Pagi ini Arsen berada di ruang keluarga, hanya berdua dengan Marissa. "Aku harus melakukannya Grandma." Ujar Arsen tanpa mengeluarkan ekspresi apapun, ia hanya menatap Marissa dengan pandangan tak terbacanya.Jika bisa dilihat, ruangan itu kini menguarkan aura kelam dan dingin dengan sedikit ketegangan. Karena apapun yang sedang mereka bicara adalah mengenai nasib seorang Lazcano. Lazcano yang terbuang dan tidak diakui lagi.Marissa menghela nafas panjang sebelum akhirnya menghembuskannya perlahan. Ia butuh menenangkan dirinya. Meskipun yang berbicara adalah cucunya sendiri, namun dia lah pemegang kekuasaan penuh atas Lazcano.Arsen ada pemimpin Black Nostra dan kepala keluarga Lazcano. Apapun keputusannya bersifat mutlak dan tidak dapat diubah kecuali oleh dirinya sendiri.Jujur saja, bagaimanapun Marissa adalah seorang ibu dan ini menyangkut nyawa anaknya Sophia. Masih ada sedikit rasa kasih sayangnya yang tersisa dalam hatinya bagi Sophia. Namun mengingat semua yang sudah Sophia la
"Itu bukan salahku!!" Pekik Sophia tak terima. "Apa kau tahu, saat itu aku sedang mengandung anak ayahmu saat mereka menikah."Saat pernikahan Dean dan Lucia memang Sophia sedang mengandung anak Dean, dan usia kandungannya menginjak bulan kedua. Namun akibat berita pernikahan Dean dan Lucia membuat Sophia stres hingga ia harus kehilangan calon anaknya karena keguguran.Mulai dari sanalah Sophia bertekad untuk membalas dendam dan menghancurkan rumah tangga kakaknya, serta merebut kembali Dean. Ia tidak mau menerima kenyataan bahwa pernikahan itu adalah perjodohan yang dilakukan oleh ayahnya sendiri. Ia benar-benar sudah gelap mata dan hati saat itu.Namun ada kesalahan saat itu, Dean ikut tertembak hingga tewas di tempat saat orang-orang bayaran Sophia menyerang mansion tersebut.Arsen sama sekali tidak terpengaruh oleh pekikan Sophia."Jadi gara-gara itu kau membenciku?" Ujar Arsen datar.Setelah kejadian itu Sophia kabur entah kemana, sampai ia mendengar ayahnya meninggal ia kembali
Arsen kini dapat melihat ketakutan di mata Sophia, bahkan ia bisa melihat keringat bercampur darah semakin mengucur dari tubuh Sophia. Tubuhnya semakin bergetar. Namun ini adalah bagian yang paling menyenangkan dari permainan ini.Wanita yang tadi terlihat tangguh dan berusaha untuk melawan, kini tampak sudah tidak berdaya lagi. Meskipun beberapa gerakan kecil masih di lakukannya untuk melepaskan ikatan tersebut."Tidakkk.., tidakkk.., aku mohon jangan bunuh aku Arsen, aku mohon.." Pekik Sophia.Ah..., ini sungguh sangat merdu di telinga Arsen."Aku tidak bersalah, jadi aku mohon lepaskan aku!!" Sophia terus memekik.Arsen hanya tersenyum miris. Sampai kapanpun Sophia akan selalu merasa dirinya tidak pernah dan salah. Dan Arsen semakin muak dengan hal itu, sebaiknya ia segera mengakhiri permainan ini. Ini sudah terlalu lama. Ia harus segera kembali ke mansion dan mendapatkan pelukan hangat istrinya.Arsen melangkah menjauhi Sophia. Ia mengambil sesuatu seperti ember di dekat meja. Ars
