"Ahh..lebih cepat lagi please, aku mencintaimu."
Ruby tersentak saat telinganya mendengar suara desahan dan erangan dari dalam kamarnya. Padahal baru lima menit, ia berangkat untuk ke supermarket, namun karena menyadari dompetnya ketinggalan, ia memutuskan untuk putar balik. "Sayang..." Suara itu kembali terdengar. Ruby kian menghampiri kamarnya dan membuka pintu. Sontak sekujur tubuhnya bergetar dan lututnya kian lemas ketika menyaksikan suami yang ia cintai sedang di tunggangi seorang wanita bertubuh seksi di atas bangku kayu panjang. "A-Aril!" dalam sekejap jantung Ruby berdetak dengan sangat kencang. Wanita tersebut membelakangi Ruby hingga ia tak mengenali siapa yang sedang bermain api dengan suaminya. "Loh, kenapa kamu balik lagi?” tanya Aril, wajahnya bahkan tak menunjukan rasa bersalah dan terkejut saat mendapati dirinya ketahuan berselingkuh dari Ruby. "Tunggu sebentar Lisa." Aril berniat ingin menunda kegiatan bercinta mereka. "Li-Lisa?" Ruby hampir pingsan saat mengetahui jika yang menjadi lawan main suaminya adalah adik kandungnya sendiri. “Nggak mau,” Lisa merengek manja, wajah gadis itu juga sama seperti Aril. Tak menunjukan perasaan malu maupun bersalah, “Mas nggak boleh kemana-mana toh sudah ketahuan, klarifikasinya nanti saja setelah kita sampai puncak.” Lisa justru menatap ke arah kakaknya lalu tersenyum lebar. Mata Ruby sudah memanas, namun ia enggan hanya terus berdiri dan menyaksikan dua insan itu melanjutkan aktifitas mereka. Sehingga Ruby kemudian berjalan dengan langkah cepat lalu mendekat pada keduanya, “Binata**!” Ruby menjambak rambut adiknya yang masih duduk di atas perut suaminya. “Akh! Lepas!” Lisa yang kesakitan mencoba melepaskan tangan kakaknya. Namun Ruby yang marah mencengkeram semakin kuat hingga adiknya jatuh dari tubuh suaminya. Sedangkan suaminya, berusaha untuk melepaskan tangan Ruby dari rambut Lisa. Namun, Ruby tak peduli, ia justru membawa Lisa menuju dapur. “Dasar nggak tahu diri! Tega-teganya kamu menusuk aku dari belakang, aku ini kakakmu Lisa!” Ruby yang histeris memukul kepala adiknya berulang kali. “Sudah hentikan! Lagipula kami berdua saling mencintai jadi nggak ada salahnya kalau kami melakukan itu di sini karena bagaimanapun ini adalah rumah Mas Aril, bukan kamu!” Lisa berani melawan tanpa merasa bersalah pada kakaknya. “Memang kurang ajar dan pantas dihajar ya kamu!” Ruby yang khilaf mencekik adiknya. Aril yang melihat hal itu sontak menggenggam tangan Ruby dan menghempaskannya dengan kasar, “Berhenti! Jangan pukul Lisa lagi!” Ruby mendengus kasar. Bisa-bisanya pasangan penzinah ini justru saling melindungi satu sama lain. Aril bahkan tak memperdulikan Ruby yang terjatuh karena ia mendorong tubuh istrinya itu. Dan malah membantu Lisa berdiri, lalu ia memeluk tubuh polos adik iparnya. “Tega ya kalian!” Ruby tersenyum getir lalu mengelus dadanya yang terasa sesak. “Aku seperti ini karena mencintai adikmu, dia juga punya perasaan yang sama padaku, jadi apa salahnya berhubungan? Bukannya hal biasa seorang laki-laki menikahi kakak beradik?” ujar Aril. “Iya itu benar, kalau kakak nggak terima ya sudah kakak pergi saja dari sini.” Lisa yang tak punya perasaan memeluk suami kakaknya yang masih bertelanjang dada dengan sangat erat. Pemandangan memilukan itu semakin membuat emosi Ruby mendidih. “Aril! Apa kamu tidak kasihan dengan anak perempuanmu?” ucap Ruby teringat pada tiga anak mereka. Bagaimana