekali melihat kakakmu yang begadang setiap malam tapi aku nggak bisa membantu karena besoknya aku harus kerja.” penuturan Aril membuat Ruby berpikir kalau selama ini ia sudah salah faham pada keduanya. Apa mungkin aku yang terlalu cemburu? Tapi menurutku tindakan mereka tetap nggak bisa di bilang wajar karena Lisa bukan anak kecil, Lisa juga sudah kelas XI SMA andaikan dia SD aku masih memakluminya, batin Ruby. Ruby yang termenung disapa oleh adiknya yang tanpa sengaja melihatnya berdiri di mulut pintu dapur. “Kakak ngapain disitu? Sini gabung sama kami.” kata-kata sang adik cukup janggal di telinga Ruby. Kok dia memperlakukan aku seperti orang lain? sebenarnya aku yang terlalu sensitif atau memang dia yang

  • Adikku Adalah Maut   10. Menampar Adik Kandung

    Sesampainya keduanya di pinggir kolam renang Ruby kembali menghajar adiknya.Plak!"Bodoh! kamu pikir yang kamu lakukan tadi normal?" Ruby geleng-geleng kepala. "Tidak! Perbuatanmu murahan, siapapun yang melihatnya pasti akan berpikir kalau kamu dan suamiku punya hubungan gelap, aku heran kenapa kamu bersikap tolol kayak begini, padahal kamu cantik dan masih kelas XI SMA tapi kelakuanmu mirip seperti perempuan panggilan!" Ruby memarahi adiknya habis-habisan. Sementara Aril yang mendengar teriakan adik iparnya buru-buru menyusul ke kolam renang. “Ngapain kamu terus menekan dan memarahi adikmu? Aku lihat dari tadi kamu makin keterlaluan, hanya karena dia duduk di pangkuanku kamu malah ingin membunuhnya?" Aril memarahi istrinya di depan adik iparnya“Mas!” “Ssst! Panggil aku Aril,” ucap Aril."Kok gitu?" Ruby tak mengerti dengan maksud suaminya. "Pokoknya mulai sekarang kita saling panggil nama karena wajahmu sudah terlihat lebih tua dariku, walaupun kita beda 5 tahun tapi aku kelih

  • Adikku Adalah Maut   9. Pangkuan Hangat

    Ruby menganggukkan kepala lalu lanjut bertanya pada adiknya."Iya, apa yang kalian bicarakan?" Ruby ingin tahu topik obrolan keduanya. "Cuma soal kegiatan sekolahku, lagian waktu itu kami nggak sengaja bertemu di kolam, mas Aril datang saat aku lagi telponan sama temanku kak." Lisa menjelaskan segala pada kakaknya."Oh, gitu ya. Tapi sekali lagi kakak minta maaf karena udah nggak bisa tepat janji sama kamu," ucap Ruby."Maksud kamu apa, Ruby?" suara Aril mengejutkan keduanya."Kakak menyuruhku pergi mas, katanya aku nggak jadi pindah sekolah kesini." kemudian Lisa bangkit dari sofa lalu menggandeng lengan iparnya. "Apa alasannya? Kenapa kamu mengusir adikmu sendiri???" Aril yang terlihat kesal membuat istrinya bingung. "Aku pikir alasan mas cuek dan pasang muka masam padaku beberapa hari ini karena Lisa ada disini," ucap Ruby. "Omong kosong, mana mungkin aku nggak suka sama Lisa apalagi dia adalah adikmu, bilang saja kamu yang nggak nyaman dia ada disini." Aril yang manipulatif me

  • Adikku Adalah Maut   8. Awal Petaka

    "Me-mereka sendiri yang mau pergi." Lasmini yang ketakutan tak berani jujur pada suaminya. "Mama benar pa, aku dan anak-anaklah yang mau pergi." Ruby tak ingin membongkar kebusukan mertuanya."Kamu boleh pergi tapi tidak dengan cucu-cucuku, kalau kamu sanggup berpisah dengan mereka silahkan angkat kaki dari rumah ini," ucap Rahman. "Saya nggak mungkin meninggalkan anak-anak saya disini, pa." Ruby tak ingin berpisah dengan ketiga putrinya. "Mungkin saja lagipula setelah pasangan suami istri bercerai yang paling bertanggung jawab mengurus anak-anaknya adalah dari pihak suami, berarti kamu nggak punya tanggung jawab atas ketiga putrimu lagi." Rahman yang tegas membuat menantunya tak berani melangkahkan kaki."Papa benar dan sebenarnya tadi mama juga sudah membujuk Ruby agar tetap disini sama kita walaupun sekarang dia bukan menantu kita lagi." Lasmini berpura-pura baik di hadapan suaminya."Nggak usah ngomong apa-apa karena aku tahu sama isi kepalamu."Rahman yang ketus membuat istrin