Seperti biasa Lily harus meminum susu yang sudah menjadi rutinitasnya setiapa hari, pagi dan malam. Yang lebih menyebalkan di bawah pengawasan langsung suaminya, Arsen.Sedangkan perutnya masih terasa penuh dan begah. Namun ia harus meminumnya, Arsen sudah menatapnya dengan tajam. Karena Lily masih memegang gelas susunya yang masih penuh."Tidak enak? Mual?" Tanya Arsen datar seraya memberikan tatapan maut nan tajamnya.Lily meringis mendengar ucapan Arsen. Ia sedikit melirik Arsen dengan takut-takut."Ini enak..., tapi memang sedikit membuatku mual. Hmm..., perutku masih terasa penuh," lirih Lily.Sekarang Lily mulai merasakan perutnya sudah tidak terlalu rata lagi. Ia masih bingung 'apa secepat ini besarnya?' tanyanya dalam hati."Tapi kau harus meminumnya." Ujar Arsen masih datar. Bukan tanpa alasan ia tidak mau sampai Lily dan anaknya kenapa-kenapa.Lily hanya mengangguk pasrah dan mulai meminum susunya perlahan. Arsen menarik ujung bibirnya sedikit, hingga tidak terlihat bahwa ia
"Hati-hati.." Ucap Lily dengan lembut setelah membantu memakaikan dasi pada suaminya, tidak lupa ia tersenyum. Kemudian ia mengecup lembut bibir suaminya dengan cepat seraya semburat malu terpancar dari wajah cantiknya.Arsen hanya mengangguk pelan setelah menerima semua perlakuan lembut dari istri tercintanya tersebut. Cinta? Ya mungkin itu terdengar konyol bagi seorang Arsen. Hmm..., mungkin lebih tepat, tidak bisa hidup tanpanya.Meski hubungan mereka kian membaik, dan semakin dekat tetap saja jantung Lily tidak karuan saat di hadapan suaminya. Apa seperti ini rasanya jatuh cinta setiap hari pada suami sendiri?.Namun ini sungguh menyenangkan. Benar, Lily mengingat perkataan Eleanor, wanita yang membawa gaun pengantin saat itu. 'Jalanilah pernikahan ini seperti yang mengalir. Maka akan ada saatnya kebahagiaan itu datang.'Dan benar, kini itu yang Lily rasakan. Bahkan ia sudah tidak sabar menanti kelahiran anaknya, meski sebenarnya itu masih lama, masih dalam waktu berbulan-bulan ke
Seorang wanita terus berlari tanpa arah, ia berlari dari seseorang yang mengejarnya. Ia tidak memperdulikan kakinya yang sudah terluka dan berdarah, ia terus berlari tanpa menggunakan alas kaki.Ia ketakutan, ketakutan karena nyawanya yang terancam. Ia tak peduli dengan keadaan dress yang digunakannya sudah robek di mana-mana dan kotor dengan lumpur dan darahnya sendiri.Yang ada di pikirannya adalah berlari sejauh mungkin. Sejauh di mana pria yang mengejarnya tidak dapat menemukannya lagi. Ia sudah muak dengan pria itu, ia ingin lepas dari pria itu untuk selama-lamanya.Keadaan sudah begitu gelap, dan ia masih berlari dengan sisa-sisa tenaganya. Tanpa ia sadari ia sudah berlari sangat jauh, jauh dari perkotaan yang ramai, dan masuk ke dalam sebuah hutan. Meski keadaan sangat gelap namun ia bersyukur karena ia tak mendengar lagi suara tembakan dan pria yang mengejarnya.Gadis berambut merah burgundia gelap itu menghentika langkahnya, ia mulai mengamati keadaan sekitar, hanya pepohonan
Mike dan Sasha menemukan sebuah kedai. Sudah terlalu siang dan perut mereka belum terisi."Kau lapar?" Tanya Sasha pada Mike."Sedikit.""Aku akan membeli makanan, kau tunggulah disini." Ujar Sasha. Mike mengangkat kedua alis matanya seolah bertanya 'Kenapa ia harus menunggu di dalam mobil.'"Wilayah Kelompok Semion, Black Nostra berselisih dengannya bukan? Di dalam pasti ada beberapa anggota Semion, lebih baik aku yang ke sana, dan semoga menemukan sedikit informasi." Jelas Sasha, yang diangguki oleh Mike.Sasha segera turun dari mobil dan berjalan menuju kedai makanan tersebut."Capucino panas, minum disini, Pirozhki, Kulebyaka, dan capucino take away." Sasha menyebutkan pesanannya.Kemudian ia duduk di salah satu meja. Tidak berapa lama capucino pesanannya datang, dan pelayan meminta untuk menunggu pesanannya yang lain.Pirozhki ini adalah roti isi yang dibuat dengan mengisi adonan roti yang telah disiapkan dengan isian daging cincang, kentang, keju, dan telur.Kulebyaka (Dalam bah