hal ini pasti akan menyakiti hati ketiga anaknya. “Aku gak peduli! Aku mau punya anak hanya karena orang tuaku yang memintanya!” jawaban Aril sontak membuat Ruby yang hilang kesabaran menampar wajah suaminya. Plak! “Hati-hati kalau bicara, mereka adalah darah dagingmu!” seru Ruby dengan menahan rasa kesalnya. Tidak terima dirinya ditampar oleh istrinya sendiri, mata Aril kian menyala murka. Dia tidak akan membiarkan Ruby merendahkan dirinya di depan Lisa. “Berani sekali kamu menamparku! Sudah jelek, kamu juga tidak sopan pada suami!” setelah mengeluarkan isi hatinya Aril mencengkeram leher belakang istrinya. “Sakit, lepas mas!” teriak Ruby, berusaha untuk melepaskan cengkeraman itu dari lehernya. Namun, usahanya gagal karena tenaga Aril jauh lebih besar darinya. “Mas, kakak sudah berani memukulmu, memang benar kamu perlu memberinya sedikit pelajaran. Biar dia mengerti yang kepala rumah tangga dan mencari nafkah itu kamu bukan dia!” Lisa justru semakin memprovokasi abang iparnya. Seperti api yang dituang minyak. Aril semakin merasa panas untuk menghajar Ruby. Matanya melihat sebatang kayu, dan kemudian mengambilnya. “Kamu mau apa, mas? Jangan pukul aku!” ucap Ruby. “Sayangnya kamu pantas menerimanya.” kemudian Aril memukul punggung Ruby hingga wanita beranak 3 itu tersungkur ke tanah. “Aaaaaakkl!” “Astaghfirullahaladzim! Apa yang Tuan lakukan?” Bi Retno bergidik ngeri melihat keganasan sang majikan yang sedang sibuk memukul sang Nyonya. Dengan sigap, Bi Retno segera mengirimkan pesan pada Nyonya besar agar dapat memisahkan mereka. Melihat Ruby yang masih dipukuli, Bi Retno kembali berusaha melerai dengan mata mengembun, “Tuan, tolong hentikan. Kasihan Nyonya..” "Tutup mulutmu! Kalau kamu berani ikut campur aku akan memukulmu juga!” Aril menodong wajah bi Retno dengan batang kayu yang ia pegang. Sontak bi Retno yang ketakutan menjadi diam seribu bahasa. Lalu sorot mata wanita tua itu menoleh ke arah Ruby yang menangis menahan sakit. Ruby menatap Lisa yang nampak menikmati dirinya yang menderita, “ Padahal kamu adalah adik kandungku tapi kamu malah menjadi maut dalam rumah tanggaku! Seharusnya aku nggak mengizinkan kamu tinggal di rumah ini," suara Ruby bergetar. Ia kemudian melanjutkan, “Lihat saja nanti, kalian akan menerima pembalasannya.”Lisa tertawa mendengar kata-kata kakaknya. "Aku nggak takut, lagian yang salah itu kamu karena melahirkan sesar sehingga membuat perutmu ada bekas keloidnya. Andaikan kamu membeli obat bekas luka pastinya suamimu nggak akan mencintai aku!" Lisa tertawa getir. “Jangan jadikan itu alibi untuk membenarkan perselingkuhan kalian!” pungkas Ruby. "Memang cape ngomong sama orang bodoh." Lisa yang kesal menoleh ke arah iparnya. "Buang dia ke sumur mas, habis itu kita tutup besok baru kita buka lagi, kalau dia belum sadar sama kekurangannya berarti sumur itu akan jadi kuburannya," ucap Lisa. "Sepertinya hukuman itu memang cocok buat perempuan tolol seperti dia." Aril yang bengis sigap menyeret kaki ruby menuju sumur. "Lepaskan aku!” Ruby memberontak karena ingin melarikan diri. “Diam jalang!” Aril yang naik pitam memutar kaki kanan istrinya hingga terdengar bunyi kretek. “Aaaa! sakit!” Ruby menjerit karena kakinya di buat terkilir oleh suaminya. “Berisik!” Aril memukul kaki istrinya
