“Ra … Bu Agnes gimana?” Rafa sampai salah berucap dan memanggil Hera tanpa sebutan ibu. “Maaf, Bu Hera.”Kedua alis Alpha terangkat tinggi, ketika mendengar Rafa buru-buru meralat ucapannya. Apa ada yang salah? Bukannya, selama ini Rafa memang selalu memanggil Hera tanpa sebutan “ibu”. Hanya Hera dan tidak pernah seformal yang Alpha dengan saat ini.Apa Alpha melewatkan sesuatu?“Mas …” Hera segera berdiri dan masih dalam keadaan bingung. Mengapa Rafa tiba-tiba berada di rumah sakit, padahal Hera tidak menghubungi pria itu sama sekali. Tidak mungkin Alpha, karena kakak laki-lakinya itu tidak sepeduli itu dengan Rafa. “Tahu dari mana Mama dilarikan ke sini?”“Qai yang nelpon,” jawab Rafa. “Saya kebetulan ada di sekitar sini, jadi langsung mampir.”“Ohh …” Hera kembali duduk, disusul Rafa yang juga duduk di sampingnya. Namun, pria itu menyisakan jarak, sehingga mereka tidak duduk berdempetan. Sebenarnya, mengapa Qai harus menghubungi Rafa dan memberitahukan kondisi Agnes yang dilarikan
“Gimana?” tanya Dandi setelah memperlihatkan sebuah video, yang dikirimkan oleh staff marketing property pada Rumi. “Yang barusan itu lebih kecil dari rumah yang kemarin. Tapi, tamannya lebih luas.”“Bagus, sih, Mas.”“Tapi?”“Mahal.”Dandi memutar malas bola matanya. Padaha Rumi tahu, Dandi cukup mampu membeli rumah tersebut tanpa menyicil dan masih memiliki tabungan yang cukup lumayan. Namun, Rumi tetap merasa rumah yang dipilih Dandi terlalu mahal.“Nggak usah pikirin harga.” Dandi jadi geregetan sendiri. “Ibu sama Rasya besok sudah balik Malang. Mungkin, dua atau tiga minggu lagi sudah pindah ke sini. Jadi, kita juga harus siap-siap dengan rumah yang baru.”“Kenapa harus buru-buru.” Lelah duduk bersandar pada kepala ranjang, Rumi membaringkan tubuhnya dan meletakkan kepala di pangkuan Dandi. “Aku, tuh, sudah terlalu nyaman tinggal di sini.”Rumi meletakkan ponsel Dandi begitu saja di tempat tidur, lalu memiringkan tubuhnya memunggungi sang suami.“Sudah kubilang—”“Iya, tahu, Mas.
“Mas Dandi.” Langkah Hera terhenti, ketika melihat Dandi keluar dari lift. Saat tatapan mereka bersirobok dari jauh, pria itu membelokkan langkahnya menuju ke arah Hera. Pria itu tidak tersenyum dan hanya menatap datar pada Hera.“Si—”“Ada rapat 15 menit lagi, kan?” potong Dandi berhenti dengan jarak satu meter dengan Hera. Ia menenggelamkan satu tangan ke saku celana, lalu menoleh pada lorong yang mengarah ke ruangan Alpha sebentar.“Mas Dandi mau ikut rapat?” tebak Hera.“Aku punya hak untuk itu, kan?” Dandi justru bertanya balik. “Jadi, rapatnya di ruang yang kemarin? Atau di mana?”“Di atas.” Kaki Hera seolah terpaku dan tidak bisa beranjak ke mana pun. Jantungnya berdebar tidak karuan, karena khawatir dengan nasib perusahaannya ke depan. Hera berharap, setelah Alpha mendapatkan hukuman setimpal, Dandi sudah tidak akan lagi mengganggu Glory. “Mas, setelah mas Al masuk penjara, apa semua ini pasti selesai?”“Ter-gan-tung.”Jawab Dandi barusan, terdengar sangat mengkhawatirkan. “Te
“Aku mau bicara, serius.” Hari masih sangat pagi, tapi Dandi sudah mengajak Rumi membicarakan sesuatu dengan serius. Wajah Dandi pun tidak terlihat cuek, ataupun santai seperti biasanya. Apa suaminya itu sedang tersangung masalah, sehingga Dandi terlihat tidak nyaman?“Apa … ada masalah, Mas?”Dandi menarik kursi kosong di balkon dan memposisikannya di hadapan Rumi, yang sedang menunggu matahari terbit. Hari memang masih terlalu pagi, tetapi Dandi harus memberitahukan Rumi langsung dari mulutnya sendiri.“Pihak kepolisian akan manggil kamu sebagai saksi untuk memberi keterangan.” Melihat wajah resah Rumi, Dandi segera menggenggam kedua tangan istrinya. “Dengarkan aku, semua penyelidikan, pengumpulan barang bukti dan wawancara beberapa saksi sudah dilakukan. Sekarang tinggal kamu, karena kamu korban di sini. Jad—”“Mas.” Rumi menyela. “Aku nggak masalah kalau kita harus pergi ke dokter kandungan, atau ngelihat rumah seperti kemarin, karena aku nggak ketemu banyak orang. Tapi kalau har