Sasha kini sedang berdansa bersama Mike. Namun, mata mereka masih mengawasi dan mengamati setiap orang.Sasha sedikit menyibakkan rambutnya dengan gaya sensual seperti berusaha untuk menarik perhatian. Kemudian mendekatkan mulutnya pada telinga Mike. "Arah jam 11, pria berambut coklat dengan kumis tipis. Leonid." Bisik Sasha pelan. Mike menahan dirinya untuk langsung menengok ke arah yang Sasha sebutkan, karena jika ia melakukannya akan di curigai dengan mudah.Perlahan Mike menengok ke arah yang di ucapkan oleh Sasha. Ia melihatnya, pria dengan ciri-ciri yang di sebutkan oleh Sasha.Sepertinya memang itu dia orang yang bernama Leonid. Jika ciri-ciri yang di ucapkan oleh Sasha benar. Mike hanya bisa menyimpan harapan pada Sasha seorang, karena hanya gadis itulah yang pernah melihat wajah Leonid."Kau yakin?" Bisi Mike.Sasha menatap mata Mike, di matanya terpancar keyakinan yang begitu besar. Kemudian ia mengangguk yakin."Aku akan mulai menarik perhatiannya." Gumam Sasha yang dianggu
Kejadian Margaret yang di seret dengan kuda sudah berlalu dua hari. Dan Lily sudah kembali terlihat seperti biasanya.Namun, Arsen sudah berjanji pada dirinya akan memberikan hadiah bagi Lily atas keberaniannya membunuh Elliot dan menyiksa Margaret. Yang Arsen tahu, jika dalam kondisi biasa dan bukan mereka berdua, Lily tak akan mungkin melakukannya.Tapi setelah dua hari berlalu, Arsen masih belum bisa mendapatkan hadiah apa yang akan di berikan pada istrinya tersebut.Arsen menatap Lily yang sedang memakan sarapan paginya.Lily yang merasa di tatap menyadarinya kemudian menolehkan wajah pada Arsen."Ada apa?" tanyanya dengan lembut setelah menaruh sendoknya di atas piring."Tidak ada, hanya...., Hmm apa kau sedang menginginkan sesuatu?" tanya Arsen pada akhirnya.Lily tampak mengerutkan keningnya, ia tak mengerti dengan ucapan Arsen tersebut."Aku ingin memberimu hadiah, tapi belum menemukan yang cocok untukmu. Jadi katakan apa yang kau inginkan," seru Arsen."Hadiah?"Arsen mengang
Setelah membereskan meja makan dan dapur, Charlotte berjalan mendekati Mario dan Silvia yang sedang bersama menyusun sebuah puzzle yang cukup besar di atas meja.Sebelum sampai rumah, Camilio dan Charlotte menyempatkan diri untuk membeli kue untuk Chaterine dan mainan untuk anak-anak. Camilio membelikan lima buah puzzle dari yang paling mudah sampai agak sulit. Camilio juga membelikan dua buah magic block untuk Mario dan Silvia. Camilio ingin memberikan mainan yang bermanfaat untuk anak-anaknya dan melatih perkembangan otak mereka."Bagaimana? Bisa?" tanya Charlotte dengan lembut pada Mario dan Silvia yang tampak sangat serius menyusun puzzle milik mereka."Bisa," jawab Mario tanpa mengalihkan perhatiannya pada puzzle yang ada di hadapannya."Tadi sudah berhasil dua. Yang ini sulit, Mom," lapor Silvia dengan suara yang terdengar begitu menggemaskan."Sabar ya sayang. Kau menyusun puzzlenya tidak sendiri, tapi bersama Mario. Pasti kalian bisa. Anak-anak mommy kan pintar semua," kata Ch