Lisa menarik nafas panjang lalu memegang bahu kekasihnya. "Aku tahu kamu nggak akur sama mereka tapi kalau mas terus arogan takutnya mas nggak bakal dapat warisan!" Lisa mencoba menasehati kekasihnya karena ia tak ingin sang kekasih kehilangan segalanya. "Kamu nggak usah khawatir karena aku pasti bisa mengendalikan kedua orang tuaku." Aril yang percaya diri membuat Lisa tenang. "Kalau begitu kapan kita menikah? Aku nggak mau jadi pacarmu terus, dulu alasanmu karena ingin menjaga perasaan kakakku tapi sekarang semua orang sudah tahu hubungan kita." Lisa menuntut janji manis yang pernah dikatakan Aril padanya. "Secepatnya tapi nggak sekarang karena aku masih banyak urusan di kantor." Aril kembali mengumbar janji manis. "Oke tapi jangan lupa buang kakakku jauh-jauh dan aku juga nggak mau mengurus anak-anakmu." Lisa mengutarakan keinginannya. "Kamu tenang saja karena aku juga nggak suka sama anak-anak." Aril menyanggupi permintaan kekasihnya. "Terimakasih banyak ya sayang." Lisa yan
"Masa sih ma?" Ruby tidak percaya pada mertuanya. "Itu benar dan kami melakukannya karena ayah mertuamu tahu Aril nggak akan pernah berubah." kemudian Lasmini menceritakan perangai putranya yang suka berfoya-foya dan mencuri uang. "Sejak awal aku ingin memberitahumu kalau putraku bukan orang baik tapi aku mengurungkan niatku karena aku pikir kamu bisa membuatnya berubah tapi nyatanya kamu gagal, aku benar-benar kecewa sama kamu," ucap Lasmini. "Hanya Allah yang bisa melakukannya jadi ibu jangan menyalahkan putriku, ibu saja nggak bisa membawanya ke jalan yang benar apalagi putriku yang hanya orang luar." Santi membela putrinya. "Aku faham dan kita nggak perlu menyalakan satu sama karena kuncinya sekarang Ruby harus merebut rumah dan juga mobil itu karena bagaimanapun itu hak Ruby dan cucu-cucuku," ucap Lasmini. "Aku nggak butuh semua itu karena aku cuma mau cerai dan memenjarakan mereka berdua." Ruby mengutarakan niatnya. "Kalau soal itu aku nggak setuju karena kalau ada ya
Namun Ruby yang terlanjur sakit hati karena putrinya disakiti tak mau mengasihani adiknya sendiri. "Sudah Ruby, jangan pukuli adikmu lagi!" Lasmini menarik mundur menantunya karena ia tak tega melihat penganiayaan itu berlangsung lebih lama. "Lepaskan aku!" Ruby memberontak. "Cukup! Apa kamu belum puas membuat kepala anakku bocor? Lihat, sekarang dia sempoyongan!" Lasmini memarahi Ruby. "Kalau mama nggak bisa menghentikan kejahatan mereka berarti yang harus turun tangan itu aku, kalau mama sakit hati melihat anak mama terluka begitu pula denganku!" Ruby membentak mertuanya. "Kurang ajar ya kamu! Aku nggak akan pernah memaafkanmu!" Aril mencoba menyerang istrinya dengan tinjunya yang besar. Beruntungnya Ruby bisa menghindar lalu ibu 3 anak itu memukul punggung suaminya hingga tubuh pria kejam itu tumbang ke lantai. "Dengar ya laki-laki paling hina di muka bumi ini, mulai sekarang aku bukan istrimu lagi aku harap kamu mau memberikan aku talak tiga sekarang juga karena aku betul-be
“Alhamdulillah.” Ruby merasa lega bisa lepas dari suaminya. “Oke karena semua sudah beres kalian berdua bisa pergi sekarang juga, masalah cerai ke pengadilan papa bisa mengurusnya sendiri yang penting sekarang kalian bukan suami istri lagi.” Kemudian Rahman memanggil dua security yang berjaga di depan pintu utama. “Pak Rudi dan pak Riko, tolong antar mereka berdua ke gerbang,” titah Rahman. Kemudian dua security waktu besar berdiri di belakang Lisa dan Aril. “Pak Rudi tolong ambil semua kartu debit dan kreditnya,” ucap Rahman. “Laksanakan tuan.” Rudi mengambil dompet dari saku celana bagian depan Aril. “Aku nggak akan memaafkan papa, aku pasti akan membahas kejahatan kalian semua.” ucap Aril dengan mata memerah menahan emosi. “Memangnya orang miskin sepertimu bisa melakukan apa?” Rahman meremehkan putranya. “Menghabisi nyawamu.” Aril mengungkapkan keinginannya. “Ditunggu jangan sampai berubah pikiran ya.” Rahman sama sekali tidak takut pada ancaman putranya. “Oke, lihat sa