  • Adikku Adalah Maut   7. Diusir

    “Gimana kalau kita nggak berhasil? Kita bisa masuk penjara loh, mas!” Lisa memberitahu resiko yang akan mereka terima. “Pasti berhasil karena kalau papa mati otomatis aku yang akan menguasai semuanya,” ujar Aril. “Mas yakin? Bukannya semua harta atas nama ketiga anakmu?” ucap Lisa. “Aku bisa menunggu pengacara untuk mengubahnya.” Aril berencana menyebut pengacara keluarga mereka. “Baiklah, aku mau membantu asal mas berjanji nggak akan pernah meninggalkan aku.” Lisa meminta hal itu karena ia yakin suatu saat Aril akan berpaling darinya. “Oke.” Aril menyanggupi permintaan kekasihnya. Setelah itu keduanya memesan taksi dengan tujuan berobat ke rumah sakit. *** Ruby yang ada di kamar merasa senang saat melihat ketiga putrinya tertidur lelap. “Alhamdulillah akhirnya kami bisa berkumpul kembali.” Ruby mengecup satu Persatu kening putrinya. Lalu di saat ia ingin istirahat tiba-tiba ibu mertuanya membuka pintu kamar. “Pokoknya kamu harus membujuk ayah mertuamu agar mene

  • Adikku Adalah Maut   6. Rencana Pembun*han.

    “Alhamdulillah.” Ruby merasa lega bisa lepas dari suaminya. “Oke karena semua sudah beres kalian berdua bisa pergi sekarang juga, masalah cerai ke pengadilan papa bisa mengurusnya sendiri yang penting sekarang kalian bukan suami istri lagi.” Kemudian Rahman memanggil dua security yang berjaga di depan pintu utama. “Pak Rudi dan pak Riko, tolong antar mereka berdua ke gerbang,” titah Rahman. Kemudian dua security waktu besar berdiri di belakang Lisa dan Aril. “Pak Rudi tolong ambil semua kartu debit dan kreditnya,” ucap Rahman. “Laksanakan tuan.” Rudi mengambil dompet dari saku celana bagian depan Aril. “Aku nggak akan memaafkan papa, aku pasti akan membahas kejahatan kalian semua.” ucap Aril dengan mata memerah menahan emosi. “Memangnya orang miskin sepertimu bisa melakukan apa?” Rahman meremehkan putranya. “Menghabisi nyawamu.” Aril mengungkapkan keinginannya. “Ditunggu jangan sampai berubah pikiran ya.” Rahman sama sekali tidak takut pada ancaman putranya. “Oke, lihat sa

  • Adikku Adalah Maut   5. Talak 3

    Namun Ruby yang terlanjur sakit hati karena putrinya disakiti tak mau mengasihani adiknya sendiri. "Sudah Ruby, jangan pukuli adikmu lagi!" Lasmini menarik mundur menantunya karena ia tak tega melihat penganiayaan itu berlangsung lebih lama. "Lepaskan aku!" Ruby memberontak. "Cukup! Apa kamu belum puas membuat kepala anakku bocor? Lihat, sekarang dia sempoyongan!" Lasmini memarahi Ruby. "Kalau mama nggak bisa menghentikan kejahatan mereka berarti yang harus turun tangan itu aku, kalau mama sakit hati melihat anak mama terluka begitu pula denganku!" Ruby membentak mertuanya. "Kurang ajar ya kamu! Aku nggak akan pernah memaafkanmu!" Aril mencoba menyerang istrinya dengan tinjunya yang besar. Beruntungnya Ruby bisa menghindar lalu ibu 3 anak itu memukul punggung suaminya hingga tubuh pria kejam itu tumbang ke lantai. "Dengar ya laki-laki paling hina di muka bumi ini, mulai sekarang aku bukan istrimu lagi aku harap kamu mau memberikan aku talak tiga sekarang juga karena aku betul-be

DMCA.com Protection Status