"Mike, semua sudah selesai dan tidak ada yang dikerjakan lagi. Aku pulang dulu ya," pamit Alonzo seraya melambaikan tangan pada Mike dan menepuk lengan Camilio."Ya, aku juga pamit. ini sudah menjelang sore. Aku pulang dulu, Mike," pamit Camilio pada Mike."Kau pulang ke rumah ibumu hari ini?" tanya Mike pada Camilio."Ya, seperti biasa. Sabtu sore aku dan Charlotte pulang dan besok malam aku sudah sampai mansion lagi," jawab Camilio."Ok. Berhati-hatilah," kata Mike sambil tersenyum."Jika ada tugas mendadak, jangan sungkan untuk menghubungiku. Anytime," ujar Camilio."Ok Cam. Selamat menikmati waktu bersama anak-anakmu. Dan sampaikan salam ku pada ibumu, dan kedua anakmu," sahut Mike.Camilio hanya membalas dengan mengangkat tangan dan tersenyum tipis. Ia bergegas menuju mobilnya untuk menjemput Charlotte dan segera pulang bersama ke rumahnya dan bertemu dengan buah hati mereka, Mario dan Silvia.Mike memasuki ruangan rapat sebentar untuk mengecek segala sesuatu sebelum meninggalka
Margaret di seret dengan paksa oleh Alonzo dan Camilio ke halaman belakang mansion.Dengan sangat jelas Margaret masih ingat tempat ini, dimana ia harus menonton Lily yang sedang berlatih menembak dan Elliot lah yang menjadi target tembaknya.Margaret terus bertanya-tanya dalam hatinya, apakah kini gilirannya menjadi sasaran tembak Lily? Tapi, tadi ia mendengar kuda dan jalan-jalan. Ia benar-benar tak mengerti.Namun, pertanyaan-pertanyaan dalam hatinya terjawab sudah, saat kedua tangannya diikat menjadi satu dan diikatkan pada seekor kuda hitam yang tampak besar dan terlihat begitu gagah.Tampak pula Lily dan Arsen yang memperhatikannya saat dirinya diikat.'Aku salah memperhitungkan jalang cilik itu! Ia benar-benar berubah dan sangat berbeda dengan Lily yang dulu penakut dan penurut. Siall!!' umpat Margaret dalam hati."Ini kali kedua ku datang ke markasmu, jadi aku ingin tahu keadaan disekitar sini. Hingga memutuskan untuk berjalan-jalan," bisik Lily pada Arsen."Dengan senang hati
Bugh....Kali ini Lily meninju mulut Margaret untuk menghentikan ucapan Margaret.Hingga Margaret memekik kesakitan."Akhh..." Margaret memekik kesakitan."Brengsek!!" umpat Margaret.Sungguh Margaret sangat kesal pada Lily. Gara-gara Lily meninju hidungnya beberapa hari yang lalu. Hidungnya sedikit bengkok, sepertinya silikon hasil operasinya bergeser dari tempatnya.Bukan itu saja, wajah mulusnya hasil dari botox nya pun kini terdapat luka memanjang hasil cakaran Lily.'Aku harus membalasnya!' geram Margaret dalam hati.Operasi plastik yang sudah lama di mimpikan nya dirusak begitu saja. Tentu saja Margaret marah dan kesal. Susah payah Margaret merayu Elliot untuk membiayai operasi plastik ini.Margaret kembali meringis, karena tinjuan Lily di mulutnya membuat kepalanya pusing.Lily hanya tersenyum meremehkan, membuat Margaret semakin dongkol dan marah saja."Cuhhh..." Margaret meludah pada Lily, untung saja tidak mengenai wajah Lily karena dengan cepat Lily dapat menghindarinya.Ar
Sabtu pagi setelah Arsen dan Lily menikmati sarapannya, mereka kembali ke kamar untuk menyempatkan diri bermain-main dengan Theo sebentar sebelum pergi ke markas. Setelah sekitar dua jam kemudian, Theo mulai merengek karena sudah waktunya ia minum susu dan tidur.Saat Lily menemani Theo minum susu, Arsen mengirimkan pesan pada Mike bahwa ia akan menemani Lily bermain-main dengan wanita tua itu."Aku titip Theo pada kalian," kata Lily pada Charlotte dan Maria."Kami pasti akan menjaga Tuan Muda dengan baik, Nyonya," jawab Charlotte yang langsung diangguki oleh Maria.Lily segera keluar dari kamar Theo menuju kamarnya. Kali ini Lily mengenakan pakaian yang lebih kasual dan nyaman dikenakan. Kerena ia akan bersenang-senang hari ini, hingga ia memilih pakaian yang memudahkannya untuk bergerak.Legging yang sedikit tebal di padukan dengan atasan oversize yang panjangnya melebihi bokong. Memastikan lekuk pinggul tersembunyi dari pandangan orang lain. Karena Arsen tak akan menyukainya.Terak