“Gimana kalau kita nggak berhasil? Kita bisa masuk penjara loh, mas!” Lisa memberitahu resiko yang akan mereka terima. “Pasti berhasil karena kalau papa mati otomatis aku yang akan menguasai semuanya,” ujar Aril. “Mas yakin? Bukannya semua harta atas nama ketiga anakmu?” ucap Lisa. “Aku bisa menunggu pengacara untuk mengubahnya.” Aril berencana menyebut pengacara keluarga mereka. “Baiklah, aku mau membantu asal mas berjanji nggak akan pernah meninggalkan aku.” Lisa meminta hal itu karena ia yakin suatu saat Aril akan berpaling darinya. “Oke.” Aril menyanggupi permintaan kekasihnya. Setelah itu keduanya memesan taksi dengan tujuan berobat ke rumah sakit. *** Ruby yang ada di kamar merasa senang saat melihat ketiga putrinya tertidur lelap. “Alhamdulillah akhirnya kami bisa berkumpul kembali.” Ruby mengecup satu Persatu kening putrinya. Lalu di saat ia ingin istirahat tiba-tiba ibu mertuanya membuka pintu kamar. “Pokoknya kamu harus membujuk ayah mertuamu agar mene
"Me-mereka sendiri yang mau pergi." Lasmini yang ketakutan tak berani jujur pada suaminya. "Mama benar pa, aku dan anak-anaklah yang mau pergi." Ruby tak ingin membongkar kebusukan mertuanya."Kamu boleh pergi tapi tidak dengan cucu-cucuku, kalau kamu sanggup berpisah dengan mereka silahkan angkat kaki dari rumah ini," ucap Rahman. "Saya nggak mungkin meninggalkan anak-anak saya disini, pa." Ruby tak ingin berpisah dengan ketiga putrinya. "Mungkin saja lagipula setelah pasangan suami istri bercerai yang paling bertanggung jawab mengurus anak-anaknya adalah dari pihak suami, berarti kamu nggak punya tanggung jawab atas ketiga putrimu lagi." Rahman yang tegas membuat menantunya tak berani melangkahkan kaki."Papa benar dan sebenarnya tadi mama juga sudah membujuk Ruby agar tetap disini sama kita walaupun sekarang dia bukan menantu kita lagi." Lasmini berpura-pura baik di hadapan suaminya."Nggak usah ngomong apa-apa karena aku tahu sama isi kepalamu."Rahman yang ketus membuat istrin
Ruby menganggukkan kepala lalu lanjut bertanya pada adiknya."Iya, apa yang kalian bicarakan?" Ruby ingin tahu topik obrolan keduanya. "Cuma soal kegiatan sekolahku, lagian waktu itu kami nggak sengaja bertemu di kolam, mas Aril datang saat aku lagi telponan sama temanku kak." Lisa menjelaskan segala pada kakaknya."Oh, gitu ya. Tapi sekali lagi kakak minta maaf karena udah nggak bisa tepat janji sama kamu," ucap Ruby."Maksud kamu apa, Ruby?" suara Aril mengejutkan keduanya."Kakak menyuruhku pergi mas, katanya aku nggak jadi pindah sekolah kesini." kemudian Lisa bangkit dari sofa lalu menggandeng lengan iparnya. "Apa alasannya? Kenapa kamu mengusir adikmu sendiri???" Aril yang terlihat kesal membuat istrinya bingung. "Aku pikir alasan mas cuek dan pasang muka masam padaku beberapa hari ini karena Lisa ada disini," ucap Ruby. "Omong kosong, mana mungkin aku nggak suka sama Lisa apalagi dia adalah adikmu, bilang saja kamu yang nggak nyaman dia ada disini." Aril yang manipulatif me