“Apa … ada masalah?”Melihat wajah Rafa yang tampak tegang ketika datang membesuknya, Agnes yakin telah terjadi sesuatu serius.“Mas Al, atau Glory?” Hera yang sejak kemarin sudah kembali berada di rumah sakit, tiba-tiba merasa resah.“Alpha sedang diperiksa ke kantor polisi,” terang Rafa yang juga baru mendapatkan info tersebut beberapa waktu yang lalu. “Semua bukti dan saksi dari pihak Sebastian sudah sangat lengkap, jadi, sepertinya Alpha sudah nggak bisa ngelak.”“Mas … apa ada kemungkinan dua saksi yang kemarin itu bayaran pihak mereka?” tanya Hera mendadak memiliki pemikiran lain.Rafa menggeleng. “Mereka punya foto Alpha dan saksi yang sedang bertemu di suatu tempat. Dan ada bukti CCTV, kurir yang ngantar paket ke beberapa perusahaan media.”“Jadi … pihak mereka sampai datang ke setiap perusahaan?” tanya Agnes cukup salut dengan kegigihan Dandi.“Sepertinya begitu,” angguk Rafa membenarkan dugaan Agnes. “Jadi, sidangnya mungkin juga nggak akan makan waktu lama, karena semua buk
Antisipasi yang dilakukan Dandi ternyata tepat sasaran. Meminta orang untuk mengawasi rumahnya dan Rumi, juga tidak sia-sia. Karena tidak lama setelah Dandi menelepon orang kepercayaannya, sebuah chat masuk dan lokasi Rumi langsung ditemukan.Gadis itu sudah berjalan sejauh satu kilometer dari rumah dan berakhir duduk di sebuah halte. Menurut laporan yang diterimanya, Rumi sudah berada di tempat tersebut selama satu jam lebih. Rumi hanya memandang kendaraan yang lalu lalang di hadapan, tanpa melakukan interaksi apa pun dengan orang yang ada di dekatnya.Segera setelah Dandi mendapat tempat untuk memarkirkan mobilnya, ia menghampiri Rumi dan duduk di sebelahnya. Hampir lima menit Dandi berada di sana, Rumi tidak kunjung menoleh. Gadis itu seolah tidak melihat Dandi dan tidak mengetahui bahwa yang duduk di sebelahnya saat ini adalah sang suami.“Rumi.”Dandi diam dan menunggu beberapa saat, tetapi Rumi tidak meresponsnya sama sekali. Karena itu, Dandi kembali memanggil sambil menyentuh
“Kenapa nggak langsung ke kamar aja, Mas?” Hera terburu menemui Rafa yang datang ke rumah sakit. Mereka berada di lantai tempat Agnes dirawat, tetapi Rafa meminta Hera keluar dan menunggunya di tempat yang agak sepi. “Apa mas Al buat masalah?”Rafa menggeleng. “Dandi.”“Dandi?” Hera bingung, apa lagi yang diperbuat pria itu sekarang. “Apa lagi sekarang?”“Investor terbesar kita, berencana menarik investasinya.”Hera limbung. Saat hendak memegang dinding sebagai tumpuan, Rafa segera menahannya. Apa yang pernah diucapkan Hera kala itu, akhirnya terjadi juga. Mereka memang bisa mencegah Dandi menguasai kepemilikan saham, tetapi mereka lupa, ada pihak investor yang juga berperan penting dalam beroperasinya sebuah perusahaan. “Kita terlalu fokus sama mas Al, sampai lupa dengan yang satu itu,” ucap Hera berusaha kembali berdiri tegak dengan bantuan Rafa. “Dandi sudah ngecoh kita.”“Dia cerdik,” puji Rafa mengakui hal tersebut. Dandi telah mengalihkan semua fokus pada Alpha dan melakukan ha
“Ngapain malam-malam ke sini?” tanya Dandi kembali tidak membukakan pintu pagar untuk Qai. Kepalanya sudah pusing memikirkan Rumi, kini Qai muncul di malam hari seperti ini.“Karena kamu nggak angkat telponku, makanya aku ke sini.” Qai menendang pelan pagar Dandi, karena melihat pria itu tidak berniat membukakannya pintu pagar. Dasar ipar sialan!“Aku sibuk, Qai,” ujar Dandi bersedekap dan menghela. “Buruan! Kamu mau apa?”“Kamu, minta pak Vincent invest ke hotel kita?” tanya Qai yang juga tidak ingin berlama-lama, karena gerombolan nyamuk mulai terasa menggigit beberapa bagian kulitnya.“Ya!”“Dan! Alpha sudah diproses tapi kamu—”“Nggak usah ikut campur.” Dandi maju dua langkah, mendekat ke pagar. “Kamu nggak tahu apa yang aku alami, jadi, sekarang pergilah Qai. Lebih baik kamu konsen ke Jaya Grup terutama Angkasa, daripada mikirin Glory.”Sabar …Qai menarik napas panjang, lalu menghelanya. Sebenarnya, apa lagi yang diinginkan oleh Dandi saat ini. Bukankah balas dendamnya sudah ter