Arsen mendengar kabar dari Camilio jika tangan Mike sempat terluka."Bagaimana dengan tanganmu? Aku mendengarnya dari Camilio," tanya Arsen.Mike menatap lengannya yang terluka di balik lengan jasnya. "Bukan luka besar, tidak masalah," jawab Mike pada Arsen, dan Arsen hanya mengangguk pelan."Han?" tanya Arsen seraya mengangkat sebelah alis matanya."Ya, anak dari Lam Phuong. Anak itu di rawat oleh Vargaz bahkan diangkatnya menjadi anak. Saat aku akan membunuh Vargaz dengan tiba-tiba anak itu muncul entah dari mana dan menikam lenganku," jelas Mike.Arsen mengangguk pelan, "aku mengerti. Apa kau sudah obati?" tanya Arsen."Sasha sudah mengobatinya sesampainya aku di mansion Subuh tadi," ujar Mike."Sebaiknya lain kali lebih berhati-hati lagi.""Baik Tuan. Terima kasih," ucap Mike dengan tulus."Kumpulkan anggota inti Mike, aku mau bicara dengan mereka," titah Arsen."Mereka ada di ruang rapat semua kecuali Enrico, Riobard dan Alonzo. Mereka sedang mempersiapkan barang untuk pengiriman
Mike segera melaporkan hasil penyergapan dan pengakuan Vargaz mengenai Morons pada Arsen, setelah mereka selesai mengeksekusi Vargaz dan seluruh anak buahnya. Karena saat ini sudah hampir pukul 02.00 pagi, Mike tahu jika Arsen sedang beristirahat makanya ia memberitahunya melalui sebuah aplikasi percakapan.Mike meminta Richard untuk membereskan semua kekacauan yang sudah mereka buat, dan segera menghilangkan semua bukti terkait eksekusi Vargaz dan seluruh anggota Bleeding Corp.Setelah dirasa semua selesai, Mike dan yang lainnya meninggalkan Jacksonville dini hari itu juga.Sedangkan bocah bernama Han itu, diserahkan pada Richard untuk di urus. Ada anak buah Richard yang bertahun-tahun menikah belum dikaruniai anak. Maka Han akan di asuh olehnya.Dalam waktu kurang lebih dua jam, akhirnya Mike dan yang lainnya sampai di New York. Tanpa menunggu lama, Mike memerintahkan yang lainnya untuk segera beristirahat. Mike tahu jika semuanya merasa lelah dan butuh istirahat, termasuk dirinya.
"Jawabbb!! Apa hubunganmu dengan Mark, Vargaz!!" pekik Mike lagi karena Vargaz masih diam dan menutup mulutnya.Kali ini Vargas sedikit tersentak karena Mike memekik tepat di depan wajahnya.Dorrr..Seorang pria yang merupakan anak buah Vargaz kembali terkapar di lantai dengan darah yang mengalir di dadanya.Mike kembali menembak salah satu anak buah Vargaz tanpa belas kasihan. Keringat dingin terlihat mengucur dari pelipis Vargaz. Mike dapat melihat, Vargaz mulai ketakutan kembali."M-Mark adalah temanku," jawabnya dengan mulut bergetar. Mike memang sudah terkenal tak kenal belas kasihan dan sadis. Kali ini ia melihat sendiri dengan mata kepalanya.Dan menurut Leonid dulu. Ketua Black Nostra yang sesungguhnya lebih sadis jika dibandingkan dengan Mike.Mike menyeringai mendengar ucapan Vargaz. Ia masih bertanya-tanya dalam hatinya, apakah pembelotan Morina karena Dimitri?."Apakah Morons membelot karena Dimitri!?" tanya Mike dengan nada tajamnya."A-aku tidak tahu secara pasti, tapi M